8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kajian Teori Tentang

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Kajian Teori Tentang Anak Tunagrahita
a. Definisi Anak Tunagrahita
Istilah mengenai tunagrahita ringan sering disebut dengan anak
mampu didik. Pada kalangan pendidik di Amerika (American
Education) adalah educable mentally retarded jika diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia artinya mampu didik.
Definisi mengenai tunagrahita atau gangguan intelektual
menurut
American
Psychiactric
Association
(APA,
2013:33)
menuliskan bahwa:
“ Intellectual disability (intellectual development disorder) is a
disorder with onset during the developmental period that
includes both intellectual and adaptive functioning deficits in
conceptual, social, and oractical domains. The following three
criteria must be met: (A) Deficits in intellectual functions, such
as reasoning, problem solving, planning, abstract thinking,
judgment, academic learning, and learning from experience,
confirmed by both clinical assessment and individualized,
standarized intelligence testing. (B) Deficits in adaptive
functioning that result in failure to meet developmental and
sociocultural standards for personal independence and social
responsibility. Without ongoing support, the adaptive deficits
limit functioning in one or more activities of daily life, such as
communication, social participation, and independent living,
across multiple environments, such as home, school, work, and
community.(C) Onset of intellectual and adaptive deficits during
the developmental period.”
Berdasarkan
hambatan
pengertian
intelektual
tersebut
(gangguan
dapat
dimaknai
perkembangan
bahwa
intelektual)
merupakan gangguan yang terjadi selama periode perkembangan,
yang meliputi terganggunya fungsi intelektual dan fungsi adaptif pada
ranah konsep sosial dan praktik bina diri yang rendah. Berdasarkan
8
9
pendapat-pendapat para ahli seseorang dikatakan tunagrahita apabila
memenuhi tiga kriteria yaitu pertama, kurangnya fungsi intelektual
seperti: pemecahan masalah, perencanaan, berpikir abstrak, penilaian,
kemampuan akademik dan non akademik dan ini telah dibuktikan
melalui proses assessmen den tes inteligensi. Kriteria kedua adalah
kurangnya fungsi adaptif yang menyebabkan keterbatasan aktivitas
sehari-hari seperti komunikasi, partisipasi sosial dan mengurus diri
sendiri yang terjadi di beberapa lingkungan seperti, rumah, sekolah,
lingkungan kerja dan tempat bermainnya. Kriteria yang ketiga adalah
masalah fungsi intelektual dan fungsi adaptif terjadi selama masa
perkembangan.
Kemis & Rosnawati (2013:10) mengungkapkan bahwa anak
tunagrahita adalah individu dengan fungsi intelektualnya yang
lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku,
kekurangan
dalam
perilaku
adaptif
dan
terjadi
pada
masa
perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Menurut Direktorat PLB (2004) dalam Haenudin (2013:16) anak
tunagrahita adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterlambatan dalam perkembangan mental dibawah rata-rata
sehingga
mengalami
kesulitan
dalam
tugas-tugas
akademik,
komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan
pendidikan khusus.
Menurut Wiyani (2014:102) anak retardasi mental ringan (mild
mental retardation) adalah anak yang mampu didik (debil). Mereka
tidak dapat mengikuti program sekolah biasa, tetapi masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pendidikan.
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak dengan retardasi
mental ringan antara lain: membaca, menulis, mengeja, menghitung,
menyesuaikan diri, tidak bergantung dengan orang lain, dan dapat
memiliki keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di
kemudian hari.
10
Menurut penjelasan para ahli di atas maka dapat disimpulkan
bahwa anak tunagrahita adalah anak yang secara mengalami gangguan
pada fungsi intelektual sehingga berpengaruh pada perkembangan
mental, menurut tes inteligensi baku memiliki IQ 70 kebawah.
seseorang dikatakan tunagrahita apabila memenuhi tiga kriteria yaitu
pertama, kurangnya fungsi intelektual, kriteria kedua adalah
kurangnya fungsi adaptif yang menyebabkan keterbatasan aktivitas
sehari-hari. Kriteria yang ketiga adalah masalah fungsi intelektual dan
fungsi adaptif terjadi selama masa perkembangan, maka dari itu
memerlukan pendidikan khusus untuk menunjang kemampuankemampuan yang dapat dikembangkan. Kemampuan yang dapat
dikembangkan pada anak dengan tetardasi mental ringan antara lain:
membaca, menulis, mengeja, menghitung, menyesuaikan diri, tidak
bergantung dengan orang lain, dan dapat memiliki keterampilan yang
sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari
Berdasarkan penjelasan tersebut anak tunagrahita ringan (debil)
adalah anak yang secara nyata mengalami kekurangan dan hambatan
dalam inteligensi, perilaku adaptif
perkembangan,
yang terjadi pada masa
yakni dari usia 0-18 tahun sehimgga, mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik dan non akademik serta
aktivitas sehari-hari di lingkungan sekolah, rumah, tempat kerja atau
bermain. Hambatan lain juga berpengaruh terhadap komunikasi
maupun sosial, namun anak tunagrahita ringan masih memiliki
kemampuan yang dapat dikembangkan melalui kegiatan pendidikan.
b. Penyebab Anak Tunagrahita
Banyak sebab yang menyertai anak menjadi tunagrahita,
berbagai faktor dapat menjadi penyebab ketunagrahitaan pada anak.
