b. Etika Teonom sebagai Pedoman hidup Yusuf “Suatu

advertisement
Etika pekerjaan dalam tinjauan kristiani
Kata pengantar
1Pekerjaan
merupakan salah satu dimensi manusia diantara dimensi-dimensi lainnya.
Bagi jiwa manusia, pekerjaan yang memuaskan sama pentingnya dengan memperoleh kasih
sayang. Namun di tengah-tengah suramnya ekonomi di dunia ini, semakin terasa sulitnya
bagi kita sendiri untuk memperoleh dan mempertahankan pekerjaan yang sesuai. Maka dari
itu penelitian-penelitian menunjukkan bahwa memperoleh dan mempertahankan pekerjaan
merupakan masalah paling penting yang dihadapi kebanyakan masyarakat, sedangkan
kehilangan pekerjaan adalah hantu yang paling ditakuti oleh semua orang baik tua maupun
muda. Mempunyai pekerjaan yang memuaskan dan mencapai tujuan-tujuan pribadi
dianggap jauh lebih penting daripada keberhasilan dan penghargaan bagi para pekerja.
L.Ron Hub-bard mengatakan bahwa “Hak untuk bekerja berhubungan erat dengan
kebahagian pribadi dan semangat hidup dan untuk bisa menjalani hidup ini sepenuhnya.
Setiap individu di dunia memerlukan pekerjaan yang memuaskan, suatu kegiatan yang
memberikan tujuan yang lebih luhur bagi kehidupan setiap orang. Namun bila kita
kehilangan hak tersebut, berarti kita kehilangan hak untuk berpartisipasi di dalam
masyarakat.”Pekerjaan yang baik atau pekerjaan yang mempunyai tujuan merupakan salah
satu faktor yang membuat seseorang menjadi kuat dan bangsa menjadi besar, dan itu
muncul dari diri masing-masing (individu) jika dia sudah sanggup mengatakan: saya
memahami masalah hidup dan pekerjaan, saya dapat menangani frustasi dan kebingungan
di tempat kerja, mengatasi kelesuan, kebosanan dan amarah, dapat menanggulangi
ketegangan dan kelelahan.
Mengamati juga menangani dan mengendalikan situasi pekerjaan, membina
komunikasi yang efektif dengan rekan sekerja dan pemimpin, serta mampu memastikan
tujuan-tujuan dan memperoleh keterampilan untuk meraihnya.Dalam teologi kristen
pekerjaanpun juga ikut menjadi bagian penting sebagai ekspresi nyata dari iman. 2 Yesus dan
para muridnya melaksanakan “praksis” dari kasih mereka kepada sesama lewat pelayanan
yang diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan mereka. Segala tindakan dan karya
Yesus tidak ia lakukan hanya terbatas kepada perkataan namun perbuatan. Pekerjaan
menjadi sebuah hal penting yang menjadi bagian dalam keseharian Yesus.
Tindakan nyata yang dilakukan oleh Yesus dan yang telah ditulis dalam Alkitab.
Menjadi semacam teladan yang harus diikuti oleh setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Iman diberikan warna yang berbeda apabila dibarengi dengan tindakan. Hal ini ditekankan
oleh Yakobus dalam penjelasan mengenai hakekat “iman dan perbuatan” Yakobus 3.Untuk
melakukan suatu pekerjaan, kira-kira manusia akan diperhadapakan kepada dua pertanyaan
mendasar. Apa yang harus dilakukan oleh manusia, sebagai manusia? Serta apa yang baik
dan harus dilakukan manusia?. jika hanya bekerja saja, binatang pun juga bekerja.
Pertanyaan pertama ingin mengarahkan kepada pekerjaan yang mungkin dapat dikatakan
manusiawi dan khas manusia. kemudian pertanyaan kedua mengarah kepada pekerjaan
yang bersifat etis. Hal ini telah lama dibahas dalam dunia etika dari masa kemasa.
1
Sastrapratedja,M,Filsafat Manusia,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010),hlm 160.
Packer.J.I,Ketika Yesus bertanya “Cara pertanyaan-pertanyaan Yesus Mengajar dan Mentransformasi Kita”,
(Yogyakarta: ANDI, 2010),hlm 133
2
Pertanyaan mengeia apa yang baik dan harus dilakukan menjadi agenda dari manusia
sebagai “animal rationale”.
