Industry Update - Vol 23 - Alat Berat

advertisement
Industry | Update
Office of Chief Economist
Volume 23, November 2015
Produksi (unit) dan Pertumbuhan Alat Berat (%)
Sumber: HINABI
Komposisi Impor Alat Berat (%)
Sumber: ICN
Nilai Proyek Konstruksi Nasional (IDR triliun
triliun)
Sumber: BCI ASIA
24 November,
2015
Alat Berat
Industri alat berat nasional sedang menghadapi
berbagai tekanan saat ini. Tekanan p
pertama adalah
kelesuan sektor pertambangan di pasar global telah
menyebabkan permintaan terhadap alat berat
menurun, sehingga produksi alat berat nasional
berkurang hanya menjadi 60% darii total kapasitas
produksi. Sebagai informasi, kapasitas total produksi
nasional industri alat berat adalah 10.000 unit per
tahun. Berdasarkan informasi Ketua Asosiasi Pro
Produsen
Alat Berat Indonesia (Hinabi), 70% penjualan produksi
alat berat nasional terfokus ke sektor pertambangan.
Berdasarkan data Hinabi, pada periode Januari
JanuariSeptember 2015 penjualan alat berat turun sebesar
16,4% (yoy). Berdasarkan data yang sama, pada kuartal
III 2015 penjualan alat berat turun sebesar 25,24%
25,24%, atau
menjadi 2.882 unit menurun dari 3.855 unit pada
periode yang sama pada tahun lalu. Penurunan kinerja
penjualan ini membuat Hinabi merevisi target penjualan
alat berat tahun 2015 menjadi 4.000
.000 unit,
unit turun dari
target sebelumnya yang sebesar 6.000 unit. Jika target
ini tercapai, kinerja penjualan alat berat ini turun
tu
sebesar 22,7% (yoy).
Selain harga komoditas pertambangan melemah,
tekanan kedua adalah penurunan permintaan alat
berat adalah banyak proyek infrastruktur yang belum
sepenuhnya berjalan. Pada awal tahun ada harapan
h
bahwa permintaan alat berat akan membaik sejalan
dengan rencana pemerintah membangun
bangun banyak
proyek infrastruktur. Namun, harapan ini belum dapat
direalisasikan secara maksimal karena banyak proyek
tertunda pelaksanaannya. Selain itu, d
depresiasi mata
uang Rupiah juga menciptakan tekanan lain terhadap
industri alat berat. Depresiasi mata uang Rupiah
menyebabkan pembengkakan biaya produksi karena
sekitar 60% komponen yang digunakan industri alat
berat masih impor. Hinabi menjelaskan
elaskan bahwa
kewajiban menggunakan Rupiah
upiah untuk transaksi
domestik diperkirakan dapat mempersulit
sulit industri alat
berat karena Rupiah masih berfluktuasi tajam.
Penurunan permintaan dapat dilihat pada kinerja
penjualan salah satu pemain terbesar industri alat
berat yaitu United Tractors. Pada periode Januari
JanuariSeptember 2015, United Tractors (Komatsu) memiliki
pangsa pasar terbesar yaitu sebesar 37%, diikuti oleh
Caterpillar 21%, Hitachi 19% dan Kobelco 10%
10%.
Penjualan alat berat Komatsu pada Januari-September
Januari
2015 hanya sebanyak 1.799 unit, turun dari 2.982 unit
atau mengalami penurunan sebesar 40% (yoy).
