penyebaran dan penerimaan ide-ide baru

advertisement
PENYEBARAN DAN PENERIMAAN IDE-IDE BARU PEMBELAJARAN
SOFT SKILL
(Studi Kasus Difusi Inovasi Pembelajaran Soft Skill di Kalangan Anggota
Akademi Berbagi Solo)
Raisa Amelia
Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
In the very tight competition, the ability of Hard skills and Soft Skills to be
possessed by young people, especially college students who will dive into the
world of work. Because it's not just the Hard Skills required in the world of work,
but Soft Skill is also necessary and important as well. According to research
previously conducted , obtained the conclusion that ip situated under soft skill
abilitys greater are considered to be important and indispensable.
The problem this time, not a lot of Soft Skill education taught in College,
therefore the new problem occurred on a student. After they graduate they are not
ready to plunge into the world of work. See the phenomenon of the problems of
education and education will realize the importance of indonesia soft skill
especially in education. Appear social movement who are concerned with the
issue , namely akademi Berbagi.
This research is qualitative research type by using the case study method,
The taking of data technique used is interviews and the literature study. The
sampling method used in this research is purposive sampling. The validity of the
data in this research using a technique trianggulasi data, and phase of the data
analysis covering data collection, the reduction of the data, the presentation of
data, and the withdrawal of conclusion.
Based on the results of research overall (1) all the individuals in Akademi
Berbagi Solo have the same role that is, spreading as well as invite other
individuals to adopt these social movements (2) innovator and early adopter are
utilizing the mass media, social media, and interpersonal communication (3) but
the early majority and the late majority are utilizing the social media and
interpersonal communication only.
Keywords: Diffusion of Innovation, Akademi Berbagi Solo, Soft Skill, Innovator,
Early Adopter, Early Majority, Late Majority.
1
Pendahuluan
Pendidikan merupakan kunci pembangunan suatu bangsa. Pendidikan
berfungsi meningkatkan kualitas SDM. Pembangunan ekonomi suatu bangsa bisa
terjadi dengan adanya transformasi sosial dalam suatu bangsa. Kualitas sumber
daya manusia yang tangguh, unggul, kreatif dan berdaya saing tinggi merupakan
aset yang sangat penting bagi kehidupan. Bangsa yang memiliki kualitas SDM
tinggi akan berdiri sebagai sebuah Negara yang tangguh dan mampu bersaing
dengan Negara-negara lain (Joni Rusdiana 2011:298).
Berbicara lebih detail mengenai pendidikan, ada dua komponen yang terdapat
di dalamnya, yaitu Hard Skill dan Soft Skill.
Hard Skill adalah sebagian besar mata kuliah atau pelajaran yang tersusun
dalam kurikulum. Dalam Jurnal Seni dan Budaya dijelaskan bahwa Hard Skill
lebih bersifat visible dan immediate. Soft Skill bersifat invisible dan tidak
segera, Soft Skill tidak meliputi kecakapan teknis seperti keterampilan
perakitan dan penghitungan financial (Setya Widyawati, 2011:62).
Di masa persaingan yang sangat ketat, Hard Skill dan Soft Skill harus seiring
dan sejalan dalam pengembangannya di perguruan tinggi sebagai pencetak
sumberdaya yang tangguh dan unggul. Pendidikan Soft Skill tidak diajarkan di
bangku kuliah, oleh karena itu timbul masalah baru pada mahasiswa. Setelah
mereka lulus mereka tidak siap terjun kedalam dunia kerja (Setya Widyawati
2011:66).
Menurut Direktur Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti)
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Dr. Illah Sailah, sarjana
Indonesia memiliki sifat yang kurang menguntungkan perusahaan. Hasil
penelitian yang dia lakukan pada tahun 2009 menunjukkan bahwa lulusan
perguruan tinggi cenderung memiliki karakter cepat bosan, bermental lemah,
tidak dapat membina kerja sama dan tidak memiliki integritas. Banyak sarjana
yang tidak tahan menghadapi dunia kerja. Mereka yang menandatangani
kontra
kerja
dua
tahun,
berhenti
enam
bulan
kemudian
(http://suaramahasiswa.com/implementasi-kemampuan-hard-skill-soft-skilldan-entrepreneurship-mahasiswa-dalam-menghadapi-aec/).
Soft skill dan hard skill kurang berjalan dengan seimbang di Universitas. Oleh
karena itu peningkatan soft skill mahasiswa melalui pembinaan pada kegiatan
akademis maupun nonakademis perlu dilakukan secara optimal di perguruan
tinggi.
2
Namun dalam kenyataannya, proses pembinaan dalam aspek Soft Skill ini
berjalan kurang seimbang. Materi dalam aspek Hard Skills dirasakan
mendominasi pada sistem pembelajaran. Sementara, peningkatan Soft Skill
baik dalam proses pembelajaran maupun dalam bentuk pembinaan organisasi
kemahasiswaan dirasakan kurang mendapat perhatian yang seksama dari
berbagai
pihak
(http://bunghatta.ac.id/berita/432/peningkatan-soft-skillmahasiswa-di-pt-perlu-dilak.html).
Permasalahan mengenai soft skill pun juga dirasakan oleh mahasiswa dan
pihak kampus di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Salah satu faktor
kurangnya soft skill pada mahasiswa adalah karena rata-rata mahasiswa hanya
mengejar hard skill.
Berdasarkan data tracey study yang dilakukan oleh masing-masing fakultas di
Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), diperoleh gambaran bahwa ratarata masa tunggu lulusan S1 dalam memperoleh pekerjaan pertama pada
umumnya kurang dari 6 bulan; rata-rata lama studi 4,6 tahun (Laporan
Tahunan Rektor UNS, 2010). Berdasarkan temuan dari Biru Administrasi
Kemahasiswaan dalam workshop bursa kerja, sering dijumpai keluhan
beberapa alumni yang kebingungan/kesulitan mencari kerja Fenomena ini
sama seperti yang diungkap oleh Drs. Dwi Tiyanto, SU selaku Pembantu
Rektor III UNS yang membidangi kemahasiswaan, secara umum kondisi