I.PEKERJAAN DARI PERSPEKTIF TEOLOGI
A.Teologi Kerja
Sampai selama-lamanya manusia itu akan sebagai seorang yang bekerja.3Bekerja
bukan dosa. Ia mempunyai tempat dalam rencana Allah. Memang ada pekerjaan tertentu
yang muncul karena dosa. Kalau bicara tentang bekerja perlu di bedakan antara ekses dan
esensi. Secara esensi kerja memiliki tempat dalam rencana Allah. Barangsiapa yang bekerja
ia menjadikan dirinya sebagai kawan sekerja Allah (I Kor3 : 9). Dengan bekerja manusia ikut
ambil bagian dalam pelaksanaan rencana penciptaan oleh Allah yang berasal dari hati Allah.
Teologi Kristen tentang kerja bersumber dari Allah sebagai yang bekerja sampai hari ini.
Hidup akan sangat menyiksa dan menyakitkan apabila tiddak diisi dengan bekerja. Bukan
hanya di bumi manusia bekerja, di sorga pun bekerja masih akan menjadi aktivitas pokok
manusia. Mengapa tidak ?Allah, Sang Bapa saja bekerja sampai hari ini. Dia tidak pernah
bemalas-malasan. Sehebat apa manusia sehingga dia bersantai-santai sementara Allah
bekerja ? Kalau benar begitu hapus saja ayat I Krointus 3 : 9 dari Alkitab karena disitu
manusia disebut kawan sekerja Allah. 4
Salah satu the word spoken by the mouth God yang berhubungan dengan roti ialah
jika seorang tidak mau bekerja janganlah ia makan (II Tes 3 : 10). Mendengar firman Allah
dan mengeja secara tepat ayat-ayat firman itu bukan hal utama dalam teologi dan iman, itu
namanya iman teori. Iman kepada Allah seperti yang diajarkan kristus bukan iman teori.5
“Bukan setiap orang yang berseru kepada Ku: Tuhan, Tuhan! Akan masuk kedalam Kerajaan
Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang disorga” (Mat. 7 : 21). Iman
yang dicontohkan oleh Kristus adalah iman perbuatan, iman yang nyata dalam bekerja.
“Barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini,
karena ia murid Ku, Aku berkata kepadamu :Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya
dari padanya” (Mat 10 : 42). Iman yang benar berwujud dalam kerja yang sesuai dengan
firman Allah.
Kerja yang sinergis dan kolaboratif, itulah yang dilakonkan Allah dalam akta
penciptaan. Bumi yang kososng, gelap gulita dan kacau balau (chaos) berubah menjadi
kenyataan yang penuh keteraturan (kosmos).Allah tidak bekerja sendiri membuat bumi. Itu
menjadi sungguh amat baik adanya. Dalam membangun kerjasama yang sinergis dan
kolabratif dengan yang lain. Allah menjadi yang pertama dalam bekerja. Allah melakukan
pekerjaan secara mendasar.Manusia mengembangkan pekerjaan itu. Kerja yang sinergis dan
kolaboratif dari Allah menjadi lebih nyata lagi dalam hidup dan karya Yesus.Teologi Kristen
tentang kerja yang sinergis dan kolaboratif ditarik dari kerja yang ada pada Allah. Dalam
bekerja Allah lebih sebagai permainan halma, saling membuka jalan demi mencapai
kebaikan bersama.Tidak ada sikap eksploitasi dan penindasan seperti yang biasa ditampilkan
saat orang bermain catur, saling membunuh dan memakan. Bekerja ibarat pemain catur
3
J. Verkuyl. Etika Kristen SosialEkonomi,(Jakarta: BPK GunungMulia,1985),ha 19.
EbenNubanTimo.MakananAdalahSorga. Hal 22
5
Ibid… hal 22
4
adalah bisnisnya roh-roh yang bukan berasal dari Allah. Roh jahatlah yang saling bersaing
dan menghancurkan.6
B.Relasi antara Teologi dan “bekerja”
Orang Kristen sering hanya menjadikan iman mereka sebagai pelengkap sampingan
bagi pekerjaannya, bukan menjadikan iman Kristen itu sebagai pusat spiritualitas kerja
mereka yang akan mentransformasikan diri dan seluruh pekerjaan mereka.Rasul Petrus
secara jenius menggabungkan konsep keterpilihan dan keterberkatan melalui iman yang
aksional (-tradisi Abraham), keimaman dan kekudusan melalui kepatuhan pada hukum
(tradisi Musa), serta kebangsawanan dan kerajaan melalui perbuatan-perbuatan yang luhur
(tradisi Daud), menuju kebenderangan dan kemuliaan Allah yang ajaib semuanya di dalam
Kristus.Tujuan bekerja dalam paradigma Kristiani ialah agar kita menjadi seperti Kristus,
pemuncak dan mahkota semua perjanjian: dalam kesungguhan hati, konsistensi, dan
tanggung jawab dalam kasih, solidaritas, dan keberanian; dalam kecerdasan, kreativitas, dan
inovasi serta dalam visi, konsentrasi, dan kesetiaan. Semua pekerja Kristen adalah pekerja
kabar baik dalam Kerajaan Allah, yang berhati mulia dan bahagia, berwajah gembira dan
sukacita senantiasa.