Penyebab tunagrahita diungkapkan Kemis & Rosnawati ( 2013:15)
dapat dirinci sebagai berikut:
1) Genetik
Kerusakan/kelainnan Biokimiawi, Abnormalitas Kromosomal
11
2) Faktor yang terjadi sebelum lahir (pre-natal)
a) Infeksi Rubella (cacar)
b) Faktor Rhesus (Rh)
3) Kelahiran (natal) yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi
pada saat kelahiran
4) Setelah lahir (post-natal) akibat infeksi misalnya: meningitis
(peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu
kekurangan gizi seperti kekurangan protein
5) Faktor sosio-kultural atau sosial budaya lingkungan
6) Gangguan metabolism/nutrisi
Pendapat lain menurut Wiyani (2014:104) penyebab retardasi
mental secara umum dapat dibagi menjadi tiga penyebab:
1) Penyebab Pre – natal
Ada empat kelainan yang dapat terjadi pada masa pre – natal
yang dapat menyebabkan retardasi mental, antara lain:
a) Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom yang dapat menyebabkan retardasi
mental adalah trisomi 18 atau sindrom Edward, dan trisomi13 atau sindrom Patau, sindrom Klinefelter, dan sindrom
Turner. Selain itu, kelainan kromosom – X yang tergolong
cukup sering menyebabkan retardasi mental adalah FragileX syndrome, sindrom ini dibawa oleh ibu.
b) Kelainan Metabolik
Ada lima kelainan metabolik yang dapat menyebabkan
retardasi mental. Pertama, Phenylketonuria merupakan
kelainan metabolik yang mana tubuh tidak dapat mengubah
asam
amino
galaktosemia,
fenilalanin
merupakan
menjadi
gangguan
tirosin.
Kedua,
metabolik
yang
disebabkan tubuh tidak dapat menggunakan galaktosa yang
dimakan.
Ketiga,
penyakit
Tay-Sachs
atau
infantile
amaurotic idiocy, merupakan gangguan meyabolisme lemak.
12
Keempat,
hipotiroid
kongental,
merupakan
defisiensi
hormon tiroid bawaan. Kelima, defiensi yodium.
c) Infeksi
Merupakan peradangan yang diderita oleh seorang individu.
Ada dua infeksi yang menyebabkan retardasi mental, yaitu
infeksi rubela (campak Jerman) dan infeksi cytomegalovirus.
d) Intoksikasi
Fetal alchohol syndrome (FAS) merupakan suatu sindrom
yang diakibatkan intoksikasi (kemabukan atau keracunan)
alkohol pada janin karena ibu hamil minum minuman
mengandung alkohol.
2) Penyebab Perinatal
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa bayi lahir prematur
dan jika bayi semakin rendah berat lahirnya semakin banyak
pula kelainan yang dialaminya baik fisik atau mentalnya.
Asfiksa, hipoglikemia, perdarahan, intraventrikular, kernikterus
dan meningitis juga dapat menimbulkan kerusakan otak dan
menjadi penyebab tibulnya retardasi mental.
3) Penyebab Post – natal
Faktor-faktor post-natal seperti infeksi, trauma, malnutrisi,
intoksikasi, kejang, dapat menyebabkan kerusakan otak yang
pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.
Dari beberapa kajian yang telah dijelaskan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa penyebab anak mengalami tunagrahita disebabkan
oleh faktor yang terjadi saat masa kehamilan, faktor yang terjadi saat
proses kelahiran, serta faktor yang terjadi setelah proses kelahiran.
Adapun faktor yang terjadi pada masa kehamilan seperti, kelainan
genetik atau infeksi dari penyakit. Faktor yang terjadi saat proses
kelahiran meliputi bayi lahir prematur dan berat badan bayi rendah.
Faktor yang terjadi setelah proses kelahiran seperti infeksi, trauma,
malnitrisi serta gangguan metabolisme.
13
c. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengklasifikasian anak tunagrahita perlu dilakukan untuk
memudahkan guru dalam menyusun program layanan atau pendidikan
dan melaksanakannya secara tepat. Sistem klasifikasi memandang
variasi anak tunagrahita dari berbagai sudut pandang. Rata – rata
pengukuran inteligensi dengan tes Standford Binet dan Skala Weschler
(WISC). Klasifikasi yang dikemukakan oleh Shertzer dan Stone dalam
Wantah (2007:8-9) sebagai berikut:
1) Slow learner, dengan IQ 71-79
2) Tunagrahita mampu didik, dengan IQ 55-70
3) Tunagrahita mampu latih, dengan IQ 35-54
4) Tunagrahita mampu rawat, dengan IQ dibawah 34
Selain itu menurut Japan League for Mentally Retarded dalam
Wiyani (2014:101) anak dengan retardasi mental memiliki fungsi
intelektual di bawah IQ 70 berdasarkan tes inteligensi baku,
kekurangan dalam perilaku adaptif serta terjadi pada masa
perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun
dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Tingkat retardasi mental ringan, kategori pendidikan mampu
didik dengan IQ 69 – 55.
2) Tingkat retardasi mental sedang, kategori pendidikan mampu
latih dengan IQ 54 – 40.
3) Tingkat retardasi mental berat, kategori pendidikan mampu latih
dengan bantuan dengan IQ 39 – 25.
4) Tingkat retardasi mental parah, kategori pendidikan mampu
rawat dengan IQ 24 – 0.
Klasifikasi lain dikemukakan oleh Triman dalam Mumpuniarti
(2007:14) sebagai berikut:
1) Borderline, dengan IQ 71-85.
2) Tunagrahita ringan (mild mental retardation), dengan IQ 50-70.
14
3) Tunagrahita sedang (moderate mental retardation), dengan IQ
36-49.
4) Tunagrahita berat (severe mental retardation), dengan IQ 20-35.
5) Tunagrahita sangat berat (profound mental retardation), dengan
IQ 0-19.
Pendapat lain menurut American Psychiactric Association
(APA, 2013:33) “The various levels of severely are defined on the
basis of adaptive functioning, and not IQ scores, because it is
adaptive functioning that determines the level of supports required.
Moreover, IQ measures are less valid in the lower end of the IQ
range”.
Dari
pendapat
tersebut
dapat
diartikan
bahwa
pengklasifikasian dari anak dengan hambatan intelektual berdasarkan
fungsi adaptif bukan berdasarkan IQ, karena fungsi adaptif
menentukan dukungan yang diperlukan oleh anak. Selain itu,
terkadang kisaran IQ kurang valid.