keilmiahan pada mahasiswa UNS masih dalam taraf relatif wajar. Masalah
sedikitnya minat para mahasiswa di bidang ilmiah terutama dalam program
kreativitas mahasiswa menurutnya masih dilatar belakangi masalah klasik
berupa banyaknya mahasiswa yang hanya ingin berkutat mengejar prestasi
hard skill berupa IPK tanpa diimbangi dengan kegiatan ekstrakurikuler seperti
program
kreatifitas
mahasiswa
(http://www.academia.edu/9325371/PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_S
OFT_SKILL_MAHASISWA_PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT_
SKILL_MAHASISWA).
Melihat fenomena permasalahan pendidikan di Indonesia dan menyadari akan
pentingnya pendidikan terutama pendidikan Soft Skill, muncul gerakan sosial yang
peduli dengan masalah tersebut. Salah satunya adalah Akademi Berbagi.
Akademi Berbagi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Akber yang dalam
penelitian ini akan ditulis Akber. Merupakan gerakan sosial nirlaba yang
bertujuan untuk berbagi pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang bisa
diaplikasikan langsung sehingga para peserta bisa meningkatkan kompetensi di
bidang yang telah dipilihnya. Bentuknya adalah kelas-kelas pendek yang diajar
3
oleh para ahli dan praktisi di bidangnya masing-masing. Kelasnya pun berpindahpindah sesuai dengan ketersediaan ruang (http://www.akademiberbagi.org).
Salah satu cabang Akber yang bisa dikatakan aktif dan berkembang adalah
Akber Solo. Dalam pembahasan masalah, peneliti mengkaji dengan menggunakan
teori difusi inovasi. Menurut Everett Rogers dan F. Floyd Shoemaker, difusi
adalah suatu tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan proses dimana inovasi
tersebar kepada anggota suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah
tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi
meliputi telaah terhadap semua bentuk pesan.
Dari aspek komunikasi, penelitian ini mencoba mengadakan studi kasus
terhadap Akber Solo untuk mendapatkan gambaran tentang proses komunikasi di
dalam penyebaran dan penerimaan ide-ide baru pembelajaran soft skill. Karena di
dalam difusi inovasi atau penyebaran dan penerimaan ide-ide baru pembelajaran
soft skill terdapat proses komunikasi yang terjadi antara Innovator, Early adopter,
Early majority, Late majority, dan Laggards di Akber Solo. Tentunya di dalam
proses tersebut muncul efek yang berbeda-beda dari masing-masing kelompok.
Proses komunikasi antara kelima kelompok tersebut berpengaruh terhadap
keberhasilan penyebaran dari Akademi Berbagi Solo.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana peran, cara kerja, dan
proses komunikasi individu-individu dalam Akber Solo dalam proses difusi
inovasi mengenai pembelajaran Soft Skill.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang sudah diajukan, maka tujuan dari penelitian
adalah:
1. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada Innovator
dalam Akber Solo.
4
2. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada early adopter
dalam Akber Solo.
3. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada early majority
dalam Akber Solo.
4. Menjelaskan peran, cara kerja, dan proses komunikasi pada late majority
dalam Akber Solo.
Tinjauan Pustaka
a. Komunikasi
Manusia secara individu maupun kelompok, dalam kehidupan pasti
terjalin komunikasi satu dengan lain. Komunikasi menurut Carl Hovland,
Janis & Kelley merupakan sebuah proses melalui dimana seseorang
(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata)
dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya
(khalayak) (Riswandi, 2009:1). Proses yang dimaksudkan disini artinya bahwa
komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi
secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya
dalam kurun waktu tertentu (Riswandi, 1998:3).
Proses komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy (1986:14) pada
hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang
(komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan
gagasan, informasi, opini, dan lain-lain, yang muncul dari benaknya.
Proses
komunikasi
dimulai
dari
berjalannya
komunikator
dalam
menyampaikan pesan (message) melalui jalur tertentu kemudian pesan
tersebut ditangkap oleh penerima atau komunikan (receiver = audience) dan
bila memungkinkan terjadi umpan balik (feed back) (Hernan Panuju,
2001:18).
5
b. Komunikasi Pembangunan
Dalam jurnal The Meaning and Model of Development Communication
yang ditulis oleh Udi Rusadi (2014) Indonesia adalah negara berkembang,
sebuah negara berkembang sangat lekat dengan pembangunan. Pembangunan
sering dianggap sebagai perubahan secara fisik atau bentuk. Padahal
perubahan tidak sekedar pembangunan fisik saja tetapi juga mencakup
perubahan sosial dan lingkungan (Budiman, 1995).
Pembangunan di suatu negara yang berkembang dapat dikaji dengan
komunikasi pembangunan. Effendi (1984) dalam Mardikanto (2010:54)
mengartikan komunikasi pembangunan sebagai suatu proses pesan oleh
seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna merubah sikap,
pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah.
Dapat disimpulkan bahwa pesan yang disampaikan oleh seseorang atau
sekelompok
orang kepada
khalayak
merupakan
ide-ide
baru
yang
diperkenalkan kepeda sistem sosial. Hal tersebut diungkapkan oleh Rogers
(1971) dalam Zulkarimein Nasution (2004:28) mengartikan komunikasi
pembangunan sebagai berikut:
“Komunikasi pembangunan adalah suatu jenis perubahan social dimana
ide-ide baru diperkenalkan kepada suatu sistem social untuk menghasilkan
pendapatan per kapita dan tingkat kehidupan yang lebih tinggi melalui
produksi modern dan organisasi social yang lebih baik” (Rogers dan
Shoemaker, 1971).
c. Teori Difusi Inovasi
Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa sebuah inovasi disebarkan
dalam sebuah sistem sosial dengan pola yang dapat diprediksi. Sedikit
