10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum
1. Pengertian Hukum
Setiap manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendirisendiri dan dalam pergaulan hidupnya mengadakan hubungan satu sama
lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk
memperoleh keperluan hidupnya. Akan tetapi seringkali kepentingankepentingan itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan sehingga
dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup
bersama. Dalam hal ini orang atau golongan kuat menindas orang
atau golongan yang lemah untuk menekan kehendaknya (C.S.T. Kansil,
1989: 33).
Apabila ketidak-seimbangan hubungan masyarakat meningkat
menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan
dalam masyarakat, oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur
manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah,
norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan
hidup dalam masyarakat dimana ia hidup. Peraturan hidup kemasyarakatan
yang bersifat mengatur dan memaksa untuk menjamin tata-tertib dalam
masyarakat dinamakan peraturan hukum atau kaedah hukum (C.S.T.
Kansil, 1989: 33).
10
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia (1989: 38) memberikan beberapa pengertian hukum
menurut sarjana, yaitu:
a. Utrecht dalam bukunya yang berjudul Pengantar Dalam Hukum
Indonesia menyatakan bahwa hukum adalah himpunan peraturanperaturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus
tata-tertib suatu masarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat.
b. S.M. Amin dalam bukunya yang berjudul Bertamsya ke Alam Hukum
menyatakan bahwa
hukum adalah kumpulan-kumpulan peraturan-
peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi.
c. Tirtaatmidjaja dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum
Perniagaan menjelaskan bahwa hukum adalah semua aturan (norma)
yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam
pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika
melanggar aturan-aturan itu.
Surojo Wignojodipuro (1974: 11) mengemukakan bahwa hukum
mempunyai peranan dalam mengatur hubungan antara sesama warga
masyarakat yang satu dengan yang lain. Hubungan tersebut harus
dilakukan menurut norma atau kaidah yang berlaku. Adanya kaidah
hukum itu bertujuan untuk mengusahakan kepentingan-kepentingan yang
terdapat dalam masyarakat sehingga dihindarkan kekacauan dalam
masyarakat. Berdasarkan pengertian hukum yang berfungsi sebagai
perlindungan kepentingan manusia dimana jika kepentingan manusia
terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan secara normal dan damai.
11
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2. Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan Hukum terdiri dari kata “perlindungan” dan “hukum”.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 707),
perlindungan berarti tempat berlindung. Sedangkun hukum menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 426) adalah
peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah, negara). Philipus M.
Hadjon (1987: 205) memberi pengertian tentang perlindungan hukum
bahwa perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat
serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek
hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada ketentuan hukum
yang berlaku di negara tersebut guna mencegah terjadinya kesewenangwenangan.
Philipus M. Hadjon (1987: 3) kemudian membedakan perlindungan
hukum menjadi dua, yaitu:
a. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum preventif mempunyai tujuan untuk mencegah
terjadinya permasalahan atau sengketa;
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif mempunyai tujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul, dilakukan dengan cara
menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum
kepada keadaan sebenarnya. Perlindungan hukum jenis ini dilakukan
di pengadilan.
12
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
B. Hukum Perlindungan Konsumen
1. Sejarah Perlindungan Konsumen
Gerakan perlindungan konsumen di Indonesia dimulai sekitar 20
tahun yang lalu ditandai dengan berdirinya suatu lembaga swadaya
masyarakat yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI). Setelah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, kemudian
muncul beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan
Perlindungan Konsumen (LP2K) di Semarang yang bergabung sebagai
anggota Consumer International (CI) (Shidarta, 2003: 42).
Lembaga swadaya masyarakat yang serupa berorientasi kepada
kepentingan pelayanan konsumen seperti Yayasan Lembaga Bina
Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung dan perwakilan di berbagai
propinsi di tanah air. Gerakan konsumen Indonesia mencatat prestasi besar
setelah naskah akademik Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen berhasil dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Selanjutnya rancanganya disahkan menjadi undang-undang (Shidarta,
2003: 42).
2.
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan Konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan
kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan
dan masalah penyediaan serta penggunaan produk (barang/jasa) konsumen
antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat
(Firman TE, 2016: 51). Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
13
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Perlindungan Konsumen bahwa perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
Eli Wuria Dewi (2015: 30) menjelaskan istilah hukum, perlindungan
hukum, perlindungan konsumen dan konsumen yang terdapat dalam
Hukum Perlindungan Konsumen guna mempermudah kajian tentang
Hukum perlindungan Konsumen. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Hukum
Hukum merupakan kaidah atau peraturan yang secara resmi bersifat
mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah bertujuan
untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat;
b. Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat
secara umum;
c. Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat
konsumen;
d. Konsumen
Konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
14
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen
Janus Sidablok (2014: 5) mengemukakan rumusan tentang alasan
pokok mengapa konsumen perlu dilindungi. Alasan-alasan pokok mengapa
konsumen perlu dilindungi antara lain:
a. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional
menurut
Pembukaan
Undang-undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari
dampak negatif penggunaan teknologi;
c. Melindungi konsumen diperlukan untuk melahirkan manusia-manusia
yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan,
yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan
nasional;
d. Melindungi konsumen diperlukan untuk menjamin sumber dana
pembangunan yang berasal dari masyarakat konsumen.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3, perlindungan konsumen
bertujuan untuk :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat
harkat
dan
martabat
konsumen
dengan
cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakain barang dan/atau jasa;
15
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan
kesadaran
pelaku
usaha
mengenai
pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan
kualitas
barang dan/atau
jasa
yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, kamanan dan keselamatan konsumen.
4. Asas Hukum Perlindungan Konsumen
Satjipto Rahardjo (1991: 87) berpendapat bahwa asas hukum bukan
merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang biasa
dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asasasas hukum memberi makna etis kepada setiap peraturan-peraturan hukum
serta tata hukum. Menurut terminologi bahasa, yang dimaksud dengan
istilah “asas” ada dua pengertian. Arti asas pertama adalah dasar, alas,
fundamen. Sedangkan arti asas yang kedua adalah suatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat dan
sebagainya (Poerwadarminta, 2007: 60-61).
Elia Wuria Dewi (2015: 10-12) menjelaskan lebih lanjut mengenai
masing-masing asas-asas perlindungan hukum terhadap konsumen
sebagaimana yang telah tercantum di dalam Pasal 2 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
16
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
a. Asas Manfaat
Asas manfaat ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala
upaya
yang
dilakukan
dalam
penyelenggaraan
penyelesaian
permasalahan perlindungan konsumen, harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan, sehingga tidak ada pihak yang merasakan adanya
diskriminasi.
b. Asas Keadilan
Asas keadilan dalam perlindungan hukum konsumen ini dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberi kesempatan kepada konsumen maupun produsen (pengusaha)
untuk
dapat
memperoleh
haknya
masing-masing,
dan
juga
melaksanakan kewajibannya secara adil sehingga tidak memberatkan
salah satu pihak.
c. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan ini menghendaki agar konsumen, produsen
(pengusaha), dan pemerintah dapat memperoleh manfaat yang
seimbang
dari
pengaturan
serta
penegakan
hukum
terhadap
perlindungan konsumen.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen ini dimaksukan untuk
memberi jaminan atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan
kepada konsumen di dalam penggunaan, pemakaian, pemanfaatan,
serta mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya.
17
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
e. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum ini dimaksudkan agar baik produsen (pelaku
usaha) maupun konsumen dapat mentaati hukum serta memperoleh
keadilan di dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, dan
negara yang memberikan jaminan kepastian hukum.
5. Sumber Hukum Perlindungan Konsumen
a. Undang-undang Dasar 1945
1) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam alinea IV yang
berbunyi “...kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa
Indonesia...” menyiratkan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen
mendapatkan landasan hukumnya. Kata “melindungi” menurut Az.
Nasution (2002: 32) mengandung asas (hukum) pada segenap
bangsa
tersebut.
Perlindungan
terhadap
segenap
bangsa
mengandung makna bahwa perlindungan hukum tersebut diberikan
kepada segenap bangsa, baik laki-laki maupun perempuan, baik
kaya maupum miskin, baik orang desa atau orang kota, baik tua
maupun muda, baik orang asli maupun keturunan seta perlindungan
hukum baik bagi pelaku usaha maupun konsumen.
2) Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa
tiap warga negara berhak atas penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Penjelasan dari pasal ini yaitu bahwa ketentuan
mengenai hak warga negara. Hak warga negara yang dinyatakan
dalam penjelasan pasal 27 (2) Undang-undang Dasar 1945 adalah
18
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
hak warga negara yang menjamin agar mereka dapat hidup sebagai
manusia seutuhnya, bukan hanya hak-hak yang bersifat fisik,
material tetapi juga hak bersifat psikis, seperti hak mendapat
pengetahuan yang benar tentang segala barang dan jasa yang
ditawarkan.
3) Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa
kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang. Dalam penjelasan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945
menyebutkan bahwa hasrat bangsa Indonesia untuk membangun
negara yang bersifat demokratis dan hendak menyelenggarakan
keadilan sosial dan peri kemanusiaan. Berbagai hak yang dimiliki
konsumen telah masuk dalam kedua pasal tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa Undang-undang Dasar 1945 merupakan suatu
sumber hukum bagi perlindungan konsumen karena hak konsumen
terdapat di dalamnya (AZ. Nasution, 2002: 32).
b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Dalam Buku III tentang Perikatan antara lain:
1) Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah
atau sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan, atau demi
perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
19
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2) Pasal
1238
Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata
yang
menyebutkan tentang waktu yang dinyatakan debitur lalai, yaitu
jika hingga lewatnya waktu yang ditetapkan, debitur belum
melaksanakan perikatan atau prestasi yang telah ditentukan.
3) Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan
pilihan kepada debitur untuk menunjuk pihak debitur karena
perbuatan wanprestasi yang dilakukan debitur, bahwa kepada
kreditur dapat memilih tuntutan sebagai berikut:
a) Pemenuhan perjanjian;
b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
c) Pembatalan perjanjian;
d) Pembatalan disertai ganti rugi .
4) Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat, yaitu:
a) Ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian;
b) Ada kecakapan pihak-pihak yang membuat perjanjian;
c) Ada suatu hal tertentu;
d) Ada suatu sebab yang halal.
Kesepakatan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata ini tidak diberikan dalam kekhilafan, paksaan atau
penipuan. Kesepakatan yang dicapai karena penipuan dapat
dimintakan pembatalan. Penipuan dalam hal ini dirumuskan
sebagai pernyataan tentang fakta yang dibuat oleh suatu pihak
dalam perjanjian terhadap pihak lainya sebelum perjanjian itu
20
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
terjadi, dengan maksud untuk membujuk pihak lainnya membuat
perjanjian, sedangkan perjanjian itu tidak benar atau palsu
(Abdulkadir Muhamad, 1982: 120).
5) Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang yang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengatur
tentang ganti rugi yang diakibatkan perbuatan melawan hukum,
maka Pasal ini juga dapat digunakan untuk melindungi hak
konsumen, apabila seseorang dalam hal ini konsumen merasa
dirugikan oleh pelaku usaha.
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Sumber hukum perlindungan konsumen juga terdapat dalam
hukum pidana yaitu dalam buku III tentang Pelanggaran. Ketentuan
tersebut antara lain terdapat dalam Pasal 204, 205 Kitab Undangundang Hukum Pidana, yaitu:
1) Pasal 204 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1)
menyebutkan
bahwa
barang
siapa
menjual,
menawarkan,
menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya
membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat
berbahaya tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima belas tahun. Dalam pasal 204 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana ayat (2) yang menyebutkan bahwa jika perbuatan
21
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun.
2) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (1)
menyebutkan
bahwa
barangsiapa
karena
kesalahannya
(kealpaanya) menyebabkan barang-barang yang berbahaya bagi
nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan
tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang
memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
3) Pasal 205 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (2)
menyebutkan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati,
yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
d. Undang-undang Nomor
8 Tahun
1999
tentang Perlindungan
Konsumen
e. Peraturan Perundang-undangan lain
Berbagai peraturan perundangan lain diantaranya:
1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan ;
2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
22
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
4) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
5) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten;
6) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merk;
7) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
8) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
9) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
10) Undang-ndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
11) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah.;
12) Serta berbagai peraturan lain yang termasuk dalam ranah hukum
publik, seperti hukum acara, hukum administrasi, hukum
internasional, dll.
