bab ii tinjauan pustaka - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi
satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Nakazawa, 1983).
Didaerah perkotaan yang sudah padat penduduknya, akan mengalami keterbatasan
lahan yang sudah tersedia biasanya perkembangan bangunan dilakukan vertikal.
Pengembangan struktur bangunan secara vertikal. maka dibutuhkan pondasi dalam
yaitu penggunaan pondasi bore pile dianggap lebih efesien karena pemasangannya tidak
begitu banyak menimbulkan kerusakan pada gedung disekitarnya, sedangkan pondasi tiang
pancang dipasang dengan menggunakan hammer yang dapat menyebabkan getaran pada
gedung-gedung disekitarnya yang dapat menimbulkan retak-retak pada gedung.
Daya dukung pondasi bore pile lebih kecil akibat perlawanan ujung, tetapi tahanan
selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan pondasi tiang akan berbeda. Hal ini
disebabkan gaya yang bekerja pada tanah disekitar dinding tiang, dimana pada pondasi
tiang pancang yang bekerja adalah tekanan tanah pasif (K p ) sementara pada pondasi tiang
bor yang bekerja adalah tekanan tanah aktif (K a ). Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya
dipengaruhi oleh bobot dan fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah
pendukung konstruksi seperti:
Universitas Sumatera Utara
1. Transfer beban dari konstruksi bangunan atas (upper structure) ke dalam tanah melalui
selimut tiang dan perlawanan ujung tiang.
2. Menahan daya desak ke atas maupun guling yang terjadi akibat kombinasi beban
struktur yang terjadi.
3. Memampatkan tanah, terutama pada lapisan tanah yang lepas (non kohesif).
4. Mengontrol penurunan yang terjadi pada bangunan terutama pada bangunan yang berada
pada tanah yang mempunyai penurunan yang besar.
2.2 Jenis dan Kondisi Tanah Sebagai Pendukung Pondasi
Berbagai macam parameter beban yang mempengaruhi karakteristik tanah yang
digunakan sebagai pendukung pondasi antara lain: ukuran butiran tanah, berat jenis tanah,
kadar air tanah, kerapatan butiran, angka pori, sudut geser tanah, dan lain-lain. Berbagai hal
tersebut di atas dapat diketahui dengan melakukan penelitian tanah baik di lapangan
maupun di laboratorium. Dari hasil pengujian di laboratorium tersebut dapat diketahui
daya dukung yang dapat dihasilkan oleh sebuah pondasi terhadap bangunan di atasnya.
Pada kenyataannya di lapangan, tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar
jika dibandingkan dengan bahan konstruksi lain seperti baja, beton, kayu dan lain-lain.
Hal ini disebabkan karena tanah mempunyai rongga atau pori yang besar, jika
pondasi dibebani maka akan terjadi perubahan struktur tanah (deformasi) yang bisa
mengakibatkan terjadinya penurunan pada pondasi. Jika terjadi penurunan pondasi dalam
ambang batas dan seragam maka hal ini tidak terlalu membahayakan pada konstruksi
bangunan di atasnya, tetapi yang sangat berbahaya adalah penurunan yang tidak seragam
dan di luar batas penurunan yang di ijinkan, hal ini dapat berakibat fatal pada bangunan
konstruksi di atasnya.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik tanah dipengaruhi kekuatan geser tanah dan kemampuan tanah dalam
mengalirkan air (permeabilitas tanah). Karena kemampatan butiran tanah atau air keluar
secara teknis sangat kecil, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat ditinjau
sebagai suatu gejala akibat dari penyusutan pori. Hal ini disebabkan oleh beban yang
bekerja pada struktur tersebut, jika beban yang bekerja kecil maka deformasi yang terjadi
tanpa pergeseran pada titik sentuh antara butiran tanah. Deformasi pemampatan tanah yang
terjadi memperlihatkan adanya gejala.
Daya dukung tanah dipengaruhi oleh nilai kuat geser tanah, dalam hal ini
dipengaruhi oleh nilai kohesi dan sudut geser tanah. Jika gaya geser yang bekerja pada
suatu massa tanah maka secara bersamaan tegangan normal (σ) akan bekerja, maka harga
tegangan geser (τ) akan bertambah besar akibat deformasi mencapai ambang batas. Jika
harga ambang batas itu dihubungkan dengan tegangan normal (σ) yang berbeda-beda maka
akan diperoleh suatu garis lurus dimana kohesi (c) sebagai konstanta dan tegangan normal
(σ) sebagai variabel, dan kemiringan garis ditentukan oleh sudut geser tanah. Sehingga
dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
τ = c + σ tan Ø
(2.1)
dimana τ = Kuat geser tanah (kg/cm2)
c = Kohesi tanah (kg/cm2)
σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah((kg/cm2)
Ø = Sudut geser tanah (derajat)
Dari persamaan di atas nilai kohesi (c) diperoleh dari besarnya gaya tarik menarik antara
butiran tanah, sedangkan daya tahan terhadap pergeseran antar partikel tanah disebut sudut
geser tanah (Ø), hal ini dapat ditentukan dari percobaan atas sampel tanah di laboratorium.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Pengukuran Penurunan
Penurunan kepala tiang dapat diukur dari penurunannya terhadap titik referensi
yang tetap dari arloji pengukur yang dihubungkan dengan tiang. Arloji pengukur dipasang
pada sebuah gelagar yang didukung oleh dua angker fondasi yang kokoh, yang tidak
dipengaruhi oleh penurunan tiang dapat dilakukan dengan menggunakan Arloji Pengukur
seperti pada (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Arloji pengukur
2.4 Macam-macam Pengujian
Pengujian tiang yang sering dilakukan adalah pengujian dengan beban desak, walaupun
pengujian beban tarik dan beban lateral juga dapat dilaksanakan dengan 4 macam metode
pengujian, yaitu:
2.4.1 Slow Maintained Test Load Method (SM Test)
Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-83 (1989), terdiri dari
bebarapa langkah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%,
150%, 175%, dan 200%) hingga 200% beban rencana.
b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus lebih kecil 0,01
in/jam (0,25 mm/jam).
c. Mempertahankan 200% beban selama 24 jam.
d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan pengurangan sebesar
25% dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu pengurangan.
e. Setelah beban diberikan dan dilepas keatas, bebani tiang kembali untuk pengujian beban
dengan penambahan 50% dari beban desain, menyediakan waktu 20 menit untuk
penambahan beban.
f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10% beban desain. Metode ini
dianggap sebagai metode uji standart ASTM dan umumnya digunakan untuk penelitian
dilapangan sebelum dilakukan pekerjaan selanjutnya.
2.4.2 Quick Maintained Load Test Method (QM Test)
Metode ini seperti tang direkomendasikan oleh departemen perhubungan Amerika
serikat, pengelola jalan raya dan ASTM D1143-81 (opsional), terdiri dari beberapa langkah
berikut :
a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300% dari beban desain (masing-masing
tambahan adalah 15% dari beban desain).
b. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap 2,5 menit
c.
Tambahkan
peningkatan
beban
hingga
jacking
kontinue
dibutuhkan
untuk
mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.
Universitas Sumatera Utara
d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang dalam empat
pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit metode ini lebih cepat dan
ekonomis. Waktu uji dengan metode ini adalah 3-5 jam. Metode ini lebih mendekati
suatu kondisi. Metode ini tidak dapat digunakn untuk estimasi penurunan karena metode
cepat.
2.4.3 Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini disarankan oleh komisi pile Swedia, Departemen perhubungan Amerika
Serikat, dan ASTMD1143-81 (opsional). Juga terdiri dari beberapa langkah utama:
a. Kepala tiang didorong untuk turun pada 0,05 inchi/menit (1,25 mm/menit).
b. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.
c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 inchi (50-75 mm).
Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan ekonomis.
2.4.4 Swedish Cyclic Test Method (SC Test)
Metode ini dianjurkan oleh komisi pile swedia terdiri beberapa langkah berikut:
a. Bebani tiang hingga sepertiga beban desain.
b. Lepaskan beban hingga seperenam beban desain. Ulangi pembebanan dan
pelepasan beban dalam siklus 20 kali.
c. Peningkatan beban dengan sebesar 50% dengan langkah (a) dan pengulangan
seperti langkah (b). d. Lanjutkan hingga keruntuhan tercapai. Metode ini adalah
membutuhkan waktu dan siklus perubahan perilaku tiang sehingga tiang berbeda
dengan yang aslinya. Ini hanya direkomendasikan atas proyek khusus dimana
beban siklus dianggap sangat penting.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor dengan Metode Davisson
Didalam Metode Davisson (1972) Metode batas offset mungkin yang terbaik yang
dikenal secara luas. Metoda ini telah diusulkan oleh Davisson sebagai beban yang sesuai
dengan pergerakan dimana melebihi tekanan elastis (yang diasumsikan sebagai kolom yang
berdiri bebas) dengan suatu nilai 0,15 inchi dan suatu faktor sepadan dengan ukuran
diameter tiang yang dibagi oleh 120.
Kegagalan beban didefinisikan sebagai beban yang mendorong untuk membentuk
sebuah deformasi yang sama pada penyajian akhir dari tekanan tiang elastis dan sebuah
deformasi yang sejajar dari pencerminan tekanan tiang elastis untuk prosentase diameter
tiang. Hubungan ini dituliskan sebagai berikut:
X = 0,15 + (D/120)
(2.2)
S f = Δ + 0,15 + (D/120)
(2.3)
Hubungan beban dengan penurunan dalam Metode Davisson Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2 bahwa garis tekanan elastis pada tiang dapat diperoleh dari persamaan
deformasi elastis dari suatu tiang, yang mana diperoleh dari persamaan elastis:
Δ = QxL / AxE
(2.4)
Dimana:
S f : penurunan pada kondisi kegagalan
D : diameter tiang
Q : beban yang diterapkan
L : panjang tiang
E : modulus elastisitas dari tiang
A : luas dari tiang
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Hubungan beban dengan penurunan Metode Davisson (Prakas dan Sharma,
1990)
2.6 Kapasitas Daya Dukung Tiang Bor dengan Metode Mazurkiewicz
Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar (ultimate) akan
didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban yang searah sumbu tiang
untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi garis terhadap sudut 45o pada beban
sumbu yang berbatasan dengan beban (Prakash dan Sharma, 1990). Hubungan beban
dengan penurunan dengan menggunakan Metode Mazurkiewicz diperlihatkan seperti
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz. (Prakas dan
Sharma, 1990)
Universitas Sumatera Utara
2.7 Uji Pembebanan Loading Test
2.7.1 Pengertian Loading Test
Pembebanan static atau yang disebut juga dengan loading test. Merupakan cara
yang paling tepat untuk menguji daya dukung tanah. Uji pembebanan statik merupakan
bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta
besar daya dukung ultimit. Berbagai metode untuk medapatkan hasil daya dukung ultimit
yang diperoleh setiap metode dapat memberikan hasil berbeda.
Dalam rekayasa pondasi untuk mendapatkan hasil uji beban statik, dapat dilihat
dengan kurva penurunan–beban, besar deformasi plastis tiang kemungkinan terjadi
kegagalan yang disebabkan oleh bahan tiang dan sebagainya. Dalam pengujian hingga
200% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk
alasan optimasi dan kontrol beban ultimit pada gempa, sering kali diperlukan pengujian
250% hingga 300% dari beban kerja.
Di dalam pengujian beban statik adalah pemberian beban statik dan pengukuran
pergerakan tiang. Beban diberikan secara bertahap dan penurunan harus diamati. Definisi
keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interpretasi lebih lanjut adalah bila di bawah
suatu beban yang konstan dimana tiang yang turun terus menerus. Pada umumnya beban
runtuh tidak dicapai saat pengujian. Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya
merupakan suatu estimasi.
Pada dasarnya tiang dapat diuji setelah 28 hari beton dicor, untuk memungkinkan
tanah yang telah terganggu kembali kekeadaan semula, dan tekanan air pori akses yang
terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi.
Universitas Sumatera Utara
Yang harus diperhatikan dalam loading test adalah jumlah pembebanan (loding
test) adalah 1-2% dari jumlah titik tiang bor yang dilakukan pada lapangan, namun pada
pembangunan gedung Crystal Square ini hanya 0,94% jumlah titik yang di loading dari
jumlah titik tiang bor. Struktur tidak boleh memperlihatkan tanda–tanda keruntuhan seperti
terjadinya retak–retak yang berlebihan atau terjadi lendutan yang melebihi persyaratan
keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan–peraturan bangunan.
2.8 Uji Beban Vertikal (Axial Compression Loading Test)
Uji beban vertikal digunakan untuk mengetahui besar daya dukung ultimit tiang
untuk menerima gaya aksial. Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal
dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4 menunjukkan jenis kurva penurunan beban yang
dialami oleh tiang vertikal dalam berbagai kondisi.
Gambar 2.4 Ciri Khusus beban-penurunan pada uji pembebanan vertikal (Tomlinson,
1997)
Ciri khusus penurunan beban pada uji pembebanan vertikal pada:
Universitas Sumatera Utara
(a) Lempung lunak–kaku padat atau pasir tak padat
(b) Lempung kaku
(c) Tiang dukung ujung pada batu berpori lunak
(d) Badan tiang dari beton lunak tergesek secara menyeluruh
(e) Celah tiang tertutup akibat beban
(f) Beton kurang kuat dan mengalami keretakan (Tomlinson, 1997).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan pembebanan
vertikal adalah sebagai berikut:
- Selang waktu pemasangan tiang dengan pengujian untuk hal ini belum ada peraturan yang
tegas dalam pengujian ini.
- Untuk tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton
mengeras (28 hari) disamping mungkin ada persyaratan lainnya.
- untuk tiang pancang (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat di test,
menurut Terzaghi, tiang yang diletakkan diatas lapisan yang permeable misalya berpasir,
maka percobaan dapat dilakukan 3 (tiga) hari setelah pemancangan, pada tiang – tiang
yang dimasukkan dalam lapisan lanau dan lempung, maka percobaan ini hendaknya
dilakukan setelah pemancangan berumur 1 (satu) bulan.
- Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berapa panjang tiang tersisa dipermukaan tanah,
pada prinsipnya penonjolan ini harus sependek mungkin untuk menghindari
kemungkinan terjadinya tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sisa
tiang tidak boleh lebih dari 1 m, sedangkan pada lokasi berair siatas dasar sungai (muka
tanah) dapat lebih dari 1 m dengan catatan harus ada kontrol tekuk.
2.9 Uji BebanTarik (Uplift Loading Test)
Universitas Sumatera Utara
Pada uji pembebanan tarik Gambar 2.5 pengukuran beban dengan gerakan tiang
ditarik ke atas sesuai dengan pengujian beban aksial. Uji beban tarik digunakan untuk
mengetahui daya dukung ultimit pondasi tiang menahan tarik, seperti beban gempa,
momen dan lain sebagainya.
Interpretasi untuk menentukan keruntuhan beban pada uji tarik bisa bervariasi,
tergantung pada besarnya gerakan yang bisa ditolerir, tetapi lebih mudah dilakukan
dibandingkan dengan uji tekan karena komponen perlawanan tidak bercampur dengan
tahanan ujung. Cara untuk menentukan daya dukung ultimit untuk tarik dicapai pada
defleksi kepala tiang sebesar 6,25 mm.
Gambar 2.5. Uji pembebanan tarik (Tomlinson, 1997)
2.10 Uji Beban Lateral (Lateral Loading Test)
Uji beban lateral (horisontal) digunakan untuk mengetahui kekakuan defleksi tiang
pada waktu beban telah bekerja. Beban lateral yang diijinkan dapat ditentukan dari nilai
beban pada defleksi tiang tertentu (0,25 inchi atau 0,00635 m) yang dibagi dengan faktor
Universitas Sumatera Utara
keamanan (McNulty, 1956). Pada uji pembebanan lateral yang diamati adalah pergeseran
yang dialami pondasi akibat variasi pembebanan lateral. Pengujian dilakukan sampai
defleksi tiang mencapai 2 inch.
Uji pembebanan lateral dilakukan dengan cara menekan satu atau sepasang kepala
dengan dongkrak hidrolik yang disandarkan pada suatu sistem reaksi yang berupa blok
beban, pondasi tiang, maupun blok jangkar Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Uji pembebanan lateral (Tomlinson, 1997).
Pada saat pembebanan, pergerakan kepala tiang dapat diukur dengan dial gauge.
Cara pengujian beban lateral dapat bervariasi, akan tetapi umumnya dilakukan
dengan cara menambahkan beban secara berangsur-angsur sampai kecepatan gerakan
tertentu. Alideth dan Davidson (1970) menunggu sampai 1 jam untuk tiap penambahan
beban atau setelah gerakan kepala tiang kurang dari 0,01 inch per jam.
Universitas Sumatera Utara
2.11 Metode Percobaan Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test) dengan
Pembebanan Langsung
Percobaan pembebanan pondasi tiang dilaksanakan berdasarkan Standard
Pembebanan (loading) American Standard for Testing Material (ASTM D1143-81. Metode
pelaksanaan percobaan pembebanan vertikal yang akan dilaksanakan adalah dengan
metode pembebanan langsung (Kentledge System) yaitu dengan menggunakan beban di
atas pondasi pondasi tiang yang disusun sedemikian rupa dengan total berat yang lebih
besar dari beban test yang direncanakan.
Bahan yang digunakan sebagai beban adalah balok beton ukuran 60cmx60cmx120cm
sebanyak 850 buah dengan total berat 880.6 ton
60cm
60cm
120cm
Volume blok beton
= 0.432 m3
Berat 1 buah balok beton
= 1.036 kg
Total berat balok beton
= 1.036
Balok beton disusun di atas sebuah platform yang terbuat dari susunan profil baja
(lihat Gambar diatas) yang terdiri dari: Main Beam WF800x300x18x50 panjang 6 m
sebanyak 2 batang yang disatukan dengan pengelasan. Total berat Main beam ini 4 btg x
6m' x 0,2168 ton/m' = 5,2032 ton. Sub Beam WF700x300x18x34 panjang 8 m sebanyak 11
batang = 254 x 11 x 8= 22.352 ton Total berat beam 5,2032 ton + 22.352 ton = 27.5552
ton. Beban test diberikan dari Hydraulic Jack, dimana besar beban ini dapat dikontrol pada
manometer (pressure gauge) yang dipasang pada pompa (Hydraulic Pump). Pompa ini
berfungsi memberikan tekanan (press) kepada Hydraulic Jack. Hydraulik Jack ditumpukan
pada 2 buah plat tebal 10 cm yang diatas kepala pondasi tiang ( di bawah Hydraulic Jack )
dan di kepala Hydraulic Jack (di bawah main beam). Plat lebal 10 cm ini berguna untuk
Universitas Sumatera Utara
menghindari terjadinya konsentrasi tegangan yang akan terjadi akibat beban yang diberikan
oleh Hydraulic Jack.
Penurunan (Settlement) pondasi tiang yang diuji diukur dengan 4 dial gauge yang
dipasang secara diagonal dan jarum dial gauge dihubungkan dengan magnetic stand
dimana magnetic stand dilelakkan diatas plat 50 mm atau 100 mm dari kepala tiang. Jarum
dial gauge ditumpukan pada reference beam yang dibuat dari profil baja L 50x50x5 mm
yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas getaran-getaran. Pengujian
penurunan/settlement dengan menggunakan main beam dan sub beam dari platform dapat
dilihat pada Gambar 2.7 dan untuk pekerjaan pembebanan vertikal dapat dilihat pada
Gambar 2.8 berikut:
Gambar 2.7 Gambar main beam dan sub beam dari platform. (Data Proyek Crystal Square,
2005).
BALOK
Universitas Sumatera Utara
SUB BEAM
Gambar 2.8 Gambar kerja percobaan pembebanan vertikal (Compressive Loading Test)
dengan beban langsung (ASTM D1143-81)
2.11.1 Prosedur dan Schedule Pembebanan Vertikal (Compressive Loading Test)
Prosedur pembebanan pondasi tiang dengan standard pembebanan (loading)
berdasarkan pada American Standard for Testing Materials “ Standard Method of Testing
Piles Under Axial Compressive Load ” ASTM Destignation D. 1143-81.
Percobaan pembebanan vertikal (Compressive Loading Test) 830 ton dengan 4 cycle.
Schedule pembebanan vertikal secara mendetail seperti ditunjukkan dalam tabel dan grafik
berikut :
Cycle I
: 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
Cycle II : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
Cycle III : 0% - 50% - 75% - 100% - 125% - 150% - 125% - 100% - 50% - 50% 0%
Cycle IV : 0% - 50% - 75% - 100% - 150% - 150% - 175% - 200% - 175% 150% - 100% - 75% - 50% - 0%.
2. 12 Metode Elemen Hingga dengan Soft Soil Model.
2.12.1 Pendahuluan.
Soft soil model biasanya digunakan untuk tanah lempung NC (Normal
Consolidated), untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian tanah lempung dan
tanah lempung lunak.
Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri dari
tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan polyamorphous terdiri
Universitas Sumatera Utara
dari mineral inorganis dan organis. Mineral-mineral lempung merupakan substansisubstansi kristal yang sangat tipis yang pembentukan utamanya berasal dari perubahan
kimia pada pembentukan mineral-mineral batuan dasar. Semua lapisan lempung sangat
tipis kelompok-kelompok partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002 mm) dan hanya
dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. Mitchell (1976) memberikan
batasan bahwa yang dimaksud dengan ukuran butir lempung adalah partikel tanah yang
berukuran lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan mineral lempung adalah kelompokkelompok partikel kristal berukuran koloid (< 0,002 mm) yang terjadi akibat proses
pelapukan dan batuan ditambah dengan sifatnya yang dijelaskan lebih lanjut. Sedangkan
menurut Craig (1987), tanah lempung adalah mineral tanah sebagai kelompok-kelompok
pertikel kristal koloid berukuran kurang dari 0,002 mm, yang terjadi akibat proses
pelapukan kimia pada batuan yang salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung
asam ataupun alkali, dan karbondioksida.
Lapisan lunak umumnya terdiri dari butiran-butiran yang sangat kecil seperti
lempung atau lanau. Pada lapisan lunak, semakin muda umur akumulasinya, semakin tinggi
letak muka airnya. Lapisan muda ini juga kurang mengalami pembebanan sehingga sifat
mekanisnya buruk dan tidak mampu memikul beban.
Sifat lapisan tanah lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar,
dan koefisien permeabilitas yang kecil. Jadi, bilamana pembebanan konstruksi melampaui
daya dukung kritisnya maka dalam jangka waktu yang lama besarnya penurunan akan
meningkat yang akhirnya akan mengakibatkan berbagai kesulitan.
2.12.2 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Universitas Sumatera Utara
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang
sebagian terbesar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau.
Sifat lapisan tanah lempung lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan
yang besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyai daya dukung rendah
dibandingkan tanah lempung lainnya. Tanah lempung lunak secara umum mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Kuat geser rendah.
2. Berkurang kuat gesernya bila kadar air bertambah.
3. Berkurang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu.
4. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat.
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah.
6. Kompresibilitasnya besar (Tabel 2.1).
Tabel 2.1 Klasifikasi kompresibilitas tanah (Coduto, 1994)
Compresibility, C
0 – 0,05
Classification
Very slightly compressible
0,05 – 0,1
Slightly compressible
0,1 – 0,2
Moderately compressible
0,2 – 0,35
Highly compressible
> 0,35
Very highly compressible
Universitas Sumatera Utara
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak pada beban yang
konstan.
8. Merupakan material kedap air.
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai tanah lempung
lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai
standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4). Hasil uji lapangan, lempung lunak
secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan Toha (1989) menguraikan
sifat umum lempung lunak seperti dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Sifat-sifat umum lempung lunak (Toha, 1989)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Parameter
Kadar air
Batas cair
Batas plastik
Lolos saringan no. 200
Kuat geser
Nilai
80 – 100%
80 – 110%
30 – 45%
> 90%
20 – 40 kN/m2
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifatsifat sebagai berikut:
1. Hidrasi.
Partikel-partikel lempung dikelilingi oleh lapisan-lapisan molekul air yang disebut
sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul
karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.
2. Aktivitas.
Tepi–tepi mineral lempung mempunyai muatan negatif netto. Ini mengakibatkan
terjadinya usaha untuk menyeimbangkan muatan ini dengan tarikan kation. Tarikan ini
Universitas Sumatera Utara
akan sebanding dengan kekurangan muatan netto dan dapat juga dihubungkan dengan
aktivitas lempung tersebut. Aktivitas ini didefinisikan sebagai:
Aktifitas = Indeks Plastisitas / Persentasi Lempung
dimana persentasi lempung diambil dari fraksi tanah yang < 2 μm. Aktivitas juga
berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Nilai-nilai khas dari aktivitas (Mitchell, 1976)
Kaolinite
Illite
Montmorillonite
0,4 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 7,0
3. Flokulasi dan Dispersi.
Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat
mineral lempung umumnya mempunyai pH > 7 dan bersifat alkali tertarik oleh ion- ion
H+ dari air, gaya Van Der Waal. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat
ditambahkan zat asam. Tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang
jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang
tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih,
beban desain dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang.
4. Pengaruh air.