individu akan langsung mengadopsi inovasi segera setelah mereka
mengetahuinya dan individu-individu lain membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mencoba sesuatu yang baru dan ada pula individu lain yang
membutuhkan waktu lebih lama lagi dalam mengadopsi inovasi tersebut.
Individuals vary in their willingness to take risks in adopting a new idea
or product. A few individuals accept the risk of adopting a new idea,
product or behaviour before anyone else. In contrast, most people are
6
reluctant to adopt a new idea or product and prefer to wait until other
people have tried it first (Thomas W. Valente, 1996:69).
Inovasi merupakan gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah
inovasi bagi orang itu. Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru
sama sekali (Rogers, 1983:11).
Sedangkan difusi adalah proses dimana inovasi dikomunikasikan atau
disebarkan melalui saluran komunikasi dalam kurun waktu tertentu di dalam
suatu sistem sosial (Rogers, 1983:5). Dalam proses difusi, pesan yang
disampaikan adalah sesuatu yang baru maka terdapat resiko bagi penerimanya,
yaitu adanya perbedaan tingkah laku dalam kasus penerimaan pesan.
Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi, baik
berupa ilmu pengetahuan, ataupun teknologi, oleh anggota sistem sosial
tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi,
sampai kepada masyarakat.
Berdasarkan keinovatifannya yakni lebih awal atau lebih akhirnya
seseorang mengadopsi inovasi tersebut, anggota sistem sosial dapat di
kategorikan kedalam kelompok-kelompok adopter (Rogers, 1987:248-250)
yakni, Innovator, Early Adopter, Early Majority, Late Majority, dan
Laggards.
d. Transformasi Informasi Pada Adopter
Dalam proses adopsi inovasi terdapat lima adopter yang memerlukan
komunikasi dalam menjalankan perannya menyebarkan inovasi kedalam
sistem sosial. Saluran komunikasi memegang peran penting dalam proses itu,
kerena melalui saluran itulah sebuah inovasi menyebar dari sumber kepada
anggota sistem lainnya. Penelitian yang ada menunjukkan ada proses yang
berbeda yang dilakukan saluran komunikasi pada setiap tahap keputusan
inovasi.
Saluran komunikasi media massa lebih banyak dipergunakan pada tahap
pengenalan inovasi, sedangkan saluran interpersonal lebih penting peranannya
7
pada tahap persuasi. Dalam kelompok adopter, media massa penting
digunakan oleh adopter yang lebih awal, sedangkan adopter yang lebih lambat
tidak perlu banyak bergantung pada saluran media massa karena pada saat
mereka mengambil keputusan untuk menerima inovasi dalam sistem sosial
telah banyak orang yang mempunyai pengalaman dengan ide baru itu,
sehingga ia lebih banyak mengadakan kontak interpersonal dengan
masyarakat Abdillah Hanafi (1986:121).
Dalam kelompok adopter, komunikasi interpersonal (tatap muka) kurang
penting bagi adopter yang lebih awal daripada kelompok yang lebih lambat.
Adopter yang lebih lambat kurang berorientasi pada perubahan, mereka ini
memerlukan dorongan-dorongan yang lebih kuat yang ditimbulkan dari
saluran interpersonal.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yang terdiri
atas Innovator, atau mereka yang memiliki peran sebagai penggagas Akademi
Berbagi, dan adopter (early adopter, early majority, dan late majority), yakni
pendiri Akber Solo, volunteer, pengisi kelas, dan peserta kelas, adalah dengan
wawancara mendalam atau idepth interview.
Selanjutnya data hasil temuan disajikan secara deskriptif berdasarkan rumusan
masalah yang telah dibuat oleh peneliti. Menurut Moleong dalam bukunya,
Bogdan dan Taylor (1975:5) mendefinisikan metodologi penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong.
2011: 4). Untuk mendapatkan validitas data, hasil temuan tersebut dianalisis
dengan menggunakan trianggulasi data dengan membandingkan dengan sumber
data sekunder (dokumentasi, buku, jurnal, artikel, internet, dsb).
Sampel dalam penelitian ini menyesuaikan pada kebutuhan lapangan. Sampel
dipilih untuk menggali dan menemukan sebanyak mungkin informasi yang
penting. Teknik yang digunakan pada penelitian ini dalam menentukan sampel
8
adalah dengan teknik purposive sampling. Menurut H.B. Sutopo (2002: 56) teknik
purposive sampling memiliki kecenderungan bahwa peneliti akan memilih
informan yang dianggap mengetahui informasi dan permasalahan secara
mendalam. Selain itu, teknik tersebut juga memungkinkan informan yang dipilih,
dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.
Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan model
interaktif Miles dan Huberman (1994) dalam Pawito (2007:104). Dalam teknik
analisi tersebut terdapat tiga komponen utama, yakni reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan.
Sajian dan Analisis Data
Berdasarkan pada teori difusi inovasi, terbagi menjadi lima kategori adopter,
yaitu : (1) Innovator, (2) Early Adopter, (3) Early Majority, (4) Late Majority, (5)
laggards (Rogers 1983:246). Lima kategori ini berperan penting dalam inovasi,
karena peran mereka yang menentukan berhasil atau tidaknya sebuah inovasi.
Berikut akan dijelaskan secara sequence dan tidak sebaliknya mengenai fungsi
dan peran serta pola komunikasi yang dilakukan oleh Innovator terhadap Early
Adopter, Early Adopter terhadap Early Majority, dan Early Majority terhadap
Late Majority.
a. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Innovator dalam Akademi
Berbagi Solo
Innovator atau si penggagas dari Akber tidak lain adalah foundernya yakni
Ainun Chomsun yang berprofesi sebagai Freelancer Social Media Strategist.
Kriteria dari seorang Innovator menurut Rogers (1983:248) melekat pada
dirinya yakni, suka sekali mencoba setiap gagasan baru, pemberani, petualang,
dan suka akan hal-hal yang menyerempet bahaya serta mereka berani
mengambil resiko
1. Peran dan Cara Kerja Innovator