C. Konsumen
1. Pengertian Konsumen
Perlindungan hukum terhadap konsumen menyangkut dalam banyak
aspek kehidupan terutama dalam aspek kegiatan bisnis. Dalam Black’s
Law Dicionary (Henry Campbel, 1979: 315) pengertian konsumen diberi
batasan yaitu, “… A person who buys goods or services for personal
family or house holduse, with no intention of resale, a natural person for
personal rather than business purpose.” Dengan demikian, berdasarkan
23
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pengertian tersebut, konsumen adalah orang yang membeli suatu produk
hanya untuk digunakan olehnya (pemakai akhir), bukan untuk dijual
kembali. Namun masalah perlindungan konsumen pada kenyataannya
perlu diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan agar kualitas dari
barang yang bersangkutan tetap terjamin dan tidak merugikan konsumen.
Istilah konsumen menurut Adrian Sutedi (2008: 10) berasal dari
kata consumer (Inggris-Amerika) atau consument/koncument (Belanda).
Secara terminologi arti kata consumer adalah pihak yang menikmati
(makan, memakai), sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris Indonesia,
consumer adalah “pemakai atau konsumen” (Ranuhandoko, 2006: 165).
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian
perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut
cukup memadai. Kalimat yang menyatakan bahwa segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha
hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen (Ahmadi Miru &
Sutarman Yodo, 2015:1).
Pengertian konsumen menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang termuat dalam Pasal 1 ayat 2
menjelaskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
24
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Berdasarkan penjelasan resmi Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa di
dalamkepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen
antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu
produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan
produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya.
Adapun batasan mengenai konsumen akhir (AZ. Nasution, 2001: 71)
tersebut adalah:
a. Pemakai terakhir dari barang untuk keperluan sendiri atau orang lain
dan tidak untuk diperjual belikan;
b. Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi
keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk
diperdagangkan kembali;
c. Setiap orang satu keluarga yang mendapat barang untuk dipakai dan
tidak untuk dipakai lagi
2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud hak adalah
kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan
adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan pada
hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh
hukum dalam melaksanakannya (Sudikno Mertokusumo, 1986: 40).
25
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Perlindungan akan hak-hak konsumen sebenarnya sudah diatur
dalam Pedoman Perlindungan Bagi Konsumen yang dikeluarkan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-Guidelines for Consumer Protection)
melalui Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No.39/248 pada tanggal 9
April 1985, pada Bagian II tentang Prinsip-prinsip Umum, Nomor 3
dikemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan konsumen yang diharapkan
dapat dilindungi oleh setiap negara di dunia, yaitu:
a. Perlindungan dari barang-barang yang berbahaya bagi kesehatan dan
keamanan konsumen;
b. Perlindungan kepentingan-kepentingan ekonomis konsumen;
c. Hak konsumen untuk mendapatkan informasi sehingga mereka dapat
memilih sesuatu yang sesuai dengan kebutuhannya;
d. Pendidikan konsumen;
e. Tersedianya ganti rugi bagi konsumen;
f. Kebebasan dalam membentuk lembaga konsumen atau lembagalembaga tersebut untuk mengemukakan pandangan mereka dalam
proses pengambilan keputusan (Firman TE, 2016: 102-103).
Di Indonesia pengaturan tentang perlindungan terhadap konsumen
diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen yang kemudian dikenal dengan Hukum Perlindungan
Konsumen. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian
perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 Undang26
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut
cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan
tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi
untuk kepentingan konsumen (Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, 2007: 1).
Menurut AZ Nasution (1995: 51), ada 3 bentuk kepentingan
konsumen, yaitu:
a. Kepentingan Fisik
Kepentingan fisik adalah kepentingan badani konsumen yang
berhubungan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan atau jiwa
mereka dalam penggunaan barang dan atau jasa. Kepentingan fisik
konsumen dapat terganggu kalau satu perolehan barang dan/atau jasa
menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan badan atau
ancaman keselamatan jiwanya.
b. Kepentingan Sosial Ekonomi Konsumen
Kepentingan ini menghendaki agar konsumen dapat memperoleh
hasil optimal dari penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam
mendapatkan barang dan atau/jasa kebutuhan hidup mereka, misalnya:
1) Konsumen mendapat informasi yang benar dan bertanggungjawab
tentang produk tersebut;
2) Konsumen mendapat pendidikan yang relevan untuk dapat
mengerti informasi mengenai produk konsumen yang disediakan;
3) Tersedia upaya penggantian kerugian yang efektif, apabila mereka
dirugikan dalam transaksi konsumen;
27
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
4) Kebebasan untuk membentuk organisasi atau kelompok-kelompok
yang diikutsertakan dalam setiap proses pengambilan keputusan
tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan
konsumen.
c. Kepentingan Perlindungan Hukum
Kepentingan hukum bagi masyarakat dalam kualitas mereka
sebagai konsumen merupakan satu kepentingan dan kebutuhan yang
sah. Akan tidak adil jika kepentingan konsumen tidak seimbang dan
tidak dihargai sebagaimana penghargaan pada kepentingan kalangan
usaha/bisnis (Az. Nasution, 1995: 51).
Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang harus
dilindungi yaitu:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang diwajibkan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
28
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian jika, apabila barang dan/jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan perundangundangan lainnya.
Hak konsumen yang paling utama menurut Pasal 4 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah
hak
atas
kenyamanan,
keamanan
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hal tesebut dimaksudkan bahwa
setiap konsumen berhak mendapatkan barang dan/atau jasa yang aman,
nyaman dan tidak membahayakan keselamatan jiwa konsumen ketika
dikonsumsi.
Selain itu, konsumen juga berhak untuk memilih dan
mendapatkan barang dan/atau jasa
sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan, maksudnya adalah konsumen
berhak menerima barang dan/atau jasa yang kualitas dan harganya
sesuai dengan yang telah disepakati atau diperjanjikan antara pelaku
usaha dan konsumen, sehingga konsumen tidak merasa rugi karena
produk yang diterima tidak sesuai perjanjian. Berdasarkan hal tersebut,
maka ketentuan yang dapat membantu penegakan hak tersebut dapat
dilihat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
29
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, baik dalam
Pasal 19 maupun Pasal 25 ayat (1).
Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menentukan
bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,
baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat berupa:
1) Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan
kegiatan
usaha
yang
sama
pada
pasar
yang
bersangkutan;
2) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya
untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya itu; atau
3) Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada
pasar yang bersangkutan; atau
4) Melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
mementukan bahwa pelaku usaha dilarang menggunakan posisi
dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
1) Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk
mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang
dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas;
atau;
30
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
3) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing
untuk memasuki pasar yang bersangkutan.
Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa, hal ini
dimaksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan transparan atas
informasi kondisi produk serta jaminan atas barang yang diedarkannya
kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa dirugikan karena
informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan kondisi produk barang
yang ditawarkan (Elia Wuria Dewi, 2015: 15).
Hak konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang atau jasa yang digunakan maksudnya adalah pelaku usaha
harus bersedia mendengarkan keluhan atau complain yang diajukan
oleh konsumen saat barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta
diedarkan tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Konsumen juga
mempunyai hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, hal
tersebut bertujuan agar para konsumen yang mengalami kerugian dapat
mendapatkan perlindungan dan jaminan kepastian hukum sebagaimana
yang telah diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta dapat menyelesaikan permasalahan mereka melalui
pengadilan maupun badan peyelesaian sengketa lain di luar pengadilan
yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa konsumen
(Elia Wuria Dewi, 2015: 15).
31
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,
maksudnya adalah agar ketika seorang konsumen itu mengalami hal–
hal yang dirasa merugikan dirinya, maka mereka tidak hanya akan
diam saja melainkan akan cepat menyadari bahwa hak-haknya telah
dilanggar oleh pelaku usaha, sehingga dengan kritis dan mandiri
mereka
akan dapat
memperjuangkan haknya
sendiri
sebagai
konsumen. Konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hal tersebut
tentunya berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan oleh pelaku
usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabui atau bahkan
memberikan informasi yang tidak benar kepada para konsumen (Elia
Wuria Dewi, 2015: 16).
Konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau
penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya menjadi sangat
penting karena sebuah kompensasi dan ganti-rugi kepada konsumen
ketika produk barang dan/atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengan keinginan
konsumen (Elia Wuria Dewi, 2015: 17).
Dari rumusan hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 47) membagi hak-hak
konsumen menjadi tiga hak yang menjadi prinsip dasar, yaitu:
1) Hak yang dimaksudkan untuk mencegah konsumen dari kerugian
personal, maupun kerugian harta kekayaan;
32
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2) Hak untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan harga yang
wajar; dan
3) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan
himpunan beberapa hak konsumen sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun tentang Perlindungan Konsumen, maka hal
tersebut
sangat
penting
bagi
konsumen
sehingga
dapat
dijadikan/merupakan prinsip perlindungan konsumen di Indonesia.
Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka hak-hak
konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi baik oleh
pemerintah maupun oleh produsen karena pemenuhan hak-hak
konsumen tersebut akan melindungi kerugian konsumen dari berbagai
aspek (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 47).
Elia Wuria Dewi (2015: 22) berpendapat bahwa perlindungan
hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas berbagai macam
hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, tetapi di dalam pembahasan
selanjutnya
akan
dijelaskan
mengenai
kewajiban
konsumen
sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kewajiban konsumen
sebagaimana telah di atur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
33
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Setiap konsumen, selain harus memperhatikan hak-hak yang
dimiliki, mereka sudah tentu juga harus memperhatikan kewajiban apa
saja yang harus mereka lakukan di dalam segala aktivitas konsumen
dengan pelaku usaha. Kewajiban yang dimiliki oleh konsumen juga
harus tetap diperhatikan, karena hal tersebut sangat bermanfaat bagi
kepentingan mereka sendiri (Elia Wuria Dewi, 2015: 21).
Seorang konsumen memiliki kewajiban untuk membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian barang dan/atau
jasa yang diperoleh konsumen dari pelaku usaha. Hal tersebut sangat
penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan keamanan dan
keselamatan jiwa konsumen sendiri ketika menggunakan atau
mengkonsumsi barang dan/atau jasa (Elia Wuria Dewi, 2015: 21).
Konsumen harus memiliki itikad baik di dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan atau jasa yang dilakukan bersama
pelaku usaha. Kedua pihak terkait harus sama-sama menjalankan
transaksi sesuai dengan yang telah diperjanjikan, baik yang berkaitan
dengan harga maupun kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
34
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Konsumen wajib membayar dengan nilai tukar yang telah
disepakati kedua belah pihak ketika perjanjian jual beli berlangsung
dan konsumen tidak boleh membatalkan harga yang telah disepakati
bersama secara sepihak. Selain itu, konsumen juga wajib mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut ketika di dalam transaksi maupun perjanjian jual beli yang
dilakukan oleh konsumen dan pelaku usaha terdapat masalah sehingga
salah satu pihak merasa dirugikan. Oleh karena itulah masing-masing
pihak harus mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang patut,
adil dan tidak diskriminatif sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (Elia Wuria Dewi, 2015: 21-22).
D. Pelaku Usaha
1. Pengertian Pelaku Usaha
Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang dimaksud pelaku usaha adalah
setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pengertian pelaku usaha dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen cukup luas karena
meliputi grosir, pengecer, dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian
35
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pelaku usaha dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen tersebut memiliki persamaan dengan pengertian
pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa
yang dapat dikualifikasi sebagai produsen adalah pembuat produk jadi
(finished product); penghasil bahan baku, pembuat suku cadang, setiap
orang yang menampakan dirinya sebagai produsen dengan jalan
mencantumkan namanya, tanda pengenal tertentu, atau tanda lain, yang
membedakan dengan produk asli, pada produk tertentu, importir suatu
produk
dengan
maksud
untuk
diperjual
belikan,
disewakan,
disewagunakan, atau bentuk distribusi lain dalam transaksi perdagangan;
pemasok (supplier), dalam hal identitas dari produsen atau importir tidak
dapat ditentukan (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2015: 8-9).
Janus Sidablok (2014: 13) memberikan pengertian bahwa yang
dimaksud dengan pelaku usaha adalah pihak yang yang menghasilkan
barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk pembuat, grosir dan
pengecer profesional, yaitu setiap orang/badan yang ikut serta dalam
penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen.