Penjelasan para ahli mengenai tunagrahita dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak tunagrahita adalah anak yang memiliki
beberapa klasifikasi yakni tunagrahita dengan tingkat perbatasan atau
lamban belajar, tunagrahita dengan tingkat ringan atau mampu didik
yang memiliki IQ antara 50-75, tunagrahita dengan tingkat sedang
atau mampu latih yang memiliki IQ antara 30-55 , tunagrahita dengan
tingkat berat atau mampu latih dengan bantuan memiliki IQ antara
20-40 dan tunagrahita dengan tingkat parah atau mampu rawat
memiliki IQ di bawah 20. Anak tunagrahita memiliki kekurangan
dalam perilaku adaptif serta terjadi pada masa perkembangan, yaitu
antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki IQ
dengan rentang 50-75 yang berpengaruh terhadap kemampuan atau
perilaku adaptif yang terjadi pada masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
15
d. Karakteristik Anak Tunagrahita
Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku dan fungsi individu
anak tunagrahita, misalnya usia kronologis, berat ringannya kelainan,
faktor penyebab, dan kesempatan pendidikan. Karakteristik anak
tunagrahita secara umum menurut Haenudin (2013:24) adalah sebagai
berikut:
1) Karakteristik belajar
Hal yang paling umum untuk menentukan karakteristik seseorang
yang mengalami ketunagrahitaan adalalah adanya kelainan fungsi
kognitif, berikut beberapa karakteristik belajar anak tunagrahita:
a) Perhatian.
Anak tunagrahita cenderung mengalami kesulitan dalam
memfokuskan perhatian, mempertahankannya, dan memilih
berbagai rangsangan yang sesuai serta kurang perhatian
terhadap tugas.
b) Daya ingat
Daya ingat anak tunagrahita dapat dikatakan bahwa semakin
berat
ketunagrahitannya
maka
akan
semakin
kurang
kemampuan daya ingatnya.
c) Kinerja akademik
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam kinerja
akademis yang terlihat pada berbagai bidang pengajaran.
d) Perkembangan bahasa
Anak
tunagrahita
mengalami
keterlambatan
dalam
perkembangan bahasanya, mereka juga mengalami kesulitan
untuk mempelajari kata-kata yang bersifat abstrak.
2) Karateristik sosial dan perilaku
Anak tunagrahita biasanya memiliki kemampuan interpersonal
yang buruk, dan kurang memiliki kemampuan penyesuaian
sosial, akibatnya mereka sering dihadapkan pada penolakan
lingkungan. Keterbatasan kemampuan sosial yang dimilki
16
menimbulkan kesulitan yang signifikan dalam memperoleh
kesempatan untuk berpartisipasi dalam lingkungan.
Selain itu menurut Kemis & Rosnawati (2013:17-18) beberapa
karakteristik mengenai tunagrahita ringan yakni lamban dalam
mempelajari hal-hal baru serta kesulitan dalam menggeneralisasi dan
mempelajari hal-hal baru.
Menurut Amin (1995:37) anak tunagrahita ringan banyak yang
lancar berbicara tetapi kurang dalam perbendaharaan kata-kata.
Mereka mengalami kesukaran dalam berfikir mengenai hal-hal yang
abstrak, namun masih bisa mengikuti pelajaran akademik baik di
sekolah umum maupun sekolah khusus.
Mumpuniarti (2000:41) menyatakan bahwa karakteristik anak
tunagrahita ringan dapat ditinjau secara fisik, psikis, dan sosial yang
diuraikan sebagai berikut:
1) Karakteristik fisik nampak seperti anak normal, hanya sedikit
mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.
2) Karakteristik psikis sukar berpikir abstrak dan logis, kurang
dalam kemampuan analisa, assosiasi lemah kepribadian kurang
harmonis karena tidak mampu menilai hal yang baik dan buruk.
3) Karakteristik sosial mereka mampu bergaul, menyesuaikan diri di
lingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun ada
yang mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan
yang sederhana dan melakukannya secara penuh.
Penjelasan menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa anak
dapat dikatakan tunagrahita memiliki kelambatan pada kemampuan
belajarnya meliputi: perhatian, daya ingat, kinerja akademik, dan
kelambatan perkembangan bahasa. Selain itu, anak tunagrahita juga
mengalami masalah dalam sosial dan perilaku yang mana anak
tunagrahita ringan memiliki keterbatasan dalam hal tersebut untuk
turut serta aktif dalam lingkungan sosial dan masyarakat. Semakin
17
parah tingkat ketunagrahitaan anak maka semakin berat pula tingkat
kesukaran yang dialami anak.
Dari penjelasan-penjelasan para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan memiliki kesukaran
terhadap hal-hal yang abstrak, perhatian, daya ingat, kinerja akademik,
kurang dalam perbendaharaan kata-kata karena
terkait
pada
kemampuan inteligensi yang rendah namun, masih bisa mengikuti
pelajaran
kademik
sekolah
umum
maupun
sekolah
khusus.
Karakteristik fisik nampak seperti anak normal, kemampuan sosial
anak tunagrahita ringan baik karena mampu bergaul tidak hanya
terbatas lingkup keluarga serta dapat mandiri.
e. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Ringan
Masa perkembangan perkembangan anak normal dengan anak
tunagrahita ringan berbeda. Usia perkembangan mental anak
tunagrahita ringan dewasa sama dengan usia anak normal 12 tahun.
Jika anak normal perkembangan kognitifnya melalui belajar
menggunakan kaidah atau strategi memecahkan masalah, namun pada
anak tunagrahita perkembangan sebagai hasil belajar yang bersifat
trial and eror demikian karena kemampuan berpikir anak tunagrahita
rendah yang berakibat sulit memahami keadaan lingkungan sehingga
kurang mampu mereaksi lingkungan. Mumpuniarti, (2000:64).
Sejalan dengan pendapat di atas menurut Kemis & Rosnawati
(2013:22) bahwa anak tunagrahita dalam mempelajari sesuatu kerap
kali melakukannya dengan coba-coba (trial and error). Mereka tidak
dapat menemukan kaidah dalam belajar, tidak dapat melihat objek
yang dipelajari secara gestalt. Akibat dari kondisi ini mereka
mengalami kesulitan dalam memahami hubungan sebab akibat.