Merumuskan dan Menetapkan Kebijakan
Ainun bersama para relawan pengurus nasional merancang dan
menetapkan peraturan demi keberlangsungan Akber. Peraturan
9
tersebut dibuat sedikit demi sedikit seiring dengan berjalannya gerakan
dan disesuaikan pula dengan kebutuhan. Peraturan yang sudah
ditetapkan kemudian dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan
Akber di kotanya masing-masing.
“Kami para relawan pengurus nasional membuat peraturan sambil
jalan. Mulai dari sedikit dulu dibuat, biasanya sambil melihat
kebutuhan. Kemudian kami sebarkan peraturan itu dalam milis
relawan, sehingga bisa menjadi pedoman bagi relawan.” (Ainun
Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014)
Peraturan yang dibuat oleh Ainun dan relawan nasional lainnya
meliputi tema kelas, relawan, guru, ruang kelas, dokumentasi dan
publikasi, kepengurusan, serta kerjasama dan pengelolaan dana.

Mengawasi Keberlangsungan Akber
Ainun Chomsun berperan mengawasi segala hal yang berkaitan
dengan Akber, baik di pusat maupun di kota-kota lain. Pengawasan
dan kontrol seluruh Akber dilakukan oleh Ainun melalui Milist dan
twitter.
“Kontrolnya menggunakan sisrem report di milis, selama ini kami
masih menggunakan sistem controlling dan reporting
menggunakan socmed dan milis.” (Ainun Chomsun, founder
Akber, 27 Maret 2014)
Kepala Sekolah Akber di masing-masing kota melalui Milist
melaporkan semua hal yang terjadi atau kegiatan yang sudah dilakukan
maupun yang akan dilakukan oleh Akber di tiap kota tersebut. Melalui
twitter pun Ainun juga dapat memantau kegiatan Akber dan para
volunteer di tiap kota.

Menyebarkan Virus Berbagi
Ainun dan para relawan secara rutin posting setiap kegiatan kelas
yang dilakukan. Twitter yang pada waktu itu booming dan menjadi
media
menyampai
pesan
singkat
yang
mudah
dan
efektif
menjadikannya sebagai media utama yang digunakan oleh Akber.
Membuat website resmi Akber juga dilakukan oleh Ainun dan relawan
10
pusat. Website difungsikan sebagai sarana pengenalan Akber kepada
masyarakat. Karena di dalam website lah semua informasi mengenai
Akber dipaparkan secara lengkap. Selain menggunakan media internet,
Ainun dalam menyebarkan gerakan ini dibantu oleh pengajar yang
menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian
diangkat di media baik cetak maupun televisi.
“Dengan memanfaatkan social media, kami secara rutin
memposting kegiatan-kegiatan kami dibantu para pengajar yang
menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian
diangkat di media baik cetak maupun TV.” (Ainun Chomsun,
founder Akber, 27 Maret 2014)
“Twitter mudah, penyebaran melalui twitter juga cepat, murah
sehingga tidak perlu biaya besar, dan bisa dijalankan dari mana
saja.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014)
2. Saluran dan Proses Komunikasi

Twitter
Penggunaan Twitter difungsikan sebagai media penyampai
Informasi mengenai kelas-kelas Akber dan juga kegiatan diluar dari
kelas. Kecepatan arus informasi dan juga merupakan media berjejaring
yang cukup sederhana adalah alasan mengapa media ini dipilih sebagai
media utama.
“Twitter mudah, penyebaran melalui twitter juga cepat, murah
sehingga tidak perlu biaya besar, dan bisa dijalankan dari mana
saja tidak perlu kantor khusus.” (Ainun Chomsun, founder Akber,
27 Maret 2014)

Media Massa
Publikasi kegiatan Akber di media sosial dan di bantu oleh
beberapa pengisi kelas yang menjadi endorser membuat Akber makin
diketahui oleh publik dan kemudian diangkat di media massa. Secara
tidak langsung media massa juga menjadi media penyebaran gerakan
tersebut.
11
“Dengan memanfaatkan social media, kami secara rutin
memposting kegiatan-kegiatan kami dibantu para pengajar yang
menjadi endorser sehingga cepat dikenal publik dan kemudian
diangkat di media baik cetak maupun TV.” (wawancara Ainun
Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014)
Berdasarkan teori difusi inovasi, Rogers menyebutkan bahwa
saluran komunikasi media massa lebih dugunakan oleh kelompok
adopter awal yakni innovator dan early adopter. Hal tersebut terbukti
pada penelitian yang dilakukan terhadap adopter pada Akademi
Berbagi Solo.

Facebook
Walaupun twitter sedang booming, namun sebagian besar
masyarakat Indonesia masih banyak yang menggunakan facebook
untuk berbagai hal terutama berjejaring. Oleh karena itu, Akber juga
menggunakan facebook sebagai media penyampaian pesannya, namun
tetap bukan media utama. Akber memiliki satu group facebook untuk
internal relawan Akber dan satu group facebook untuk pihak eksternal,
dalam hal ini adalah masyarakat umum.