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Sama halnya dengan konsumen bahwa pelaku usaha juga
mempunyai hak dan kewajiban, yaitu diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang isinya pada intinya adalah untuk memberikan perlindungan hukum
kepada pelaku usaha dan juga bahwa pelaku usaha haruslah beritikad baik
dalam melaksanakan usahanya.
36
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Hak Pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu :
a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang tidak beritikad baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Janus Sidablok (2014: 72) mengelompokan hak-hak pelaku usaha
menjadi empat pokok kelompok hak, yaitu:
a. Hak menerima pembayaran
Hak menerima pembayran berarti pelaku usaha berhak menerima
sejumlah uang sebagai pembayaran atas produk yang dihasilkan dan
diserahkan pelaku usaha kepada pembeli.
b. Hak mendapat perlindungan hukum
Hak mendapat perlindungan hukum berarti pelaku usaha berhak
memperoleh perlindungan hukum jika ada tindakan pihak lain, yaitu
konsumen yang dengan itikad tidak baik menimbulkan kerugian bagi
pelaku usaha.
37
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
c. Hak membela diri; dan
Hak membela diri berarti pelaku usaha berhak membela diri dan
membela hak-haknya dalam proses hukum apabila ada pihak lain yang
mempersalahkan atau merugikan hak pelaku usaha.
d. Hak rehabilitasi.
Hak rehabilitasi artinya pelaku usaha berhak memperoleh rehabilitasi
atas nama baik sebagai pelaku usaha jika suatu tuntutan akhirnya
terbukti bahwa pelaku usaha ternyata bertindak benar menurut hukum.
Tentang hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainya, maka harus diingat bahwa Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen adalah payung bagi semua
aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen (Ahmad Miru
dan Sutarman Yodo, 20015: 51).
Adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen, maka
pelaku usaha harus memenuhi kewajibanya, kewajiban pelaku usaha diatur
dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yaitu :
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
38
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
4) Menjamin
mutu
barang
dan/atau
yang
diproduksi
dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau
mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.
Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban pelaku usaha adalah
beritikad baik, memberi informasi, melayani dengan cara yang sama,
memberi
jaminan,
memberi
kesempatan
mencoba
dan
memberi
kompensasi (Janus Sidablok, 2014: 73).
Adapun penjelasan akan kewajiban pelaku usaha yang termuat
dalam Pasal 7 huruf a-d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dijelaskan oleh Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo
dalam bukunya yang berjudul Hukum Perlindungan Konsumen edisi revisi
(2015: 52-55), yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
Itikad baik merupakan salah satu asas dalam hukum perjanjian.
Pasal 1338 ayat
mencantumkan
(3) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
bahwa
perjanjian-perjanjian
harus
dilaksanakan
dengan itikad baik, arti dari ayat tersebut bahwa sebagai suatu hal yang
disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam
tiap-tiap perjanjian harus dihormati sepenuhnya.
39
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku
usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan
usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha
untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang /diproduksi
sampai pada tahap purna penjualan sebaliknya konsumen hanya
diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
1) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
Informasi tersebut merupakan salah satu hak konsumen dan
jika tidak tersedia informasi itu, barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi konsumen dapat mngalami kerusakan dan hal itu
merupakan salah satu hal yang akan sangat merugikan konsumen.
Ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari
pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat
informasi), yang akan sangat merugikan konsumen.
2) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa pelaku usaha
dilarang
membeda-bedakan
konsumen
dalam
memberikan
pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu
40
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pelayanan kepada konsumen. Pelaku usaha tidak diperbolehkan
untuk membedakan antara konsumen.
3) Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku
Pelaku usaha diwajibkan untuk menjamin bahwa barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan telah
sesuai dengan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang
berlaku. Menyadari peranan standarisasi yang penting dan
strategis, pemerintah dengan keputusan Presiden Nomor 20 Tahun
1984 yang kemudian disempurnakan dengan keputusan Presiden
Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standarisasi Nasional.
4) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau
mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf e yang dimaksud
dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat
diuji dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.
Janus Sidablok (2014: 71) menjelaskan bahwa dalam Pasal 7
huruf
e
Undang-undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen terdapat pokok kewajiban pelaku usaha
untuk member kesempatan mencoba, artinya adalah produsenpelaku usaha wajib memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji atau mencoba produk tertentu sebelum konsumen
41
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
memutuskan membeli atau tidak membeli dengan maksud agar
konsumen memperoleh keyakinan akan kesesuaian produk dengan
kebutuhannya.
Menurut Fandi Tjiptono (1997: 42) garansi ada dua macam
yaitu:
a. Garansi Internal, yaitu janji yang dibuat oleh suatu divisi
kepada pelanggan internalnya dan setiap orang dalam
perusahaan
yang
sama
yang
memanfaatkan
hasil/jasa
departemen tersebut;
b. Garansi Eksternal, yaitu jaminan yang dibuat oleh perusahaan
kepada para pelanggan eksternalnya, yakni mereka yang
membeli dan menggunakan produk perusahaan. Garansi ini
menyangkut service yang unggul dan produk yang handal serta
berkualitas tinggi.
Garansi oleh Fandi Tjiptono (1997: 42) dilakukan tidak lain
adalah agar pelaku usaha dapat bersaing dengan pelaku usaha lainya.
Suatu garansi yang baik harus memenuhi beberapa kriteria,
diantaranya meliputi :
1) Realistis dan dinyatakan secara spesifik, misalnya garansi berlaku
untuk jangka waktu 1 tahun;
2) Sederhana, komunikatif, dan mudah dipahami;
3) Mudah diperoleh atau diterima konsumen;
4) Tidak
membebani
konsumen
deangan
syarat-syarat
yang
berlebihan;
42
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
5) Terpercaya (credible), baik reputasi perusahaan, yang memberikan
maupun tipe garansi itu sendiri;
6) Berfokus pada kebutuhan konsumen;
7) Sungguh berarti, artinya disertai ganti rugiyang signifikan dan
disesuaikan dengan harga produk yang dibeli, tingkat keseriusan
masalah yang dihadapi, dan persepsi konsumen terhadap apa yang
adil bagi mereka;
8) Memberikan standar kinerja yang jelas.
9) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen
tidak sesuai dengan perjanjian
Kewajiban memberi kompensasi berarti produsen-pelaku usaha
wajib memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian kerugian
akibat tidak atau kurang bergunanya produk untuk memenuhi
kebutuhan sesuai dengan fungsinya dank arena tidak sesuainya produk
yang diterima dengan yang diperjanjikan (Janus Sidablok, 2014: 74).
3. Larangan Bagi Pelaku Usaha
Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya tidak hanya
dibebani hak serta kewajiban saja, akan tetapi di dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyatakan
secara tegas mengenai beberapa perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha dalam mengedarkan dan memperdagangkan produk barang dan/atau
jasa. Pengaturan mengenai perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh
pelaku usaha
dalam
mengedarkan dan memperdagangkan barang
43
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
dan/atau jasa yang diproduksinya, dimaksudkan agar pelaku usaha tidak
melanggar hak-hak yang semestinya diperoleh para konsumen, bahkan
cenderung akan merugikan konsumen atas barangdan/atau jasa yang
diproduksinya (Elia Wuria Dewi, 2015: 62)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen juga memuat larangan bagi para pelaku usaha yang dimuat
dalam BAB IV yang terdiri dari 10 pasal, yaitu Pasal 8 sampai dengan
Pasal 17 Suyadi (2007: 33) menjelaskan larangan tersebut adalah :
a. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa,
dengan berbagai macam perincian yang pada pokoknya merugikan
konsumen (Pasal 8 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen);
b. Menawarkan, mempromosikan, mengakibatkan, suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar (dan/atau seolah-olah), dengan berbagai macam
perincian (Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen);
c. Menawarkan,
mempromosikan,
mengiklankan
atau
membuat
pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan konsumen mengenai
beberapa hal tentang barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 10 Undangundang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen);
d. Dalam hal penjualan yang dilakukan secara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/menyesatkan
konsumen,
dengan
berbagai
macam
perincian yang merugikan konsumen (Pasal 11 Undang-undang Nomor
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen);
44
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
e. Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu,
jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau
diiklankan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen);
f.
Menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa lain-lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan (Pasal 13 ayat (1)
Undang-undang
Nomor
8
tahun
1999
tentang
Perlindungan
Konsumen);
g. Menawarkan,
mempromosikan,
atau
mengiklankan
obat,
obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan pelayanan
kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain (Pasal 13 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen;
h. Menawarkan
barang
dan/atau
jasa
yang
ditujukan
untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian,
dengan berbagai kriteria yang isinya merugikan konsumen (Pasal 14
Undang-undang
Nomor
8
tahun
1999
tentang
Perlindungan
Konsumen);
i. Menawarkan barang dan/atau jasa dengan cara pemaksaan atau cara
lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis
terhadap konsumen (Pasal 15 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen);
45
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
j. Menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan, tetapi tidak
menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai
dengan yang dijanjikan atau tidak menepati janji atau suatu pelayanan
dan/atau prestasi (Pasal 16 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen);
k. Memproduksi iklan bagi pelaku usaha periklanan, dengan beberapa
perincian atau kriteria yang intinya merugikan konsumen (Pasal 17
Undang-undang
Nomor
8
tahun
1999
tentang
Perlindungan
Konsumen).
4. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha Dengan Konsumen
Sebuah produk yang sampai ke tangan konsumen telah melalui tahap
kegiatan perdagangan yang panjang mulai dari produsen pelaku pembuat
(pabrik), distributor, pengecer hingga ke konsumen. Semua pihak yang
terkait dalam pembuatan suatu produk hingga sampai ke tangan konsumen
disebut sebagai produsen. Pola distribusi yang dikenal dalam ilmu
manajemen pemasaran, akan diperoleh gambaran sebagai berikut:
a. Produsen -------------------------------------------------------- Konsumen;
b. Produsen -------------------------Pengecer-------------------- Konsumen;
c. Produsen ---------Pedagang Besar--------Pengecer--------- Konsumen;
d. Produsen ---Agen------Pedagang Besar ----- Pengecer---- Konsumen;
e. Produsen ---Agen------------------------------- Pengecer---- Konsumen
(Janus Sidablok, 2014: 57).
Dari pola-pola distribusi di atas tampak bahwa mungkin saja produk
sampai ke tangan konsumen langsung dari produsen-pelaku, yaitu dengan
46
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
menjual produk langsung ke rumah konsumen atau konsumen datang ke
tempat produsen. Hal ini biasanya berlaku untuk produk-produk home
industry meskipun tidak tertutup kemungkinan dipakai untuk produk
perusahaan lainnya (Janus Sidablok, 2014: 57).
Sebelum konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang
diperolehnya dari pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Peristiwa-peristiwa atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau
dikelompokan ke dalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun
tahapan yang terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsenpelaku usaha dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh
produk adalah sebagai berikut:
a. Tahap Pra transaksi;
b. Tahap Transaksi;
c. Tahap Purna Transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59-62).
Yang dimaksud dengan tahap pra transaksi adalah tahap sebelum
adanya perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk
membeli dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha.
Pada tahap pra transaksi, konsumen
mencari informasi mengenai
kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan,
harga, komposisi, kegunaan, khasiat, manfaat, keunggulannya dibanding
dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan sebagainya.
Sebaliknya produsen-pelaku usaha-penjual memberi informasi melalui
berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau membeli/memakai.
47
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Dengan demikian, perbuatan produsen yang berkaitan dengan pemasaran
khususnya promosi dan tindakan konsumen dalam mencari informasi
tentang kebutuhannya dapat digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus
Sidablok, 2014: 59).
Setelah calon konsumen-pembeli memperoleh informasi yang cukup
mengenai kebutuhannya, kemudian calon konsumen-pembeli mengambil
keputusan apakah membeli atau tidak. Pada tahap ini, konsumen-pembeli
mempergunakan salah satu haknya yaitu hak untuk memilih (menentukan
Pilihan). Apabila konsumen sudah menyatakan persetujuannya, pada saat
itulah lahirlah perjanjian sebab penawaran produsen-penjual telah
mendapat jawaban dalam penerimaan dari konsumen-pembeli. Menurut
hukum perdata, kesepakatan lahir karena bertemunya penawaran dengan
penerimaan, sebab kedua-duanya adalah sama-sama pernyataan kehendak.
Pada tahap inilah yang dimaksud tahap transaksi dimana disepakati apa
yang menjadi hak dan kewajiban para pihak termasuk cara-cara
pemenuhannya (Janus Sidablok, 2014: 60).
Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan melewati tahap
selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap purna transaksi ini
berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen, apakah barang dan/atau
jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang diiklankan, sesuai dengan
jaminan atau layanan purna jualnya sudah memadai atau belum. Pada tahap
ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna
jual (AZ. Nasution, 2001: 15).
48
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
5. Penyelesaian Sengketa Konsumen
Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta larangan
sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen dapat melahirkan sengketa antara pelaku usaha
dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak tidak
mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya karena
pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya. Misalnya, pembeli tidak
memperoleh barang sesuai dengan pesanannya atau pembeli tidak dapat
mendapat pelayanan sebagaimana telah disepakati atau penjual tidak
mendapatkan pembayaran sesuai dengan haknya. Sengketa yang timbul
antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen
disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127).
Sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dan konsumen dapat
diselesaikan melalui dua jalur yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan
diluar pengadilan atau non litigasi. Berdasarkan Pasal 45 ayat (1) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap
konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa yang berada di lingkungan
peradilan umum.
Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui
pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut telah dinyatakan
tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa yang disebutkan dalam
49
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pasal 45 ayat (1) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Perlindungan Konsumen baru dapat dibentuk secara de jure pada tahun
2001 dengan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang
Pembentukan BPSK (Badan penyelesaian Sengketa Konsumen) yang
ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 301/MPP/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian, Anggota dan
Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Menurut Yusuf Shofie (2003: 26), fungsi utama Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen yaitu sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa
konsumen
di
luar
pengadilan. Yusuf
Shofie
menuliskan
bahwa
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan
dengan 3 cara yaitu :
a. Konsiliasi
Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang
bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai
perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut.
b. Mediasi
Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan
Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif
dengan menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral
mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa
yang disepakati.
50
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
c. Arbitrase
Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan
sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang
terjadi.
Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar
pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian
sengketa secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh
konsumen tanpa terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen.
E. Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian
merupakan
terjemahan
dari
bahasa
Belanda
“overeenkomst”. Dalam menterjemahkan “overeenkomst” ini para sarjana
tidak
menumpai
kesatuan
pendapat. Ada
yang
menterjemahkan
dengan “persetujuan” ada yang menterjemahkan “perjanjian” (Suharnoko,
2004: 18).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007:
469-470), perjanjian berarti persetujuan (tertulis atau lisan) yang dibuat
oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan menaati apa
yang tersebut di persetujuan itu.Wirjono Prodjodikoro seperti dikutip
Ahmad Qirom (1995: 11) mengatakan perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum mengenai harta bendakekayaan antara dua pihak dalam mana satu
pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal dan pihak
51
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
yang lain berhak menuntut atas pelaksanaan janji itu. Menurut Abdulkadir
Muhammad (1982: 78), perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana
dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal dalam lapangan harta kekayaan.
Berdasarkan pendapat para sarjana tersebut, maka yang dimaksud
dengan perjanjian adalah suatu perbuatan atau tindakan hukum dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih, atau dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Ridwan Khairandy (2013: 66) menjelaskan bahwa unsur-unsur
perjanjian yang berlaku di Indonesia dan Belanda ada beberapa unsur yang
terdapat dalam perjanjian, yaitu:
a. Ada para pihak;
b. Ada kesepakatan yang membentuk perjanjian;
c. Kesepakatan itu ditunjukan untuk menimbulkan akibat hukum; dan
d. Ada objek tertentu.
Dikaitkan dengan sistem hukum perjanjian yang berlaku di
Indonesia Ridwan Khairandy dalam bukunya Hukum Kontrak Indonesia
dalam Prespektif Perbandingan (2013: 67) mengkalsifikasikan unsur-unsur
tersebut dalam tiga klasifikasi, yaitu:
52
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
a. Unsur Essentialia
Unsur Essentialia adalah unsur yang harus ada di dalam suatau
perjanjian. Unsur ini merupakan unsur yang harus ada dalam
perjanjian yang menentukan atau mengakibatkan suatu perjanjian
tercipta. Tanpa adanya unsur ini, maka tidak ada perjanjian. Misalnya
di dalam perjanjian jual beli, unsur adanya barang dan harga adalah
yang mutlak di dalam perjanjian jual beli. Unsur mutlak yang harus
ada di dalam perjanjian sewa-menyewa adalah kenikmatan atas suatu
barang dan harga sewa.
b. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia unsur perjanjian yang oleh hukum diatur tetapi
dapat dikesampingkan oleh para pihak. Bagian ini merupakan sifat
alami perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti
penjual wajib menjamin bahwa barang tidak ada cacat. Contoh
lainnya, berdasar ketentuan Pasal 1476 KUH Perdata, penjual wajib
menanggung biaya penyerahan. Ketentuan ini berdasar kesepakatan
dapat dikesampingkan para pihak.
c. Unsur Accidentalia
Unsur Accidentalia adalah unsur yang merupakan sifat pada
perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak. Misalnya,
di dalam suatu perjanjian jual-beli tanah, ditentukan bahwa jual-beli ini
tidak meliputi pohon atau tanaman yang berada di atasnya.
53
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Mengenai Syarat syahnya perjanjian Suatu perjanjian dapat
dinyatakan sah menurut hukum jika memenuhi syarat sahnya suatu
perjanian sebagaimana ditentukan pada pasal 1320 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata yaitu, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap
untuk membuat perjanjian, adanya suatu hal tertentu, adanya causa yang
halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh
subyek suat perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif
Syarat ketiga dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek
perjanjian oleh karena itu disebut syarat obyektif (Sukar Dadang, 2011,
10-12).
Adapun penjelasan dari masing-masing syarat-syarat sahnya
perjanjian adalah sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Marium Darus Badrulzaman dalam bukunya Kompilasi Hukum
Islam (2001: 2) menggambarkan bahwa pengertian sepakat dapat
dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui diantara para
pihak dimana pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran
sedangkan pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan
akseptasi. J. Satrio dalam bukunya Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan
Kebendaan (1993: 129) menyatakan kata sepakat sebagai persesuaian
kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan
kehendak tersebut harus dinyatakan. Pernyataan kehendak harus
merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan
54
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
hukum. Dengan demikian adanya kehendak saja belum melahirkan
suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus
nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.
Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak
menjelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ditentukan syarat bahwa tidak
ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan
atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan.
Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (1996: 23-24)
menjelaskan bahwa yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani
atau paksaan jiwa (psychis) jadi bukan paksaan badan (fisik).
Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang
hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat
yang penting dari barang yang menjadi objek perjanjian.
Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya
orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak akan
memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu
pihak dengan sengajamemberikan keterangan-keterangan yang palsu
atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak
lawannya
memberikan
perizinannya.
Dengan
demikian
suatu
perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan paksaan, kekhilafan,
penipuan maka perjanjian itu dikemudian hari dapat dimintakan
pembatalannya oleh salah satu pihak (Subekti, 1996: 23-24).
55
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
Pasal 1329 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan
bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian
dengan ketentuan oleh undang-undang tidak ditentukan lain yaitu
ditentukan sebagai orang yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian. Selanjutnya pada Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat
perjanjian yaitu, orang yang belum dewasa, mereka yang berada di
bawah pengampuan/perwalian dan orang perempuan/isteri dalam hal
telah ditetapkan oleh Undang-undang dan semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Mengenai orang yang belum dewasa diatur dalam Pasal 1330
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dinyatakan bahwa "belum
dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua
puluh satu) tahun dan sebelumnya belum kawin". Apabila perkawinan
itu dibubarkannya sebelum umur mereka genap 21 (dua puluh satu)
tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum
dewasa (Mariam Darus Badrulzaman, 2001: 78).
c. Adanya suatu hal tertentu
Yang dimaksud dengan suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian
ialah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi
pokok perjanjian yang bersangkutan. Prestasi itu sendiri bisa berupa
perbuatan untuk memberikan suatu, melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
56
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Pasal 1333 ayat (1) menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus
mempunyai suatu hal tertentu sebagai pokok perjanjian yaitu barang
yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak
menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan pada Pasal 1333
ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
d. Adanya suatu sebab/kausa yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau kausa di sini bukanlah sebab
yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau
kausa suatu perjanjian adalah tujuan bersama yang hendak dicapai oleh
para pihak. Pada Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menentukan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan. Perjanjian yang tidak mempunyai
sebab yang tidak halal akan berakibat perjanjian itu batal demi hukum
(Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).
Pembebanan mengenai syarat subyektif dan syarat obyektif itu
penting artinya berkenaan dengan akibat yang terjadi apabila
persyaratan itu tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya syarat subyektif
mengakibatkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian yang dapat
dimintakan pembatalannya. Pihak disini yang dimaksud adalah pihak
yang tidak cakap menurut hukum dan pihak yang memberikan
perizinannya atau menyetujui perjanjian itu secara tidak bebas.
Misalkan orang yang belum dewasa yang memintakan pembatalan
orang tua atau walinya ataupun ia sendiri apabila ia sudah menjadi
cakap dan orang yang ditaruh dalam pengampuan yang menurut
57
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya diwakili
oleh pengampu atau kuratornya (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).
Apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal
demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu
perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak
yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan
hukum adalah gagal. Maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan
hakim. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan
suat perjanjian batal demi hukum (Sri Soedewi Masjchon, 1980: 319).
4. Asas-asas Perjanjian
Asas hukum merupakan unsur yang sangat penting dalam
pembentukan
peraturan
hukum.
Oleh
karena
itu,
penulis
akan
menguraikan sedikit pembahasan yang berkaitan dengan masalah ini
dengan harapan dapat mendekatkan pemahaman kita tentang asas-asas
hukum perjanjian.
Henry P. Pangabean (2001: 7) menyatakan bahwa pengkajian asasasas perjanjian memiliki peranan penting untuk memahami berbagai
undang-undang mengenai sahnya perjanjian. Perkembangan yang terjadi
terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami
setelah mengetahui asas-asas yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Niuwenhuis seperti dikutip Henry Pangabean dalam bukunya yang
berjudul
Penyalahgunaan
Keadaan
Sebagai
Alasan
Baru
Untuk
Pembatalan Perjanjian (2001: 7) menjelaskan hubungan fungsional antara
asas dan ketentuan hukum (rechtsgels) sebagai berikut:
58
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
a. Asas-asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem. Asas-asas itu
tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi juga dalam banyak
hal menciptakan suatu sistem. Suatu sistem tidak akan ada tanpa
adanya asas-asas.
b. Asas-asas itu membentuk satu dengan lainnya suata sistem check and
balance. Asas-asas ini sering menunjuk ke arah yang berlawanan, apa
yang kiranya menjadi merupakan rintangan ketentuan-ketentuan
hukum. Oleh karena menunjuk berlawanan, maka asas-asas itu saling
kekang-mengekang sehingga ada keseimbangan.
Sistem pengaturan hukum perjanjian yang terdapat di dalam Buku
III Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki karakter atau sifat
sebagai hukum pelengkap (aanvullenrceht atau optimal law). Dengan
karakter demikian, orang boleh menggunakan atau tidak menggunakan
ketentuan yang terdapat di dalam III Kitab Undang-undang Hukum
Perdata tersebut (Ridwan Khairandy, 2013: 84).
Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada subjek perjanjian
unjuk melakukan perjanjian dengan beberapa pembatasan tertentu.
Sehubungan dengan itu Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyatakan:
a. Ayat (1) menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;
b. Ayat (2) menyebutkan bahwa perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali
selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau dikarenan alasan
undang-undang;
59
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
c. Ayat (3) menyebutkan bahwa perjanjian tersebut harus dilaksanakan
dengan itikad baik.
Ridwan Khairandy (2013: 84) berpendapat bahwa asas-asas
perjanjian yang terkandung pada Pasal 1338 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata sebagai berikut:
a. Asas konsensualisme;
b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak (pacta sunt servanda);
c. Asas kebebasan berkontrak;
d. Asas itikad baik.
Adapun penjelasan dari asas-asas tersebut adalah sebagai berikut
a. Asas konsensualisme
Perjanjian harus didasarkan pada consensus atau kesepakatan
dari
pihak-pihak
yang
membuat
perjanjian.
