status keberlanjutan ikan lompa (thryssa baelama

advertisement
STATUS KEBERLANJUTAN IKAN LOMPA (THRYSSA BAELAMA) PADA
KAWASAN SASI NEGERI HARUKU KABUPATEN MALUKU TENGAH
SUSTAINABILITY STATUS FISH LOMPA (THRYSSA BAELAMA)
IN THE AREA OF STATE SASI HARUKU CENTRAL MALUKU
Fadhli Latuconsina1, Syamsu Alam Ali2 dan Sudirman2
1
2
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Perikanan Universitas Hasanuddin
Staf Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Alamat Koresponden :
Fadhli Latuconsina, S.Pi
Ory - Kabupaten Maluku Tengah
HP. 081243380844
Email : [email protected]
1
ABSTRAK
Pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama) pada kawasan sasi Negeri Haruku dilakukan dengan pendekatan berbasis
ekosistem agar tetap berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan sumberdaya ikan
lompa berdasarkan dimensi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan
kelembagaan dan berdasarkan keseluruhan dimensi (multidimensi) serta menentukan kebijakan strategi pengelolaan
ikan lompa yang tepat secara berkelanjutan. Penelitian dilakukan di Negeri Haruku, Kabupaten Maluku Tengah,
selama bulan Januari – Maret 2014. Penelitian ini menggunakan teknik RAPFISH dan Analytical Hierarchy Process
(AHP) yang didukung oleh analisis Multi Dimensional Scalling (MDS) yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk
indeks dan status keberlanjutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi sumberdaya ikan statusnya
cukup berkelanjutan (68,72%), dimensi habitat dan ekosistem cukup berkelanjutan (69,44%), dimensi teknik
penangkapan ikan sangat berkelanjutan (99,99%), dimensi sosial ekonomi sangat berkelanjutan (85,64%) dan
dimensi kelembagaan cukup berkelanjutan (70,41%). Indeks Keberlanjutan Multidimensi pengelolaan ikan lompa
termasuk dalam kategori status keberlanjutan sangat baik (77,66). Kebijakan strategi yang harus dilakukan dalam
pengelolaan ikan lompa pada kawasan sasi Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah adalah (1) Pengaturan ukuran
minimal ikan yang boleh ditangkap, (2) Penetapan kawasan konservasi dan replanting mangrove (3) Peningkatan
pengawasan dan penegakan hukum terhadap alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, (4) penyuluhan tentang
pengelolaan aset, (5) Monitoring dan pendampingan perencanaan pengelolaan perikanan.
Kata Kunci : Status keberlanjutan, Ikan lompa (Thyssa baelama), Kawasan sasi
ABSTRACT
Management of fish lompa (Thryssa baelama) in the sasi area of Haruku State with ecosystem-based
approach in order to remain sustainable. The research aimed to analyse the sustainability status of lompa fish
(Thryssa baelama) resource based on the fish resource dimensions, habitats and ecosystem, fish catching technique,
social economy, and institution and based on overall dimensions (multidimensions), with to determine strategic
policy of the accurate lompa fish management sustainably. The research was carried out in Haruku State, Central
Maluku Regency from January to March 2014. The research Rapfish technique and Analytical Hierarchy Process
(AHP) being supported by the analysis of the Multi Dimensional Scaling (MDS), whose result was stated in the form
of index and sustainability status. The research result indicates that the status of the fish resource dimension is
sufficiently sustainable (68.72%), habitat dimension and ecosystem are sufficiently sustainable (69.44%), dimensions
of fish catching techniques is extremely sustainable (99.99%), dimension of social economy is extremely sustainable
(85.64%) and the institutional dimension is sufficiently sustainable (70.41%). The multidimensional sustainability
index of of lompa fish management is classified in the category of very good sustainability status (77.66%). The
strategyc policies that must be carried out in lompa fish management in sasi area of Haruku State of Central Maluku
Regency area (1) setting of the fish minimal size which can be caught, (2) Determination of the conservation area,
mangrove replanting, and seagrass (weed) replanting, (3) Inprovement of supervision and law inforcement on the
fishing gears that are not environmentally friendly, (4) counseling concerning asset management, and (5) monitoring
and fisheries management planning assistance.