Bukan rahasia lagi bahwa seringkali kita lupa, tidak mau atau malah tidak mampu
melihat makna kerja lebih daripada sekadar mencari uang, imbalan, dan jabatan dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang juga tak kunjung terpenuhi. Di sinilah
pentingnya kita berteologi. Dari perspektif teologi, makna dan tujuan hidup manusia hanya
akan dapat ditemukan secara penuh sejauh hidup kita mempunyai hubungan yang positif
dan produktif dengan Allah. Hidup yang bermakna dan hidup yang bertujuan hanya dapat
kita temukan secara penuh sejauh kita menyadari bahwa Allah sungguh-sungguh
menganggap penting hidup kita dan tahu persis bahwa Allah menginginkan sesuatu yang
besar untuk kita lakukan bersama-Nya melalui hidup kita, untuk kemuliaan Allah dan tujuantujuan kehidupan ini secara luas.
Begitu pula Teologi Kerja. Melalui teologi ini, kita dimampukan untuk melihat
hubungan antara apa yang menjadi pekerjaan kita dengan apa yang diinginkan Allah melalui
kita dalam pekerjaan kita. Melalui Teologi Kerja, kita akan melihat pekerjaan dari perspektif
Allah sehingga menyadari dan memahami signifikansi pekerjaan itu bagi Allah. Berpasangan
dengan itu, perspektif Allah yang diperoleh melalui Teologi Kerja ini kemudian akan
memampukan manusia menemukan tujuan-tujuan Allah dalam pekerjaan yang digelutinya.
Semua inilah yang akan melahirkan spirit, semangat, dan etos kerja unggul dalam menekuni
pekerjaan kita.
C.Dengan berteologi tentang kerja setidaknya kita berharap:


Pertama, agar setiap pekerja mengerti dan memahami bahwa kerja — di bidang apa pun
dan dalam jenis apa pun— sangat penting, bermanfaat, bertujuan dan bermakna tidak
hanya bagi manusia, tapi bagi Allah juga.
Kedua, setiap pekerja mengerti dan memahami bahwa kerja bukan sekadar memenuhi
kebutuhan hidup mereka sendiri dan keluarganya, tetapi memiliki signifikansi bagi
kehidupan global bersama dan di dalam Allah.
6
Ibid… Hal 24-25



Ketiga, setiap pekerja mengerti dan memahami bahwa apa yang mereka kerjakan di dunia
ini haruslah merupakan cerminan, bagian atau lanjutan dari pekerjaan Allah dan cara Allah
bekerja.
Keempat, setiap pekerja mengerti dan memahami serta dapat menempatkan pekerjaannya
dalam terang wawasan Allah, sehingga dapat melihat campur tangan dan peranan Allah
dalam pekerjaan mereka.
Kelima, setiap pekerja mengerti bahwa Allah adalah Sang Pekerja Agung dan
menghendakinya juga bekerja dengan kualitas dan standar Allah, melalui talenta yang telah
diberikan-Nya kepada masing-masing pekerja. Melalui kerja dengan kualitas dan standar
Allah itu pula pekerja memperoleh sepenuhnya berkat yang telah dijanjikan Allah dalam
rangka memperluas kerajaan-Nya di dunia dan dengan demikian memenuhi perjanjian-Nya
yang luhur dan mulia.