Alimin dalam Kemis & Rosnawati (2013:27-30) anak
tunagrahita mengalami apa yang disebut dengan cognitive deficite
yang tercermin dalam salah satu atau lebih proses kognitif seperti:
18
persepsi, daya ingat, mengembangkan ide, evaluasi dan penalaran.
Dalam DSM-V (2013:34) menjelaskan bahwa:
“Deficits in intellectual functions, such as reasoning, problem
solving, planning, abstract thingking, judgment, academic
learning, and learning from experience, confirmed by both
clinical assesment and individualized, standardized intelligence
testing.
Conceptual domain for school-age children and adults, there
are difficulties in learning academic skills involving reading,
writing, arithmatic, time or money, with support needed in one
or more areas to meet age-related expectation”.
Definisi kemampuan kognitif anak tunagrahita menurut DSM-V
(2013:34) dapat dimaknai bahwa anak tunagrahita mengalami defisit
fungsi
intelektetual
seperti
penalaran,
pemecahan
masalah,
perencanaan, berpikir abstrak, penilaian, kemampuan akademik, dan
pengalaman belajar, didapat dari asessmen klinik dan individual, serta
standar pengujian kecerdasan. Pada bidang konseptual tunagrahita
ringan usia sekolah dan dewasa mereka mengalami kesulitan dalam
pembelajaran akademik termasuk kemampuan membaca, menulis,
aritmatika, waktu dan uang.
Menurut penjelasan-penjelasan dari beberapa ahli maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa masa perkembangan anak normal dengan
anak tunagrahita berbeda. Anak tunagrahita ringan sulit untuk
memahami kaidah dalam belajar sehingga mengalami kesulitan dalam
memahami hubungan sebab-akibat. Anak tunagrahita
hambatan dalam kognitif
mengalami
berlaku untuk tunagrahita usia sekolah
maupun dewasa yang mana mempengaruhi persespsi, daya ingat,
mengembangkan ide, evaluasi, dan penalaran.
f. Perkembangan Sosial Anak Tunagrahita Ringan
Menurut Chaplin dalam Wati (2012:4) anak tunagrahita tidak
mengetahui bagaimana yang benar bergaul dengan teman sebayanya,
seperti melakukan aktivitas bergurau dengan teman-temannya,
berbicara dengan guru dengan bahasa yang kurang atau tidak sopan,
19
suka menggertak baik ucapan maupun perbuatan, bersikap menyerang
dan merusak. Penyesuaian diri merupakan variasi dalam kegiatan
organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan
kebutuhan, namun tidak sepenuhnya berlaku pada anak tunagrahita.
Menurut Grossman dalam jurnal Mayasari & Wijiastuti (2013)
tunagrahita itu mengacu pada fungsi intelektual yang nyata berada
dibawah rata-rat bersamaan dengan kekurangan dalam adaptasi dan
tingkah laku serta dampak lain yang menyertainya.
Pendapat mengenai kemampuan sosial anak tunagrahita ringan
menurut American Psychiactric Association (APA, 2013:34)
“Compared with typically developing agemates the individual is
immature in social interactions. For example there may be
difficulty in accurately perceiving peer’s social cues.
Communication, conversation, and language are more concrete
or immature than expected for age. These may be difficulties are
regulating emotion and behavior in age-appropriate fashion;
these difficulties are noticed by peer’s in social situations. There
is limited understanding of risk in social situations, social
judgment is immature for age, and the person is at risk of being
manipulated by other (gullibility).”
Berdasarkan pengertian di atas dapat dimaknai bahwa
dibandingkan dengan anak seusianya anak tunagrahita ringan belum
mengalami kematangan dalam interaksi sosialnya. Contohnya, mereka
mungkin tidak memahami isyarat sosial. Komunikasi, percakapan dan
bahasa butuh konsentrasi lebih atau belum matang dibandingkan
dengan anak seusianya. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam
mengontrol emosi dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan usianya.
Mereka kekurangan dalam memahami situasi sosial, penilaian sosial
di usianya, dan anak ini memiliki resiko dimanipulasi oleh orang lain
(mudah tertipu).
Dari penjabaran para ahli tersebut anak tunagrahita mengalami
masalah pada bidang interaksi sosialnya, hal tersebut merupakan
dampak dari kemampuan kognitif anak tunagrahita ringan yang secara
20
nyata di bawah rata-rata. Mereka kurang atau belum memiliki
kesadaran terhadap lingkungan sosialnya. Sering kali anak tunagrahita
tidak mampu mengontrol emosi dan tingkah laku jika dibandingkan
dengan anak seusianya belum mengalami kematangan.
Perkembangan sosial dan interaksi anak tunagrahita ringan
belum mengalami kematangan jika dibandingkan dengan anak
seusianya. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami masalah
yang terjadi dalam kehidupan sosialnya atau bahkan tidak mengalami
kesadaraan dalam lingkungan sosial. Jika dibandingkan dengan anak
normal seusianya anak tunagrahita ringan memiliki perbedaan
perkembangan sosial di bawah usia anak normal. Dalam memahami
situasi sosial, komunikasi, percakapan dan bahasa anak tunagrahita
ringan juga mengalami kesulitan. Hal tersebut terjadi karena dampak
kemampuan anak tunagrahita yang memang secara nyata dibawah
rata-rata.
2. Kajian tentang Prestasi Belajar IPS Anak Tunagrahita Ringan
a. Prestasi Belajar
Belajar merupakan perubahan fungsional berdasarkan praktik
atau
pengalaman
lapangan
dengan
proses
perkayaan
materi
pengetahuan (material) dan atau perkayaan pola-pola (respon) yang
akhirnya tertuang pada perilaku baru (behavior). Dalam hal belajar
tentu tidak lepas dari materi apa yang diberikan. Keberhasilan suatu
materi atau metode yang di berikan guru sebelumnya dapat di
buktikan salah satunya dengan prestasi belajar. Berikut adalah ulasan
prestasi belajar dari beberapa ahli.