Volume 23, November 2015
Industry Update
Pangsa Pasar Merk Alat Berat di Indonesia (%)
Sumber: UT
Proporsi Penjualan Alat Berat Komatsu (%)
Sumber: UT
Prediksi Harga Minyak Mentah (Brent) (US$)
Sumber: Kalkulasi OCE
Prediksi Harga CPO dan Batu Bara (US$)
Sumber: Kalkulasi OCE
Telah terjadi pergeseran penjualan
enjualan alat berat dimana
penjualan ke sektor pertambangan dan perkebunan
mengalami penurunan tapi ke sektor konstruksi dan
kehutanan meningkat. Di satu sisi, proporsi
roporsi penjualan
ke sektor pertambangan menurun dari 67,4% p
pada
tahun 2011 menjadi hanya 35% pada tahun 201
2014; dan
proporsi penjualan ke sektor perkebunan menurun dari
26,0% pada tahun 2013 menjadi 23,0
23,0% pada tahun
2014. Di lain sisi, proporsi penjualan ke sektor
konstruksi meningkat dari 9,8% pada tahun 2011
menjadi 28,0% pada tahun 2014 dan proporsi penjualan
ke sektor kehutanan meningkat sedikit dari 5,9% pada
tahun 2011 menjadi 14,0% pada tahun 2014.
Produksi alat berat menurun, sementar
sementara pemutusan
hubungan kerja (PHK) meningkat. Hinabi menjelaskan,
akibat penurunan kapasitas produksi yang terpakai,
industri alat berat perlu melakukan efisiensi
efisiensi. Dampak
dari program efisiensi tersebut, diperkirakan sekitar
4.000 karyawan terkena PHK akibat program efisiensi
ini.
Ketua Asosiasi Produsen Alat Berat Indonesia (Hinabi)
mengajukan beberapa permintaan kebijakan kepada
pemerintah untuk mendorong utilisasi kapasitas
produksi industri alat berat nasional. Pertama adalah
harmonisasi bea masuk impor untuk komponen alat
berat. Berbagai perjanjian perdagangan besar (free
(
trade agreement/FTA) membuat tarif completely built
builtup (CBU) menjadi 0%.. Padahal impor komponen yang
diperlukan membuat alat berat dikenai tarif bea masuk
sehingga mengurangi daya saingg industri alat berat
nasional. Oleh karenanya, impor komponen tersebut
seharusnya 0%. Peninjauan
eninjauan aturan impor komponen
alat berat berpotensi meningkatkan kinerja penjualan di
dalam negeri dan dapat menghadang produk impor
yang banyak masuk. Lebih dari itu, daya saing alat berat
produksi nasional akan meningkat dan lebih mampu
menembus pasar internasional sampai ke luar kawasan
Asia. Selama ini Indonesia telah mengekspor sebanyak
20% ke banyak negara, bahkan hingga luar lingkup
negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Kunci pemulihan kinerja industri alat berat bertumpu
pada kenaikan harga komoditas dan belanja
pemerintah pada proyek-proyek
proyek infrastruktur
infrastruktur. Tim
Riset Ekonomi Bank Mandiri memprediksi bahwa harga
minyak mentah perlahan akan naik pada 2016. Arab
Saudi sebagai negara penghasil minyak terbesar sudah
mulai mengurangi produksi minyak. Sementara itu, kami
juga memprediksi bahwa harga CPO juga akan rebound
pada awal 2016. India, konsumen terbesar CPO di dunia,
akan meningkatkan permintaan sebagai
agai dampak dari
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, berbeda
dengan batubara di mana harga akan rebound sedikit
terlambat di tengah atau akhir 2016. Permintaan
batubara dari China yang merupakan konsumen
terbesar batubara di dunia masih belum begitu ku
kuat.
Permintaan batubara dari AS, India dan Rusia pasar
adalah kunci untuk rebound dari harga batubara di
dunia.