Dengan
asas
konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat
atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat
perjanjian tersebut. Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut pahak
bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak
atau konsensus para pihak yang membuat perjanjian (Ridwan
Khairandy, 2013: 90).
b. Asas kekuatan mengikatnya kontrak
Asas kekuatan mengikatnya kontrak sering kita kenal dengan
asas pacta sunt servanda. Menurut asas ini, kesepakatan para pihak itu
mengikat sebagaimana layaknya undang-undang bagi pihak yang
membuatnya. (Ridwan Khairandy, 2013: 91).
60
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi
hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya
perjanjian. Ini bukan kewajiabn moral, tetapi juga kewajiban hukum
yang pelaksanaannya wajib ditaati (Ridwan Khairandy, 2013: 91).
c. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang
sangat penting dalam hukum kontrak. Kebebasan berkontrak ini oleh
Ridwan Khairandy (2013: 87) didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Ridwan Khairandy (2013: 88) menjelaskan bahwa dalam
perkembangannya,
ternyata
asas
kebebasan
berkontrak
dapat
menimbulkan ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan
berkontrak harus didasarkan pada posisi tawar (bargaining position)
para pihak yang seimbang. Kenyataannya, hal tersebut sulit dijumpai
adanya kedudukan posisi tawar yang betul-betul seimbang atau sejajar.
Pihak yang memiliki posisi tawar lebih tinggi seringkali memaksakan
kehendaknya. Dengan posisi yang demikian itu, ia dapat mendikte
pihak lainnya untuk mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi
perjanjian.
Melihat keadaan demikian, pemerintah atau negara seringkali
melakukan interverensi atau pembatasan kebebasan berkontrak dengan
tujuan untuk melindungi pihak yang lemah. Pembatasan tersebut dapat
dilakukan melalui peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan (Ridwan Khairandy, 2013: 88).
61
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Pasal 1320 Kitab Undang-undang-Hukum Perdata sendiri
sebenarnya membatasi asas kebebasan berkontrak melalui pengaturan
persyaratan sahnya perjanjian yang harus memenuhi kondisi:
1) Adanya kata sepakat para pihak;
2) Kecakapan para pihak untuk membuat kontrak
3) Adanya objek tertentu
4) Adanya kausa yang tidak bertentangan dengan hukum
Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada
seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan
dengan perjanjian, sebagaimana yang dikemukakan Ahmadi Miru
(2007: 4), diantaranya:
1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau
tidak;
2) Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3) Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5) Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
d. Asas itikad baik
Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian
dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan para pihak
untuk membuat dan melaksanakan kontrak secara jujur, terbuka, dan
saling percaya. Dalam kontrak, keadaan batin para pihak tidak boleh
62
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau
menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya (Sukar Dadang, 2011: 10).
F. Layanan Purna Jual
1. Pengertian Layanan Purna Jual
Layanan Purna Jual terdiri dari kata “layanan” dan purna Jual”.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 2007: 646),
yang dimaksud “layanan” adalah perihal atau cara melayani. Sedangkan
“purna jual” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminta,
2007: 910) adalah pelayanan penjualan lebih lanjut setelah transaksi,
termasuk pemberian garansi pasca jual.
Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual
adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen
setelah terjadinya transaksi penjualan. Dalam ketentuan Bab I Pasal 1 ayat
(12) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 643/MPP/Kep/9/2002, pelayanan purna jual adalah
pelayanan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap
barang atau jasa yang dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan,
kehandalan operasional sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Menurut
Undang-undang
Nomor
8
Tahun
1999
tentang
Perlindungan Konsumen, pengaturan layanan purna jual ini hanya
dinyatakan dalam Pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha
yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam
batas waktu sekurang-kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku
63
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
cadang dan atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau
garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selanjutnya dalam Pasal 25 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dinyatakan apabila pelaku usaha
tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
perbaikan atau tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi
yang diperjanjikan maka wajib bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi
dan/atau gugatan konsumen.
2. Pengaturan dan Cakupan Purna Jual
Seorang konsumen dalam melakukan transaksi jual beli melalui
beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi konsumen, tahap
purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan
informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas
dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang
diberikan pelaku usaha. Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau
jasa tersebut terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah
mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis
maupun tidak tertulis (AZ Nasution, 2001: 15).
Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut
terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai
kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak
tertulis. Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika
terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku
usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini
64
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen
akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap
purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen,
apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang
diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah
memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi
konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution, 2001: 15).
Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual
adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen
setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
Republik
Indonesia
No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan
Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar, Pasal 1 angka (12)
disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan
oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang
dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional
sekurang-kurangnya satu tahun. Pengaturan teknis purna jual diatur dalam
Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum
Pelayanan Purna Jual. Ada dua jenis layanan purna jual yang diatur dalam
Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007, yaitu:
a. Pelayanan Purna Jual Selama Masa Garansi
Pelayanan purna jual selama masa garansi meliputi jaminan
pemeriksaan,
perbaikan
dan/atau
penggantian
barang
atau
65
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
komponennya tidak berfungsi dengan biaya ditanggung oleh prinsipal
selama barang digunakan/dioperasikan (Standar Nasional Indonesia
Nomor 7229:2007 angka 2.9).
b. Pelayanan Purna Jual Pasca Garansi
Jaminan perawatan berkala, perbaikan, penggantian dan ketersediaan
komponen dari barang yang bersangkutan, ketersediaan teknologi,
tenaga teknis yang kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan
yang disediakan dengan biaya yang dibebankan kepada konsumen
(Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 angka 2.8).
Persyaratan umum layanan purna jual yang ditentukan dalam
Standar Nasional Indonesia No 7229:2007 angka 3.1 adalah jaminan
pelayanan purna jual dilakukan dengan penyediaan dokumen sebagai
informasi kepada konsumen yang mencakup dan tidak terbatas pada
identitas dan spesifikasi barang, prosedur, buku petunjuk, brosur,
skema/diagram/gambar atau media pendukung lainnya yang menggunakan
Bahasa Indonesia dan mudah dimengerti, meliputi:
a. Identitas, spesifikasi dan karakteristik barang (angka 3.1.1);
b. Identitas, spesifikasi dan karakteristik bagian, komponen dan asesoris
(angka 3.1.2)
c. Cara penggunaan atau pengoperasian dan perawatan (angka 3.1.3);
d. Pedoman teknik atau pedoman service (angka 3.1.4);
e. Jaminan pelayanan purna jual (3.1.5);
Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran
Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan bagi Produk
66
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Telematika dan Elektronika, menyebutkan bahwa pemberian pelayann
purna jual selama masa garansi dan pasca garansi berupa:
a. Ketersediaan pelayanan purna jual (service center);
b. Ketersediaan suku cadang;
c. Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan; dan
d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa
garansi yang diperjanjikan.
3. Service Center
Jasa bidang perdagangan bagi pertumbuhan dan pembangunan
perekonomian dunia begitu penting keberadaannya, maka disusunlah
ketentuan umum jasa pelayanan purna jual dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan daya saing dalam negeri dengan kriteria yang objektif dan
transparan. Ketentuan umum jasa pelayanan purna jual disusun
berdasarkan kebutuhan antara produsen, perusahaan perdagangan, bengkel
perawatan dan perbaikan serta konsumen dalam melakukan pelayanan
purna jual terhadap barang dalam masa garansi maupun setelah masa
garansi (Prakata Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang
Ketentuan umum Pelayanan Purna Jual huruf i).
Keberadaan service center sangat diperlukan bagi pelaku usaha
untuk memberikan layanan purna jual kepada konsumen khususnya
konsumen pengguna barang elektronik. Kewajiban pelaku usaha dalam
memberikan layanan purna jual kepada konsumen diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pasal
25 ayat 1 yang menyatakan bahwa pelaku usaha yang memproduksi
barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang67
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
kurangnya satu tahun wajib menyediakan suku cadang dan fasilitas purna
jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang
diperjanjikan. Selanjutnya dalam Pasal 19 angka (1) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan
bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan,
pencemaran,
dan/atau
kerugian
konsumen
akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Service Center berasal dadi kata “servis” dan “senter”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1053) “service”
berarti pelayanan, layanan. Kata “senter” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Poerwadinta, 2007: 1040) berarti pusat, tengah, sentral.
Pengertian service center dapat ditemukan dalam Standar Nasional
Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Dalam Pelayanan
Purna Jual. Meski tidak disebutkan secara tegas, namun dalam angka 2.3
Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum
Dalam Pelayanan Purna Jual dijelaskan tentang bengkel perawatan dan
perbaikan.
Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan
Umum Dalam Pelayanan Purna Jual angka 2.3 menjelaskan bahwa
bengkel perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service
center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki tenaga teknik
yang kompeten, peralatan-peralatan kerja, persediaan bagian komponen
dan asesoris yang diperlukan untuk penggantian, serta dokumen-dokumen
teknik yang diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan
jenis barang yang dilayaninya.
68
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah dengan
melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang bersifat teoritis yang
menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi, peraturan perundangundangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum yang berkaitan. Jenis
pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan berupa naskah
hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti (Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, 985: 52).
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk penelitian
deskriptif analitis, yaitu penelitian bersifat pemaparan yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaan hukum yang
terjadi di dalam masyarakat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004:1).
C. Sumber Data
1. Data primer berupa keterangan atau hasil wawancara dengan Kepala
Teknisi Service Center Polytron atau yang mewakilinya dan konsumen
pengguna produk Polytron.
2. Data sekunder
a. Bahan hukum primer, yaitu diperoleh dari bahan pustaka yang berisikan
tentang bahan primer yang mencakup Perlindunga Hukum Konsumen,
buku kepustakan yang meliputi peraturan perundang-undangan, bukubuku literatur, serta dokumen dan sumber lain yang berhubungan
dengan obyek penelitian.
69
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang merupakan
penjelasan dari bahan hukum primer.
c. Bahan hukum tersier, yaitu data penunjang yang menjelaskan bahan
hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum dan ensiklopedia.
D. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kantor Service Center Polytron Perwakilan
Purwokerto, Irama Mas Elektronik Purwokerto dan tempat lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Sekunder diperoleh dengan cara inventarisasi terhadap peraturan
perundang-undangan, buku-buku, hasil penelitian sebelumnya dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang selanjutnya
dipelajari sebagai pedoman untuk penyusunan data.
2. Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis juga diperoleh data primer
yang berfungsi sebagai pelengkap atau pendukung data sekunder. Data
primer berupa keterangan-keterangan/hasil wawancara dengan Kepala
Teknisi Service Center Purwoketo dan konsumen pengguna televisi led
di Purwokerto tentang hal yang berhubungan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.
F. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk uraian yang disusun
secara sistematis. Artinya adalah antara data yang satu dengan yang lain harus
relevan dengan permasalahan sebagai satu kesatuan yang utuh, berurutan erat,
sehingga data yang disajikan dapat dengan mudah dimengerti.
70
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
G. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif dengan
metode berpikir deduktif (umum-khusus), yaitu dengan menjabarkan,
menafsirkan dan mengkonstriksakan data yang diperoleh berdasarkan normanorma atau kaidah-kaidah, teori-teori, pengertian-pengertian hukum dan
doktrin-doktrin yang ada dalam dokumen, peraturan perundang-undangan,
untuk menjawab permasalahan yang ada.
71
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.1 Profil Perusahaan Polytron
Polytron adalah perusahaan terbesar dan terkemuka di bidang
elektronik di Indonesia. Kekuatan dari Polytron ada pada kualitas suara
dan design-nya. Polytron memiliki 3 pabrik, di Kudus Krapyak seluas
109.000 M2, di Kudus Sidorekso (2009) seluas 130.000 M2 dan di
Sayung Semarang seluas 160.000 m2 (merupakan pabrik lemari es
terbesar di Jawa Tengah) dengan total karyawan lebih dari 6.000
orang, 19 kantor perwakilan atas nama PT. Sarana Kencana Mulya, 7
authorized dealer, dan lebih dari 63 service center meliputi seluruh
Indonesia.
Polytron didirikan 18 September 1975 di Kudus dengan nama
PT. Indonesian Electronic & Engineering, kemudian berubah nama
menjadi PT. Hartono Istana Electronik, lalu merger dan menjadi PT.
Hartono Istana Teknologi.Produk unggulan yang dijual Polyron antara
lain sebagai berikut:
1.1.1. Produk audio meliputi: portable bluetooth speakers, hifi,
minimax, compo , home theater, speaker;
1.1.2. Produk video meliputi: led tv, dvb- t receiver, dvd player;
72
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
1.1.3. Produk home appliances meliputi: refrigerator, air conditioner,
wassing machine, showcase, dispenser, rice cooker, freezer;
1.1.4. Produk mobilephone / telepon genggam meliputi : feature
phone, smartphone, tablet (https://www.Polytron.co.id/ ?
fusection=home.general&csection=about_us_corporate diakses
pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB).