II.Relasi antara kerja, alam dan manusia
a.Mahkluk sosial vs Mahkluk bekerja
Sebagai manusia yang bereksistensi dimuka bumi. Dimungkinkan untuk melakukan
banyak hal, sejauh yang mampu ia lakukan. Manusia pada umumya melakukan banyak
untuk dapat bertahan hidup. Hal ini dikarenakan pada dasarnya manusia adalah mahkluk
biologis yang pada elemen tertentu sama dengan seluruh ciptaan yang ada. Tetapi pada
elemen lain manusia dibedakan dengan ciptaan yang lain. Salah satu contohnya adalah
manusia adalah mahluk sosial atau zoon politikon. Karena pada satu sisi eksistensi manusia
dapat dilihat dari relasi yang ia bangun dengan sesamanya manusia7 dan hanya manusialah
yang mampu melakukannya. Dalam pandangan Marx, seorang filsuf abad 19. Manusia
adalah mahluk yang bekerja. Inilah hakikat manusia, dalam dan pekerjaan manusia menjadi
diri sendiri,bebas dan bahagia. Sejarah alat produksi mentukan sejarah manusia.8
Relasi antara manusia dengan ciptaan yang lain telah menjadi perdebatan sepanjang
masa oleh para pemikir-pemikir disegala tempat. Para kaum Stoa dan Epikurian pada zaman
Yunani klasik melihat dunia sebagai panggung kemegahan sang transenden. Namun disisi
lain kehidupan didunia membawa sebuah perspektif lain lewat penderitaan. Hidup
diandaikan oleh kaum Stoa sebagai usaha untuk tunduk kepada dunia, berbeda dengan itu
kaum epikuros berusaha untuk mempertahankan hidup dengan membangun relasi dengan
orang-orang yang sepemahaman dengan mereka. Paham epikurian kemudian melahirkan
pemahaman bagi Spinoza bahwa Allah dan alam adalah satu. Realitas yang satu, sama dan
tak terpisahkan. Tunduk kepada hukum-hukum Allam berarti tunduk kepada sang Khalik.
Relasi antara manusia dengan ciptaannya dapat ditarik sebagai garis horizontal.
Artinya hubungan manusia dengan materi yang dapat dijangkau olehnya. Serta mampu
dipahami oleh taraf-taraf indrawinya dan yang nampak. Relasi yang kedua adalah relasi
vertikal yakni relasi dengan materi yang tak nampak, terbatas oleh kemampuan
Inderawinya. Biasanya materi tersebut dikenal dengan sebutan Tuhan,dewa, yang
transenden dan yang lain sebagainya. Pada tahap yang pertama kita melihat relasi manusia
7
Suseno,Franz Magnis, 13 tokoh etika sejak Zaman Yunani sampai abad ke 19 (Yogyakarta: Kanisius,
1997),hlm. 35.
8
Snijders,Adelbert ,Antropologi filsafat manusia “Paradoks dan Seruan” (Yogyakarta: Kanisius,2004),hlm 75
dengan sesamanya. Dalam paham zaman Yunani, terutama oleh Aristoteles. Manusia
dikatakan sebagai mahluk sosial. Hidup manusia tidak mungkin dapat ia jalani sendiri
sehingga dituntut harus bisa berelasi dengan orang lain. Tetapi paham ini hanya dibatas
oleh relasi dengan sesama manusianya melulu. Kemudian bagaimana relasi dengan mahlukmahluk non-manusia. Misalnya batu,pohon,hutan,kambing dan lain-lain?.
Pemikir yang berbicara mengenai relasi manusia dengan ciptaan lainya adalah Karl
Marx. Ide Marx lahir lewat asupan dari Hegel serta ekonomi britania. Marx berpendapat
bahwa
kekuataan
yang
mengikat
mausia
didalam
dunia
adalah
9
“materi” . Marx melihat setiap materi yang diluarnya sebagai objek semata yang bernilai
ekonomi. Paham ini mau mentakan bahwa, keberlangsungan hidup manusia ditentukan
oleh kemampuannya mengolah segala sesuatu diluarnya melalui kerja. Kerja menjadi
elemen penting dari manusia serta hakikat dari manusai itu sendiri. Relasi sosial menurut
pandangar Marx bersifat hirearkis. Pemikiran Marx banyak dipengaruhi oleh latar belakang
antropologinya. Marx hidup pada era dimana para kaum Borjuis atau para pemilik modal
berkuasa atas kaum Proletar . Berikut definisi mengenai kaum Proletar.
10Istilah
proletar dalam ilmu sosiologi adalah istilah untuk masyaakat kelas nonbangsawan.. Dalam artian Karl Marx, proletar adalah masyarakat kelas kedua setelah kelas
kapitalis yang hidup dari gaji hasil kerjanya. Banyak stereotip yang memandang bahwa
proletar hanya terbatas sebagai masyarakat kelas rendah. Pekerjaan mereka tak lepas dari
buruh, petani, nelayan atau orang-orang yang berkutat dengan pekerjaan tangan –
Realitas sosial yang ada pada zamannya bersifat kapitalis. Kapitalisme adalah paham
yang menegaskan usaha dari pemilik ekonomi yakni kaum Borjuis mengusahakan modal
yang dipunya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Paham ini kemudian
menciptakan ketidak adilan kepada kaum Proletar yang dipekerjakan dengan kejam namun
tidak diberikan upah setimpal dengan apa yang mereka kerjakan. Proses objektifikasi
terhadap yang dilakukan, terarah kepada manusia dan alam hanya untuk mencari
keuntungan semata menciptakan eksploitasi tanpa henti.