Air pada mineral–mineral lempung mempengaruhi flokulasi dan disperse yang terjadi
pada partikel lempung. Untuk meninjau karakteristik tanah lempung maka perlu
diketahui sifat fisik atau Index Properties dari tanah lempung tersebut, yaitu:
a. Batas–batas Atterberg (Atterberg Limits).
Universitas Sumatera Utara
Atterberg telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang bervariasi
yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut. Ada tiga jenis mineral
lempung yang diteliti, yaitu montmorillonite, illite, dan caolinite. Hasil penelitian Batas
– batas Atterbeg untuk mineral lempung tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Batas-batas atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)
Mineral
Montmorillonite
Illite
Kaolinite
Batas Cair
100 – 90
60 – 120
30 – 110
Batas FEM
50 – 100
35 – 60
25 – 40
Batas Susut
8,5 – 15
15 – 17
25 – 29
Batas-batas Atterberg untuk mineral lempung Tabel 2.4 maka tanah lempung lunak
dapat dikategorikan ke dalam kelompok MH atau OH berdasarkan sistem klasifikasi tanah
unified. Dalam sistem Unified, yang dikembangkan di Amerika Serikat oleh Casagrande
(1948) simbol kelompok terdiri dari huruf-huruf deskriptif primer dan sekunder.
Klasifikasi didasarkan atas prosedur-prosedur di laboratorium dan di lapangan.
Tanah yang menunjukkan karakteristik dari dua kelompok harus diberi klasifikasi
pembatas yang ditandai oleh simbol yang dipisahkan oleh tanda hubung. Plastisitas, sistem
ini dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Plastisitas, sistem USCS (Das, 1994)
b. Berat Jenis (S G ).
Nilai Specific Gravity yang didasarkan pada tiap-tiap mineral pada tanah lempung lunak
dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Nilai specific gravity untuk tiap mineral tanah lempung (Mitchell, 1976)
Mineral Lempung Lunak
Kaolinite
Illite
Montmorillonite
Specific Gravity (G s )
2,6 – 2,63
2,8
2,4
c. Permeabilitas Tanah (k).
Struktur tanah, konsistensi ion, dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran
lempung berperan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas tanah lempung.
Umumnya nilai k untuk lempung kurang dari 10-6 cm/detik2.
d. Komposisi Tanah.
Angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada beberapa tipe tanah lempung dapat
dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Nilai angka pori, kadar air, dan berat volume kering pada tanah lempung
(Mitchell, 1976)
Tipe Tanah
Angka Pori, e
Kadar air dalam
keadaan jenuh
Lempung kaku
Lempung lunak
Lempung organik lembek
0,6
0,9 – 1,4
2,5 – 3,2
21
30 – 50
30 – 120
Berat volume
kering
(kN/m3)
17
11,5 – 14,5
6-8
Universitas Sumatera Utara
Kesimpulannya adalah tanah kohesif seperti lempung memiliki perbedaan yang cukup
mencolok terhadap tanah non kohesif seperti pasir.
Perbedaan tersebut adalah:
- Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif.
- Kohesi Lempung > tanah granular.
- Permeability lempung < tanah berpasir.
- Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.
- Perubahan volume pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah granular.
Agar dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal batas
(ultimate) dengan displacement yang terjadi pada suatu pondasi tiang bor beton dengan
elemen hingga dimana metode numerik dapat digunakan dengan bantuan finite element.
Model tanah yang digunakan adalah soft soil model.
2.12.3 Parameter Model Tanah (Material Model)
Plaxis (Finite Element Code For Soil and Rock Analyses) merupakan suatu
rangkuman program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisa
deformasi dan stabilitas geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil. Berdasarkan
prosedur input data yang sederhana, mampu menciptakan perhitungan elemen hingga yang
kompleks dan menyediakan fasilitas output tampilan secara detail berupa hasil perhitungan.
Perhitungan program ini hasilnya didapat secara otomatis berdasarkan prinsip penulisan
angka yang benar. Konsep ini dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat setelah
melakukan beberapa latihan (Brinkgreve dan Vermeer, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini data yang dibutuhkan adalah mengenai nilai parameter pada
tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah dalam hal ini tanah yang akan dianalisa
adalah tanah yang diperoleh dari lapangan.
Pada versi sebelumnya model material dalam finite element telah terdiri dari model
Mohr-Coulomb, model Soft Soil dan model Hard Soil. Namun dalam perkembangan untuk
versi selanjutnya ide penggunaan model yang terpisah untuk tanah lunak dan tanah keras
telah ditinggalkan. Sebagai gantinya, model Hard-Soil telah dikembangkan lebih jauh
hingga menjadi model Hardening Soil. Pada saat yang sama model Soft Soil Creep juga
dikembangkan untuk memodelkan beberapa sifat utama dari tanah lunak. Hasilnya, model
Soft Soil dapat digantikan oleh model Hardening Soil yang baru atau model Soft Soil
Creep. Walaupun demikian, agar pengguna tetap dapat menggunakan model yang telah
dikenal dengan baik, maka diputuskan bahwa model Soft Soil tetap ada dalam finite
element. Beberapa sifat dari model Soft Soil adalah:
• Kekakuan bergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik).
• Pembedaan antara pembebanan primer dan pengurangan/pembebanan kembali.
• Tekanan prakonsolidasi.
• Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.
2.12.3.1 Kondisi Isotropis Tegangan Dan Regangan (σ’1 = σ’2 = σ’3)
Dalam model Soft Soil, diasumsikan bahwa hubungan antara regangan volumetrik, ε v dan
tegangan efektif rata-rata, p′, berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
(kompresi alami di lapangan)
(2.5)
Pers. (2.5) tetap berlaku, nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan.
Parameter λ* adalah indeks kompresi termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas
material dalam pembebanan primer. Perhatikan bahwa λ* berbeda dari indeks λ yang
digunakan oleh (Burland, 1965).
Perbedaannya adalah bahwa persamaan (2.5) merupakan fungsi dari regangan
volumetrik dan bukan angka pori. Penggambaran persamaan (2.5) akan menghasilkan
sebuah garis lurus seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Hubungan logaritmik antara regangan volumetrik dan tegangan rata-rata
(Plaxis 8,2)
Pengurangan dan pembebanan kembali secara isotropis akan menghasilkan lintasan
tegangan yang berbeda, yang dapat dinyatakan sebagai:
(pengurangan dan pembebanan kembali)
(2.6)
Nilai p′ minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan. Parameter κ* adalah indeks muai
termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material saat pengurangan beban dan
Universitas Sumatera Utara
pembebanan kembali. Perhatikan bahwa κ* berbeda dengan indeks κ yang digunakan oleh
Burland. Walaupun demikian, rasio λ*/κ* adalah sama dengan rasio λ/κ.
Respon tanah selama pengurangan dan pembebanan kembali diasumsikan bersifat
elastis dan dinotasikan dengan notasi atas εe v dalam persamaan (2.5). Perilaku elastis
dideskripsikan oleh hukum Hooke dan persamaan (2.5) menyatakan ketergantungan
tegangan secara linier pada modulus bulk tangensial sebagai berikut:
(2.7)
dimana notasi bawah K ur menyatakan pengurangan/pembebanan kembali. Perhatikan
bahwa digunakan parameter efektif dan bukan sifat tanah yang tak terdrainase. Modulus
elastisitas bulk, K ur , maupun modulus elastisitas Young, E ur , tidak digunakan sebagai
parameter masukan, melainkan v ur dan κ* yang digunakan sebagai konstanta masukan
untuk bagian dari model yang menghitung regangan elastis.
Kurva pengurangan/pembebanan kembali dalam jumlah yang tak terbatas dapat
dibentuk dalam hubungan logaritmik antara volumetric dan tegangan rata – rata dapat
dilihat pada Gambar 2.10 dimana tiap kurva menyatakan nilai tekanan prakonsolidasi
isotropis p p tertentu, yaitu tegangan tertinggi yang pernah dialami oleh tanah. Selama
pengurangan/pembebanan kembali, tekanan prakonsolidasi ini tidak berubah. Walaupun
demikian, dalam pembebanan utama tekanan prakonsolidasi akan semakin meningkat
sesuai dengan tingkat tegangan yang bekerja, dan menyebabkan regangan volumetrik
(plastis) yang tidak dapat kembali ke kondisi semula.
2.12.3.2 Fungsi Leleh Untuk Kondisi Tegangan Triaksial (σ′2 = σ′3).
Universitas Sumatera Utara
Model Soft Soil Creep dapat memodelkan perilaku tanah pada kondisi tegangan
secara umum. Namun demikian, agar lebih jelas maka dalam bab ini diambil batasan pada
kondisi pembebanan triaksial dengan σ′2 = σ′3. Untuk kondisi tegangan seperti itu fungsi
leleh dari model Soft Soil didefinisikan sebagai:
Dimana,
(2.8)
adalah fungsi dari kondisi tegangan (p′, q) dan tekanan prakonsolidasi, p p , adalah fungsi
dari regangan plastis sehingga :
(2.9)
(2.10)
Fungsi leleh f mendeskripsikan sebuah elips dalam bidang p′-q, seperti ditunjukkan
bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p’- q dapat dilahat pada Gambar 2.11.
Parameter M dalam persamaan (2.9) menentukan tinggi dari elips. Tinggi dari elips akan
menentukan rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal dalam kompresi
primer satu dimensi. Kemudian parameter M akan banyak menentukan nilai koefisien
tekanan tanah lateral, K0NC. Dari sudut pandang ini, nilai M dapat dipilih sedemikian rupa
sehingga nilai K0NC yang telah diketahui dapat sesuai dengan kompresi primer satu
dimensi. Interpretasi dan penggunaan M semacam ini berbeda dengan ide dasar dari garis
critical state, tetapi hal ini menjamin nilai K0NC yang sesuai.
Titik-titik puncak dari seluruh elips berada pada garis dengan kemiringan M dalam
bidang p′-q. Pada model Modified Cam-Clay Burland (1965, 1967) garis M disebut sebagai
garis critical state dan menyatakan kondisi tegangan setelah puncak keruntuhan
Universitas Sumatera Utara
terlampaui. Parameter M kemudian didasarkan pada sudut geser critical state. Namun
demikian, dalam model Soft Soil, keruntuhan tidak harus berkaitan dengan kondisi kritis
atau critical state. Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb adalah fungsi dari parameter
kekuatan φ dan c, yang mungkin tidak berkaitan dengan garis M.
Gambar 2.11 Bidang leleh dari model Soft Soil dalam bidang p′- q (Plaxis 8,2)
Tekanan prakonsolidasi isotropis, p p , menentukan besarnya elips sepanjang sumbu
p′. Selama pembebanan, elips dalam jumlah tak terhingga dapat terbentuk Gambar 2.11
dimana tiap elips berkaitan dengan nilai p p tertentu. Dalam kondisi tegangan tarik (p′ < 0),
elips akan berkembang hingga mencapai c.cot φ persamaan. 2.9 dan Gambar 2.11. Untuk
memastikan agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah
"kompresi" (p′ > 0) maka digunakan nilai minimum dari p p sebesar c.cot φ. Untuk c = 0,
nilai minimum p p diambil sebesar satu dimensi tegangan. Karena itu, terdapat suatu elips
"pembatas" seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.11.
Nilai p p ditentukan oleh regangan plastis volumetrik yang mengikuti hubungan
yang bersifat hardening, persamaan (2.10). Persamaan ini mencerminkan prinsip bahwa
tekanan prakonsolidasi meningkat secara eksponensial dengan meningkatnya regangan
plastis volumetrik (pemampatan). p p 0 dapat dianggap sebagai nilai awal dari tekanan
Universitas Sumatera Utara
prakonsolidasi. Menurut persamaan (2.10) nilai regangan plastis volumetrik awal
diasumsikan sebesar nol.
Gambar 2.12 Ilustrasi dari seluruh kontur bidang leleh dari model Soft Soil
dalam ruang tegangan utama (Plaxis 8,2)
Fungsi leleh merupakan sebuah garis lurus dalam bidang p′- q seperti ditunjukkan
dalam Gambar 2.12. Kemiringan garis keruntuhan akan lebih kecil dibandingkan
kemiringan garis M. Seluruh bidang leleh, seperti ditunjukkan oleh garis tebal dalam
Gambar 2.12, merupakan batas dari daerah tegangan elastis. Garis keruntuhan mempunyai
lokasi tetap, tetapi "cap" dapat meningkat secara primer. Lintasan tegangan di dalam batas
ini hanya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis, dimana lintasan tegangan yang
cenderung memotong batas umumnya akan menghasilkan peningkatan regangan elastis dan
plastis. Untuk kondisi tegangan secara umum, perilaku plastis dari model Soft Soil
didefinisikan oleh enam buah fungsi leleh, tiga buah fungsi leleh kompresi dan tiga buah
fungsi leleh Mohr-Coulomb. Seluruh kontur bidang leleh dalam ruang tegangan utama
yang dihasilkan oleh keenam fungsi leleh ini ditunjukkan dalam Gambar 2.12.
Universitas Sumatera Utara
2.12.3.3 Parameter Model Soft Soil
Parameter model Soft Soil sama dengan parameter dalam model Soft Soil Creep.
Model Soft Soil tidak melibatkan waktu, maka indeks rangkak termodifikasi μ* tidak
diikutsertakan. Model Soft Soil membutuhkan konstanta-konstanta material berikut:
Parameter dasar:
λ* : Indeks kompresi termodifikasi [-]
κ* : Indeks muai termodifikasi [-]
c : Kohesi [kN/m2]
φ : Sudut geser [°]
ψ : Sudut dilatansi [°]
Parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih):
ν ur
: Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-] kembali
K0NC : Koefisien tekanan lateral dalam kondisi [-] terkonsolidasi normal
M
: Parameter yang berhubungan dengan n K0NC [-]
Gambar Lampiran 2 menunjukkan jendela finite element untuk memasukkan nilai-nilai dari
parameter model. M dihitung secara otomatis dari koefisien tekanan tanah lateral, K0NC,
dengan menggunakan Persamaan. (2.18). Perhatikan bahwa dalam model ini, secara fisik
parameter M berbeda dari parameter M dalam model Modified Cam-Clay dimana
parameter tersebut dikaitkan dengan sudut geser material.
a.
Indeks muai termodifikasi dan indeks kompresi termodifikasi
Parameter-parameter ini dapat diperoleh dari uji kompresi isotropis termasuk
pengurangan beban secara isotropis. Saat menggambarkan logaritma dari tegangan rata rata sebagai fungsi dari regangan volumetrik untuk material yang bersifat seperti lempung,
hasil penggambaran dapat didekati dengan dua buah garis lurus Gambar 2.11. Kemiringan
Universitas Sumatera Utara
dari garis pembebanan primer memberikan indeks kompresi termodifikasi, dan kemiringan
dari garis pengurangan beban (atau muai) akan memberikan indeks muai termodifikasi.
Perhatikan bahwa terdapat perbedaan antara indeks-indeks termodifikasi κ* dan λ*
terhadap parameter-parameter κ dan λ dari model asli Cam-Clay, yang didefinisikan dalam
angka pori, e, dan bukan dalam regangan volumetrik, ε v .
Dari uji kompresi isotropis, parameter κ* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi
satu dimensi. Disini terdapat suatu hubungan dengan parameter-parameter yang telah
dikenal secara luas untuk kompresi satu dimensi dan pembebanan kembali, yaitu C c dan
C r . Hubungan yang lain adalah terhadap parameter dalam peraturan di Belanda untuk
kompresi satu dimensi, yaitu C p′ dan A p .
Hubungan-hubungan ini dirangkum dalam Rumus – rumus berikut:
Hubungan dengan parameter Cam-Clay.
λ∗ =
𝐾∗ =
𝑛𝑥𝜆
(2.11)
𝐾
(2.12)
1+𝑒
1+𝑒
Hubungan dengan peraturan di Belanda
λ∗ =
1
𝐶′𝑝
K∗ =
(2.13)
2
(2.14)
𝐴𝑝
Hubungan dengan parameter internasional yang dinormalisasi
λ∗ =
Catatan pada Rumus:
K∗ =
𝑐𝑐
(2.15)
𝟐.𝑪𝒓
(2.16)
2,3.(1+e)
𝟐,𝟑.(𝟏+𝒆)
Universitas Sumatera Utara
• Dalam hubungan 2.11 dan 2.12 angka pori e diasumsikan bernilai konstan. Nilai, e akan
berubah selama uji kompresi, hal ini hanya akan menghasilkan nilai yang relatif kecil
pada angka pori. Untuk nilai e dapat digunakan angka pori rata-rata selama uji atau pun
angka pori awal.
• Dalam hubungan 2.14 dan 2.16 tidak terdapat hubungan eksak antara κ* dan indeks muai
satu dimensi, karena rasio dari tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal berubah
selama pengurangan beban satu dimensi. Diasumsikan bahwa kondisi tegangan rata-rata
selama pengurangan beban adalah isotropis, yaitu tegangan horisontal adalah sama
dengan tegangan vertikal.
• Faktor persamaan 2.13 dan 2.14 dalam hubungan persamaan 2.15 dapat diperoleh dari
rasio antara logaritma dengan bilangan dasar 10 terhadap nilai logaritma (ln).
• Rentang rasio λ*/κ* (= λ/κ) pada umumnya berkisar antara 3 – 7.
b.
Kohesi
Setiap nilai kohesi efektif dapat digunakan, termasuk kohesi sebesar nol. Saat
menggunakan pengaturan standard, kohesi ditetapkan sebesar 1 kPa. Memasukkan suatu
nilai kohesi akan menghasilkan daerah elastis yang sebagian berada di daerah "tegangan
tarik".
Bagian kiri dari elips akan memotong sumbu p′ pada nilai -c⋅cot φ. Untuk menjaga
agar bagian kanan dari elips (yaitu "cap") tetap berada dalam daerah "tegangan kompresif"
dari ruang tegangan, maka tekanan prakonsolidasi isotropis, p p , harus mempunyai nilai
minimum sebesar c⋅cot φ. Hal ini berarti bahwa dengan memasukkan kohesi yang lebih
besar dari nol dapat mengakibatkan kondisi Over Konsolidasi, tergantung dari besarnya
nilai kohesi dan kondisi tegangan awal. Hal ini mengakibatkan perilaku yang lebih kaku
Universitas Sumatera Utara
pada awal pembebanan. Masukan parameter model harus selalu didasarkan pada nilai-nilai
efektifnya.
c.
Sudut geser
Sudut geser efektif merupakan peningkatan kuat geser terhadap tingkat tegangan
efektif, dinyatakan dalam derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Sebaliknya, dalam
menggunakan sudut geser yang tinggi disarankan untuk menggunakan φ cv , yaitu sudut
geser critical state, dan bukan nilai yang lebih tinggi, berdasarkan regangan kecil.
d.
Sudut dilatansi
Untuk jenis material, yang dapat dideskripsikan oleh model Soft Soil, sudut dilatansi
umumnya dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar nol derajat digunakan dalam pengaturan
standar dari model Soft Soil.
e.
Angka Poisson
Dalam model Soft Soil, angka poisson murni merupakan konstanta elastisitas dan
bukan konstanta pseudo-elastisitas seperti digunakan dalam model Mohr-Coulomb. Nilai
angka poisson umumnya berkisar antara 0,1 dan 0,2. Jika dipilih pengaturan standar untuk
parameter model Soft Soil, maka ν ur = 0,15 akan digunakan secara otomatis. Untuk
pembebanan material yang terkonsolidasi secara normal, angka poisson hanya memegang
peranan yang kecil, tetapi akan menjadi penting dalam masalah pengurangan beban.
Sebagai contoh, untuk pengurangan beban dalam uji kompresi satu dimensi (oedometer),
angka Poisson yang relatif kecil akan menghasilkan penurunan tegangan lateral yang kecil
dibandingkan dengan penurunan tegangan vertikal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
rasio tegangan horisontal terhadap tegangan vertikal, yang merupakan suatu fenomena
yang telah dikenal dengan baik pada material yang terkonsolidasi secara berlebih. Karena
itu, angka poisson seharusnya tidak didasarkanpada nilai K0NC pada kondisi yang
Universitas Sumatera Utara
terkonsolidasi secara normal, tetapi pada rasio dari peningkatan tegangan horisontal
terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan pembebanan kembali pada
uji oedometer sedemikian rupa sehingga:
(2.17)
f.
Parameter K0NC
Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien tekanan tanah lateral
dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC, seperti yang dimasukkan oleh pengguna.
Hubungan eksak antara M dan K0NC (Brinkgreve, 1994) adalah:
(2.18)
Nilai M ditunjukkan dalam jendela masukan. Seperti dapat terlihat dari Persamaan.
(2.15), nilai M juga dipengaruhi oleh angka Poisson ν ur dan oleh rasio λ*/κ*. Namun
demikian, pengaruh dari K0NC adalah dominan. Sehingga Persamaan (2.19)
(2.19)
2.13 Parameter model tanah
Pemahaman parameter tanah yang akan digunakan sebagai input pada finite element
harus dimengerti oleh pengguna program. Kesalahan di dalam penentuan parameter tanah
akan memberikan output yang keliru, sehingga hasil yang didapat tidak mencerminkan
respon yang sesungguhnya. Parameter tanah yang diperlukan disesuaikan dengan model
yang dipilih, model Linier elastic, Mohr-Coulumb, Advanced Mohr-Coulumb, Soft Soil
Universitas Sumatera Utara
(Cap), Jointed Rock, Soft Soil Creep User-defined Soil, dan Modified Cam-Clay, masingmasing memerlukan parameter tanah tersendiri, meskipun ada beberapa parameter tanah
yang sesuai. Parameter ini didapatkan dari laporan akhir hasil penelitian tanah (Soil
Investigation) dan data loading test oleh PT Perintis Pondasi Teknotama, hasil pengujian
laboratorium, lapangan dan korelasi keduanya, dan sebahagian parameter diasumsikan
berdasarkan buku referensi. Pada penelitian ini model tanah yang digunakan adalah Soft
Soil (Cap).
2.13.1 Material Model Soft Soil (Cap)
Sesuai dengan penjelasan di atas, parameter yang dibutuhkan pada perhitungan
plaxis dengan pendekatan perhitungan yang mengacu kepada model Soft Soil (Cap) adalah:
1. Karaketristik tanah dasar terdiri dari:
- Tanah tidak jenuh (γ unsat ) dan tanah jenuh (γ sat ).
- Permeabilitas tanah dalam arah x dan y ( k x dan k y ).
2.14 Pondasi Bore Pile.
Bore pile dipasang ke dalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu,
baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai pada tanah yang
stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat
bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan
pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan
Universitas Sumatera Utara
lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan dukung ujung tiang (Gambar
2.13).
Ada berbagai jenis pondasi bore pile yaitu:
1. Bore pile lurus untuk tanah keras.
2. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel.
3. Bore pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium.
4. Bore pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.
Gambar 2.13 Jenis-jenis bore pile (Das, 1941)
1. Metode Kering.
Rangkaian pembuatannya seperti pada Gambar 2.14. Pertama sumuran digali (dan
dasarnya dibentuk lonceng jika perlu). Kemudian sumuran diisi sebagian dengan beton
dan kerangka tulangan dipasang dan setelah itu sumuran telah selesai dikerjakan. Harap
diingat bahwa kerangka tulangan tidak boleh dimasukkan sampai mencapai dasar
sumuran karena diperlukan pelindung beton minimum, tetapi kerangka tulangan boleh
Universitas Sumatera Utara
diperpanjang sampai akhir mendekati kedalaman penuh dari pada hanya mencapai kira –
kira setengahnya saja. Metode ini membutuhkan tanah (kohesif) dan permukaan air di
bawah dasar sumuran permeabilitasnya yang cukup rendah, sehingga sumuran bisa
digali (mungkin juga dipompa) dan ini dapat mempengaruhi kekuatan beton.
Metode kering konstruksi pondasi yang dibor dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Metode kering konstruksi pondasi yang dibor (Bowles,1998)
2. Metode Acuan.
Pada metode Acuan ini, acuan dipakai pada konstruksi proyek yang mengalami lekukan
atau deformasi lateral yang belebihan terhadap rongga sumur (sharf cavity). Metode ini
juga dipakai sebagai sambungan (seal) lubang terhadap masuknya air tanah tetapi hal ini
membutuhkan lapisan tanah yang tak bisa ditembus air di bawah daerah lekukan tempat
acuan dipasang. Perlu kita ingat bahwa sebelum casing dimasukkan, suatu adonan spesi
encer (slurry) digunakan untuk mempertahankan lubang. Setelah acuan dipasang,
adonan dikeluarkan dan sumur diperdalam hingga pada kedalaman yang diperlukan
dalam keadaan kering. Bila proyek, sumuran di bawah acuan akan dikurangi paling
tidak sampai ID acuan mencapai 25 sampai 50 mm untuk jarak ruang bor tanah (auger)
Universitas Sumatera Utara
yang lebih baik. Acuan bisa saja ditinggalkan dalam sumuran atau bisa juga dikeluarkan
jika dibiarkan ditempat, maka ruangan melingkar antara OD acuan dan tanah (yang diisi
dengan adonan atau lumpur hasil pengeboran) diganti dengan adukan encer (grout)
maka adonan akan dipindahkan keatas puncak sehingga rongga tersebut diisi dengan
adukan encer. Pelaksanaan metode acuan konstrusi ponadi yang dibor dapat dilihat pada
Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Metode acuan konstruksi pondasi yang dibor (Bowles, 1998)
3. Metode Adonan.
Metode ini bisa diterapkan pada umumnya menggunakan acuan. Hal ini diperlukan jika
tidak mungkin mendapatkan penahan air (water seal) yang sesuai dengan acuan untuk
menjaga agar air tidak masuk ke dalam rongga sumuran (shaft cavity). Langkahlangkah metode adonan konsrtuksi pondasi ini diuraikan dalam Gambar 2.16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16 Metode adonan konstruksi pondasi yang dibor (Bowles, 1998)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:
a. Jangan membiarkan adonan terlalu lama dalam sumuran sehingga terbentuk lapisan
penyaring yang terlalu tebal pada dinding sumuran karena lapisan yang tebal sukar
untuk digeserkan oleh beton selama pengisian sumuran.
b. Memompa adonan keluar dan partikel-partikel yang lebih besar dalam suspensi
dipisahkan dengan memakai adonan ‘conditioned’ yang dikembalikan lagi kedalam
sumuran sebelum beton.
c. Hati-hati sewaktu menggali lempung melalui adonan, sehingga penarikan kepingan yang
besar tidak menyebabkan tekanan atau pengisapan pori negatif yang bisa meruntuhkan
sebagian dari sumuran. Setelah sumuran selesai digali, tulangan kerangka dimasukkan
ke dalam sumuran dan corong pipa-cor (treme) dipasang (urutan ini perlu diperhatikan
sehingga corong pipa-cor tidak perlu ditarik sewaktu akan memasang kerangka (cage)
dan lalu dipasang kembali yang pasti akan mengakibatkan terputusnya pembentukan
lapisan adonan dalam sumuran). Beton dipompa dengan hati-hati sehingga corong pipacor selalu terendam dalam beton sehingga hanya ada sedikit daerah permukaan yang
terbuka dan yang terkontaminasi oleh adonan.
2.15 Pengaruh Pemasangan Bore Pile