1.2 Visi dan Misi
1.2.1 Visi dari Polytron adalah memimpin pergerakan konvergensi
digital. Polytron meyakini bahwa melalui inovasi teknologi saat
ini, Polytron akan menemukan solusi yang diperlukan untuk
menghadapi tantangan hari esok.
Teknologi membuka kesempatan bagi bisnis untuk tumbuh, bagi
warga negara di pasar yang sedang berkembang untuk hidup
sejahtera dengan memasuki tahap ekonomi digital dan agar
masyarakat dapat menemukan peluang baru. Tujuan Polytron
adalah mengembangkan teknologi yang inovatif dan proses
efisien yang menciptakan pasar baru, memperkaya hidup semua
orang dan terus menjadikan Polytron sebagai pemimpin digital
terpercaya.
1.2.2 Misi
Polytron adalah menjadi “digital –e company” yang
mempunyai:
a. Standar dunia;
b. Inovasi melalui kreativitas;
c. Market leader bagi setiap produk;
73
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
d. Improvemen secara terus menerus secara proaktif;
e. Benar sejak awal;
f. Kepuasan pelanggan melalui refleksi yang mendalam;
g. Sumber
daya
terwariskan
manusia
yang
tahu-terampil-terpercaya-
(http://sosiologibisnis.blogspot.co.id/2015/09/
budaya-korporasi-perusahaan-Polytron.html?m=1,
diakses
pada tanggal 10 November 2016, pukul 00:10WIB).
1.3 Profil Sevice Center Polytron Purwokerto
Untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan layanan perbaikan
dan layanan garansi serta menumbuhkan kepercayaan dan kenyamanan
konsumen dalam penggunaan produk-produk Polytron. Alamat dan
struktur organisasi kerja Service Center Polytron Purwokerto
berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Teknisi Service Center
Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul 14.00 WIB
adalah sebagai berikut:
1.3.1
Service Center Polytron
Alamat
:
Jl. Yos Sudarso Nomor 1
Purwokerto
Telephon
:
Jam Layanan
:
a. Senin – Jumat
:
08.30 – 17.00 WIB
b. Sabtu
:
08.30 – 14.30 WIB
c. Minggu dan Libur Nasional :
(0281) 633498
Tutup
74
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
1.3.2
Struktur Organisasi Kerja Service Center Polytron Purwokerto
a. Kepala Teknisi
:
1 (satu) orang
b. Teknisi
:
4 (empat) orang
c. Administrasi Counter
:
1 (satu) orang
d. Administrasi Spare Part :
1 (satu) orang
e. Supir
:
3 (orang)
f. Operator Toko
:
1 (satu) orang
2. Data Sekunder
2.1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen antara lain,
2.1.1 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ayat (1) menyebutkan bahwa
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen;
2.1.2 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ayat (2) menyebutkan bahwa
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan;
2.1.3 Pasal 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen ayat (3) menyebutkan bahwa pelaku
usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan hukum
75
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
2.1.4 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang
harus dilindungi yaitu:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa:
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang diwajibkan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
76
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
jasa yangditerima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan lainnya.
2.1.5 Kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
pada Pasal 5 sebagai berikut:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. Mengikuti
upaya
penyelesaian
hukum
sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
2.1.6
Hak pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Hak untuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang tidak beritikad baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
77
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang di perdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
2.1.7
Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
member
penjelasan
penggunaan,
perbaikan
dan
pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan
atau mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang di buat dan/atau
diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
apabila
barang
dan/atau
jasa
yang
diterima
atau
dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan perjanjian.
78
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.1.8
Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu:
a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan pelaku usaha atau melalui peradilan umum;
b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa
konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa;
c. Ayat (3) meneyebutkan bahwa penyelesaian sengketa di
luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur
dalam undang-undang;
d. Ayat (4) menyebutkan bahwa apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.
2.2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/MDAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual)
dan Kartu Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Selama
Masa Garansi dan Pasca Garansi, yaitu:
79
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.2.1 Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa yang dimaksud produk
elektronika adalah produk-produk elektronika konsumsi yang
dipergunakan di dalam kehidupan rumah tangga;
2.2.2 Pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa kartu jaminan/garansi
purna jual dalam Bahasa Indonesia yang selanjutnya disebut
kartu jaminan adalah kartu yang menyatakan adanya jaminan
ketersediaan suku cadang serta fasilitas dan pelayanan purna
jual produk telematika dan elektronika;
2.2.3 Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap produk elektronika
yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di
pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk
penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia;
2.2.4 Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa kartu jaminan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memuat
informasi sekurang-kurangnya:
a. Masa garansi;
b. Biaya perbaikan gratis selama masa garansi yang
diperjanjikan;
c. Pemberian
pelayanan
purna
jual
berupa
jaminan
ketersediaan suku cadang dalam masa garansi dan pasca
garansi;
d. Nama dan alamat pusat pelayanan purna jual (service
center);
80
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.2.5 Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa pemberian pelayanan
purna jual selama masa garansi dan pasca garansi sebagaimana
diatur pada ayat (2) huruf c berupa:
a. Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service center);
b. Ketersediaan suku cadang;
c. Penggantian produk sejenis apabila kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan;
dan
d. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa
garansi yang diperjanjikan.
2.3 Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan
Umum Layanan Purna Jual, yaitu:
2.3.1 Angka 2.3 menyebutkan bahwa yang dimaksud bengkel
perawatan dan perbaikan adalah tempat atau unit atau service
center perawatan dan perbaikan suatu barang yang memiliki
tenaga teknik yang kompeten, peralatan-peralatan kerja,
persediaan bagian, komponen, dan asesoris yang diperlukan
untuk penggantian, serta dokumen-dokumen teknik yang
diperlukan untuk perawatan dan perbaikan, sesuai dengan jenis
barang yang dilayaninya;
2.3.2 Angka 2.7 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah
pelayanan yang diberikan oleh prinsipal kepada konsumen
terhadap barang yang dijual dalam hal daya tahan kehandalan
operasional;
81
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.3.3 Angka 2.8 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual pasca
garansi meliputi jaminan perawatan berkala, perbaikan,
penggantian dan ketersediaan komponen dari barang yang
bersangkutan, ketersediaan teknologi, tenaga teknis yang
kompeten serta bengkel perawatan dan perbaikan yang
disediakan dengan biaya dibebankan kepada konsumen;
2.3.4 Angka 2.9 menyebutkan bahwa pelayanan purna jual selama
garansi meliputi jaminan pemeriksaan, perbaikan dan/atau
penggantian bila barang atau komponenya tidak berfungsi
dengan biaya ditanggung oleh prinsipal, selama barang
digunakan/dioperasikan secara benar sesuai dengan prosedur
penggunaan yang ditetapkan;
2.3.5 Angka 2.14 menyebutkan bahwa yang dimaksud prinsipal
pelayanan purna jual adalah perorangan atau badan usaha yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum di luar negeri
atau di dalam negeri yang bertanggungjawab dalam pelayanan
purna jual atas penjualan barang yang dimiliki/dikuasai dengan
atau tanpa menunjuk pihak lain;
2.4 Data penelitian terkait dengan Ketentuan Layanan Departemen
Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja
Service Center Polytron Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan
Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya sebagai berikut:
2.4.1 Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk
produk yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk
harus berwujud pesawat jadi, tidak berupa modul saja;
82
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.4.2 Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu
garansi dan bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe,
nomor seri yang terdaftar di database kami;
2.4.3 Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian
normal sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis
akibat kesalahan pabrik;
2.4.4 Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.
Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya
garansi, sesuai yang tertulis dalam kartu garansi;
2.4.5 Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami
memberikan garansi service selama 60 hari dari tanggal
pengambilan. garansi service berlaku untuk biaya perbaikan
dan biaya suku cadang yang sama dengan perbaikan
sebelumnya;
2.4.6 Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan
biaya perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan
sesuai ketentuan kami;
2.4.7 Memberikan
layanan
kunjungan
perbaikan
ke
rumah
konsumen, sebagai berikut:
a. Kunjungan
berdasarkan
permintaan
konsumen
dan
waktunya akan kami atur sesuai jadwal;
b. Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci
keatas, kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.
83
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.5 Data penelitian terkait formulir tanda serah terima barang antara
konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, yaitu:
2.5.1 Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan
bukti pembelian yang asli, sah dan benar;
2.5.2 Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku
sampai dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal
pembelian yang tercantum dalam bukti pembelian yang asli,
sah dan benar;
2.5.3 Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar
service center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena
memiliki resiko reparasi yang besar, maka konsumen
menyetujui konsekuensi adanya resiko reparasi dan tidak akan
mengajukan keberatan dikemudian hari, resiko reparasi antara
lain adalah produk tidak bias diperbaiki, adanya kerusakan
tambahan dan lain-lain;
2.5.4 Kami tidak bertanggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan
data di dalam memori produk, konsumen harus membackup
datanya sebelum diperbaiki;
2.5.5 Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila
ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih
lanjut;
2.5.6 Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi
PT Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas
produk yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh
konsumen;
84
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2.5.7 Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen
telah menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi
dan ketentuan layanan sevis PT Sarana Kencana Mulya.
2. Data Primer
Berdasarkan keterangan dari hasil wawancara dengan Kepala Teknisi
Service Center Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul
14.00 WIB, diperoleh data sebagai berikut :
3.1 Polytron adalah merek dagang elektronik yang diproduksi oleh PT
Hartono Istana teknologi sebagai produsen yang bergerak di bidang
elektronik yang bekerjasama dengan PT Sarana Kencana Mulya
sebagai perusahaan yang memasarkan merek Polytron.
3.2 Keberadaan Service Center Polytron di Purwokerto bertujuan agar
konsumen produk-produk Polytron dapat terjamin dalam pelayanan
perbaikan dan perawatan, baik selama masa garansi maupun pelayanan
pasca garansi.
3.3 Hak dan kewajiban konsumen dalam layanan purna jual di Service
Center Polytron Purwokerto adalah sebagai berikut:
3.3.1
Hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center
Polytron Purwokerto
a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service
Center Polytron Purwokerto;
b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron;
c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led
Polytron yang menjadi keluhan konsumen;
85
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan
televisi led Polytron;
e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led
Polytron yang mengalami kerusakan;
f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi
led Polytron di Service Center Polytron Purwokerto;
g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi
led yang telah diperbaiki dan habis masa garansi dari
pabrik;
h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led
Polytron selama masa garansi yang ditentukan;
i. Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led
Polytron;
j. Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led
Polytron;
k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron
bagi konsumen; yang lokasinya jauh dari Service Center
Polytron Purwokerto;
l. Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan
yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak
Service Center Polytron Purwokerto mempersilahkan
konsumen untuk mengadukan keluhannya ke nomor
costumer care pusat dengan nomor 0-800-1-10099 atau ke
website resmi www.Polytron co.id atau ke facebok Polytron
86
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
atau twiter @PolytronIndo atau ke lembaga lain yang
menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka.
3.3.2
Kewajiban konsumen dalam layanan purna jual televisi led di
Service Center Polytron Purwoketo adalah:
a. Menyampaikan secara benar kerusakan televisi led Polytron
kepada petugas Service Center Polytron;
b. Membayar jasa perbaikan televisi led Polytron seperti yang
telah disampaikan petugas Service Center Polytron jika
televisi led masa garansi pabrikan telah habis;
c. Menyimpan baik-baik surat tanda terima perbaikan televisi
led Polytron untuk mengambil dan mengklaim garansi
televisi led Polytron jika sudah habis masa garansi
pabrikan;
d. Menunjukan nota pembelian/ kuitansi dan kartu garansi
sebagai syarat yang asli dalam layanan perbaikan secara
gratis selama masa garansi pabrikan;
e. Mengikuti segala ketentuan yang diberikan Service Center
Polytron.