b.Kritik terhadap Marx “tanggapan terhadap sistem objektifikasi”
Paham Marx hanya melihat tatanan sosial sebagai proses produktif semata. Kerja
sosial hanya sebatas proses instrumental yang bersifat individual.11 Sebagai suatu pranata
dasar bagi kerja sosial ekonomi menurut Marx memberikan ciri khas bagi manusia untuk
melakukan evolusi. Dan merupakan jalan kepada suatu era baru yang dimulai lewat evolusi
sosial. Jadi dalam paham Marx, kerja serta ekonomi merukapan hal yang mendasar bagi
manusia serta keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Marx mau membawa kepada
sebuauh pandangan bahwa manusia dipandang sebagai mahluk konsumtif semata dan
mengkalim manusia sebagai homo economicus.
Ironinya pada titik ini kita dapat melihat bahwa proses objektifikasi tidak berhenti
pada alam saja namun manusia pun juga dapat diinstrumentalisasikan dalam tujuan
9
Russel,Bertrand, Sejarah filsafat barat “Kaitannya dengan kondisi sosio-politik zaman kuno hingga sekarang”
(Yogyakarta: Pustaka pelajar,2007),hlm 1021.
10
https:// id.wikipedia.org/wiki/Proletariat
11
Hardiman,F Budi, Kritik ideologi “Menyingkap pertautan pengetahuan dan kepentingan bersama Jϋrgen
Habermas (Yogyakarta: Kanisius,2009),hlm 110.
kapitalis. Kelemahan utama Marx adalah cara pandangnya yang berhenti pada titik
materialis. Melihat sesama ciptaan sebagai objek semata berakibat buruk pada cara
manusia dalam berelasi. Diantara sesama manusia tidak akan ada rasa toleransi serta sikap
menghormati satu dengan yang lain.
Relasi yang dibangun hanya untuk dapat mencari keuntungan demi pemuasan hasrat
semata. Relasi manusia tidak lain hanyalah bersifat “untung-rugi”. Tidak hanya berhenti
sampai disitu. Sikap materialis menurut Marx sendiri juga bersifat hirearkis. Artinya tercipta
kelas-kelas sosial yang tidak sehat serta menciptakan kelas-kelas ekonomi dalam jenjang
yang tidak adil. Para pemilik modal,orang-orang kaya, para bos-bos perusahaan dianggap
sebagai manusia-manusia kelas atas. Sedangkan para pekerja dibawah mereka apalagi oragorang yang bekerja dalam kekurangan dan keterbatasan misalnya pemulung, tukang
ojek,petani pengamen. Orang-orang yang bekerja bermodalkan kaki-tangan dan modal
seadanya dianggap berada dibawah kelas yang paling bawah.
Secara sadar, hubungan antara manusia mengalami banyak perubahan. Corak
hubungan manusia dengan manusia lainnya akan hancur apabila hubungan tersebut hanya
terbatas kepada hubungan “objektifikasi”. Sebab dengan demikian, manusia akan
menganggap manusia lain hanya sebatas “sarana” untuk mencapai hal-hal yang hendak ia
inginkan. Hubungan mengobjektifikasi seperti ini, dikatakan sebagai relasi i-It (aku-itu) oleh
seorang pemikir bernama Martin Buber12. Relasi seperti ini secara sadar telah menurunkan
kualitas manusia sama dengan materi-materi non-manusia. manusia hanya dipandang
sebagai materi yang berguna bagi saya. Pada tahap ini manusia memiliki hasrat untuk dapat
berkuasa kepada semua materi diluarnya, sebab ia tidak melihat yang lain (dalam hal ini
manusia) sebagai mahluk yang setara, seimbang serta mampu membangun relasi
dengannya.
Sedangkan relasi yang seharusnya dijalani oleh manusia adalah relasi I-Thou (akuanda). Hubungan tersebut adalah hubungan dialogal, ciri dari pengehaun serta kesetaraan.
Pada tahap ini, manusia memandang manusia yang lain sebagai pribadi yang otonom dan
yang utuh. Ciri kemanusiaannya diakui dengan menandakannya melalui dialog. Adanya
dialog memberi sinyal bahwa manusia lain diakui sebagai manusia yang “berakhlak budi”
dan mampu untuk berkarya. Pada tahap relasi ini terjalin relasi yang setara dan tidak ada
niatan untuk menguasai apalagi meng-objektifikasikan yang lain. Hubungan manusia
mampu dijalin melalui prinsip etika relasi yang setara. Sifat objektifikasi hanya akan
menciptakan konflik serta penindasan terhadap mansusia. Sedangkan prinsip hubungan
yang dijalin dalam kesetaraan membawa manusia kepad keharmonisan.
