BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan
patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan.
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Inkontinensia Feses
Inkontinensia feses (alvi) adalah hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter anus akibat kerusakan fungsi
sfingter atau persarafan di daerah anus.
2.2 Etiologi
Penyebab utama timbulnya inkontinensia feses adalah masalah sembelit,
penggunaan pencahar yang berlebihan, gangguan saraf seperti dimensia dan stroke, serta
gangguan kolorektum seperti diare, neuropati diabetik, dan kerusakan sfingter rektum.
Penyebab inkontinensia feses dapat dibagi menjadi empat kelompok.
1. Inkontinensia feses akibat konstipasi
 Obstipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan sumbatan atau impaksi
dari massa feses yang keras (skibala). Massa feses yang tidak dapat keluar ini
akan menyumbat lumen bawah dari anus dan menyebabkan perubahan dari
besarnya sudut ano-rektal. Kemampuan sensor menumpul dan tidak dapat
membedakan antara flatus, cairan atau feses. Akibatnya feses yang cair akan

merembes keluar.
Skibala yang terjadi juga akan menyebabkan iritasi pada mukosa rektum dan
terjadi produksi cairan dan mukus, yang selanjutnya melalui sela – sela dari
feses yang impaksi akan keluar dan terjadi inkontinensia alvi.
2. Inkontinensia feses simtomatik
Inkontinensia feses simtomatik dapat merupakan penampilan klinis dari
macam – macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare. Keadaan ini
mungkin dipermudah dengan adanya perubahan berkaitan dengan bertambahnya
usia dari proses kontrol yang rumit pada fungsi sfingter terhadap feses yang cair, dan
gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang
cair.
Penyebab yang paling umum dari diare pada lanjut usia adalah obat – obatan,
antara lain yang mengandung unsur besi, atau
memang akibat pencahar
Inkontinensia feses akibat gangguan kontrol persyarafan dari proses defekasi
(inkontinensia neurogenik).
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 2
3. Inkontinensia feses neurogenik
Terjadi akibat gangguann fungsi menghambat dari korteks serebri saat terjadi
regangan atau distensi rektum. Proses normal dari defekasi melalui reflek gastrokolon. Beberapa menit setelah makanan sampai di lambung/gaster, akan
menyebabkan pergerakan feses dari kolon desenden ke arah rekum. Distensi rektum
akan diikuti relaksasi sfingter interna. Dan seperti halnya kandung kemih, tidak
terjadi kontraksi intrinsik dari rektum pada orang dewasa normal, karena ada inbisi
atau hambatan dari pusat di korteks serebri (broklehurst dkk, 1987).
4. Inkontinensia feses karena hilangnya reflek anal
Inkontinensia alvi ini terjadi akibat karena hilangnya refleks anal, disertai
kelemahan otot-otot seran lintang.
Parks, Henry dan Swash dalam penelitiannya dkk, 1987), menunjukkan
berkurangnya unit – unit yang berfungsi motorik pada otot – otot daerah sfingter dan
pubo-rektal, keadaan ini menyebabkan hilangnya reflek anal, berkurangnya sensasi
pada anus disertai menurunnya tonus anus. Hal ini dapat berakibat inkontinensia
feses pada peningkatan tekanan intra abdomen dan prolaps dari rektum. Pengelolaan
inkontinensia ini sebaiknya diserahkan pada ahli progtologi untuk pengobatannya.
2.3 Patofisiologi Inkontinensia Feses
Reflek defekasi parasimpatis
Feses masuk rectum
Saraf rectum
Dibawa ke spinal cord
Kembali ke colon desenden,sigmoid dan rectum
Intensifkan peristaltic
Kelemahan spingter interna anus
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 3
Inkontinensia alvi
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup.
Namun demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas
yang melambat. Peristaltik di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter
gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat.
Keluhan utama biasanya berpusat pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan
pencernaan. Motalitas gaster juga menurun, akibatnya terjadi keterlambatan pengosongan
isi lambung. Berkurangnya sekresi asam dan pepsin akan menurunkan absorsi besi,
kalsium dan vitamin B12.
Absorsi nutrien di usus halus juga berkurang dengan bertambahnya usia namun
masih tetap adekuat. Fungsi hepar, kantung empedu dan pankreas tetap dapat di
pertahankan, meski terdapat insufisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak.
Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi otot polos pada sfingter
mengakibatkan inkontinensia feses.
2.4 Menifestasi Klinis
Klinis inkontinensia alvi tampak dalam dua keadaan (Pranarka, 2000):
1. Feses yang cair atau belum berbentuk, sering bahkan selalu keluar merembes.
2. Keluarnya feses yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali per hari, dipakaian atau
ditempat tidur.
Perbedaan dari penampilan klinis kedua macam inkontinensia alvi ini dapat
mengarahkan pada penyebab yang berbeda dan merupakan petunjuk untuk diagnosis.
2.5 Diagnosa
Untuk menentukan diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan
adanya kelainan struktur maupun kelainan saraf yang bias menyebabkan keadaan ini.
Termasuk di dalamnya adalah :
-
Pemeriksaan anus dan rectum
Memeriksa tingkat sensasi di sekeliling lubang anus
Pemeriksaan sigmoidoiskopi
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 4
Mungkin juga di perlukan pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Anal Manometry : Memeriksa keketatan dari sfingter anal dan kemampuan sfingter
anal dalam merespon sinyal serta sensitivitas dan fugsi dari rektum. MRI terkadang
juga digunakan untuk mengevaluasi sfingter.
2. Anorectal Ultrasonography : Memeriksa dan mengevaluasi struktur dari sfingter anal
3. Proctography : Menunjukan berapa banyak feses yang dapat ditahan oleh rektum,
sebaik apa rektum mampu menahannya dan sebaik mana rektum mampu
mengosongkannya.
4. Progtosigmoidoscopy : Melihat kedalam rektum atau kolon untuk menemukan tandatanda penyakit atau masalah yang dapat menyebabkan inkontinensia fekal seperti
inflamasi, tumor, atau jaringan parut.
2.7 Penatalaksanaan
Langkah pertama untuk memperbaiki keadaan ini adalah berusaha untuk memiliki
kebiasaan defekasi (buang air besar) yang teratur, yang akan menghasilkan bentuk tinja yang
normal.
Melakukan perubahan pola makan, berupa penambahan jumlah serat. Jika hal-hal tersebut
diatas tidak membantu, diberikan obat yang memperlambat kontraksi usus, misalnya
loperamid.
Melatih otot-otot anus (sfingter) akan meningkatkan ketegangan dan kekuatannya dan
membantu mencegah kekambuhan.
Dengan
biofeedback,
penderitakembalimelatihsfingternyadanmeningkatkankepekaanrektumterhadapkeberadaantinj
a.
Jikakeadaaninimenetap,
pembedahandapatmembantu
proses
penyembuhan.
Misalnyajikapenyebabnyaadalahcederapada anus ataukelainananatomi di anus.
Pilihanterakhiradalahkolostomi,
yaitupembuatanlubang
dihubungkandenganususbesar.Anus
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 5
ditutup
di
dindingperut
yang
(dijahit)
danpenderitamembuangtinjanyakedalamkantongplastik
ditempelkanpadalubangtersebut.
2.8 Prognosis
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 6
yang
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Emboli ialah benda asing yang terangkut mengikuti aliran darah dari tempat
asalnya dan dapat tersangkut pada suatu tempat menyebabkan sumbatan aliran darah.
Embolisme adalah keadaan dimana emboli yang berupa benda padat (thrombus), cair
(amnion), ataupun gas (udara) yang di bawa oleh darah menyumbat aliran darah.
Di tinjau dari faktor – faktor yang berperan akibat yang di timbulkan oleh
embolus kurang lebih sama dengan akibat oleh thrombus. Faktor – faktor tersebut
meliputi jenis pembuluh darah, ukuran, letak embolus dan kolateral yang terbentuk.
.
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 7
Daftar Pustaka
Isselbacher, dkk.2013.HARRISON Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam(Harrison’s Principles
of Internal Medicine) vol.3 edisi 13.Jakarta:EGC(hlm.1282-1284)
Price, Sylvia A & Lorraine M.Wilson.2012.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.1 edisi 6.Jakarta:EGC(hlm.130-132,674-680)
INKONTINENSIA FESES PADA KEHAMILAN 8
Download