1. Bore pile dalam tanah granuler.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan pengeboran, biasanya digunakan tabung luar (casing) sebagai
penahan longsoran dinding galian dan larutan tertentu, dengan maksud yang sama untuk
melindungi dinding galian tersebut. Gangguan kepadatan tanah, terjadi saat tabung
pelindung ditarik keatas saat pengecoran. Bore pile berada di dalam tanah pasir,
Tomlinson (1997) menyarankan untuk menggunakan sudut gesek dalam ( φ ) ultimit dari
contoh terganggu, kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat dimana dinding
lubang yang bergelombang tidak terjadi. Jika pemadatan dilakukan pada beton yang
berada di dasar tiang, maka gangguan kepadatan tanah dapat dieliminasi sehingga sudut
geser dalam ( φ ) pada kondisi padat dapat digunakan. Akan tetapi, pemadatan tersebut
mungkin sulit dikerjakan karena terhalang oleh tulangan beton.
2. Bore pile dalam tanah kohesif.
Pengaruh pekerjaan pemasangan bore pile pada kondisi tanah yang basah dengan
dinding tiang terhadap tanah sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih kecil
dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesion) tanah sebelum pemasangan
tiang. Hal ini, diakibat tanah lunak lempung disekitar dinding lubang. Tanah lunak
tersebut akibat pengaruh bertambahnya kadar air lempung oleh pengaruh-pengaruh air
pada pengecoran beton, pengaliran air tanah ke zone yang bertekanan yang lebih rendah
disekitar lubang bor, dan air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor.
Pelunakan pada tanah lempung dapat dikurangi jika pengeboran dan pengecoran
dilaksanakan dalam waktu 1 atau 2 jam (Palmerd dan Holland, 1966). Pelaksanaan
pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang dibuat. Hal ini,
mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di dasar lubang tiang, yang
berakibat bertambah besarnya penurunan. Pengaruh gangguan ini sangat besar terutama
Universitas Sumatera Utara
bila diameter ujung tiang diperbesar, dimana tahanan ujungnya sebagian ditumpu oleh
ujung tiang. Gangguan yang lain dapat pula terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak
baik, seperti: pengeboran yang melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran
dan pelengkungan tulangan beton saat pemasangan. Hal-hal tersebut, perlu diperhatikan
saat pemasangan.
2.16 Pemakaian Tiang yang Dibor
Pondasi yang di bor bisa dipakai pada hampir semua kasus yang memerlukan
pondasi tiang pancang. Jika proyek memerlukan pemakaian pondasi dalam, seseorang perlu
mengadakan analisis perbandingan untuk menentukan mana yang lebih ekonomis antara
tiang–tiang pancang atau pondasi–pondasi yang di bor. Tiang yang dibor mempunyai
kelebihan sebagai berikut:
1. Kedalaman tiang dapat bervariasi.
2. Tidak ada resiko kenaikan muka air tanah.
3. Memerlukan lebih sedikit tiang yang dibor yang berdiameter besar.
4. Tanah dapat diperiksa dan dicocokan dengan data laboraturium.
5. Eliminasi sungkup tiang (pile caps) seperti penyambung (dowels) bisa
dipasang dalam beton basah diperlukan meskipun pusat pilar agak tidak
ditempatkan segaris (misaligned) sebagai sambungan kolom.
6. Meniadakan cukup banyak getaran (vibrasi) dan suara gaduh yang biasanya
merupakan akibat dari pendorongan tiang pancang.
7. Bisa menembus tanah kerikil yang dapat mengakibatkan tiang-tiang pancang
yang didorong bengkok. Kerikil yang berukuran kurangdari sepertiga
diameter sumuran bisa lansung dipindahkan. Kerikil lainnya bisa dihancurkan
Universitas Sumatera Utara
dengan alat khusus atau acuan sementara bisa dipasang sebagai jalan masuk
untuk penggalian dengan tangan dan penghancuran bebatuan yang lebih besar.
8. Lebih mudah
memperluas bagian puncak sumuran tiang sehingga
memungkinkan momen-momen lentur yang lebih besar.
9. Sumuran yang berdiameter lebih besar memungkinkan pemeriksaaan
langsung kapasitas dukung dan tanah yang lebih besar.
10. Penulangan tidak diperngaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan
pemancangan.
Beberapa kelemahan tiang yang dibor, antara lain:
1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pembetonan.
2. Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan, bila tanah berupa pasir
atau kerikil.
2.17 Metode Pelaksanaan Pondasi Bore Pile dengan Metode Kerja Kellybar
Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi. Umumnya,
aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam
penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi.
Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.
Tahapan pekerjaan pondasi bore pile adalah sebagai berikut:
2.17.1 Persiapan Lokasi dan Setting Out
Universitas Sumatera Utara
1. Dilaksanakan pengukuran pada area yang akan menjadi lokasi pekerjaan pembuatan
tiang bor. Koordinat-koordinat tiang bor yang direncanakan mengacu pada BM (Bench
Mark) yang ada di lokasi pekerjaan.
2. Dilaksanakan stripping, cut and fill pada lokasi pembuatan tiang bor, agar kinerja
peralatan yang digunakan effisien dan stabil.
3. Dipersiapkan akses yang akan dilalui truk–truk mixer dari batching plant ke lokasi
pembuatan tiang bor, agar terjadi kendala yang signifikan.
2.17.2 Daftar Peralatan Utama untuk Pekerjaan Pembuatan Tiang Bor
1. Hydraulic/Mechanical bored pile ring.
2. Service Crane.
3. Vibro Hammer.
4. Peralatan Las.
5. Peralatan Potong (oksigen dan LPG ).
6. Temporary Casing.
7. Perlengkapan Bor (soil auger, bucket, rock auger, core barrel, chisel).
8. Accessoris (sorong tremie, pipa tremie, plat landasan, dll).
2.17.3 Proses Pelaksanaan Pekerjaan
1. Mesin bor yang digunakan dilengkapi dengan kelly bar dan soil auger. Mesin ini
mempunyai kemampuan maksimum membuat tian bor sampai dengan kedalaman 40
meter.
Universitas Sumatera Utara
2. Setelah mempersiapkan posisi/ titik yang akan di bor, mesin bergerak menuju titik,
kemudian meletakan soil auger tetap dititik tersebut dan setting Kelly bar pada posisi
vertical.
3. Pengeboran dapat dimulai pada pengeboran awal, maka segera dipasang preliminary
casing panjang 3–6 meter pada lubang bagian atas. Pemasangan casing ini membantu
juga dalam proses pengeboran pondasi tiang bor, karena dianggap sebagai leading
sehingga prosses pengeboran pada kedalaman selanjutnya dapat tegak/lurus.
4. Setelah pegeboran menemukan air tanah, soil auger akan kesulitan mendapatkan tanah,
maka
perlu
diganti
dengan
bore
bucket
yang
mempunyai
kemampuan
menangkap/mengumpulkan tanah pengeboran, core barrel diperlukan, jika dalam proses
pengeboran menemukan lapisan tanah keras/batu.
5. Prosses pengeboran dilanjutkan sampai dengan kedalaman yang direncanakan dan
dikomfirmasikan kepada pengawas.
6. Setelah kedalaman tiang bor rencana sudah tercapai, maka dilaksnakan pembersihan
lubang dengan cleaning bucket. Lubang sudah dianggap bersih jika bahan yang
terangkat dalam cleaning bucket berupa ait. Praktis dasar lubang dinyatakan
bersih/bebas dari endapan dan siap untuk melaksanakan pengecoran.
2.17.4 Instalasi Besi Keranjang Tiang Bor (Reinforcement Cage)
1. Keranjang besi tiang bor di pabrikasi di area yang tidak jauh dari lokasi pengecoran dan
dibuat per section sesuai dengan tinggi angkat maksimum service crane. Sehingga akan
memudahkan proses handling keranjang besi ke dalam lubang bor.
Universitas Sumatera Utara
2. Besi keranjang tiang bor yang sudah siap diangkat dan dimasukan ke dalam lubang bor
dengan menggunakan service crane. Joint per section didambung dengan cara
pengelasan.
3. Keranjang besi tinag bor terpsaang sesuai dengan cut off level yang telah direncanakan.
2.17.5 Proses Pengecoran Lubang Bor
1. Lubang yang sudah siap cor (kondisi besi keranjang tiang bor sudah terinstalisasi dalam
lubang), kemudian dilaksanakan install pipa trimie, dimana panjang pipa trimie sesuai
dengan kedalaman pipa.
2. Gunakan beton siap pakai (concrete ready mix) yang mempunyai nilai slump 18 ± 2 cm,
agar beton dapat mengalir dengan mudah melalui pipa tremie yang berdiameter 8” = 20
cm. Setelah truk mixer beton tiba dilokasi proyek, pengecoran dapat segera di mulai.
Beton lansung dituang dari truck mixer menuju lubang tremie melalui corong tremie
yang sudah disediakan.
3. Selama pengecoran berlansung dan terutama pada saat pemotongan pipa tremie, agar
ujung dari pipa tremie yang bawah selalu dijaga “terendam” dibawah lapisan beton yang
paling awal dituang kedalam lubang.
4. Penuangan beton dilajutkan sampai dengan ± 1.00 meter di atas cut off level.
Maksudnya agar beton yang paling awal (yang tercampur dengan endapan lumpur)
dapat terbuang. Selain itu untuk meyakinkan bahwa beton baik (tidak terkontaminasi)
tercampur sampai dengan cut off level yang telah ditentukan.
5. Setelah proses pengecoran selesai, casing dicabut secara perlahan–lahan. Hal ini untuk
menjaga agar tidak terjadi kelongsoran (gap) antara besi keranjang bagian luar dan
pinggir lubang, juga segresi dari beton sepanjang permukaan beton (shaff).
Universitas Sumatera Utara
6. Apabila diperlukan, sebelum proses pencabutan casing selesai, lakukan pengisian casing
sementara tersebut dengan beton secukupnya. Beton baru dalam casing diharapkan
dapat mengalir kedalam ruang–ruang kosong pada permukaan beton yang terjadi akibat
pencabutan casing.
2.18 Mekanisme Penyaluran Daya Dukung Friksi (Kurva t-z)
Penelitian tentang bagaimana mekanisme transfer beban dari tiang terhadap tanah
disekelilingnya merupakan aspek yang sangat penting dalam bidang rekayasa pondasi
terutama dalam bidang pondasi tiang. Uji beban statis yang diinstrumentasi sering
dilakukan dalam menentukan pola transfer beban pada struktur. Kapasitas statis dan
penurunan tiang dapat dikalkulasi balk dari data transfer beban.
Perbedaan pengukuran beban antara dua lokasi strain gages merupakan transfer
beban ke tanah oleh gesekan selimut dan diasumsikan konstan sepanjang segmen tersebut.
Gesekan selimut tiang dapat dihitung jika keliling dan panjang segmen diketahui.
Gambar 2.17 Kurva transfer beban (t-z curve)
Kurva yang menggambarkan pergerakan tiang terhadap tahanan friksi kurva
transfer beban (t – z Curve) dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.17 yang kemudian
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menghitung kapasitas statis sepanjang segmen tersebut. Kurva pada
Gambar 2.17 umumnya disebut kurva t-z (atau q-z). Simbol t (tau) adalah simbol yang
sering digunakan untuk kuat geser yang dalam hal ini adalah gesekan selimut tiang
sedangkan simbol z adalah pergerakan yang terjadi pada selimut tiang. Dari Gambar 2.17
terlihat bahwa pada tanah lempung kurva transfer bebannya terdapat suatu titik puncak
yang merupakan efek dari strain softening yang merupakan karakteristik dari tanah
lempung. Setelah mencapai nilai ultimit, lempung akan memberikan tahanan residu (Q rs )
yang nilainya lebih kecil dari nilai ultimitnya (Q uc ). Sedangkan kurva pada pasir bersifat
linear plastic.
Gambar 2.18 Data-data yang didapatkan dari hasil instrumentasi
Keuntungan dari kurva t-z ini adalah dapat memberikan informasi transfer beban
pada masing-masing lapisan tanah sesuai dengan karakteristik tanah disuatu lokasi yang
sifatnya unik seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.18. Data transfer beban ini
Universitas Sumatera Utara
kemudian akan digunakan untuk melakukan perhitungan balik untuk mendapatkan
kapasitas statis tiang.
2.19. Prosedur Pembebanan Tiang Tunggal
2.19.1 Teori Dasar
Pada prinsipnya prosedur pembebanan tiang ini dilakukan dengan cara memberikan
beban vertikal yang diletakkan diatas kepala tiang Gambar 2.19, kemudian besarnya
deformasi vertikal yang terjadi diukur dengan menggunakan arloji ukur yang dipasang
pada tiang. Deformasi yang terjadi terdiri dari deformasi elastis dan plastis. Deformasi
elastis adalah deformasi yang diakibatkan oleh pemendekan elastis dari tiang dan tanah,
sedangkan deformasi plastis adalah deformasi diakibatkan runtuhnya tanah pendukung
pada ujung atau sekitar tiang.
Gambar 2.19 Pembebanan arah axial (vertikal)
Dengan demikian percobaan pembebanan tiang ini akan memberikan hasil yang cukup
teliti jika diukur dengan teliti besarnya deformasi tersebut. Karena yang ingin diketahui
adalah sampai beban berapa, lapisan pendukung akan mengalami keruntuhan total.
Keruntuhan total akan terjadi pada suatu beban tertentu, dan akan mengalami perilaku
penurunan terus menerus. Jika hubungan antara deformasi dan beban digambarkan dalam
bentuk Grafik maka terlihat bahwa grafik tersebut akan terdiri tiga bagian, lihat Gambar
2.20 (Sardjono, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20 Hubungan Beban (P) dan Deformasi (S). (Sardjono, 1991).
1. Pada daerah I, dimana sampai suatu beban tertentu bentuk grafik deformasi beban
merupakan garis lurus. Pada bagian ini secara matematis dapat ditulis:
dp/ds = C (tetap)
(2. 20)
Pada beban tertentu besarnya penurunan sebanding dengan besarnya beban yang
bekerja. Disini dapat diinterpretasikan, bahwa beban-beban yang bekerja sebagian
besar dipakai untuk menimbulkan deformasi elastis, baik pada tiang itu sendiri maupun
pada tanah pendukungnya. Deformasi elastis pada tiang ini merupakan pemendekan
elastis, sedang pada lapisan pendukung merupakan proses konsolidasi. Pada point
bearing pile, bentuk garis yang lurus ini lebih jelas dibandingkan pada friction pile.
2.
Pada daerah II, dimana bagian yang berbentuk lengkung parabolis (garis AB) terjadi
jika penurunan yang terjadi tidak sebanding dengan besarnya beban yang bekerja.
Disini penurunan merupakan fungsi dari waktu artinya jika suatu beban dibiarkan
bekerja lebih lama, akan mengakibatkan deformasi yang lebih besar. Secara matematis
dapat ditulis:
dp/ds = f(t)
(2.21)
Dengan kata lain keadaan ini dapat diterjemahkan, bahwa pada bagian ini beban yang
bekerja telah mengakibatkan terjadinya keruntuhan pada tanah pendukung. Menurut
Universitas Sumatera Utara
pengalaman jika tanah pendukung bersifat rapuh (misalnya batu tufa, batu pasir, batu
tufaan), maka bagian lengkung parabolis ini lebih pendek dibandingkan pada batuan
jenis lainnya. Sedang pada friction jika dimasukan dalam lapisan lempung lembek,
bagian parabolis ini seringtidak jelas.
3.
Pada daerah III, dimana bagian grafik yang curam terhadap garis vertikal yang cara
matematis dapat ditulis:
dp/ds = ~
(2.22)
pada bagian ini terlihat, bahwa pada suatu beban tertentu yang besarnya tetap, akan
terjadi deformasi terus menerus atau makin lama makin besar. Beban dimana akan
mengakibatkan terjadinya deformasi yang makin lama makin besar disebut beban
maximum. Perlu dijelaskan disini, bahwa dari hasil percobaan pembebanan tiang tidak
dapat untuk menentukan besarnya.
penurunan akibat proses konsolidasi pada kelompok tiang. Dalam lapisan tanah yang
kohesif, besarnya penurunan akibat proses konsolidasi pada umumnya berlangsung
dalam jangka waktu percobaan yang lebih singkat.
Pada lapisan yang bersifat cohessionless, waktu yang diperlukan untuk mencapai
settlement maximum masih lebih lama dibandingkan waktu untuk melakukan
percobaan pembebanan, dengan demikian percobaan pembebanan belum dapat
memberikan indikasi besarnya penurunan maksimum. Dari uraian ini dapat
disimpulkan, bahwa dalam percobaan pembebanan tiang kita hanya dapat menentukan
besarnya beban maksimum dan bukan settlement maximum.
Universitas Sumatera Utara
2.19.2 Menggunakan Meja Beban
2.19.2.1 Peralatan
Percobaan pembebanan dengan menggunakan meja beban yang diperkuat tiangtiang angker memerlukan peralatan sebagai berikut:
a. Tiang Percobaan.
1) Tiang percobaan bersifat point bearing, maka untuk tiang pancang percobaan dapat
dilakukan setelah selesai pemancangan, sedangkan pada tiang-tiang beton cast in place
percobaan dapat dilakukan setelah tiang berumur empat minggu atau setelah beton
cukup keras.
2) Tiang yang bersifat friction, maka percobaan baru dapat dilakukan setelah empat
minggu tiang ditanamkan kedalam tanah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
waktu lekatan (friction), dapat bekerja penuh disekeliling tiang.
b. Tiang angker.
Karena tiang-tiang angker bekerja sebagai friction pile, maka tiang-tiang angker itu
minimal harus sudah berumur empat minggu ditanam kedalam tanah, sehingga gaya
lekatan sudah dapat bekerja penuh. Jumlah tiang angker yang diperlukan tergantung
pada sifat tanah pendukung dan besarnya beban maksimum percobaan.
c. Meja beban.
Meja beban dibuat dari susunan profil baja yang cukup kaku sedemikian sehingga
lendutan maksimum tidak melebihi 0,25 mm.
d. Arloji ukur.
Universitas Sumatera Utara
Arloji yang dipakai mempunyai panjang tangkai 10 cm dengan ketelitian 0,01 cm. Arloji
ukur ini dipasang sebanyak dua buah pada tiang percobaan satu buah pada setiap angker
dan dua buah pada meja beban diatas tiang percobaan.
e. Dongkrak hidrolis.
Dongkrak yang dipakai harus mempunyai kapasitas sebesar beban maksimum yang
direncanakan ditambah 20%, dengan ketelitian 1 ton.
f. Beban Kontra.
Beban kontra: beban kontra dapat menggunakan balok-balok beton besi profil, karung
berisi pasir batu atau tanah, tangki diisi air dan lain-lain. Jumlah beban kontra yang
dibutuhkan minimal 1,5 kali beban maksimum yang direncanakan. Beban kontra ini
harus dipasang sesentris mungkin terhadap tiang percobaan.
2.19.2.2. Jenis-jenis Pembebanan Tiang
a. Pembebanan bertahap.
Disini beban diberikan secara bertahap, dengan variasi sebesar 25, 50, 75, dan 100%
dari beban maksimum yang direncanakan. Pada setiap tahap, beban dibiarkan bekerja
sedemikian lamanya sehingga deformasi yang terjadi akibat beban itu mencapai
maksimum. Setelah beban maksimum tercapai, maka secara berangsur-angsur beban
dikurangi menjadi 80, 60, 40, 20, dan 0% dengan catatan setiap tahap pengurangan
beban ini dilakukan sampai tercapai pantulan (rebound) maksimum. Menurut
pengalaman, cara ini akan memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang-tiang yang
bersifat point bearing piles, sedang untuk friction hasilnya tidak begitu memuaskan.
b. Pembebanan berulang (cyclic loading).
Universitas Sumatera Utara
Cara ini hampir sama dengan pembebanan bertahap, yaitu pembebanan dilakukan secara
bertahap sebesar 25, 50, 75 dan 100% dari beban maksimum yang direncanakan, tetapi
pada setiap akhir saat sebelum pembebanan berikutnya dilanjutkan beban dihilangkan
dahulu sehingga kita dapat mengukur besarnya penurunan tetap. Cara ini akan
memberikan hasil yang cukup teliti untuk tiang - tiang point bearing maupun friction.
2.20 Penurunan Tiang Tunggal
Penurunan jangka panjang untuk pondasi tiang tidak perlu ditinjau karena penurunan
tiang akibat konsolidasi dari tanah relative kecil (Poulus dan Davis, 1980). Daya dukung
ujung dan daya dukung friksi dijumlahkan dalam perencanaan suatu pondasi tiang.
Perencanaan pondasi tiang daya dukung tiang tunggal dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
a. Untuk tiang Friksi
I =I o R k R h R µ
𝑆₁ =
(2.23)
𝑄𝐼
(2.24)
𝐸𝑠𝑑
b. Untuk Tiang Ujung (End Bearing)
I =I o R k R b R µ
𝑆₁ =
Dimana,
(2.25)
𝑄𝐼
(2.26)
𝐸𝑠𝑑
D
= Diameter tiang (mm)
S
= Penurunan untuk tiang tunggal (mm)
I0
= Faktor Penurunan tiang
Rk
= Faktor koreksi tiang
Universitas Sumatera Utara
Rh
=
Faktor ketebalan lapisan pada tanah keras
Rµ
= Faktor koreksi angka poisson µ
Rb
= Faktor untuk lapisan ujung
h
= Kedalaman lapisan tanah dari ujung tiang kemuka tanah
(mm)
Untuk nilai K adalah suatu ukuran kekuatan dari tiang dan tanah yang dinyatakan
dalam persamaan berikut:
𝐾=
Dimana, K
𝐸𝑝 𝑅𝐴
(2.27)
𝐴𝑝
(2.28)
𝑅𝐴 =
𝐸𝑠
¼𝜋𝑑²
= Faktor Kekakuan Tiang
Ep
= Modulus Elastisitas tiang (Mpa)
Es
= Modulus Elastisitas tanah sekitar tiang (Mpa)
2.21 Penyaluran Beban
Cara penyaluran beban ketanah, ada 3 macam (Hardiatmo, 2010), yaitu:
2.21.1 Pondasi Tiang dengan Tahanan Ujung (End Bearing Pile)
Tiang akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah. Tahanan
ujung tiang berada pada zone tanah lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang yang
dipancang harus mencapai batuan dasar atau lapisan tanah keras yang dapat
mendukung beban yang tidak mengakibatkan penurunan. Kapasitas tanah sepenuhnya
ditentukan dari lapisan tanah keras yang berada diujung tiang. Gaya tahanan ujung
akan bekerja bila displacement terjadi dalam batas 0,6 % dari diameter pile.
Universitas Sumatera Utara
End Bearing
6 % diameter pile
Displacement
Gambar 2.21 Transfer beban tahanan ujung.
2.21.2 Pondasi tiang dengan Tahanan Gesek (Friction Pile)
Penurunan akibat beban terjadi perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah
sekitar dimana tahan gesek tersebut juga dipengaruhi konsolidasi lapisan tanah.
Penyaluran beban tiang akan tersalurkan ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan
tanah disekelilingnya. Butiran tanah halus tidak menyebabkan tanah padat, dan tanah
butiran kasar akan menyebabkan tanah makin padat. Gaya gesekan ini akan bekerja
bila displacement terjadi dalam batas 0,4 % dari diameter pile
Friksi
0,4 % Diameter pile
Displacement
Gambar 2.22 Transfer beban Friksi.
2.21.3 Pondasi tiang dengan Tahanan Lekatan (Adhesive Pile)
Tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh
tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah sekitar dan permukaan tiang.
Universitas Sumatera Utara
2.22 Elemen pada Program Plaxis
Pada program Plaxis dapat dipilih jenis elemen segitiga dengan 6 titik nodal atau 15
titik nodal Gambar 2.23 untuk memodelkan lapisan tanah. Elemen segitiga dengan 15 titik
nodal adalah elemen pra-pilih. Elemen ini menggunakan interpolasi dengan ordo empat
untuk perpindahan dan integrasi numerik melibatkan 12 titik Gauss (titik tegangan). Untuk
elemen segitiga dengan 6 titik nodal, ordo interpolasi adalah dua dan integrasi numerik
melibatkan tiga buah titik Gauss.
Gambar 2.23 Pengaturan global (Plaxis 8,2)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.24 Regangan bidang dan axi-simetri (Plaxis 8,2)
Gambar 2.25 Posisi titik-titik nodal dan titik-titik tegangan pada elemen tanah (Plaxis 8,2)
Elemen segitiga dengan 15 titik nodal merupakan elemen yang sangat akurat yang
telah memberikan perhitungan tegangan dengan hasil yang sangat baik, misalnya dalam
perhitungan keruntuhan untuk tanah-tanah yang tidak kompresibel. Penggunaan elemen
segitiga dengan 15 titik nodal akan menyebabkan penggunaan memori yang relatif tinggi
serta kinerja operasional dan perhitungan yang relatif lebih lambat. Karena itu jenis elemen
yang lebih sederhana juga disediakan.
Elemen segitiga dengan 6 titik nodal merupakan elemen yang cukup akurat dan
dapat memberikan hasil yang baik dalam analisis deformasi secara umum, tetapi jika
digunakan elemen dalam jumlah yang cukup banyak. Walaupun demikian, perhatian
khusus perlu diberikan pada penggunaan model axi-simetri atau pada kondisi dimana
Universitas Sumatera Utara
keruntuhan (dapat) memegang peranan yang penting, seperti pada perhitungan daya
dukung ataupun pada analisis tingkat keamanan dengan menggunakan Reduksi phi-c.
Beban runtuh maupun faktor keamanan yang diperoleh umumnya berlebihan pada
penggunaan elemen dengan 6 titik nodal. Dalam kasus-kasus seperti ini lebih dipilih untuk
menggunakan elemen dengan 15 titik nodal.
Sebuah elemen dengan 15 titik nodal dapat dianalogikan sebagai empat buah elemen
dengan 6 titik nodal yang digabungkan, karena jumlah seluruh titik nodal dan seluruh titik
tegangan adalah sama. Meskipun demikian, sebuah elemen dengan 15 titik nodal tetap jauh
lebih baik dibandingkan empat buah elemen dengan 6 titik nodal.
2.23 Fungsi Interpolasi untuk Elemen Segitiga
Untuk elemen segitiga terdapat dua buah koordinat (ξ dan η). Selain itu
digunakan juga koordinat penolong ζ = 1 – ξ – η. Untuk elemen segitiga dengan 6
buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai berikut (lihat penomoran lokal dari
titik nodal yang ditunjukkan dalam Gambar 2.26
Gambar 2.26 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 6 buah titik nodal (Plaxis 8,2)
Hasil perhitungan untuk fungsi bentuk
N1 = ζ. (2ζ−1)
N2 = ξ. (2ξ−1)
Universitas Sumatera Utara
N3 = η. (2η−1)
N4 = 4. ζ. ξ
N5 = 4. ξ. η
N6 = 4. η. ζ
Untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal, fungsi bentuk dapat dituliskan sebagai
berikut:
Gambar 2.27 Fungsi bentuk untuk elemen segitiga dengan 15 buah titik nodal (Plaxis 8,2)
Hasil perhitungan untuk fungsi:
N1 = ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ– 2)⋅(4⋅ζ– 3) / 6
N2 = ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅(4⋅ξ– 3) / 6
N3 = η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅(4⋅η– 3) / 6
N4 = 4⋅ζ⋅ξ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ξ– 1)
N5 = 4 ⋅ξ⋅η⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅η– 1)
N6 = 4 ⋅η⋅ζ⋅(4⋅η– 1) ⋅(4⋅ζ– 1)
N7 = ξ⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ – 2)⋅8/3
N8 = ζ⋅ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅8/3
N9 = η⋅ξ⋅(4⋅ξ– 1)⋅(4⋅ξ– 2)⋅8/3
N10 = ξ⋅η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅8/3
N11 = ζ⋅η⋅(4⋅η– 1)⋅(4⋅η– 2)⋅8/3
N12 = η⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)⋅(4⋅ζ– 2)⋅8/3
N13 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅ζ– 1)
N14 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅ξ– 1)
N15 = 32⋅η⋅ξ⋅ζ⋅(4⋅η– 1)
2.23.1 Pembahasan
Kasus plane stress dan elemen T6 diminta untuk menghitung matrik kekakuan [K ] pada
titik integrasi Hammer ke-2, apabila diketahui data-data sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
2.23.1.1 Menghitung Shape Function (N)
Dari segitiga paskal didapat P = 1 ξ η ξη ξ 2 η 2
1

