bab 1 pendahuluan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Remaja adalah tahap perkembangan seseorang dimana ia berada pada
fase transisi dari masa kanak-kanak menuju ke fase dewasa awal (Sarwono,
2002). Dalam menjalani fase transisi, remaja seringkali mengalami gejolak
emosi dimana terjadi perbedaan dalam pengambilan keputusan. Disatu sisi
mereka dituntut untuk mengikuti apa yang orang tua inginkan dan di sisi lainnya
mereka menginginkan untuk mengambil keputusan sendiri (Sarwono, 2011).
Pengambilan keputusan ini biasanya dikaitkan dengan kualitas dari perilaku
yang dihasilkan oleh remaja. Pengambilan keputusan harus didasarkan pada
beberapa pertimbangan agar yang bersangkutan tidak menghasilkan perilaku
yang tidak berkualitas terlebih lagi yang mengancam kelangsungan kehidupan
remaja seperti kesehatan. Saat ini masalah terbesar bagi remaja Indonesia adalah
kesadaran mereka akan kesehatan dan kualitas hidup di usia dini yang cenderung
mengkhawatirkan. Fakta menunjukkan bahwa remaja Indonesia dalam kurun
beberapa tahun kebelakang ini mengalami permasalahan dalam mengontrol
perilaku seksual mereka.
Dilansir melalui situs www.bkkbn.go.id bahwa pada tahun 2011
sebanyak 69,6 persen remaja Indonesia, khususnya wilayah Jabodetabek pernah
melakukan perilaku seksual pranikah, dimana 31 % diantaranya adalah
mahasiswa. Untuk menunjukkan sejauh mana perilaku seksual ini terjadi di
kalangan mahasiswa Jakarta, peneliti melakukan survei yang bertujuan untuk
mengukur perilaku seksual dikalangan mahasiswa. Survei ini dijawab oleh 80 %
wanita dan 20 % yang berstatus sebagai mahasiswa di Jakarta dan belum
menikah. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 57 % responden mengakui
bahwa pernah melakukan perilaku seksual; 28,5 % pernah melakukan perilaku
seksual “melakukan hubungan sexual” – berhubungan intim dan oral seks dan
28,5 % lainnya pernah melakukan perilaku seksual lainnya seperti petting, dan
1
2
telepon seks. Diketahui dari 28, 5 % yang telah melakukan perilaku seksual–
hubungan intim tersebut 10 % nya pernah melakukan one night stand.
Melalui hasil survei tersebut menunjukkan bahwa perilaku seksual
pranikah sudah terjadi di kalangan remaja Jakarta. Bahkan perilaku seksual
pranikah yang mereka lakukan juga telah mengarah pada perilaku seksual
pranikah beresiko yaitu telah melakukan one night stand. Perilaku seksual
pranikah dikatakan beresiko apabila perilaku tersebut dilakukan dengan cara
yang tidak aman. Ketidakamanan tersebut menimbulkan resiko baik kesehatan
Individu yang cukup besar dimana individu dapat mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD) dan penyakit menular seksual (PMS). Data dari
Australian National University (ANU) dan Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia tahun 2011 di Jakarta, Tangerang dan Bekasi (JATABEK)
dengan jumlah sampel 3006 responden (usia <17 hingga 24 tahun),
menunjukkan 20,9 % pelajar mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum
menikah dan 38.7 % pelajar mengalami kehamilan sebelum menikah dan
kelahiran setelah menikah dan mereka rata-rata adalah pelajar SMA hingga
mahasiswa (www.bkkbn.go.id).
Selain kehamilan, dampak lain dari adanya perilaku seksual yang tidak
sehat adalah penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS. Menurut Feeney,
Kelly, Gallois, Peterson & Terry dalam Journal of Apllied Social Psychology
(1999) aktivitas seksual yang dilakukan oleh individu yang berusia dini beresiko
menempatkan mereka pada resiko infeksi HIV. Rentang usia orang dengan kasus
HIV/AIDS tertinggi berada pada usia 20-29 tahun dengan angka 15.747
(http://www.spiritia.or.id/), yang mengejutkan 70 % penderita HIV/AIDS di
DKI
Jakarta
adalah
kalangan
pelajar,
khususnya
mahasiswa
(www.satudunia.net). Jakarta sebagai kota metropolis mencatatkan angka
terbesar dengan angka individu pengidap HIV 27.224 dan AIDS sebanyak 6299
(http://www.spiritia.or.id/).
Ketidakamanan perilaku seksual pranikah yang dapat menimbulkan
ancaman kesehatan seperti kehamilan yang tidak diinginkan hingga aborsi dan
penyakt menular seksual tersebut tercermin dalam konsep Sexual Risk Taking
Behavior. Turchik & Garske (2008) merujuk Sexual risk taking behavior sebagai
3
bahwa perilaku dimana individu terlibat dalam perilaku seksual pranikah
beresiko dimana individu yang melakukannya akan cenderung untuk mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyebaran penyakit menular
seksual. Mengalami kejadian seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)
dan terjangkit penyakit menular HIV/AIDS di usia yang belum matang
sepenuhnya akan memberikan dampak secara biologis, ekonomi, maupun
psikologis bagi mereka. Secara biologis, kesehatan mereka yang melakukan
perilaku seksual tidak sehat tersebut mengalami perubahan seperti mengalami
kehamilan dan kesehatan yang tidak lagi seperti sebelumnya seperti HIV/AIDS.