III.Kerja dalam perspektif Bilbis “ Kajian mengenai Kisah Yusuf dalam Alkitab
perjanjian lama.
a.Sepintas cerita mengenai Yusuf
Yusuf merupakan buah kasih atau anak dari Yakub dan Rahel, yang mengalami
serangkaian proses pembentukan dan persiapan dari Allah untuk menjadikan dia pemimpin
dan penyelamat bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Yusuf menjadi orang kedua atau
12
Sastrapratedja,M,Filsafat Manusia,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010),hlm 62.
orang kepercayaan dalam Istana Raja Firaun dengan jabatan Perdana Menteri. Awal
mulanya pada usia 17 tahun, Yusuf bermimpi dan menceritakan mimpi-mimpinya pada
semua saudara-saudaranya bahwa mereka semua akan sujud menyembah kepada Yusuf
termasuk ayah dan ibunya. Hal ini menyebabkan iri hati dan rasa cemburu yang dalam pada
semua saudara-saudaranya terutama anak-anak selain Benyamin/Ben-Oni dan Yusuf apalagi
Yusuf disayang secara berlebihan oleh Yakub, ayah mereka.
Pada suatu kali bermimpilah Yusuf, lalu mimpinya itu diceritakannya kepada
saudara-saudaranya; sebab itulah mereka anya. (Kej 37:2-5) Akhirnya mereka menyusun
rencana dan berhasil menyingkirkan Yusuf semakin membencinya. Kemudian mereka
menjual Yusuf seharga 20 syikal perak kepada saudagar-saudagar Midian keturunan Ismael,
yang membeli orang-orang untuk dijadikan budak dan diperjualbelikan. Sesampainya di
Mesir, Yusuf dibeli menjadi budak oleh Potifar, pegawai istana Firaun, yang juga kepala
pengawal Firaun. Yusuf yang secara fisik tampan dan berperilaku baik berulangkali berhasil
dalam segala pekerjaan yang dipercayakan kepada dia karena Alkitab berkata Allah
menyertainya.
13Namun
karena dituduh berzina atau memperkosa istri Potifar, akhirnya Potifar
menyebabkan Yusuf dijebloskan ke dalam penjara karena Potifar termakan atau percaya
perkataan istrinya. Dalam kisah selanjutnya, Yusuf dipercaya oleh kepala penjara dan tetap
setia pada Allah. Lewat kedua mimpi Juru Minuman dan Juru Roti Raja Firaun yang
diberitahukan artinya oleh Yusuf, akhirnya terjadilah sesuai pemberitahuan Yusuf bahwa 3
hari kemudian, Juru Roti Firaun mati digantung sesuai arti mimpinya. Dan Juru Minuman
Raja diangkat kembali pada posisinya semula yaitu menjadi Juru Minuman Raja Firaun
kembali, 3 hari kemudian. Setelah lewat 2 tahun, Raja Firaun bermimpi dan Juru Minuman
ingat bahwa ada Yusuf yang pernah menafsirkan mimpinya secara tepat.
Akhirnya Yusuf yang berusia 30 tahun dipanggil menghadap Firaun dan berhasil
mengartikan mimpi Raja Firaun serta diangkat menjadi penguasa atas seluruh Mesir
dibawah kekuasaan Firaun. Singkat cerita dalam usia yang relatif muda, 30 tahun, Yusuf
sukses dan Yusuf menjadi Orang Kedua dibawah Firaun. Olehnya, Allah menjaga kehidupan
dan memelihara kehidupan bangsa Israel dan banyak bangsa yang kelaparan yang datang ke
Mesir waktu itu. Sampai akhir hidup Yusuf, orang Israel terjamin hidupnya di Tanah Gosyen
di Mesir. Yusuf adalah seorang yang hidup takut akan Tuhan yang menjaga kekudusan
hidupnya sebagai seorang pemuda yang ditawari kenikmatan dunia, namun memilih lebih
takut pada Allah daripada manusia. Yusuf juga seorang yang terkenal karena sangat
mengasihi keluarganya, punya hati mengampuni saudara-saudara dalam keluarganya, tidak
mengingat-ingat kesalahan.
Perkataannya yang terkenal dalam Alkitab yang dicatat dalam Kejadian pasal terakhir
yaitu ”Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah merekarekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan,
dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu
bangsa yang besar.” Yusuf orang yang bertanggungjawab dalam setiap tugas yang
13
Lembaga Alkitab Indonesia ( LAI), Alkitab Edisi Studi (Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia,
2010),hlm. 109.
dipercayakan kepadanya, mulai dari perkara kecil sampai dipercayakan perkara-perkara
atau tanggungjawab yang besar, dia berhasil dengan sepenuh hati mengerjakan semuanya.