hal 2
Industry Update
Volume 23, November 2015
News
Quote of the Week
“In years past, the only people that have
talked about the dollar were in the
Trasury and the only thing they would
say is a stronger dollar was in the U.S’s
interests”
Daragh Maher
Head of U.S. Foreign-Exchange Strategy, HSBC
Holdings Plc, New York
Crude Palm Oil
USD/Ton
120
100
80
60
40
20
Jan-12
Mar-12
May-12
Jul-12
Sep-12
Nov-12
Jan-13
Mar-13
May-13
Jul-13
Sep-13
Nov-13
Jan-14
Mar-14
May-14
Jul-14
Sep-14
Nov-14
Jan-15
Mar-15
May-15
Jul-15
Sep-15
Nov-15
0
Sumber : Bloomberg
Rubber
USD/Kg
3
2.5
2
1.5
1
0.5
Nov-15
Jul-15
Sep-15
May-15
Jan-15
Mar-15
Nov-14
Jul-14
Sep-14
Mar-14
May-14
Jan-14
Nov-13
0
Sumber : Bloomberg
Coal
USD/Ton
140
120
100
80
60
40
20
Jan-12
Mar-12
May-12
Jul-12
Sep-12
Nov-12
Jan-13
Mar-13
May-13
Jul-13
Sep-13
Nov-13
Jan-14
Mar-14
May-14
Jul-14
Sep-14
Nov-14
Jan-15
Mar-15
May-15
Jul-15
Sep-15
Nov-15
0
Sumber : Bloomberg
PT Wijaya karya Beton Tbk (WTON), emiten produsen
beton pracetak, anak usaha PT Wijaya Karya (Persero)
Tbk (WIKA) akan mengalokasikan dana belanja modal
atau capital expenditure (capex) pada 2016, sebesar
Rp 528 miliar. Angka ini hampir sama atau konservatif
dengan yang dianggarkan perseroan di sepanjang tahun
ini. Direktur Keuangan Wika Beton mengatakan, dana
tersebut sudah termasuk kedalam penyertaan dana
terhadap anak usahanya. Yaitu, PT Wijaya Karya
Komponen Beton (Wika Beton), PT Citra Lautan Teduh
(CLT), PT Wika Krakatau Beton. Dana capex perseroan di
tahun ini, sebagian besar dari sisa dana IPO (initial
public offering) yaitu sebesar Rp 1,2 triliun, dan masih
tersisa Rp 395 miliar untuk capex tahun depan.
Sebanyak 20 perusahaan tambang menandatangani
amandemen kontrak bulan Desember. Sebanyak 13
perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) dan
7 perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batu Bara (PKP2B) direncanakan
menandatangani amandemen kontrak, pada bulan
Desember 2015. Saat ini tercatat sebanyak 11
amandemen kontrak pertambangan yang sudah
ditandatangani, terdiri dari 10 PKP2B dan 1 KK. Direktur
Jendral Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan
renegosiasi amandemen kontrak banyak terkendala pada
masalah kewajiban keuangan.
Dominasi BUMN jadi sentimen stagnasi pasar
infrastruktur domestik. Sambutan pasar swasta
terhadap infrastruktur di tanah air masih belum terlalu
masif. Pasalnya meski pembangunan infrastuktur saat ini
sudah tidak lagi dimonopoli oleh perusahaan BUMN,
namun pihak BUMN masih dinilai berat untuk melepas
keuntungan dari dominasinya. Pengamat Infrastruktur
Universitas Indonesia, mengatakan telah terjadi
fenomena senyap dalam pembangunan infrastruktur.
Ketika pembangunan infrastruktur sudah tidak lagi hanya
digarap oleh perusahan BUMN melainkan perusahaan
swasta juga boleh ikut berpartisipasi, disaat yang
bersamaan animo pihak swasta justru dinilai masih sangat
minim. Untuk menyelesaikan proyek pembangunan
infrastruktur di Indonesia selama lima tahun kedepan
dibutuhkan investasi mencapai Rp 5.500 triliun. Namun,
terjadi gap, dimana pemerintah hanya sanggup
membiayai sekitar Rp 250 - Rp 300 triliun pertahun.
Dengan demikian, maka dibutuhkan partisipasi pihak
swasta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Sinergi antara pemerintah dan pihak swasta sangat
penting
untuk
mewujudkan
terealisasikannya
infrastruktur nasional.