Menurut Hamdani (2011:138) prestasi belajar adalah hasil
pengukuran dari penilaian usaha belajar yang dinyatakan dalam
berbagai bentuk seperti simbol, huruf ataupun kalimat yang
menceritakan dari hasil yang dicapai oleh setiap anak pada waktu
tertentu. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
21
yakni faktor internal dan faktor eksternal yang dijelaskan sebagai
berikut:
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari siswa, yang
antara lain sebagai berikut:
a) Kecerdasan (inteligensi), adalah kemampuan belajar disertai
dengan kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
yang dihadapinya. Jadi inteligensi sebenarnya bukan hanya
persoalan kualitas otak namun juga kualitas organ tubuh
lainnya.
b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologis, kondisi jasmaniah
atau fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap
kemampan hasil belajar anak.
c) Sikap, dalam diri siswa harus ada sikap positif (menerima)
kepada sesama atau kepada gurunya. Sikap positif akan
menggerakkan untuk belajar sebaliknya negatif, maka tidak
akan mempunyai kemauan untuk belajar.
d) Minat, memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil
belajarnya, apabila seseorang memiliki minat yang tinggi
terhadap sesuatu, akan terus berusaha untuk melakukan
hingga tercapai apa yang dikehendakinya.
e) Bakat,
memiliki
pengaruh
terhadap
tinggi-rendahnya
prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses
belajar bakat memiliki peranan penting terutama belajar
keterampilan.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu lingkungan sosial
dan lingkungan nonsosial. Selanjutnya dijabarkan sebagai
berikut:
a) Keadaan keluarga, merupakan lingkungan terkecil dalam
masyarakat dan lembaga pendidikan pertama dan utama.
22
Tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak adalah
sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan
hidup keagamaan. Jika keluarga memberikan lingkungan
belajar yang nyaman maka, anak belajar dengan baik. Jadi,
orangtua ada baiknya menyadari bahwa pendidikan dimulai
dari keluarga.
b) Keadaan sekolah, lingkungan sekolah yang baik dapat
mendorong siswa untuk belajar lebih giat. Keadaan sekolah
ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan
siswa, alat-alat pelajaran, dan kurikulum.
c) Lingkungan masyarakat, lingkungan alam sekitar sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak sebab
dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul
dengan lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu,
apabila seorang siswa bertempat tinggal di suatu lingkungan
yang mendorong untuk rajin belajar, kemungkinan besar hal
tersebut akan membawa pengaruh pada dirinya.
Prestasi belajar menurut Makmun (2004:159) prestasi belajar
dalam bidang tertentu yang mana dapat ditransferkan ke bidangbidang lain. Adapun pengaruh prestasi belajar dipengaruhi oleh empat
faktor yaitu:
1) Adanya motivasi, siswa harus menghendaki sesuatu (the learner
must want something).
2) Adanya perhatian dan mengetahui sasaran (clue), siswa harus
memperhatikan sesuatu (the learner must notice something).
3) Adanya usaha (response), siswa harus melakukan sesuatu (the
learner must do something).
4) Adanya
pemantapan
hasil
(reinforcement)
siswa
harus
memperoleh sesuatu (the learner must get something).
Penelitian dari Armani tahun 2014 yang berjudul “Metode
Edutainment untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara di Sekolah
23
Dasar”. Penelitian ini menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan
metode deskriptif bentuk penilaiannya berupa penelitian tindakakn
kelas. Faktor yang mempengaruhi dalam meningkatkan kemampuan
siswa yakni mengenai kemampuan guru merencanakan pembelajaran,
kemampuan guru melaksanakan pembelajaran, dan kemampuan
berbicara siswa.
Penjabaran dari masing-masing ahli dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil dari penilaian dan pengukuran proses
belajar dapat dinyatakan dalam bentuk angka, kalimat atau huruf yang
mana dapat di transferkan ke dalam bidang-bidang lain. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor dalam diri
yang dimiliki oleh seorang anak tersebut serta faktor dari lingkungan
baik keluarga, sekolah ataupun masyarakat dimana anak itu berada.
Faktor-faktor
tersebut
secara
langsung
dan
tidak
langsung
mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi seorang anak. Selain faktir
tersebut,
kemampuan
guru
merencanakan
pembelajaran
dan
kemampuan guru melaksanakan pembelajaran juga turut andil dalam
peningkatan prestasi belajar siswa.
b. Pembelajaran IPS untuk Anak Tunagrahita Ringan
Ilmu pengetahuan sosial, sering disebut dengan IPS adalah ilmu
yang mengkaji mengenai masalah disiplin ilmu sosial serta kegiatan
dasar manusia yang dikemas secara ilmiah untuk memberi wawasan
dan pemahaman mendalam kepada peserta didik. Luasnya kajian IPS
mencakup berbagai kehidupan yang berbagai aspek majemuk baik
hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah maupun politik,
semua dipelajari dalam ilmu sosial.
Pembelajaran IPS memiliki tujuan mengembangkan potensi
peserta didik agar memahami masalah yang ada di lingkungannya dan
mengerti mengenai masalah yang ada di lingkungannya. (Susanto,
2013:145). Anak tunagrahita belajar IPS agar mengerti dan
memahami dengan lingkungan sekitar. IPS merupakan ilmu sosial
24
yang diterapkan langsung ke dalam kehidupan nyata yang mana
manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas orang atau lingkungan
sekitar.
Prinsip dari bidang ilmu pengetahuan sosial bagi tunagrahita
ringan dimaksudkan agar anak mampu berperan serta dalam
lingkungan masyarakat dan mampu menghayati konsep bersamasama, bergiliran, bekerjasama, memahami tanggung jawab dalam
batas yang diakui, mengerti kewajiban, penghargaan akan hak milik,
serta kebiasaan dalam untuk dapat menghormati orang lain.