“Fb sama dengan twitter fungsinya, namun bukan sebagai media
utama yang kami gunakan.” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27
Maret 2014)
Website
Website adalah rumah di ranah media online. Jika media sosial
merupakan media penyampaian sebuah pesan dari Akber, maka
website adalah tempat di mana semua informasi lengkap mengenai
Akber tersedia mulai dari review kegiatan, materi kelas, foto, serta
database guru dan relawan, yang dapat dijadikan referensi.
“Website Akber kami buat sebagai tempat sumber informasi
lengkap mengenai Akber, relawan, guru, dan kegiatan kelas.”
(wawancara Ainun Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014)

Mailing List
Mailing list atau milist adalah media yang digunakan untuk
komunikasi secara internal antar relawan untuk membahas berbagai
12
macam hal. Akber memiliki dua buah milist, yaitu: milist kepala
sekolah yang digunakan sebagai tempat untuk berkoordinasi dengan
Akber nasional, dan milist relawan untuk internal relawan.
“Milist digunakan untuk komunikasi internal, kami punya dua
milist satu untuk kepala sekolah, satu lagi khusus relawan.” (Ainun
Chomsun, founder Akber, 27 Maret 2014)

Menggunakan Poster, SMS, dan Word Of Mouth
Sadar bahwa tidak semua masyarakat Indonesia merupakan
pengguna media online dan juga tidak semua masyarakat dapat
menjangkau internet, Akber pun menggunakan media tradisional
seperti poster, sms, dan informasi dari mulut ke mulut.
“Kami pun juga memanfaatkan poster, sms, dan obrolan dari mulut
ke mulut (word of mouth).” (Ainun Chomsun, founder Akber, 27
Maret 2014)
b. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Early Adopter
Early Adopter adalah orang-orang pertama yang mengadaptasi hal-hal
yang dilakukan Innovators. Dalam penelitian ini yang termasuk kedalam
kategori Early Adopter adalah kelima Pendiri dari Akber Solo, yakni Imam
Subchan, Azis Bahtiar, Budi Prajitno, Irawan Mintorogo, dan Sadrah serta
beberapa pengisi kelas Akber Solo, yakni Astrid Widayani, Aulia ‘Ollie’
Halimatussadiah, dan Retno Wulandari. Karakteristik Early Adopter pada
Akademi Berbagi Solo sesuai dengan teori difusi inovasi menurut Rogers
(1983:249) bahwa early adopter adalah opinion leader yang paling
berpengaruh, Mereka yang suka mencoba inovasi yang baru dikenalkan dan
berani mengambil resiko, Role Model dari anggota lain dalam sebuah sistem
sosial, dan sosok yang dihargai Untuk mempengaruhi penerima dini tidak
memerlukan persuasi karena mereka sendiri yang selalu berusaha mencari
sesuatu yang dapat memberikan mereka keuntungan dalam kehidupan sosial
atau ekonomi.
13
1. Peran dan Cara Kerja Early Adopter

Mengawasi dan Mengarahkan Kegiatan Akber Solo
Sebagai pihak pertama yang mengadopsi hal-hal yang dilakukan
oleh
Innovator,
Early
Adopter
pun
berperan
mengawasi
keberlangsungan dari Akber Solo agar kegiatan dapat berjalan dengan
baik. Pengawasan dilakukan melalui twitter, group volunteer Akber
Solo, dan pengawasan secara langsung di kelas.
“Kami ga lepas volunteer begitu saja, kamu rutin memantau
kegiatan secara langsung di kelas atau dari media sosial twitter,
dan dari group bbm yang dibuat oleh volunteer untuk tempat
diskusi kegiatan akber.” (wawancara Imam Subchan Kepala
Sekolah Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013)

Menyebarkan Gerakan Akber Solo
Konsep berbagi pengetahuan secara free yang diterapkan oleh
Akber secara Nasional termasuk ide yang baru dalam dunia pendidikan
terutama di Kota Solo. Karena termasuk kedalam ide baru, maka oleh
Early Adopter Akber Solo, konsep ini pada awalnya harus di kenalkan
kepada masyarakat. Dengan begitu kabar atau informasi mengenai
Akber Solo tersebar luas, dan publik yang menggunakan media massa
sebagai sumber informasi dapat mengetahui keberadaan Akber Solo.
“Di awal akber solo berdiri kita juga memanfaatkan media massa,
kebetulan kita kenal dengan beberapa wartawan lokal. Salah satu
dari kita, mas irawan itu kan punya timlo.net, dimanfaatin aja buat
publikasi.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber Solo, 21 Juni
2014).
Beberapa Early Adopter mengenalkan Akber Solo dan mengajak
orang-orang terdekatnya atau orang lain untuk ikut serta berpartisipasi.

Menjalin Serta Membina Hubungan Dengan Masyarakat Solo
Menjalin serta menjaga hubungan yang baik dengan jaringan
terutama masyarakat Kota Solo juga merupakan peran dari Early
Adopter. Para Early Adopter sering sekali hadir di setiap acara yang
diselenggarakan di kota Solo. Selain itu hubungan di media sosial
14
twitter juga dijalin, dengan saling komunikasi satu sama lain dan
saling membantu publikasi kegiatan.
“Kita selalu hadir disetiap kegiatan yg ada di solo, pasang badan
aja. Mau diundang atau tidak kita selalu hadir untuk mengenalkan
Akber Solo ke semua orang.” (wawancara Imam Subchan, Kepala
Sekolah Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013).
“Jadi twitter digunakan untuk publikasi kegiatan Akbersolo.
Twitter juga digunakan sebagai media komunikasi dengan
komunitas dan masyarakat solo.” (wawancara Azis Bahtiar, Pendiri
Akber Solo, 30 Oktober 2013).
Menjalin dan membina hubungan dirasa sangat penting oleh para
Early Adopter. Karena bertemu dengan banyak komunitas dan
masyarakat, tanpa disadari mereka lah yang akan mendukung jalannya
gerakan Akber Solo.
2. Saluran dan Proses Komunikasi

Media Massa
Media massa digunakan oleh Akber Solo di awal berdirinya.
Karena gerakan sosial ini masih baru, maka sangat perlu adanya
publikasi di media massa agar Akber Solo bisa secara luas dikenal oleh
masyarakat solo.
“Di awal akber solo berdiri kita juga memanfaatkan media massa,
kebetulan kita kenal dengan beberapa wartawan lokal. Salah satu
dari kita, mas irawan itu kan punya timlo.net, dimanfaatin aja buat
publikasi.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber Solo, 21 Juni
2014).