Keywords: Sustainability status, lompa fish (Thryssa baelama), sasi area.
2
PENDAHULUAN
Ikan lompa (Thryssa baelama) mempunyai nilai sejarah dan ekonomi bagi masyarakat
Negeri Haruku. Perilaku migrasi ikan lompa ke perairan pantai Negeri Haruku, telah
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk memanen ikan tersebut. Ikan ini juga merupakan
salah satu jenis ikan yang khas di daerah tersebut, sehingga untuk melestarikannya maka
dilakukan sistem sasi. Sasi sebagai suatu teknik pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
perikanan di Maluku, khususnya di Haruku sudah ada sejak dulu dalam bentuk aturan-aturan
yang tidak tertulis dan sampai sekarang masih tetap berlangsung (Kyssia, 1993).
Pelaksanaan sasi setelah konflik sosial yang melanda negeri Haruku, turut
mempengaruhi proses pelaksanaan sasi ikan lompa (Thryssa baelama). Dikatakan demikian
sebab sesungguhnya sebelum kerusuhan terjadi (sebelum tahun 1999), hasil panen ikan lompa
(Thryssa baelama) melimpah tetapi setelah negeri Haruku diporak-porandakan oleh konflik,
dimana semua bidang hidup dalam kehidupan masyarakat hancur, hal ini juga berimbas pada
rusaknya pranata sosial yang ada, maka hasil panen ikan lompa (Thryssa baelama) menurun. Hal
ini dikarenakan telah terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan sasi yang telah
ditetapkan sehingga berdampak juga bagi lingkungan hidup ikan lompa (Thryssa baelama).
Pengetahuan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan pada suatu wilayah
pengelolaan merupakan informasi penting untuk perencanaan pengelolaan perikanan. Upaya
pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama) di Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah secara
efisien, efektif dan berkelanjutan, diperlukan suatu kajian multidimensional yang sistematis untuk
mengidentifikasi permasalahan yang ada dan menentukan atau mencari alternatif pemecahannya
pada setiap dimensi.
Penelitian sumberdaya Ikan lompa (Thryssa baelama) di Maluku Tengah telah
dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Talakua (2011) meneliti perubahan produktivitas
kawasan sasi lompa di Negeri Haruku Kecamatan Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah;
Mainassy et al., (2011) meneliti kandungan beta karoten ikan lompa ; dan Tuhumuri (2004),
meneliti tentang pengembangan sistem sasi sebagai upaya konservasi ikan lompa. Namun
penelitian tentang status keberlanjutan dan strategi pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama)
belum dilakukan sehingga dianggap perlu dilakukan pengkajian secara multidimensi untuk
kepentingan pengelolaan.
3
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis status keberlanjutan sumberdaya ikan
lompa (Thryssa baelama) berdasarkan masing-masing dimensi sumberdaya ikan, habitat dan
ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan kelembagaan dan berdasarkan
keseluruhan dimensi (multidimensi) di Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Dan
menentukan kebijakan strategi pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama) yang tepat secara
berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2014 di Negeri Haruku
Kabupaten Maluku Tengah (Gambar 1). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive
(sengaja), dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan salah satu negeri di
Kabupaten Maluku Tengah yang menerapkan sistem sasi yaitu sasi ikan lompa (Thryssa
baelama).
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang terkait dengan atribut-atribut
dimensi pembangunan keberlanjutan yaitu: dimensi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem,
teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan kelembagaan. Data primer yaitu data yang
dikumpulkan melalui survey dan wawancara langsung dengan nelayan dan tokoh nelayan serta
staf Dinas Kelautan dan Perikanan, sedangkan untuk data sekunder yaitu data yang diperoleh dari
Dinas Kelautan dan Perikanan dan studi literature/pustaka berbagai instansi terkait seperti
lembaga perguruan tinggi.
Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teknik RAPFISH (Rapid
Appraisal for Fisheries Sustainability) dan teknik AHP (Analytical Hierarki Process). RAPFISH
dikembangkan oleh Fisheries Center University of British Columbia (Kavanagh et al., 2004).
Adapun teknik AHP adalah salah satu metode MCDM (Multy Criteria Multy Decision) yang
dikembangkan oleh Saaty (1993).
Penentuan atribut pada masing-masing dimensi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem,
teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan kelembagaan mengacu pada indikator RAPFISH
dari KKP-RI (2014). Setiap atribut ditentukan skornya, yaitu skor 3 untuk kondisi baik (good), 0
4
berarti buruk (bad) dan di antara 0 - 3 untuk keadaan di antara baik dan buruk. Skor definitifnya
adalah nilai tengah, yang dianalisis untuk menentukan titik-titik yang mencerminkan posisi
keberlanjutan relative terhadap titik baik dan buruk dengan teknik ordinasi statistik MDS.
Tahapan analisis Rapfish : Pertama, analisis terhadap data kondisi perikanan lompa dan
pengelolaannya. Kedua, melakukan skoring aspek keberlanjutan perikaanan lompa. Ketiga,
melakukan analisis Multi-Dimensional Scaling (MDS) dengan template excel untuk menetukan
ordinasi dan nilai stress melalui ALSCAL Algoritma. Keempat, melakukan rotasi untuk
menentukan posisi perikanan pada ordinasi bad dan good. Kelima, melakukan analisis sensitifitas
(Leverage analysis) dan Monte Carlo analyisis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Skala indeks keberlanjutan pengelolaan ikan lompa (Thyssa baelama) mempunyai selang 0
- 100. Status keberlanjutan perikanan lompa dibagi menjadi beberapa kategori atau status, yaitu
selang 0,00 – 25,00 dalam status buruk, selang 26,00 – 50,00 dalam status kurang, selang 51,00 –
74,00 dalam status cukup, dan selang 75,00 – 100,00 dalam status baik (Suyitman, et al., 2009).
Sedangkan nilai dari status keberlanjutan perikanan ikan lompa (Thryssa baelama) secara
keseluruhan dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu: (1) Apabila nilai indeks < 50, berarti
status pengelolaan buruk; (2) Apabila nilai indeks 50 – 75, berarti status pengelolaan baik; dan
(3) Apabila nilai indeks > 75, berarti status pengelolaan sangat baik (Budiharsono, 2007).
HASIL
Status Keberlanjutan Ikan Lompa (Thryssa baelama) Pada Berbagai Dimensi
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Rapfish menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan
untuk tiap dimensi berbeda-beda. Nilai dari masing-masing dimensi keberlanjutan (kite diagram)
disajikan pada (Gambar 2).
Hasil analisis ordinasi Rapfish pada dimensi sumberdaya ikan dengan 6 atribut
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi sumberdaya ikan adalah 68,72 persen
dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Hasil analisis laverage terlihat bahwa nilai
RMS yang paling tinggi pada atribut proporsi ikan yuwana (juvenile) yang tertangkap (8,0159).
Sedangkan Hasil analisis Monte Carlo diperoleh nilai 66,43 persen.
Hasil analisis ordinasi Rapfish pada dimensi habitat dan ekosistem dengan 5 atribut
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi habitat dan ekosistem adalah 69,44
persen dan termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Hasil analisis laverage terlihat
5
bahwa nilai RMS yang paling tinggi pada atribut status ekosistem mangrove (11,8198).
Sedangkan Hasil analisis Monte Carlo diperoleh nilai 68,09 persen.
Hasil analisis ordinasi Rapfish pada dimensi teknik penangkapan ikan dengan 4 atribut
menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi teknik penangkapan ikan adalah 99,99
persen dan termasuk ke dalam kategori sangat berkelanjutan. Hasil analisis laverage terlihat
bahwa nilai RMS yang paling tinggi pada atribut penangkapan ikan yang bersifat destruktif
(0,0092). Sedangkan Hasil analisis Monte Carlo diperoleh nilai 97,60 persen.