hal 3
Industry Update
Volume 23, November 2015
Commodities Price Movement
tabel commodities price movement (hal.4)
Commodities
Unit
Oil - London Exchange
Oil - New York Exchange
Oil - US Crude Oil
Coal (Newcastle)
Aluminum (LME)
Copper (LME)
Nickel (LME)
Tin (LME)
Gold (Composite)
Platinum (NYMEX)
Pulp (FOEX PIX)
Rubber Tokyo (TOCOM)
Palm Oil (Malaysia FOB)
Soybean (USDE)
Cocoa (ICE US)
* Closing date: 11/24/2015
Source: Bloomberg
USD/barrel
USD/barrel
USD/barrel
USD/ton
USD/Ton
USD/Ton
USD/Ton
USD/Ton
USD/troy oz
USD/troy oz
USD/Ton
USD/kg
USD/Ton
USd/bushel
USD/Ton
Last Price*
MoM
43.3
42.2
45.3
52.9
1560.0
4490.0
8200.0
14500.0
1072.7
844.3
803.0
1.14
483.4
863.8
3306.0
Ytd
-5.9%
-5.3%
-7.0%
0.0%
-6.3%
-13.3%
-22.5%
-8.9%
-7.9%
-15.6%
-0.9%
-8.6%
-4.6%
-3.6%
5.5%
YoY
-22.3%
-20.7%
-31.5%
-12.0%
-14.0%
-28.7%
-45.4%
-25.3%
-9.5%
-30.2%
8.1%
-30.8%
-26.3%
-14.5%
16.5%
-44.5%
-44.3%
-46.2%
-19.9%
-23.7%
-32.7%
-50.6%
-29.3%
-10.4%
-30.1%
9.2%
-29.5%
-25.9%
-14.9%
16.9%
Composite Index Performance
Published by :
tabel Composite Index (hal.4)
Composite Index
Office of Chief Economist
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Phone : 62-21-5245557
Fax : 61-21-5210430
Analyst :
Dendi Ramdani
Nadia Kusuma Dewi
Sindi Paramita
Adjie Harisandi
Mamay Sukaesih
Romauli Panggabean
Araminta Setyawati
Willi Hastono Putro
Trading Day
11/24/2015
11/17/2015
11/10/2015
Mining Index
11/24/2015
11/17/2015
11/10/2015
Basic Industries & Chemical
11/24/2015
Index
11/17/2015
11/10/2015
11/24/2015
11/17/2015
Miscellaneous Industries Index
11/10/2015
Consumer Index
11/24/2015
11/17/2015
11/10/2015
11/24/2015
11/17/2015
Property & Real Estate Index
11/10/2015
11/24/2015
Infrastructure, Utilities, and
11/17/2015
Transportation Index
11/10/2015
Trade, Service and Investment
11/24/2015
11/17/2015
Index
11/10/2015
Source: Bloomberg, Jakarta Stock Exchange
Agricultural Index
Closing Price
1651.0
1650.4
1698.9
874.0
880.9
931.4
400.2
398.0
368.5
1089.6
1097.2
1127.1
2065.8
2055.2
2033.5
483.1
476.4
475.7
945.9
915.8
890.6
821.1
819.1
821.3
Ytd
-29.78%
-29.80%
-27.74%
-36.16%
-35.65%
-31.96%
-26.39%
-26.80%
-32.23%
-16.64%
-16.06%
-13.77%
-5.15%
-5.63%
-6.63%
-7.97%
-9.24%
-9.38%
-18.48%
-21.07%
-23.25%
-6.54%
-6.77%
-6.52%
YoY
-27.05%
-23.49%
-19.31%
-39.52%
-36.78%
-34.46%
-26.39%
-24.71%
-28.19%
-12.46%
-11.81%
-5.20%
-3.18%
-2.32%
-1.16%
-1.49%
1.62%
3.67%
-18.20%
-20.55%
-20.47%
-6.35%
-4.93%
-5.61%
Disclaimer
Published by PT Bank Mandiri (Persero) which regulated by Indonesian Banking Regulatory. This document is for information purposes only. The
information and opinion in this document has been obtained from sources believed reliable, but no guarantee is given regarding its accuracy or
completeness and it should not be relied upon as such. All opinion expressed here may not necessarily be shared by all employees within Bank Mandiri
and its group and are subject to change without notice. No part of this document may be reproduced in any manner without written permission of Bank
Mandiri. Additional information is available upon request.
hal 4
Download