Dia adalah seorang yang rendah hati dan punya hati mengasihi, meskipun punya kesuksesan
yang luarbiasa. Dia juga orang yang tidak menyalahkan Tuhan atau mengeluh dan
bersungut-sungut untuk hal-hal buruk yang menimpa hidupnya.
Yusuf adalah sang Visioner yang melangkah bersama-sama Tuhan dalam lintasan
yang tepat dengan cara-cara yang berkenan dihadapan Tuhan. Akhir kata dia adalah orang
yang mengandalkan Tuhan dalam segala aspek hidupnya. Dia adalah teladan manusia
unggul yang disertai Tuhan Sehingga Alkitab berkata ”TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia
menjadi seorang yang selalu berhasil dalam segala sesuatu yang dikerjakannya”
b. Etika Teonom sebagai Pedoman hidup Yusuf “Suatu perspektif etika dalam
bekerja”
Sikap dan ketetapan hati Yusuf kepada Allah telah menjadi komitmen Yusuf dalam
menjalani hidupnya di Mesir. Sikap ini tidak hanya menjadi pedoman sehari-hari. Namun
telah menjadi visi Yusuf didalam hidupnya. Visi ini tentu tidak datang dari ruang kosong,
namun visi Yusuf ia dapat ketika ia memiliki keyakinan kepada Allah dan Allah sendiri telah
menyapa Yusuf. Terlihat bahwa tindakan Yusuf yang disertai Allah menjadi suatu point
penting yang membuat tindakan Yusuf terlihat “berbeda”. Pengakuan tersebut dapat dilihat
dalam ayat berikut
Kejadian 39: 3-4 Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa
TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya.
Pekerjaan yang dilakukan oleh Yusuf tidak datang dari dirinya sendiri dan tidak
dilakukan bagi dirinya sendiri. Tetapi segala sesuatu yang ia perbuat berasal dari Allah demi
mempersiapkan tempat yang baik bagi dia,saudara-saudaranya serta seluruh rakyat Israel
yang kemudian hari akan tinggal di Mesir. Dengan demikian etika yang dijalani oleh Yusuf
adalah etika yang bersifat Teonom. Etika Teonom adalah etika yang taak kepada hukumhukum Allah14. Sehingga dalam etika Teonom segala tindakan yang kita perbuat berpusat
serta berpatokan dari Allah. Dari segi lain segala tindakan Yusuf juga dia dasarkan kepada
kasihnya kepada saudara-saudara. Keinginan untuk dapat berkumpul bersama keluarganya
merupakan kebahagiaan tersendiri yang ingin dicapai oleh Yusuf. Sehingga moralitas pribadi
menjadi sebuah patokan bagi Yusuf untuk memimpin dia bekerja serta melaksanakan
perintah Allah kepadanya di Mesir.
IV.Belajar dari tokoh Yusuf : Prinsip Etis dalam Bekerja
14
Suseno,Franz Magnis, 13 tokoh etika sejak Zaman Yunani sampai abad ke 19 (Jogjakarta: Kanisius,
1997),hlm. 90.
Lewat etika Teonom, orang dimungkinkan untuk membangun relasi dengan sesama
dengan Allah. Dalam etika Teonom terdapat beberapa prinsip kerja setidaknya terdapat
beberapa hal yang dapat kita jadikan pendasarkan, yaitu:
(1) Bekerja Dengan Ikhlas. Bekerja dengan ikhlas berarti bekerja dengan penuh kerelaan.
Setiap pekerja harus menyadari bahwa pekerjaan yang dilaksanakannya adalah karena
kemauannya sendiri, bukan paksaan.
(2) Bekerja dengan Tekun dan Bertanggungjawab serta selalu mengandalkan Tuhan dalam
segala hal. Dengan ketekunan, serumit apapun jenis pekerjaannya, pasti akan
terselesaikan dengan baik. Bertanggungjawab atas hasil kerja, tindakan dan keputusan
yang dibuat. Serta kita harus mengandalkan Tuhan didalam setiap pekerjaan yang kita
kerjakan serta pilihan yang akan kita ambil.
(3) Bekerja dengan Semangat dan Disiplin. Bersemangat berarti bersedia menerima nasihat
atau teguran. Disiplin berarti tertib dalam tindakan, patuh dan taat kepada peraturan
dan undang-undang, dengan disiplin akan menjamin produktivitas kerja
(4) Bekerja dengan Kejujuran dan Dapat Dipercaya, memenuhi janji dan secara tetap
memenuhi patokan kejujuran, ketulusan hati atas segala tindakan dan pernyataan kita.