(Mumpuniarti, 2007:157)
Materi pembelajaran IPS untuk anak tunagrahita ringan harus
memuat kajian manusia, tempat dan lingkungan, sistem sosial dan
budaya. Peserta didik diarahkan, dibimbing, dan dibantu untuk
menjadi warga yang baik (BNSP,2006:91).
Menurut BNSP untuk SDLB C (2006:91):
“pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat
SDLB menjadi suatu mata pelajaran yang dapat mengantarkan
peserta didik untuk dapat menjawab masalah-masalah
mendasar tentang individu, masyarakat, pranata sosial,
problem sosial, perubahan sosial, dan kehidupan berbangsari
waktu ke waktu".
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pelajaran IPS untuk anak tunagrahita ringan lebih menekankan pada
pengalaman, materi pelajaran dikaitkan dengan kehidupan sosial atau
kehidupan sehari-hari untuk membantu peserta didik menghadapi
lingkungan sosial yang nyata.
c. Ruang Lingkup IPS
Menurut
Saidiharjo
dalam
(Hidayati,
2002:17)
Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) yang diperuntukkan pendidikan dasar dan
menengah
merupakan
penyederhanaan,
adaptasi,
seleksi,
dan
memodifikasi dari disiplin bidang akademis serta ilmu sosial murni.
Selanjutnya, disusun dan disesuaikan secara ilmiah untuk pendidikan
25
dasar dan menengah dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila.
Menurut Hidayati (2002:14-16) pembelajaran IPS pada saat
sekarang memiliki beberapa ciri khusus antara lain:
1) Pada masyarakat demokratis pengajaran IPS memiliki tujuan
untuk menjadikan warga negara yang baik.
2) Pembelajaran IPS bukan hanya sekedar ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan
untuk
pendidikan
di
sekolah,
karena
pembelajaran IPS selain mencaku pengetahuan (knowledge) dan
metode analisis ilmiah dari ilmu-imu sosial juga mencakup
komponen-komponen
lain
seperti:
pendidikan,
etika,
pertimbangan filsafat, agama, sosial, serta bahan pengetahuan
dari sumber-sumber disiplin lainnya.
3) Pendidikan “nilai” merupakan komponen yang utama dari
pembelajaran IPS.
4) Komponen keterampilan dasar (basic skill) yang didalamnya
mencakup keterampilan berfikir (intelektual), keterampilan
inquiry dalam ilmu-ilmu sosial, keterampilan studi (akademis),
dan keterampilan sosial juga diajarkan dalam pembelajaran IPS.
Agar siswa dapat mencapai tujuan sebagai warga negara yang
baik.
5) Strategi pembelajaran IPS menekankan model-model pengajaran
yang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar seperti belajar
aktif, strategi pembelajaran konsep, model klarifikasi nilai, dan
sebagainya.
Penjelasan dari beberapa ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa
pembelajaran
IPS
bagi
pendidikan
dasar
merupakan
penyederhanaan dari ilmu sosial yang menyangkut dari beberapa
bidang pendidikan, etika, pertimbangan filsafat, agama, sosial, serta
bahan pengetahuan lainnya. Pembelajaran IPS yang diberikan
bahwasanya mengandung komponen nilai dan keterampilan dasar
26
yang menyangkut masalah akademis, keduanya menekankan model
pembelajaran siswa berperan aktif. Pembelajaran IPS tersebut
memiliki tujuan utama yakni agar siswa dapat mencapai tujuan
sebagai warga negara yang baik dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional berdasarkan Pancasila.
d. Materi Kegiatan Ekonomi Kelas IV di SLB C
Menurut Samlawi & Maftuh (1999:14) tugas utama ilmu
ekonomi adalah menjelaskan persamaan-persamaan esensial dan
hakikat perbedaan-perbedaan dalam kehidupan ekonomi. Penjelasan
tersebut diberikan kepada masyarakat yang beda itu, sehingga
seseorang dapat memahami dengan baik tentang kondisi dimana
mereka berada dan memahami mengenai apapun mengenai masalah
yang terjadi disekitarnya.
Pembelajaran IPS untuk anak tunagrahita ringan di kelas IV
adalah seperti yang telah ada dalam BNSP (2006:91) dan yang
disesuaikan dengan kurikulum KTSP untuk SLB adalah salah satunya
materi yang tercantum dalam Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD).
Standar Kompetensi: 3. Memahami istilah-istilah dalam bidang
ekonomi.
Kompetensi Dasar: 3.1 Mengenal tempat-tempat kegiatan
ekonomi.
Dalam penelitian ini penulis memilih materi kegiatan ekonomi,
dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pengetian kegiatan ekonomi berupa jual beli secara mendasar
2) Macam-macam tempat jual beli tradisional dan modern
3) Macam-macam tempat jual beli di lingkungan rumah dan
sekolah
4) Contoh barang yang dijual belikan di tempat kegiatan ekonomi
27
3. Kajian Tentang Metode Edutainment Pada Anak Tunagrahita
Ringan
a. Metode Edutainment
Ada berbagai upaya untuk menciptakan suasana dan proses
pembelajaran yang menyenangkan dalam dunia pendidikan. Proses
pembelajaran dapat dilakukan semenarik mungkin namun tidak
menghilangkan kaidah belajar yang sesungguhnya. Penggunaan
metode pembelajaran yang menarik dimaksudkan untuk menarik
minat peserta didik agar dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
baik, salah satunya dapat menggunakan metode edutainment.
Edutainment terdiri atas dua kata yakni, education yang berarti
pendidikan dan entertainment yang berarti hiburan. Dari segi bahasa
dapat dimaknai bahwa edutainment merupakan pendidikan yang
menyenangkan. Definisi edutainment merupakan suatu proses
pembelajaran yang didesain dengan memadukan antara muatan
pendidikan dan hiburan. Metode edutainment, dapat dilakukan dengan
menyelipkan humor dan permainan (games) atau dapat juga dengan
menggunakan metode bermain peran (roleplay), demonstrasi, dan
multimedia, Suyadi (2010:35).