Media Sosial
Dalam menjalankan kegiatannya, sama seperti Akademi Berbagai
Nasional, Akber Solo menggunakan media sosial untuk mendukung
setiap kegiatannya.
“Officially media yang digunakan itu ya media sosial. Untuk sebar
pamflet dan lainnya itu inisiatif dari volunteernya. Akbersolo juga
pakai network yang dimiliki oleh saya, budi, irawan, azis, sadrah,
15
dan volunteer.” (wawancara Imam Subchan, Kepala Sekolah
Akber Solo Periode 2011-2012, 10 November 2013)
Media Sosial terutama twitter menjadi pilihan Akber Solo
dikarenakan sosial media memiliki banyak keuntungan. Penyebaran
informasi cepat dan tidak berbayar menjadi alasan utama.
“Keuntungannya dari twitter murah, terus penyebaran relatif
cepat.” (wawancara Sadrah, Pendiri Akber Solo, 2 November
2013).

Komunikasi interpersonal (Tatap Muka)
Walaupun kekuatan media massa dan media online untuk
menyebarkan informasi tidak dipungkiri lagi, namun penting bagi
sebuah gerakan untuk mengadakan sosialisasi secara langsung/offline.
Komunikasi
interpersonal
(tatap
muka)
dilakukan
dengan
menggunakan power serta link yang dimiliki oleh para Early Adopter.
“Sosialisasi langsung juga dilakukan oleh kita, yang kita yakinin,
sehebat2nya dunia online akan lebih hebat dampaknya dunia
offline. Kita tetap sebar di online, tp kita tetap di offline. Social
media penting, untuk sosialisai penting offline. Ngga Cuma
nongkrong di twitter.” (wawancara Budi Prajitno, Pendiri Akber
Solo, 21 Juni 2014)
c. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Early Majority dalam
Akademi Berbagi Solo
Early Majority merupakan tingkatan di bawah Early Adopter. Dalam
penelitian ini yang termasuk kedalam kategori Early Majority adalah Monica
Sari, Hanna Suryadika, dan Wahyu Yuliastuti sebagai Volunteer, kemudian
Made Ayu Aryani dan Wahdini Nur Aflah sebagai Pengisi Kelas, dan Aryo
Rianditia, Muh. Biasafil Setya, Nuri, dan Ferrial Pondrafi sebagai Peserta dari
Akber Solo. Seluruh individu tersebut memiliki karakteristik yang sesuai
dengan karakteristik early majority menurut Rogers, yakni sebelum menerima
inovasi, kategori pengadopsi seperti ini mungkin terlebih dahulu berulangkali
mempertimbangkannya (1983:249). Early Majority akan berkompromi secara
hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi.
16
1. Peran dan Cara Kerja Early Majority

Menyebarkan Gerakan dan Mengajak Masyarakat Untuk
Berpartisipasi Dalam Akber Solo
Semua bagian yang terlibat di dalam Akber Solo memiliki fungsi
dan peran yang sama, yakni menyebarkan gerakan Akber Solo dan
juga mengajak Masyarakat Solo untuk berpartisipasi di dalamnya.
Begitu halnya dengan Early Majority yang meliputi volunteer, pengisi
kelas, dan peserta. Meskipun media online menjadi media utama yang
digunakan oleh Akber Solo, namun dalam menyebarkan gerakan pun
komunikasi interpersonal (tatap muka) masih tetap digunakan. Dengan
menggunakan akun twitter early majority menyebarkan, mengenalkan,
dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam Akber Solo.
Cara para Early Majority menyebarkan dan mengajak masyarakat
adalah (1)Menjelaskan Terlebih Dahulu Mengenai Akber Solo (2)
Mengajak Sebagai Peserta Terlebih Dahulu (3)Mengajak Teman
Untuk Ikut Kelas Melalui Akun Twitter Milik Pribadi. Kemudian
dengan Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka), early majority juga
menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam
Akber Solo. Salah satu contoh adalah yang dilakukan oleh volunteer,
di tiap akhir kelas mereka mengajak peserta untuk menjadi volunteer
baru.
2. Saluran dan Proses Komunikasi

Media Sosial
Dalam menjalankan kegiatannya, sama seperti Akber, Akber Solo
menggunakan media sosial untuk mendukung setiap kegiatannya.
Twitter adalah media sosial yang digunakan oleh Akber Solo.
“Kalo untuk info kelas dan tweet materi kelas, akber pakai twitter,
karena memang twitter kan media utama untuk kegiatan ini. Kalau
media antar pribadi contohnya bbm atau kasih tau secara langsung
juga kita gunakan, tapi sebatas teman/orang terdekat.” (wawancara
Hanna Suryadika, Volunteer Akber Solo, 15 November 2013)
17
Media sosial twitter yang digunakan oleh Akber Solo memiliki
banyak fungsi, yaitu: (1)Sebagai Media Untuk Menyebarluaskan
Informasi Mengenai Akber Solo (2)Sebagai Media Untuk
Menyebarluaskan Materi Kelas

Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka)
Komunikasi interpersonal secara tatap muka dalam menyebarkan
gerakan serta mengajak public untuk ikut berpartisipasi dilakukan pula
oleh Early Majority. Karena menyebarkan gerakan tidak cukup hanya
dengan menggunakan media massa ataupun online.
“Kalo untuk ajak jadi volunteer itu juga setiap akhir kelas selalu
ajak peserta untuk jadi volunteer, hanya saja kita tidak pernah
memaksa.” (wawancara Monica Sari, Kepala Sekolah Akber Solo
Periode 2012-2013, 15 November 2013)
d. Peran, Cara Kerja, dan Proses Komunikasi Late Majority dalam Akademi
Berbagi Solo
Late Majority merupakan tingkatan di bawah Early Majority yang
merupakan individu yang menjadi para pengikut akhir. Dalam penelitian ini
yang termasuk kedalam kategori Late Majority adalah Ayu Mutiara, Mega
Safira, dan Galih Pratama sebagai Volunteer, kemudian Suwarmin sebagai
Pengisi Kelas, dan Melisa Dwi Anggraeni, Ekawan Raharja, dan Rudhy
Cahyo sebagai Peserta dari Akber Solo. Karakteristik yang dimiliki oleh
individu-individu tersebut sesuai dengan karakteristik late majority menurut
Rogers (1983:249), bahwa late majority bersifat skeptis dan akan sangat
berhati-hati dalam menerima inovasi, mereka tidak mau mengadopsi ide-ide
baru atau inovasi sebelum sebagian besar anggota masyarakat menerima, dan
melakukan atau menggunakan inovasi tersebut. Late Majority memerlukan
dorongan yang cukup kuat dan fator keuntungan menjadi pertimbangan utama
diadopsinya suatu inovasi.
18
1. Peran dan Cara Kerja Late Majority

Menyebarkan Gerakan Dan Mengajak Masyarakat Untuk
Berpartisipasi Dalam Akber Solo
Pihak yang berkaitan dengan Akber Solo memiliki fungsi dan
peran penting dalam pembentukan Akber Solo. Fungsi dan peran dari
Late Majority secara keseluruhan sama dengan kelompok adopter lain
yakni, menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi
dalam Akber Solo. Ada dua cara yang digunakan, yaitu dengan
menggunakan twitter dan komunikasi interpersonal (tatap muka) atau
secara langsung.
Twitter lebih banyak dimanfaatkan oleh volunteer Akber Solo
dikarenakan twitter adalah salah satu media utama dan penting bagi
gerakan tersebut. Twitter digunakan untuk menyebarkan informasi
kelas,
menghimpun
peserta,
dan
terkadang
digunakan
untuk
menghubungi pengisi kelas.
“Banyak banget kegunaan twitter buat kegiatan akber. Mulai dari
hubungin pembicara di awal, atau minta mereka isi kelas, kan
kadang kita gatau kontak pribadinya selain akun twitter, terus
untuk informasi kelas, kita ngumpulin peserta juga di twitter, kita
ajakin followers dateng, volunteers juga sama, kita tawarin ke
followers yg berminat jd vols akbersolo. ya banyaklah fungsinya.”
(wawancara Mega Safira, Kelapa Sekolah Akber Solo Periode
2013-2014, 23 November 2013)
Ajakan secara langsung ini juga banyak dilakukan oleh Late
Majority lainnya. Hal tersebut dilakukan ketika sedang menghadiri
sebuah acara, atau ketika sedang kumpul dengan teman-teman. Mereka
mengambil kesempatan tersebut untuk mengenalkan Akber Solo
kepada orang sekitar mereka dan sekaligus mengajak untuk
berkontribusi.
“Hmm, pernah saya sharing sama teman yang di hotel, saya cerita
tentang akber dan merek tertarik untuk isi. Mereka minta diajak.
Pengelola hotel itu sudah siap isi. Teman saya dari perbankan juga
tertarik untuk isi. Rata-rata mereka orang-orang professional. Kalo
mau jadi peserta ngga ada.” (wawancara Suwarmin, Wakil
Pemimpin Redaksi Solopos, 12 September 2014)
19
2. Saluran dan Proses Komunikasi

Media Sosial
Dalam menjalankan kegiatannya, Akber Solo menggunakan media
sosial sebagai media publikasi, pendaftaran peserta kelas, dan
terkadang menghubungi calon pengisi kelas. Media sosial yang
digunakan adalah twitter.
“Banyak banget kegunaan twitter buat kegiatan akber. Mulai dari
hubungin pembicara di awal, atau minta mereka isi kelas, kan
kadang kita gatau kontak pribadinya selain akun twitter, terus
untuk informasi kelas, kita ngumpulin peserta juga di twitter, kita
ajakin followers dateng, volunteers juga sama, kita tawarin ke
followers yg berminat jd vols akbersolo. ya banyaklah fungsinya.”
(wawancara Mega Safira, Kelapa Sekolah Akber Solo Periode
2013-2014, 23 November 2013)