1
1
[P] = 1

1
1

N = N1
0
1
2
1
1
2
0
0
N2
0
0
0
1
2
1
1
2
0
1
4
1
1
4
0
0
1
4
0
0
0
N3
0
0
N4
0

0
0
1 ;

4
1
1
4 
N5
[P]−1
0
0
1
− 3 4 − 1

− 3 0
0
=
 2 −4 2
 4 −4 0

0
0
 2
(2.29)
0 0
0
0 0
0 
0 −1 4 

0 0
0
4 0 − 4

0 2 − 4
N 6 = P [P ]
−1
N1 = (1 − ξ − η )(2 − 2ξ − 2η − 1) = 1 − 3ξ − 3η + 4ξη + 2ξ 2 + 2η 2
N 2 = 4(1 − ξ − η )ξ = 4ξ − 4ξ 2 − 4ξη
N 4 = 4ξη ,
N 3 = ξ (2ξ − 1) = 2ξ 2 − ξ ,
N 5 = η (2η − 1) = 2η 2 − η
N 6 = 4(1 − ξ − η )η = 4η − 4ξη − 4η 2
2.23.1.2 Menentukan Fungsi Geometri
X (ξ ,η ) = N1
Y (ξ ,η ) = N1
N2
N2
N3
N3
N4
N4
N5
 x1 
x 
 2
 x 
N6  3 
 x4 
 x5 
 
 x6 
N5
 y1 
y 
 2
 y 
N6  3 
 y4 
 y5 
 
 y6 
X (ξ ,η ) = N1 X 1 + N 2 X 2 + N 3 X 3 + N 4 X 4 + N 5 X 5 + N 6 X 6
(2.30)
Y (ξ ,η ) = N1Y1 + N 2Y2 + N 3Y3 + N 4Y4 + N 5Y5 + N 6Y6
(2.31)
2.23.1.3 Menentukan Matrik Jacobian [J ]
Universitas Sumatera Utara
[J ] = 
J11
 J 21
J 11 =
J12 
J 22 
∂{X (ξ ,η )}
= 5 − 4ξ
∂ξ
(2.32)
J12 =
J 21 =
∂{Y (ξ ,η )}
= −(1 + 4ξ )
∂ξ
(2.33)
∂{X (ξ ,η )}
= 5 − 4η
∂η
(2.34)
J 22 =
Matrik Jacobian:
∂{Y (ξ ,η )}
=4
∂η
(2.35)
5 − 4ξ − 1 − 4ξ 
4 
5 − 4η
[J ] = 
(2.36)
Untuk titik integrasi Hummer ke-2 : ξ = 0 ; η = 0.5 dan wi =
1
6
5 − 1
 ; determinan matrik J = (5)(4) − (3)(−1) = 23
3 4 
Jadi : [J ] = 
 j11
 j21
Menentukan invers matrik jacobian : [J ] = 
−1
=
(2.37)
j12  1
= adjo int[J ]
j22  J
1  4 1
23 − 3 5
2.23.1.4 menentukan Matrik Regangan Peralihan [Bm ]
 Ni , x