Pemaparan
mengenai
metode
edutainment
menurut
Fadillah,dkk.(2013:2-6). Konsep metode edutainment berupaya untuk
menciptakan
suatu
pembelajaran
yang
aman,
nyaman,
dan
menyenangkan bagi peserta didik. Tujuan dari edutainment agar
peserta didik dapat mengikuti dan mengalami proses pembelajaran
dalam
suasana
gembira,
menyenangkan,
menghibur,
dan
mencerdaskan. Dalam konteks ini dapat dimaknai bahwa belajar
berbasis
edutainment
harus
dilakukan
dengan
cara
yang
menyenangkan, aman, nyaman, membangkitkan peserta didik.
Menurut Hamid (2011:8) proses belajar mengajar harus mampu
menciptakan interaksi yang baik antara guru dan para siswanya.
Dengan begitu, mereka akan merasa dihargai dan dilibatkan, sehigga
28
timbul perasaan senang saat pelajaran berlangsung. Hal ini yang
mendasari adanya metode edutainment. Edutainment adalah suatu cara
untuk membuat proses pendidikan dan pengajaran sehingga
berlangsung menyenangkan, sehingga para siswa dapat dengan mudah
menangkap esensi dari pembelajaran.
Wahyuni dan Joko Siswanto tahun 2010 dalam jurnalnya yang
berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Fisika Melalui Model
Pembelajaran Edutainment dengan Metode Kuis Galileo di SMP
Negeri 2 Kaliwungu”. Penelitian ini menjelaskan proses pembelajaran
fisika dengan metode kuis, pembelajaran edutainment melalui kuis
galileo yang menekankan pentingnya berinteraksi, meyakinkan yang
lain, dan meyakinkan persepsi, namun siswa masih belum memahami
seutuhnya. Setelah kedua siklus berjalan, kerjasama antar siswa dalam
kelompok meningkat yang berpengaruh terhadap peningkatan hasil
belajar siswa. Kesimpulan keseluruhannya adalah dari penelitian
tindakan
kelas
ini
pembelajaran
IPA
fisika
dengan
model
pembelajaran edutainment dengan kuis galileo dapat meningkatkan
aktifitas belajar kelompok, mengerjakan tugas, berfikir bersama.
Penelitian dari Lina Mufidah (2013) dengan judul “Pengaruh
Metode Edutainment Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Teknik-Teknik Dasar Memasak di SMK Negeri 2 Godean”
menyimpulkan bahwa penggunaan metode edutainment dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Perbedaan hasil belajar sebelum dan
sesudah pembelajaran dengan hasil nilai rata-rata pretest 14,
sedangkan nilai rata-rata posttest 24,3 sedangkan nilai t hitung pretest
sebesar 9.771 sedangkan t hitung posttest sebesar 4.838 dan lebih
besar dari t tabel pada taraf signifikansi 5% (2,402) dengan demikian
simpulannya terdapat perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan
sesudah pembelajaran yang menggunakan metode edutainment.
Dapat disimpulkan bahwa edutainment merupakan metode
pembelajaran yang menggabungkan antara pendidikan dan hiburan
29
semenarik mungkin sehingga tercipta yang suasana gembira,
menyenangkan, menghibur, dan mencerdaskan. Jika semua dapat
terlaksana maka proses penerimaan materi yang diberikan oleh guru
dapat berlangsung dengan mudah terserap. Penggunaan metode
edutainment dapat dilakukan dengan menyelipkan humor dan
permainan (games) atau dapat juga dengan menggunakan metode
bermain peran (roleplay), demonstrasi, dan multimedia.
Edutainment
dalam penelitian ini difokuskan menggunakan
multimedia berupa foto gambar, video, menjodohkan gambar dan
microsoft powerpoint yang terdapat slide memuat gambar, dan
aktivitas pembelajaran yang menyenangkan yang disesuaikan dengan
materi IPS.
b. Metode Edutainment untuk Anak Tunagrahita Ringan
Edutainment adalah metode yang didesain sedemikian rupa
sehingga muatan pendidikan dan bermain terkombinasi dengan
harmonis. Perpaduan antara belajar dan bermain ini mengacu pada
sifat alamiah anak yang dunianya adalah dunia bermain. Karakteristik
anak tunagrahita ringan yang memiliki usia mental maksimal sama
dengan anak normal usia 12 tahun, usia tersebut masih tergolong
anak-anak, maka diperlukan pembelajaran yang menyenangkan
seperti metode edutainment, sehingga anak tidak mudah bosan.
Dikarenakan anak tunagrahita ringan lebih banyak belajar melalui
visualnya. Pembelajaran anak tunagrahita harus dibantu dengan
menggunakan media minimal gambar atau media visual, sehingga
kognisi anak dapat terlatih. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
metode edutainment (Rustin & Yuliyati, 2014:5).
Adapun pendapat lain menurut Dandashi, et al. (2014:7-8)
menyatakan bahwa:
“children with intellectual disability (ID) often have several
characteristics, which hold back their development. They have
less than average IQ, difficulties with speech, poor
memorization, attention, perception, and thingking skills. They
30
often have difficulties with social adjustment, which causes them
to be aloof and agresive and have low esteem and emotional
imbalance. In this problem use an edutainment with a
multimedia-based learning model to help children with
intellectual disability overcome their cognitive challenges.
Edutainment with a multimedia-based learning have the
potential to help the children with disability to learn,
communicate, play, and be more independent in their lives. The
collected result demonstrate positive impact for the children’s
cognitive capabilities in terms of scores, understanding
guidilines, coordination, concentration, communication, and
memorization skills”.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa anak yang
memiliki gangguan intelektual memiliki beberapa karakteristik yang
menghambat perkembangan mereka. Mereka memiliki IQ dibawah
rata-rata, kesulitan dengan komunikasi, lemah dalam menghafal,
persepsi dan keterampilan berpikir. Mereka sering memiliki kesulitan
dalam
penyesuaian
sosial
yang
menyebabkan
mereka
suka
menyendiri, memiliki harga diri yang rendah dan ketidakseimbangan
emosional. Dalam masalah ini menggunakan edutainment dengan
model pembelajaran berbasis multimedia untuk membantu anak-anak
dengan hambatan intelektual mengatasi masalah kognitif mereka.