Komunikasi Interpersonal (Tatap Muka)
Late majority melakukan komunikasi interpersonal tatap muka. Hal
tersebut dilakukan ketika sedang menghadiri sebuah acara, atau ketika
sedang kumpul dengan teman-teman. Mereka memperkenalkan Akber
Solo dan mengajak teman-teman mereka untuk berkontribusi di dalam
Akber Solo.
“Hmm, pernah saya sharing sama teman yang di hotel, saya cerita
tentang akber dan merek tertarik untuk isi. Mereka minta diajak.
Pengelola hotel itu sudah siap isi. Teman saya dari perbankan juga
tertarik untuk isi. Rata-rata mereka orang-orang professional. Kalo
mau jadi peserta ngga ada.” (wawancara Suwarmin, Wakil
Pemimpin Redaksi Solopos, 12 September 2014)
Saluran komunikasi media massa atau yang sifatnya massa, adalah saluran
komunikasi yang paling banyak digunakan oleh kelompok adopter awal,
sedangkan saluran komunikasi interpersonal bukanlah yang utama digunakan.
Sesuai dengan teori difusi inovasi menurut Rogers, bahwa saluran saluran
interpersonal relatif kurang penting bagi adopter awal dari pada kelompok adopter
yang lebih lambat (1983:201-206) pada Akber Solo. Melalui saluran tersebut para
kelompok adopter menjalankan peran dan fungsinya masing-masing yang secara
keseluruhan sama yakni menyebarkan dan mengajak masyarakat untuk
20
berkontribusi dalam Akber Solo. Hanya saja saluran komunikasi yang digunakan
berbeda. Berdasarkan penelitian yang sudah diakukan, media massa lebih
digunakan oleh adopter awal dikarenakan Akber Solo adalah sebuah gerakan yang
baru, dan media massa sangat efektif dalam menciptakan pengetahuan dan relatif
dapat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu yang singkat (Rogers,
1983:203). Sedangkan saluran interpersonal, lebih digunakan oleh adopter akhir
dikarenakan Akber Solo sudah dikenal oleh banyak orang, informasi mengenai
gerakan tersebut sudah tersebar luas, hanya saja masih banyak yang belum
menginginkan untuk mengadopsi karena beberapa alasan. Adopter lambat kurang
berorientasi pada perubahan, mereka memerlukan dorongan yang kuat (Rogers,
1983:205) sehingga pendekatan dengan komunikasi interpersonal sangat
dibutuhkan disini.
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan analisis data yang dilakukan penulis terhadap Akber
Solo,berikut beberapa poin kesimpulan yang dapat dirumuskan, antara lain
adalah:
a. Peran dan cara kerja individu-individu di dalam Akber Solo secara
keseluruhan sama.
b. Hanya saja innovator berperan membuat peraturan yang harus dijalankan
oleh seluruh individu yang terkait dengan Akber.
c. Media yang digunakan pun keseluruhan hampir sama.
d. Perbedaan hanya terdapat pada kelompok innovator dan early adopter
yang menggunakan media massa untuk menyebarkan gerakan.
e. Sedangkan kelompok early majority dan late majority sudah tidak
menggunaan media massa sebagai media penyebaran lagi.
21
Saran
Melalui penelitian pada Akber Solo mengenai peran dan cara kerja adopter
terhadap keberlangsungan dari gerakan Akber Solo, terdapat beberapa saran bagi
adopter, yaitu:
a. Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak ada sumber dana dari
luar yang membiayai kegiatan Akber Solo. Meskipun kegiatan tersebut
bersifat gratis, namun penting bagi Akber Solo untuk menjalin kerja sama
dengan pihak luar. Sehingga tidak hanya kegiatan kelas-kelas kecil saja
yang diselenggarakan, namun kelas besar pun juga.
b. Dari hasil penelitian, hanya innovator dan early adopter saja yang
menggunakan media massa untuk publikasi. Sedangkan early majoriy dan
late majority tidak menggunakannya. Meskipun gerakan Akber Solo sudah
berkembang namun ada baiknya tetap terus menggunakan media massa
sebagai media publikasi. Dengan begitu semakin banyak individu yang
mengetahui keberadaan Akber Solo.
c. Untuk penelitian selanjutnya, besar harapan penulis adanya penelitian
lebih lanjut mengenai faktor genetik apa dan latar belakang dari masingmasing individu pada Akademi Berbagi dan Akademi Berbagi Solo yang
menjadi tujuan atau alasan mereka bergabung dengan gerakan tersebut.
Penelitian dapat dilakukan secara kualitatif dengan studi kasus dan dengan
pendekatan komunikasi. Sehingga nantinya akan didapat penelitian yang
komprehensif.
Daftar Pustaka
Hanafi, Abdillah. (1986). Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya: Usaha
Nasional.
Mardikanto, Totok. (2014). Komunikasi Pembangunan (Cetakan II). Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Moleong, Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
Nasution, Zulkarimein. (2002). Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan
Penerapannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Panuju, Hernan. (2001). Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Obor
Jaya.
22
Putra, Ichsan S dan Ariyanti Pratiwi. (2005). Sukses dengan Softskill. Bandung:
Direktorat Pendidikan ITB.
Rusadi, Udi. (2014). The Meaning and Model of Development Communication.
Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Vol. 18, No. 1, Januari-Juni 2014.
Jakarta.
Riswandi. (2008). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rogers, Everett M. (1983). Diffusion Of Innovations (Third Edition). New York:
The Free Press.
Rusdiana, Joni. (2011). New Media: Teori dan Aplikasi. Surakarta: Lindu Pustaka.
Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan
Terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Valente, Thomas W. (1996). Social Network Thresholds In The Diffusion Of
Innovations, Vol.18.
Widyawati, Setya. (2011). Jurnal : Pengembangan Softskill dalam Pendidikan
Sebagai Bekal Kewirausahaan , Vol.9, No.1.
http://bunghatta.ac.id/berita/432/peningkatan-soft-skill-mahasiswa-di-pt-perludilak.html , diakses pada tanggal 17 Juni 2013
http://suaramahasiswa.com/implementasi-kemampuan-hard-skill-soft-skill-danentrepreneurship-mahasiswa-dalam-menghadapi-aec/, diakses tanggal 17
Januari 2015
http://www.academia.edu/9325371/PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT
_SKILL_MAHASISWA_PENTINGNYA_PENGEMBANGAN_SOFT_S
KILL_MAHASISWA, diakses pada tanggal 17 Januari 2015
http://akademiberbagi.org, diakses tanggal 17 Januari 2015
23
Download