Hasil analisis ordinasi Rapfish pada dimensi sosial ekonomi dengan 5 atribut menunjukkan
bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial ekonomi adalah 85,64 persen dan termasuk ke
dalam kategori sangat berkelanjutan. Hasil analisis laverage terlihat bahwa nilai RMS yang
paling tinggi pada atribut kepemilikan aset (14,3592). Sedangkan Hasil analisis Monte Carlo
diperoleh nilai 83,78 persen.
Hasil analisis ordinasi Rapfish pada dimensi kelembagaan dengan 6 atribut menunjukkan
bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan adalah 70,41 persen dan termasuk ke
dalam kategori cukup berkelanjutan. Hasil analisis laverage terlihat bahwa nilai RMS yang
paling tinggi pada atribut rencana pengelolaan perikanan (15,6161). Sedangkan Hasil analisis
Monte Carlo diperoleh nilai 66,53 persen.
Analisis Keberlanjutan Multidimensi.
Hasil analisis keberlanjutan multidimensi dengan program penentuan bobot dimensi
menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dari 7 orang pakar yang dianalisis dengan
menggunakan program expert choise 9,5 diperoleh nilai sebesar 77,6582 (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa status keberlanjutan multidimensi pengelolaan ikan lompa (Thryssa
baelama) pada kawasan sasi Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah berada dalam status
keberlanjutan sangat baik.
Hasil Analisis RAPFISH untuk beberapa Parameter Statistik
Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rapfish dengan menggunakan
metode MDS berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang
2
dilakukan. Tabel 1 menunjukkan nilai stress dan koefisien determinasi (R ) untuk setiap dimensi.
Berdasarkan Tabel 1 validasi hasil analisis Rapfish menunjukkan bahwa nilai koefisien
2
determinasi (R ) yang diperoleh berkisar antara 0,92 dan 0,94 yang berarti bahwa semua
indikator yang dikaji terhadap status pengelolaan perikanan memiliki peran yang cukup besar
6
dalam menjelaskan keragaman dari nilai indeks dimensi. Sedangkan nilai stress yang berkisar
antara 0,14 dan 0,15 atau lebih rendah dari 0,25 yang berarti ketepatan konfigurasi titik (goodness
of fit) model yang dibangun untuk keberlanjutan dimensi dapat mempresentasikan model yang
baik.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama) pada kawasan sasi Negeri
Haruku, penentuan indeks keberlanjutan ditetapkan pada lima dimensi keberlanjutan, yaitu:
dimensi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknik penangkapan ikan, sosial ekonomi, dan
kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis MDS dengan menggunakan Rapfish diperoleh status
keberlanjutan untuk dimensi sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, dan kelembagaan cukup
berkelanjutan (nilai indeks 51-74), dimensi sosial ekonomi dan teknik penangkapan ikan dengan
status sangat berkelanjutan (nilai indeks 75-100). Agar nilai indeks ini di masa yang akan datang
dapat terus meningkat sampai mencapai status berkelanjutan, perlu perbaikan-perbaikan terhadap
atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi sumberdaya ikan, habitat dan
ekosistem serta kelembagaan.
Atribut yang paling sensitif pada dimensi sumberdaya ikan adalah proporsi ikan yuwana
(juvenile) yang tertangkap dengan nilai root mean square sebesar 8,0159. Pada saat buka sasi
dilakukan, tidak ada ikan yuwana yang tertangkap. Dengan demikian mengindikasikan bahwa
tidak ada ikan muda yang tertangkap atau semua ikan lompa yang tertangkap sudah mencapai
ikan dewasa. Namun atribut ini perlu mendapat perhatian karena sangat berpengaruh terhadap
status keberlanjutan dimensi habitat dan ekosistem karena apabila aktivitas penangkapan
dibiarkan terus menerus tanpa mempertimbangkan ukuran tubuh ikan target tangkapan, atau jika
ikan ukuran yuwana (juvenile) pada setiap penangkapan memiliki proporsi yang lebih besar,
maka kerusakan sumberdaya tidak akan dapat dicegah. Hal ini karena keberadaan yuwana sangat
penting untuk memastikan bahwa rekrutmen (masuknya individu-individu muda ke dalam
populasi) akan terjadi. Nilai Keberlanjutan dimensi sumberdaya ikan adalah 68,72, dan termasuk
dalam kriteria cukup berkelanjutan. Dimensi sumberdaya ikan ini perlu mendapat perhatian
serius dan prioritas dalam penyusunan kebijakan pengelolaan ikan lompa. Olehnya itu salah satu
strategi untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi sumberdaya ikan adalah pengaturan
ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap.