Edutainment dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
multimedia dapat membantu anak-anak dengan hambatan intelektual
untuk belajar, berkomunikasi, bermain, dan lebih mandiri dalam
kehidupan mereka. Hasil yang dikumpulkan menunjukkan dampak
positif bagi kemampuan kognitif anak-anak dalam hal nilai, pedoman
pemahaman, koordinasi, konsentrasi, komunikasi dan kemampuan
menghafal.
Dari pendapat yang sudah dijelaskan di atas dapat disimpulkan
bahwa
metode
edutainment
merupakan
pembelajaran
yang
memadukan antara pemberian materi ajar dan bermain. Karakteristik
anak tunagrahita ringan yang mana usia mental maksimal sama
dengan anak normal usia 12 tahun, usia tersebut masih tergolong
31
anak-anak, maka diperlukan pembelajaran yang menyenangkan agar
anak tidak mudah bosan. Metode edutainment yang diberikan kepada
anak tunagrahita bertujuan untuk membantu mereka dengan hambatan
intelektual dan sosial untuk belajar, berkomunikasi dengan baik,
bermain dan kemandirian dalam kehidupan sosial. Edutainment yang
menggabungkan unsur belajar dan bermain dapat membantu agar anak
tunagrahita merasa tertarik dan tidak merasa bosan dalam belajar. Dari
hal tersebut dapat meningkatkan hasil belajar anak meski tidak terlalu
signifikan.
c. Langkah-langkah
Penggunaan
Metode
Edutainment
pada
Pembelajaran IPS
Pemilihan metode pembelajaran harus sesuai dengan tingkat
kemampuan peserta didik. Ketepatan (efektivitas) penggunaan metode
pembelajaran bergantung pada kesesuaian metode pembelajaran
dengan
beberpa
faktor,
yaitu
tujuan
pembelajaran,
materi
pembelajaran, kemampuan guru, kondisi siswa, sumber atau fasilitas,
situasi kondisi dan waktu.
Penelitian ini menggunakan metode edutainment yang dikemas
dalam bentuk multimedia. Multimedia dibedakan menjadi beberapa
jenis, dalam hal ini peneliti menggunakan multimedia berupa
multimedia audio, media visual, vidio, gambar, dan animasi sebagai
software utama. Pemanfaatan Microsoft Powerpoint dipilih oleh
peneliti karena dianggap praktis, dinamis, dan sangat menarik.
Langkah-langkah penggunaan metode edutainment dalam
pembelajaran IPS anak tunagrahita secara singkat sebagai berikut:
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang
akan dicapai.
2) Guru menyiapkan materi yang akan disampaikan berupa
kegiatan ekonomi yang ditayangkan di layar.
3) Guru menunjuk atau memanggil siswa secara acak untuk
memilih gambar tempat-tempat kegiatan ekonomi.
32
4) Guru mengajukan pertanyaan dan mendorong siswa untuk
menyampaikan pendapat mengenai gambar yang telah dipilih.
5) Dari pendapat yang dipaparkan oleh siswa maka guru akan
mengembangkan materi dan menanamkan konsep yang akan
dicapai.
6) Kesimpulan kegiatan pembelajaran.
B. Kerangka Berpikir
Anak tunagrahita pada umumnya mengalami kesulitan dalam berpikir
abstrak karena taraf inteligensi yang berada dibawah rata-rata. Pengaruh
rendahnya taraf inteligensi tidak hanya menghambat kemampuan berpikir abstrak
namun juga daya ingat yang rendah. Proses penerimaan materi belajar yang
diberikan oleh guru tidak dapat terserap dengan baik.
Proses pembelajaran jika hanya menggunkan ceramah kurang dapat
meringankan masalah yang dihadapi peserta didik tunagrahita terkait dengan
penerimaan materi. Pembelajaran IPS yang pada umumnya berisi hafalan dan
teori yang menghasilkan prestasi belajar siswa kurang memuaskan.
Maka dari itu diperlukan metode alternatif untuk upaya peningkatan
prestasi belajar IPS materi kegiatan ekonomi fokus materi pengenalan tempattempat ekonomi dengan menggunakan metode edutainment yang dikemas
semenarik mungkin diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar IPS materi
kegiatan ekonomi fokus materi pengenalan tempat-tempat kegiatan ekonomi.
33
Proses pembelajaran IPS materi kegiatan ekonomi siswa tunagrahita
ringan kelas IV di SLB Wiyata Dharma I Sleman
Pembelajaran belum menerapkan metode edutainment
Prestasi belajar IPS siswa tunagrahita ringan kelas IV di SLB
Wiyata Dharma 1 Sleman masih rendah
Penerapan metode edutainment
Prestasi belajar IPS materi kegiatan ekonomi siswa tunagrahita
ringan kelas IV di SLB Wiyata Dharma I Sleman meningkat
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Sebuah penelitian haruslah terdapat suatu hipotesis. Sugiyono (2013:96)
menjelaskan bahwa “ hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pernyataan”.
Purwanto dan Sulistyastuti (2007:137) menjelaskan bahwa “ hipotesis
adalah pernyataan atau tuduhan sementara masalah penelitian yang kebenarannya
masih lemah (belum tentu benar) sehingga harus diuji secara empiris. Hipotesis
itu sendiri harus konsisten dengan teori yang penulis paparkan di atas, maka
dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
Metode Edutainment efektif meningkatkan prestasi belajar IPS materi
kegiatan ekonomi pada siswa tunagrahita ringan kelas IV SLB Wiyata Dharma I
Sleman tahun ajaran 2015/2016.
Download