3.4 Jenis garansi untuk televisi led Polytron
Adapun untuk jenis garansi televisi led
Polytron adalah sebagai
berikut:
3.4.1
Untuk televisi led Polytron ukuran 19-32 inci berhak
mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya
penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk
remote selama 1 (satu) tahun);
87
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3.4.2
Untuk televisi led Polytron ukuran 39-65 inci berhak
mendapatkan layanan perbaikan gratis termasuk di dalamnya
penggantian semua suku cadang dan komponen led termasuk
remote selama 2 (dua) tahun);
3.5 Permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di
Service Center Polytron Purwokerto
3.5.1
Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke
Service Center Polytron Purwokerto:
a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang
dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti
kuitansi pembayaran dan lembar kartu
b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen
dapat
menunjukan
surat-surat
yang
dipersyaratkan pihak Service Center Polytron namun tidak
lengkap, contohnya konsumen hanya dapat menunjukan
kuitansi pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja;
c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai
diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda
terima barang yang diberikan petugas service center saat
konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami
kerusakan;
d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri
tertentu namun tidak membawa televisi led
yang
mengalami kerusakan.
88
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3.5.2 Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen:
a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada
Service
Center
Polytron,
konsumen
tidak memberi
informasi secara benar tentang kerusakan televisi led milik
konsumen
mengunjungi
sehingga
saat
konsumen
petugas
tidak
service
dapat
center
memperbaiki
kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak
membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna
memperbaiki kerusakan televisi led milik konsumen;
b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service
Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat
secara lengkap sehingga membuat petugas service center
yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat
berkunjung ke lokasi konsumen;
c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service
center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi;
3.6 Penanganan terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan
purna jual di Service Center Polytron Purwokerto
3.6.1
Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke
Service Center Polytron Purwokerto:
a. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen tidak dapat menunjukan surat-surat yang
dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti
kuitansi pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan
89
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera
diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera
diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen
agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi.
Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang
ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen
harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron.
b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan
pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap,
contohnya konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi
pembayaran saja atau lembar kartu garansi saja. Dengan
pertimbangan kerusakan televisi led Polytron dapat segera
diperbaiki, petugas tetap menerima televi led dan segera
diperbaiki dengan memberi informasi kepada konsumen
agar segera menyerahkan syarat-syarat pelayanan garansi.
Jika konsumen tidak dapat menunjukan persyaratan yang
ditentukan dalam paelayanan garansi, maka konsumen
harus mengganti biaya perbaikan televisi led Polytron.
c. Dalam hal pengambilan televisi led
yang sudah selesai
diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda
terima barang yang diberikan petugas Service saat
konsumen menyerahkan televisi led yang mengalami
kerusakan, konsumen dtetap diperbolehkan mengambil
90
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
televisi led Polytron yang sesesai diperbaiki dengan
membuat surat pernyataan bermaterai Rp 6000 ,00 disertai
foto copy identitas diri yang sesuai dengan data yang ada di
Service Center Polytron Purwokerto.
d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen
tipe dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led
yang mengalami kerusakan, maka dari petugas service
center tidak dapat memenuhi permintaan konsumen dan
menyarankan agar televisi led milik konsumen yang
mengalami kerusakan dibawa ke Service Center Polytron
Purwokerto.
3.6.2 Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan
ke rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto:
a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan
unit televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen
tidak memberi informasi secara benar tentang kerusakan
televisi led milik konsumen sehingga saat petugas Service
senter mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki
kerusakan televisi led milik konsumen akibat tidak
membawa komponen dan spare part yang diperlukan guna
memperbaiki kerusakan televisi led konsumen, adalah saat
sampai ke tempat konsumen, karena apa yang dikeluhkan
dan kenyataan tentang kerusakan berbeda, sehingga
mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan yang berakibat
91
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
kesalahan dalam pembawaan komponen dan spare part,
maka petugas Service Center Polytron memberi penjelasan
kepada konsumen bahwa untuk menangani kerusakan
televisi
led milik konsumen tersebut, televisi led milik
konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center
Polytron Purwokerto untuk diperbaiki.
b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi
konsumen kepada Service Center Polytron, konsumen tidak
memberikan alamat secara lengkap sehingga membuat
petugas
Service
Center
Polytron
yang
bertugas
mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung ke
lokasi konsumen adalah pertama dari petugas Service senter
yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen menghubungi
lewat handphone tentang alamat lokasi konsumen secara
jelas atau jika konsumen tidak dapat dihubungi, maka
konsumen tersebut batal untuk dikunjungi sampai ada
informasi yang jelas tentang lokasi konsumen berada.
c. Penanganan masalah saat memberi informasi nomor
handphone kepada service center, nomor handphone
konsumen tidak dapat dihubungi adalah dari petugas
Service Center Polytron sebelum data konsumen diberikan
kepada petugas yang akan berkunjung ke tempat konsumen,
meminta kepada konsumen agar member nomor handphone
lebih dari dua nomor handphone.
92
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3.7 Dalam proses menangani permasalahan yang terjadi saat melayani
keluhan konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto selalu
berusaha mengedepankan semangat kekeluargaan melalui musyawarah
dan itikad baik agar tercapai solusi permasalahan yang terbaik antara
pihak Service Center Polytron Purwokerto dan konsumen pengguna
televisi led Polytron. Warsono selanjutnya memberi keterangan kepada
penulis bahwa sampai saat wawancara dilakukan pihak Service Center
Polytron belum pernah menjumpai permasalahan konsumen yang
dibawa ke pengadilan.
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Konsumen dalam Layanan Purna
Jual di Service Center Polytron Purwokerto
Dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap konsumen dan
menghindarkan konsumen dari resiko kerugian akibat bertransaksi barang
dan atau jasa yang beredar di pasar pemerintah menetapkan Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No:
634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pengawasan
Terhadap Barang yang Beredar di Pasar. Pengawasan barang beredar ini,
di satu sisi sangat penting bagi produsen agar mereka terlindungi dari
persaingan yang tidak sehat baik untuk produksi dalam negeri maupun luar
negeri dan disisi lain, konsumen juga mendapatkan haknya memperoleh
barang yang terjamin mutu dan keamanannya (2009: 221-222).
93
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Perlindungan hukum bagi konsumen sangat dibutuhkan oleh
sebagian besar kalangan masyarakat khususnya adalah para konsumen
karena dalam pergaulan hidup mereka sehari-hari masih sangat banyak
ditemukan permasalahan tentang sengketa konsumen, dimana mereka
merasa dirugikan oleh produsen karena produk barang, dan/atau jasa yang
dikonsumsinya. Hal itulah yang menjadikan alasan konsumen kemudian
menuntut ganti kerugian kepada pelaku usaha, akan tetapi konsumen
belum mendapatkan perlindungan hukum yang tepat dikarenakan masih
lemahnya perlindungan hukum yang diberikan pelaku usaha terhadap
konsumen yang menderita kerugian tersebut (Elia Wuria Dewi, 2015:3).
Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015:
1) menjelaskan bahwa kalimat yang menyatakan “segala upaya yang
menjamin
adanya
kepastian
hukum“
merupakan
benteng
untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha
hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
Pelaku usaha maupun konsumen mempunyai hak yang sama untuk
mendapat perlindungan hukum selama pelaku usaha dan konsumen telah
memenuhi kewajibannya. Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku
usaha diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 4 mengenai hak dan kewajiban konsumen
dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha.
94
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.4 mengenai hak-hak
konsumen diketahui bahwa hak-hak konsumen menurut Pasal 4 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu
a. Hak
atas
kenyamanan,
keamanan,
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa:
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
diwajibkan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. Hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan
dan
upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;
Perlindungan hukum terhadap konsumen tidak hanya membahas
berbagai macam hak-hak yang dimiliki konsumen. Namun juga membahas
tentang kewajiban-kewajiban konsumen sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
pada Pasal 5.
95
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.5 mengenai kewajiban
konsumen diketahui bahwa kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pada Pasal 5 sebagai berikut:
a.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
b.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/jasa;
c.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.
Mengikuti
upaya
penyelesaian
hukum
sengketa
perlindungan
konsumen secara patut.
Selain harus memperhatikan hak-hak yang dimiliki, konsumen juga
harus memperhatikan kewajiban konsumen dalam segala aktivitasnya
dengan pelaku usaha. Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.6 mengenai
hak-hak pelaku usaha, diketahui bahwa hak-hak pelaku usaha menurut
Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen yaitu:
a. Hak utuk menerima pembayaran uang yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang tidak beritikad baik;
c. Hak untuk
melakukan pembelaan diri
sepatutnya di
dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
96
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
di perdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Menurut Elia Wuria Dewi (2015: 59), pelaku usaha sudah
sepantasnya mengerti dan memahami apa yang menjadi hak dan
kewajiban yang dimiliki dalam menjalankan usahanya sehingga tidak ada
pihak lain yang menderita kerugian. Hak-hak yang dimiliki oleh pelaku
usaha tersebut juga diimbangi dengan dibebankannya kewajiban bagi
pelaku usaha dimana kewajiban tersebut harus ditaati dan dilaksanakan
oleh pelaku usaha.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.1.7 mengenai kewajiban
pelaku usaha, diketahui bahwa kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal
7 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yaitu:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
d. Menjamin
mutu
barang
dan/atau
yang
diproduksi
dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku;
97
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau
mencoba barang dan atau/jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang di buat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.
Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli melalui
beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan tahap purna
transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus mendapatkan
informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya secara benar, jelas
dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk informasi lain yang
diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15).
Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut
terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai
kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun tidak
tertulis (AZ. Nasution, 2001: 15).
Masalah yang banyak terjadi dalam tahap ini adalah jika
terdapatnya perjanjian baku yang lebih banyak menguntungkan pelaku
usaha karena perjanjian itu dibuat secara sepihak, posisi konsumen disini
adalah lemah. Kemudian setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen
akan melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi.. Pada tahap
ketiga dalam tahapan transaksi konsumen ini dikenal istilah layanan purna
jual (AZ. Nasution, 2001: 15).
98
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Salah satu komponen penting dalam layanan purna jual sebuah
produk elektronik adalah keberadaan service center. Alasannya adalah
karena produk elektronik berkaitan dengan penggunaan listrik, sehingga
akan menimbulkan gangguan dan kerusakan dalam waktu tertentu. Hal
tersebut diungkapkan oleh Tekno Wibowo selaku Direktur Marketing PT
Hartono Istana Teknologi sebagai perusahaan yang memproduksi merek
Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-Polytron/diservice-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016
Pukul 23.29 WIB).
Tekno Wibowo selanjutnya menjelaskan bahwa adanya service
center dengan layanan yang baik akan memudahkan konsumen dalam
menyampaikan
keluhan
khususnya produk-produk
selama
menggunakan
produk
elektronik,
Polytron. Dengan begitu diharapkan bahwa
konsumen produk Polytron
akan mendapatkan
kenyamanan dan
kepuasan menggunakan produk-produk Polytron sehingga konsumen tetap
mempercayakan segala kebutuhan rumah tangganya kepada merek
Polytron (://swa.co.id/swa/ temds/marketing/perbaikanproduk-Polytron/diservice-center-maksimal-dua-hari-saja, diakses tanggal 28 November 2016
Pukul 23.29 WIB).
Demi mendukung kenyamanan dan kepuasan konsumen dalam
menggunakan produk-produk Polyron di Purwokerto dan sekitarnya
didirikanlah Service Center Polytron. Warsono selaku Kepala Teknisi
Service Center Polytron Purwokerto saat diwawancarai di Service Center
Polytron Purwokerto tanggal 19 Desember 2016 pukul 14.00 WIB
99
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
memberikan
keterangan
bahwa
jajaran
Service
Center
Polytron
Purwokerto dalam melayani konsumen dituntut agar senantiasa melayani
konsumen dengan sebaik-baiknya.
Pelayanan terhadap konsumen tersebut tercermin dalam setiap
interaksi antara karyawan Service Center Polytron Purwokerto dengan
konsumen baik interaksi langsung maupun interaksi lewat media
elektronika seperti telephone, whatsap, facebok dan twiter. Setiap
konsumen pengguna televisi led Polytron yang hendak menggunakan jasa
Service Center Polytron Purwokerto, berhak mendapatkan pelayanan
sebagaimana ditemukan pada hasil penelitian nomor 3.3.1 mengenai hak
konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron sebagai
berikut:
a. Mendapatkan pelayanan yang ramah dari petugas Service Center
Polytron Purwokerto;
b. Menyampaikan informasi atas kerusakan produk Polytron;
c. Mendapatkan informasi tentang kerusakan televisi led Polytron yang
menjadi keluhan konsumen;
d. Mendapatkan informasi terhadap resiko akbat perbaikan televisi led
Polytron;
e. Mendapatkan informasi tentang harga perbaikan televisi led Polytron
yang mengalami kerusakan;
f. Mendapatkan informasi tentang lamanya perbaikan televisi led
Polytron di Service Center Polytron Purwokerto;
g. Mendapatkan garansi dua bulan untuk perbaikan televisi led yang telah
diperbaiki dan habis masa garansi dari pabrik;
100
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
h. Mendapatkan layanan perbaikan gratis atas televisi led
Polytron
selama masa garansi yang ditentukan;
i.