Secara ekonomi, bagi individu yang dikategorikan sebagai remaja dapat
dikatakan belum siap untuk mandiri dan menopang perekonomiannya sendiri.
Ditinjau secara psikologis, perasaan akan takut dikucilkan, cemas jelas akan
mereka alami karena mereka merasa sudah tidak lagi sama seperti teman-teman
seusianya (Lubis, 2013).
Aspek terpenting dalam bagian kehidupan remaja adalah perkembangan
seksualitas dan pencapaian kehidupan seksual yang sehat (Rickert, Sanghvi, &
Wiemann, 2002). Perkembangan seksual dalam masa remaja dikarakteristikan
dengan kemampuan yang digunakan individu untuk mengontrol rangsangan
seksyal dan mengatur konsekuensi dari perilaku seksual, dimana perkembangan
ini juga tak lepas dari perkembangan kedekatan seksual individu. Adanya
konsekuensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan penyakit
menular seksual (PMS) ini dpaat terjadi karena tidak lepas dari interaksi sosial
yang dilakukan antar individu. Konsekuensi negatif tidak akan terjadi apabila
intividu menggunakan strategi promosi untuk mereduksi resiko dari aktivitas
seksual. Peningkatan pemahaman akan komunikasi yang efektif tentang
hubungan seksual adalah nilai yang cukup besar.
Novitriani (2013 dalam www.bkkbn.go.id) Banyak studi yang telah
dilakukan oleh universitas dan lembaga penelitian di negara maju sehubungan
dengan tekanan teman sebaya dan kebiasaan merokok, penggunaan alkohol dan
Napza serta hubungan seksual oleh remaja. Hasil penelitian sebelumnya
mengungkapkan bahwa semua itu berkaitan dengan kemampuan remaja untuk
bersikap asertif. Berperilaku asertif adalah berani untuk jujur secara terbuka
4
menyatakan kebutuhan, perasaan dan pikiran secara tegas tanpa menyinggung
perasaan orang lain atau melanggar hak orang lain. Asertif tidak hanya
menyampaikan hak-hak pribadi kepada orang lain namun juga berperilaku
asertif berarti mampu dalam membuat keputusan bagi dirinya sehingga akan
lebih mudah menggapai peluang untuk mencapai apa yang dicita-citakannya.
Dalam hal ini, remaja mampu membuat keputusan akan berperilaku positif atau
negatif dan mempunyai keputusan sendiri untuk memilih lingkungan pergaulan
yang positif sehingga terhindar dari resiko-resiko kesehatan
Dalam konteks seksual, konsep asertivitas seksual telah dikembangkan
sebagai suatu pemahaman dari startegi komunikasi yang digunakan oleh
individu khususnya perempuan untuk melindungi kesehatan seksual dan
kemandirian yang dapat diasumsikan bahwa perempuan memiliki hak atas tubuh
mereka dan hak untuk mengekspresikan seksualitas mereka (Rickert, Sanghvi, &
Wiemann, 2002). Feeney, Kelly, Gallois, Peterson & Terry (1999) mengatakan
peneliti menggarisbawahi bahwa pentingnya dalam bersikap asertif yang baik
dengan pasangan mengenai seks yang aman dapat mempengaruhi komunikasi
aktual dengan partner seks. Individu yang asertif tentang bahaya dan pencegahan
akan penyakit menular seperti HIV/AIDS akan lebih takut dalam melakukan risk
taking behavior.
Perempuan biasanya cenderung pasif dan tidak memiliki kesempatan
untuk bersikap asertif mengenai minat seksual dengan melakukan inisiasi
seksual (Morokoff, 1997). Konsep asertivitas seksual perempuan terbagi atas
dua bentuk, pertama melibatkan kemampuan mengkomunikasikan keinginan dan
kebutuhan seksual dan bentuk yang kedua bagaimana perempuan mengijinkan
laki-laki untuk memperlakukan sesuai dengan apa yang perempuan rasakan dan
inginkan. Kegunaan asertif dalam hal seksual berarti mencapai tujuan seseorang
atau untuk menyatakan dengan keyakinan dan kepercayaan diri (East & Adams,
2002). Tingginya asertivitas seksual yang dimiliki oleh wanita diasosiasikan
dengan rendahnya sexual risk taking behavior (Noar, Morokoff, & Redding,
2002; Somlai et al., 1998; Zamboni, Crawford, & Williams, 2000; Stoner et al.,
2008). Wanita perlu untuk bersikap asertif terhadap pria mengenai minat seksual
karena merujuk pada penelitian sebelumnya wanita yang memiliki asertivitas
5
seksual yang rendah dapat menjadi korban kekerasan seksual dan dapat merusak
suatu hubungan romantis dengan partnernya (Reichert et al., 2002; Rosenbaum
& O'Leary, 1981; Stoner et al., 2008).
Berdasarkan kaitan fakta serta beberapa penelitian yang pernah ada,
untuk itu peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan
Antara Perilaku Asertif dengan sexual risk taking (Turchik & Garske, 2008) di
kalangan mahasiswa. Peneliti bermaksud melihat apakah perilaku asertif
memiliki hubungan yang positif terhadap seseorang untuk melakukan perilaku
seks beresiko. Penelitian ini akan melibatkan mahasiswa perguruan tinggi di
wilayah Jakarta sebagai sampel dari penelitiannya.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara asertivitas seksual
dengan sexual risk taking behavior pada mahasiswi di Jakarta?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara asertivitas seksual dengan sexual risk taking behavior pada mahasiswi di
Jakarta
6
Download