[Bm ] = ..........  0

 Ni , y
0


N i , y  ... i = 1,6

Ni , x 
dimana : N i , x = j12 N i ,ξ + j12 N i ,η ; N i , y = j21 N i ,ξ + j22 N i ,η
N1 , x =
(2.38)
5
1
4
(−3 + 4η + 4ξ ) + (−3 + 4ξ + 4η ) = −
23
23
23
Universitas Sumatera Utara
N1 , y =
2
5
3
(−3 + 4η + 4ξ ) + (−3 + 4ξ + 4η ) = −
23
23
23
N2 , x =
8
1
4
(4 − 8ξ − 4η ) + (−4ξ ) =
23
23
23
N2 , y = −
N3 , x =
4
1
4
(4ξ − 1) + (0) = −
23
23
23
N3 , y = −
N4 , x =
6
5
3
(4η ) + (4ξ ) = −
23
23
23
4
1
1
(0) + (4η − 1) =
23
23
23
N5 , y = −
N6 , x =
3
5
3
(4ξ − 1) + (0) =
23
23
23
8
1
4
(4η ) + (4ξ ) =
23
23
23
N4 , y = −
N5 , x =
6
5
3
(4 − 8ξ − 4η ) + (−4ξ ) = −
23
23
23
5
5
3
(0) + (4η − 1) =
23
23
23
8
1
4
(−4η ) + (4 − 4ξ + −8η ) = −
23
23
23
N6 , y = −
5
6
3
(−4η ) + (4 − 4ξ + −8η ) =
23
23
23
8
0 −4 0
8
0 1 0 −8 0 
− 5 0
1 
[Bm ] =  0 − 2 0 − 6 0 3 0 − 6 0 5 0 6 
23
− 2 − 5 − 6 8
3 − 4 − 6 8 5 1 6 − 8
2.23.1.5 Menentukan Matrik Kekakuan [K ]


1 v
0 

E 
v 1
0 
dimana : [ H σ ] =
2 
1− v 
1− v 
0 0


2 
Universitas Sumatera Utara
0 
 1 0.3
2 x106 
=
0.3 1
0 

1 − 0.09
 0
0 0.35
= 2197802.19
[ ]
Jadi [k ] = (0.1)( )(
1 1 1
)( )(2197802.19) K ∗
6 23 23
[k ] = [Bm ]T [Hσ ][Bm ]
26.4 6.5 − 35.8 3.4

12.75 5.7
−2


76.6 − 31.2

59.4




[k1 ] = 

simetris







(2.39)
17.9
− 2.85
− 38.3
15.6
19.15
− 1.7
1
15.6
− 29.2
− 7.8
14.6
− 35.8
5.7
76.6
− 31.2
− 38.3
15.6
76.6
3.4
−2
− 31.2
58.4
15.6
− 29.2
− 31.2
58.4
− 8.5
− 9.35
− 2.5
12.2
1.25
− 6.1
− 2.5
12.2
9.75
Dengan cara yang sama di atas untuk integrasi Hummer ke-2 : ξ =
− 8.2
− 11.75
9.9
− 27.2
− 4.95
13.6
9.9
− 29.2
3.25
25.35
35.8
− 5.75
− 76.6
31.2
38.3
− 15.6
− 76.6
31.2
2.5
− 9.9
76.6
− 3.4 
2 
31.2 

− 58.4
− 15.6 

29.2 
31.2 

− 58.4
− 12.2 

2.72 

− 31.2
58.4 
1
1
dan η =
2
2
Universitas Sumatera Utara
4
28.6 17.9 − 1.7 52.8 13
8.5
26.4 6.5

12.75 33.8
36.5 − 2.85
1
13 25.5 9.35


144
− 26 − 29 29.8
8
67.6 33

401.4 26.1 − 62.8 57.2 73
2.5


19.15 − 7.8 35.8 − 5.7 − 1.25

14.6 − 3.4 2
6.1
[k2 ] = 
105.6 26
17

51 18.7


simetris
9.75





26.4 6.5 − 39.8 − 25.2 − 22.1

12.75 − 28.1 − 38.5 − 7.65


108.6 54.6
38.7

208.6 23.1


19.15

[k 3 ] = 



simetris





− 7.3
− 13
25
50.4
7.8
14.6
− 27
− 19.9
73
37.8
26.5
17.6
51
− 17.8
− 27
37.6
148.4
16.2
35.6
26
105.6
82
11.75
4
99.3
4.95
− 13.6
16.4
23.5
3.25
25.35
8.5
9.35
− 30.5
− 14.7
− 9.25
− 7.9
− 21.5
− 10
9.75
− 80.2 59 
− 83 70.5 
− 288 − 96.4

− 29.2 887 
6.2
63.3 

− 52.6 − 146 
161.6 118 

− 166 141 
− 87 − 4.3 

− 30.4 216 

777.6 22 
1000 
8.2
11.75
− 13.9
− 72.1
− 7.05
− 16.4
− 9.5
− 51.4
3.25
25.35
11
51.3
− 135
− 54.6
− 23.5
− 40.2
− 97
− 36
50.5
7.5
319
43.6 
56.5 
− 44.2 

− 415.8
− 33.9 

− 87.2 
− 29 

− 297.2
5.5 

149.3 

− 39 
901.4 
menghitung matrik kekakuan struktur K adalah:
K = K11 + K 22 + K 33
dimana :
(2.40)
1 1 1
K11 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k1 ]
6 23 23
1 1 1
K 22 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k2 ]
6 27 27
1 1 1
K 33 = (0.1)( )( )( )(2197802.19)[k3 ]
6 21 21
jadi K adalah:
[K12 x12 ] = K11 + K 22 + K33 =
Universitas Sumatera Utara
5.6
5.3 1.3

2.58
0.24


21.2







symetris







0.42 0.3
0.8
− 1.5 0.98 − 0.96
1.07 0.89 4.65
41.5 4.13 0.99
3.88 0.28
2.96
2.07 − 0.59
0.61 − 1.5
10.18 4.36
3.85
20
1.35 2.14
2.37 1.04
14.8 1.31
15.4
0.55 0.53
0.67
6.35 
0.59 0.75
0.304
8.37 
1.05 0.27
− 30.1 6.35 

0.25 2.88
3.84
5.99 
0.75 − 0.68
1.01
0.72 

0.77 − 1.1
7.06
12.6 
x 103

− 1.1 0.72
21.5
5.68

0.95 4.97
9.17
21.6 
1.97 0.66 − 0.0037 0.604

5.13
1.59
25.2 

71.9
4.29 
4.29
178 
2.23.2 Integrasi Numerik dari Elemen Segitiga
Integrasi numerik terhadap elemen segitiga dapat diformulasikan sebagai berikut:
(2.41)
PLAXIS menggunakan integrasi Gauss untuk elemen segitiga. Untuk elemen dengan 6
buah titik nodal, integrasi didasarkan pada 3 buah titik sampel, sedangkan untuk elemen
dengan 15 buah titik nodal, digunakan 12 buah titik sampel. Posisi dan faktor bobot dari
titik integrasi diberikan dalam Tabel 2.7 dan 2.8 berikut:
Tabel 2.7. Integrasi 3-titik untuk elemen dengan 6 titik nodal
Titik
1
2
3
ξi
1/6
1/6
2/3
ηi
2/3
1/6
1/6
ζi
2/3
2/3
2/3
wi
1/3
1/3
1/3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8 Integrasi 3-titik untuk elemen dengan 6 titik nodal
Titik
wi
ξi
ηi
ζi
0.063089… 0.063089… 0.873821… 0.050845…
1, 2 dan 3
0.249286… 0.249286… 0.501426… 0.116786…
4,5,6
7,8,9,10,11,12 0.310352… 0.053145… 0.636502… 0.082851…
2.23.3 Turunan dari Fungsi Bentuk
Untuk menghitung komponen regangan Cartesius dari perpindahan, seperti yang
diformulasikan dalam persamaaan
(2.42)
turunan perlu diperhitungkan terhadap sistem sumbu global (x, y, z).
(2.43)
Dimana,
Di dalam elemen, turunan dihitung sesuai sistem koordinat lokal (ξ, η, ζ). Hubungan antara
turunan lokal dan global melibatkan matriks Jacobi, J:
Universitas Sumatera Utara
Atau dalam bentuk invers:
Turunan lokal ∂Ni/∂ξ, dan lain-lain, dapat dengan mudah diturunkan dari fungsi
bentuk elemen, karena fungsi bentuk diformulasikan dalam koordinat lokal. Komponen
Jacobi diperoleh dari perbedaan pada koordinat titik nodal. Invers matriks Jacobi, J-1,
diperoleh dengan melakukan invers secara numerik terhadap J.
Komponen regangan Cartesius sekarang dapat dihitung dengan penjumlahan dari
kontribusi seluruh titik nodal adalah:
dimana vi adalah komponen perpindahan dalam titik nodal i. Untuk analisis regangan
bidang, komponen regangan dalam arah-z secara definitif adalah nol, yaitu εzz = γyz =
γzx = 0. Untuk analisis axi-simetri, berlaku kondisi εzz = ux / r dan γyz = γzx = 0 (r =
radius atau jari-jari).
Universitas Sumatera Utara
2.23.4 Perhitungan Matriks Kekakuan Elemen
Matriks kekakuan elemen, Κe, dihitung dengan integral:
(2.44)
Integral diestimasi dengan integrasi numerik. Pada kenyataannya, matriks kekakuan
elemen terdiri dari sub-matriks
Ke ij dimana i dan j adalah titik nodal lokal. Proses
perhitungan dari matriks kekakuan elemen dapat diformulasikan sebagai berikut:
(2.45)
2.23.5 Proses Perhitungan pada Program Plaxis
Proses perhitungan elemen hingga berdasarkan matriks kekakuan elastik
-
Baca data masukan
-
Bentuk matriks kekakuan
(2.46)
Langkah baru
-
Bentuk vektor beban baru
-
Bentuk vektor reaksi
(2.47)
(2.48)
-
Hitung ketidakseimbangan
(2.49)
-
Atur ulang peningkatan perpindahan
(2.50)
-
Iterasi baru
Universitas Sumatera Utara
(2.51)
-
Selesaikan perpindahan
-
Perbaharui peningkatan perpindahan
(2.52)
(2.53)
-
Hitung peningkatan regangan
(2.54)
-
Hitung tegangan:
-
Elastis
-
Keseimbangan
(2.55)
(2.56)
-
Konstitutif
Bentuk vektor reaksi
-
(2.57)
Bentuk vektor reaksi
(2.58)
-
Hitung ketidakseimbangan
(2.59)
-
Hitung kesalahan
(2.60)
-
Pemeriksaan akurasi
Universitas Sumatera Utara
jika e > etolerated → iterasi baru
-
Perbaharui perpindahan
(2.61)
-
Tulis data keluaran (hasil)
-
Jika tidak dapat diselesaikan → langkah baru
-
Selesai
Universitas Sumatera Utara
Download