7
Atribut yang sensitif pada dimensi habitat dan ekosistem adalah status ekosistem
mangrove dengan nilai root mean square sebesar 11,8198. Kondisi mangrove pada lokasi
penelitian mempunyai kerapatan mangrove 1106 pohon/ha, dimana berada pada kisaran 10001500 pohon/ha maka, termasuk dalam kategori kerapatan sedang. Atribut status ekosistem
mangrove sebagai atribut yang sensitif dan harus diperhatikan karena dapat diketahui kualitas dan
produktivitas ekosistem, keberhasilan rekruitmen terutama bagi spesies-spesies penting yang
siklus hidupnya berada pada ekosistem mangrove, dan untuk mengetahui kondisi daerah
pemijahan dan asuhan berbagai jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove termasuk
ikan lompa (Thryssa baelama) yang disasi. Untuk itu perlu dilakukan rehabilitasi hutan
mangrove pada kawasan sasi Negeri Haruku. Nilai keberlanjutan dimensi habitat dan ekosistem
sebesar 69,44 atau kategori cukup berkelanjutan menjelaskan bahwa dimensi ini perlu mendapat
perhatian. Strategi untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi habitat dan ekosistem
adalah penetapan kawasan konservasi dan replanting mangrove.
Atribut yang sensitif pada dimensi teknik penangkapan ikan adalah penangkapan ikan
yang bersifat destruktif dengan nilai root mean square yakni sebesar 0,0092. Implementasi
pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan dapat dikatakan berhasil atau sangat baik,
bila tidak ada lagi nelayan yang menggunakan metode penangkapan ikan yang bersifat destruktif
dan atau illegal. Pada saat pelaksanaan buka sasi lompa di Negeri Haruku, metode atau cara
penangkapan yang dilakukan tidak bersifat destruktif dan atau ilegal, sehingga hal ini jika
dipertahankan maka dapat mewujudkan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan lestari atau
bertanggungjawab (responsible fisheries). Nilai keberlanjutan dimensi teknik penangkapan ikan
yaitu 99,99 dan termasuk dalam kategori sangat berkelanjutan. Dengan demikian dimensi ini
perlu dipertahankan kondisinya sehingga tetap berkelanjutan.
Atribut yang sensitif pada dimensi sosial ekonomi yaitu kepemilikan asset dengan nilai
root mean square sebesar 14,3592. Perubahan sedikit saja pada atribut ini akan berdampak besar
terhadap status keberlanjutan pada dimensi sosial ekonomi. Rata-rata perbandingan jumlah aset
produktif yang dimiliki rumah tangga nelayan di Negeri Haruku saat ini dengan tahun
sebelumnya bersifat tetap. Ada sebagian nelayan asetnya bertambah, namun sebagian besar
jumlah asetnya tetap. Jika terjadi pengurangan kepemilikan aset maka akan berpengaruh kepada
pendapatan nelayan. Semakin besar kepemilikan aset oleh suatu rumah tangga akan memperbesar
kesempatan rumah tangga tersebut untuk memperoleh tingkat pendapatan yang semakin besar.