(5) Bekerja dengan Berpasangan. Kita bekerja tentu saja tidak bisa sendiri, pasti
memerlukan orang lain, maka itu kita bekerja wajib saling bantu, saling berdiskusi untuk
menambah wawasan kita.
Masalah yang dapat timbul yang berhubungan dengan etika dalam bekerja yaitu berupa
diskriminasi,serta keegoisan dalam bekerja.15. Pekerjaan yang memiliki dasar kuat dalam
prinsip-prinsip etika merupakan panduan moral yang paling tepat. Sebab didalam etika
orang tidak hanya berpikir untuk kebaikan sendiri namun kebaikan bersama.
V.Kesimpulan
Bekerja merupakan salah satu dimensi kehidupan manusia. Lewat bekerja manusia
mampu menunjukan eksistensinya didunia. Mampu untuk melibatkan rasio dalam bekerja
merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dari ciptaan yang lain. Dalam
kehidupan orang beriman. Bekerja juga merupakan perintah Allah, karena lewat bekerja
manusia mampu untuk menunjukan imannya. Ekspresi bekerja tidak hanya dapat
disampaikan secara rasional namun juga Teologis.
Namun dalam bekerja manusia kadang jatuh dalam sistem objektifikasi dan
mengeksploitasi ciptaan yang lain bahkan sesamanya manusia untuk mencapai tujuantujuan tertentu (self interest). Hal ini membuat manusia rakus dan jatuh kepada kehendak
untuk berkuasa atas yang lain. Sikap seperti ini menciptakan konflik dan menciptakan
hirearkis yang merugikan rakyat-rakyat kecil. Ironinya hal ini juga berpengaruh terhadap
cara manusia membangun relasi dengan sesamanya. Sikap saling mengobjektifikasi
membuat manusia melihat sesamanya hanya sebatas “sarana” bukan sebagai individu yang
hidup. Tetapi seharusnya manusia memandag manusia lain sebagai subjek otonom yang
15
Ismantoro, Dwi Yuwonoe, Memahami berbagai etika profesi dan pekerjaan (Jakarta: Pustaka Yustisia,
2011),hlm 47
mampu berkarya serta memiliki keistimewaan-keistimewaan yang harus kita apresiasi dan
dihargai.
Relasi dan bekerja merupakan dua hal yang tidak dapat kita pungkiri. Sebab manusia
adalah mahkluk multi-dimensional yang mampu melakukan banyak hal. Agar menjadi
seorang pekerja yang baik. Kita harus melihat etika serta tatanan moral dalam melakukan
pekerjaan. Serta yang paling penting adalah melibatkan Tuhan dalam segala pekerjaan yang
kita perbuat. Kelompok memilih Yusuf sebagai tokoh kristiani untuk menjadi teladan dalam
etika pekerjaan, sebab sikap moral Yusuf yang dipandu oleh Allah merupakan pilihan yang
paling tepat dalam agar pekerjaan yang kita lakukan dapat mencapai hal yang baik serta
memuliakan nama Allah.
Daftar Pustaka
Verkuyl. J, 1985. Etika Kristen Sosial Ekonomi, Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Ismantoro, Dwi Yuwonoe. Memahami berbagai etika profesi dan pekerjaan, Jakarta:
Pustaka Yustisia
Hardiman,F Budi, 2009. Kritik ideologi “Menyingkap pertautan pengetahuan dan
kepentingan bersama Jϋrgen Habermas, Yogjakarta: Kanisius
Russel,Bertrand, 2007. Sejarah filsafat barat “kaitannya dengan kondisi sosio-politik
zaman kuno hingga sekarang” , Yogyakarta: Pustaka pelajar
Suseno,Franz Magnis, 1997. 13 tokoh etika sejak Zaman Yunani sampai abad ke 19
Yogyakarta: Kanisius
Snijders,Adelbert , 2004. Antropologi filsafat manusia “Paradoks dan Seruan”
Yogyakarta: Kanisius
Sastrapratedja,M, 2010. Filsafat Manusia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
NubanTimo, Eben,2015. Makanan AdalahSorga
Lembaga Alkitab Indonesia ( LAI), 2010 Alkitab Edisi Studi , Jakarta: Percetakan
Lembaga Alkitab Indonesia,
Packer.J.I, 2010.Ketika Yesus bertanya “Cara pertanyaan-pertanyaan Yesus Mengajar
dan Mentransformasi Kita”,Yogyakarta: Penerbit Yayasan ANDI
Sumber Elektronik
https:// id.wikipedia.org/wiki/Proletariat
Download