8
Sedangkan semakin rendah kepemilikan aset suatu rumah tangga akan memperkecil kesempatan
rumah tangga untuk dapat mengakses pasar dan akan berakibat pada rendahnya tingkat
pendapatan rumah tangga. Hasil penelitian dari Sa’diyah dan Arianti (2012) menyimpulkan
bahwa kepemilikan aset berpengaruh signifikan positif terhadap kemiskinan rumah tangga. Hal
ini kepemilikan aset yang besar maka akan semakin besar pendapatan. Nilai keberlanjutan
dimensi sosial ekonomi sebesar 85,64 atau kategori sangat berkelanjutan. Dengan demikian
dimensi ini perlu dipertahankan kondisinya sehingga tetap berkelanjutan.
Atribut yang paling sensitif pada dimensi kelembagaan yaitu rencana pengelolaan
perikanan dengan nilai root mean square sebesar 15,6161. Selama ini tidak ada RPP yang dibuat
oleh pemerintah daerah yang dapat dijadikan sebagai petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumber
daya ikan khususnya pengelolaan ikan lompa. Belum adanya rencana pengelolaan perikanan
(RPP) ikan lompa (Thryssa baelama) di Negeri Haruku maka penyusunan rencana pengelolaan
perikanan perlu secepatnya dilakukan. Mengingat hal ini sangat penting bagi keberlanjutan
pengelolaan ikan lompa. Dalam penyusunan RPP perlu dilibatkan masyarakat (stakeholders)
sehingga dapat dijadikan sebagai stadar operasional dalam melaksanakan tata kelola perikanan
yang bertanggungjawab. Nilai keberlanjutan dimensi kelembagaan yaitu 70,41 dan termasuk
dalam kategori cukup berkelanjutan. Dengan demikian maka dimensi ini perlu mendapat
perhatian. Olehnya itu salah satu strategi untuk meningkatkan status keberlanjutan dimensi
kelembagaan adalah pendampingan perencanaan pengelolaan perikanan.
2
Hasil analisis koefisien determinasi (R ) diperoleh kisaran antara 0,92 dan 0,94 dan nilai
stress yang berkisar antara 0,14 dan 0,15. Kavanagh dan Pitcher (2004) menyatakan bahwa hasil
analisis cukup memadai apabila nilai stress lebih kecil dari nilai 0,25 (25 %) dan nilai koefisien
2
determinasi (R ) mendekati nilai 1,0. Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin
baik kualitas analisis yang dilakukan. Dengan demikian dari kedua parameter menunjukkan
bahwa seluruh indikator yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan ikan lompa
(Thryssa baelama) relatif baik dalam menerangkan kelima dimensi yang dianalisis.
9
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil analisis indeks keberlanjutan pengelolaan ikan lompa (Thryssa baelama) pada
kawasan sasi Negeri Haruku Kabupaten Maluku Tengah untuk setiap dimensi menunjukkan
bahwa dimensi teknik penangkapan ikan sebesar 99,99 dan dimensi sosial ekonomi sebesar 85,64
keduanya berada pada kategori sangat berkelanjutan. Status keberlanjutan dimensi sumberdaya
ikan sebesar 68,72, dimensi habitat dan ekosistem sebesar 69,44, dan dimensi kelembagaan
sebesar 70,41 berada pada kategori cukup berkelanjutan. Sedangkan nilai status keberlanjutan
pengelolaan perikanan lompa secara keseluruhan (multidimensi) adalah sebesar 77,6582 atau
secara umum status pengelolaan perikanan lompa pada kawasan sasi Negeri Haruku Kabupaten
Maluku Tengah tergolong kategori status keberlanjutan sangat baik. Untuk mempertahankan dan
meningkatkan keberlanjutan ikan lompa (Thryssa baelama) berbasis ekosistem maka perlu
dilakukan pengaturan ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap, penetapan kawasan konservasi
dan replanting mangrove, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap alat tangkap
yang tidak ramah lingkungan, penyuluhan tentang pengelolaan aset, monitoring dan
pendampingan perencanaan pengelolaan perikanan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Budiharsono, S. (2007). Manual Penentuan Status Dan Faktor Pengungkit Pembangunan
Ekonomi Lokal. Manual of status and lever factors determination for local economical
development. Direktorat Perekonomian Daerah BAPPENAS, Jakarta. 50p.
Kavanagh P, Pitcher TJ. (2004). Implementing microsoft excel software for rapfish: A technique
for the rapid appraisal of fisheries status. University of British Columbia Fisheries Centre
Research Report 12 (2004).
Kissya, E. (1993). Sasi Aman Haru-ukui Tradisi Kelola Sumberdaya Alam Lestari Di Haruku.
Seri Pustaka Khasanah Budaya Lokal No 2. Yayasan Sejati Jakarta.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (2014). Penilaian indikator untuk
pengelolaan Perikanan berpendekatan ekosistem. National Working Group II EAFM,
Direktorat Sumberdaya Ikan. Bogor.
Mainassy, M.C, Uktolseja, J.L.A, Martosupono, M. (2011). Pendugaan Kandungan Beta
Karoten Ikan Lompa (Thryssa baelama, Forsskal) Di Perairan Pantai Apui, Maluku
Tengah. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. Vol 7 (2).
Sa’diyah, Y.H. dan Arianti, F. (2012). Analisis Kemiskinan Rumah Tangga Melalui FaktorFaktor Yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Tugu Kota Semarang. Diponegoro
Journal Of Economics. Volume 1, Nomor 1 : 1-11.
Saaty, T.L. (1993). Proses Hirarki Analitik Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang
Kompleks. Diterbitkan dalam Bahasa Indonesia atas Kerjasama Lembaga Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen (LPPM) dengan PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta
Suyitman, S.H. Sutjahjo, C. Herison, dan S. Biham, (2009). Status Keberlanjutan Wilayah
Berbasis Peternakan Di Kabupaten Situbondo Untuk Pengembangan Kawasan
Agropolitan. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 27 (2): 165-191.
Talakua, W. (2011). Perubahan Produktivitas Kawasan Sasi Lompa di Negeri Haruku Kecamatan
Pulau Haruku Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan
Vol.7 No 2.
Tuhumuri, E. (2004). Pengembangan Sistem Sasi Sebagai Upaya Konservasi Ikan Lompa
(Thryssa baelama forsskal) Di Negeri Haruku, Maluku Tengah. Central Library Institute
Technology Bandung.
11
LAMPIRAN
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Kite diagram hasil analisis RAPFISH dari masing-masing nilai indeks
keberlanjutan pada setiap dimensi
Sumberdaya
Ikan
68.72
70.41
Kelembagaan
Sosial ekonomi85.64
Habitat dan
Ekosistem
69.44
Teknik
Penangkapan
99.99
Ikan
Tabel 1. Hasil Analisis RAPFISH untuk beberapa Parameter Statistik
Nilai Statistik
Sumberdaya
ikan
Habitat dan
ekosistem
Stress
R2
0.1433
0.9428
0.1536
0.9312
Dimensi
Teknik
penangkapan
ikan
0.1531
0.9308
Sosial
ekonomi
Kelembagaan
0.1478
0.9373
0.1479
0.9253
12
Tabel 2. Nilai aspek keberlanjutan seluruh dimensi (multidimensi) yang dihitung dari hasil
analisis AHP dan indeks keberlanjutan setiap dimensi.
eC
Atribut
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
Bobot
gabungan
Bobot
tertimbang
Aspek
keberlanjutan
Jumlah
nilai
Sumberdaya
0.27
0.22
0.36
0.38
0.45
0.38
0.34
0.3349
0.3416
68.72
23.48
Habitat dan ekosistem
0.27
0.30
0.21
0.20
0.21
0.22
0.34
0.2423
0.2471
69.44
17.16
Teknik penangkapan
ikan
0.27
0.22
0.28
0.27
0.21
0.26
0.18
0.2383
0.2431
99.99
24.31
Sosial ekonomi
0.07
0.07
0.06
0.05
0.05
0.05
0.05
0.0563
0.0575
85.64
4.92
Kelembagaan
0.12
0.19
0.11
0.09
0.09
0.09
0.10
0.1085
0.1107
70.41
7.80
1
1
1
1
1
1
1
0.9803
1.0000
394.2000
77.6582
Jumlah
13
Download