Mendapatkan informasi tentang batasan garansi televisi led Polytron;
j.
Mendapatkan surat tanda terima perbaikan televisi led Polytron;
k. Mendapatkan layanan antar jemput televisi led Polytron bagi
konsumen yang lokasinya jauh dari Service Center Polytron
Purwokerto;
l.
Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap layanan yang
diberikan Service Center Polytron Purwokerto, pihak Service Center
Polytron Purwokerto mempersilahkan konsumen untuk mengadukan
keluhannya ke nomor custumer care pusat dengan nomor 0-800-110099 atau ke website resmi www.Polytron.co.id atau ke facebok
Polytron atau twiter @PolytronIndo atau ke lembaga lain yang
menurut konsumen dapat menampung keluhan mereka.
Pelayanan seperti dijelaskan di atas, menurut Warsono merupakan
implementasi dari Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana
Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center Polytron
Purwokerto. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana
Kencana Mulya seperti ditemukan pada hasil penelitan nomor 2.4, adalah
sebagai sebagai berikut:
a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk
yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud
pesawat jadi, tidak berupa modul saja;
101
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan
bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar
di database kami;
c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal
sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan
pabrik;
d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.
Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai
yang tertulis dalam kartu garansi;
e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan
garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi
service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang
sama dengan perbaikan sebelumnya;
f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya
perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan
kami;
g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen,
sebagai berikut:
1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan
kami atur sesuai jadwal;
2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas,
kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.
102
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Pihak Service Center Polytron dengan konsumennya dalam
melakukan layanan purna jual terjadi hubungan hukum diantara kedua
pihak. Hubungan hukum tersebut terjadi karena ditanda tanganinya
formulir tanda terima barang yang diajukan oleh pihak Service Center
Polytron sebelum konsumen mendapatkan layanan purna jual. Berdasarkan
hasil penelitian 2.5 mengenai formulir tanda serah terima barang antara
konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto, diketahui
hak dan kewajiban antara konsumen dan pihak Service Center Polytron
adalah sebagai berikut:
a. Garansi diberikan apabila produk disertai kartu garansi dan bukti
pembelian yang asli, sah dan benar;
b. Untuk produk yang masih garansi jual, masa garansi berlaku sampai
dengan waktu yang ditentukan sesuai tanggal pembelian yang
tercantum dalam bukti pembelian yang asli, sah dan benar;
c. Untuk produk yang tidak garansi atau bekas perbaikan diluar service
center resmi PT Sarana Kencana Mulya, karena memiliki resiko
reparasi yang besar, maka konsumen menyetujui konsekuensi adanya
resiko reparasi dan tidak akan mengajukan keberatan dikemudian hari,
resiko reparasi antara lain adalah produk tidak bisa diperbaiki, adanya
kerusakan tambahan dan lain-lain;
d. Kami tidak bertnggungjawab terhadap kehilangan/kerusakan data di
dalam memori produk, konsumen harus membackup datanya sebelum
diperbaiki;
103
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
e. Adanya perubahan status garansi menjadi tidak garansi, apabila
ditemukan kesalahan garansi setelah produk diperiksa lebih lanjut;
f. Pengambilan produk harus menggunakan tanda terima resmi PT
Sarana Kencana Mulya. Kami tidak bertanggungjawab atas produk
yang lebih dari 3 (tiga) bulan tidak diurus/diambil oleh konsumen;
g. Dengan menandatangani tanda terima ini, berarti konsumen telah
menyetujui persyaratan perbaikan sesuai kartu garansi dan ketentuan
layanan Sevice PT Sarana Kencana Mulya.
Formulir tersebut merupakan perjanjian standar atau klausula baku
yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak setelah ditanda tangani
oleh pihak konsumen. Setelah adanya hubungan hukum diantara kedua
pihak, maka terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Menurut Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, maka terjadinya perjanjian diantara kedua
pihak merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi seluruh ketentuan
yang telah disepakati diantara keduanya. Dalam hal ini adalah pihak
Service Center Polytron dan konsumen pengguna jasa layanan purna jual
televisi led Polytron.
Perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa layanan
purna jual televisi led di Service Center Poytron terkait dengan Pasal 4
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
diuraikan sebagai berikut:
104
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
a. Hak
atas
kenyamanan,
keamanan,
dan
keselamatan
dalam
mengkonsumsi barang dan/ atau jasa
Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (a)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau
jasa.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 41) berpendapat
bahwa hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/ jasa pada intinya adalah melindungi hak
konsumen atas hak keamanan dan kesalamatan konsumen. Hak atas
keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan
dan keselamatan konsumen dalam penggunaan barang atau jasa yang
diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian (fisik
maupun psikis) apabila mengkonsumsi suatu produk.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (a) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai
Ketentuan
Layanan Departemen
Service PT. Sarana Kencana
Mulya serta hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban
konsumen
pada
formulir
tanda
serah
terima
barang
antara
konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila
dihubungkan dengan pendapat Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, maka
dapat dideskripsikan bahwa pelayanan purna jual yang dilakukan
105
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Servive Center Polytron terhadap konumen pengguna televisi led
Polytron
baik selama masa garansi maupun pasca garansi telah
memenuhi ketentuan Pasal 4 Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
b. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang
dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
diwajibkan
Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan
barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang diwajibkan terdapat pada Pasal 4 huruf (b) Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk memilih barang
dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Seorang konsumen di dalam melakukan transaksi jual beli
melalui beberapa tahap yaitu tahap pra transaksi, tahap transaksi dan
tahap purna transaksi. Dalam tahap pra transaksi, konsumen harus
mendapatkan informasi atas barang dan/atau jasa yang akan dibelinya
secara benar, jelas dan jujur melalui brosur, label, iklan ataupun bentuk
informasi lain yang diberikan pelaku usaha (AZ. Nasution, 2001: 15).
Setelah benar-benar yakin akan barang dan/atau jasa tersebut
terjadilah tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak sudah mencapai
kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian baik tertulis maupun
tidak tertulis. Setelah terjadinya transaksi, seorang konsumen akan
106
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
melewati tahap selanjutnya yaitu tahap purna transaksi. Pada tahap
purna transaksi ini berhubungan dengan tingkat kepuasan konsumen,
apakah barang dan/atau jasa yang dibelinya sesuai dengan apa yang
diiklankan, sesuai dengan jaminan atau layanan purna jualnya sudah
memadai atau belum. Pada tahap ketiga dalam tahapan transaksi
konsumen ini dikenal istilah layanan purna jual (AZ. Nasution,
2001: 15).
Philip Kotler (2002: 508) mengatakan bahwa layanan purna jual
adalah layanan yang diberikan perusahaan kepada seorang konsumen
setelah terjadinya transaksi penjualan. Menurut ketentuan Bab I Pasal 1
angka (12)
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang Beredar di Pasar,
disebutkan bahwa pelayanan purna jual adalah layanan yang diberikan
oleh pelaku usaha kepada konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang
dijual dalam hal jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional
sekurang-kurangnya satu tahun.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (b) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 dan Pasal 1 angka (12) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa Yang
Beredar di Pasar jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.4
mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana
Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban
107
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
konsumen pada formulir tanda serah terima barang antara konsumen
dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto apabila dihubungkan
dengan pendapat pendapat AZ Nasution dan Philip Kotler, maka dapat
dideskripsikan bentuk perlindungan hukum yang diberikan Service
Center Purwokerto kepada konsumen adalah dalam hal memberikan
pelayanan terhadap jaminan yang dijanjikan, telah terpenuhi karena hak
tersebut masuk dalam kategori pelayanan purna jual.
Mengenai hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan atau
jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, belum terpenuhi karena hak
tersebut masuk dalam layanan pra transaksi dan transaksi bukan dalam
layanan purna transaksi sehingga bukan kewajiban Service Center
Polytron Purwokerto untuk memenuhinya.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/ atau jasa
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/ atau jasa terdapat pada Pasal 4 huruf (c)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yang menyatakan bahwa hak konsumen adalah atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau
jasa.
Elia Wuria Dewi (2015: 17) menjelaskan bahwa konsumen
berhak atas informasi yang benar,, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/ jasa dimksudkan agar pelaku usaha selalu terbuka dan
transparan atas informasi kondisi produk serta jaminan atas barang
108
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
yang diedarkan kepada konsumen sehingga konsumen tidak merasa
dirugikan karena informasi yang didapatkan tidak sesuai dengan
kondisi produk barang yang ditawarkan.
Janus Sidablok (2014: 58) menjelaskan bahwa sebelum
konsumen memakai atau mengkonsumsi produk yang diperolehnya dari
pasar, tentu ada peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa
atau keadaan-keaadaan itu dapat digolongkan atau dikelompokan
kedalam beberapa tahapan peristiwa/keadaan. Adapun tahapan yang
terjadi dalam transaksi yang dilakukan antara produsen-pelaku usaha
dan konsumen dalam upaya konsumen untuk memperoleh produk
adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pra Transaksi;
2) Tahap Transaksi;
3) Tahap Purna Transaksi.
Tahap
pra
transaksi
adalah
tahap
sebelum
adanya
perjanjian/transaksi konsumen, yaitu keadaan-keadaan atau peristiwaperistiwa yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli
dan memakai produk yang diedarkan produsen-pelaku usaha (Janus
Sidablok, 2014: 58).
Pada tahap pra transaksi, sesuai dengan haknya sebagai
konsumen,
konsumen
mencoba
mencari
informasi
mengenai
kebutuhannya, antara lain syarat-syarat yang perlu dipenuhi/disediakan,
harga,
komposisi,
kegunaan,
khasiat,
manfaat,
keunggulannya
dibanding dengan produk lain sejenis, cara pemakaian/penggunaan dan
109
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
sebagainya.
Sebaliknya
produsen-pelaku usaha-penjual memberi
informasi melalui berbagai media supaya konsumen tertarik dan mau
membeli/memakai. Dengan demikian, perbuatan produsen yang
berkaitan dengan pemasaran khususnya promosi dan tindakan
konsumen dalam mencari informasi tentang kebutuhannya dapat
digolongkan sebagai tahap pra transaksi (Janus Sidablok, 2014: 59).
Berdasarkan Pasal 4 huruf (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil
penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service
PT. Sarana Kencana dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan
kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah terima
barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron apabila
dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan pendapat Janus
Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa pihak Service Center
Polytron Purwokerto belum mempunyai kewajiban memberikan
perlindungan kepada konsumen akan hak ini dikarenakan hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/ atau jasa termasuk masuk dalam kegiatan konsumen pada
tahap pra transaksi
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ jasa
yang digunakan
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/
jasa yang digunakan terdapat pada Pasal 4 huruf (d) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
110
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
menyatakan bahwa hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/ jasa yang digunakan.
Elia Wuria Dewi (2015: 17-18) menjelaskan bahwa hak
konsumen untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang atau
jasa yang digunakan konsumen dimaksudkan agar pelaku uasaha harus
bersedia mendengarkan keluhan atau komplain yang diajukan oleh
konsumen ketika barang dan/ atau jasa yang ditawarkan serta
diedarkannya tidak sesuai dengan yang dipromosikan.
Janus Sidablok (2014: 34) menjelaskan bahwa apabila setelah
mengkonsumsi produk kemudian konsumen merasa dirugikan atau
dikecewakan karena ternyata produk yang dikonsumsinya tidak sesuai
dengan informasi yang diterimanya (misalnya, kualitas tidak sesuai),
produsen-pelaku usaha seharusnya mendengar keluhan konsumen itu
dan memberikan penyelesaian yang baik. Perlu ketulusan hati dari
produsen-pelaku usaha untuk mengakui kelemahannya dan senantiasa
meningkatkan pelayanannya kepada konsumen.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan
bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak
dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian.
Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara
kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh
suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia.
111
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (d) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen
jika dikaitkan dengan hasil
penelitian nomor 3.3.1.b mengenai hak konsumen dalam layanan purna
jual di Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian nomor
3.3.1.l mengenai hak konsumen dalam layanan purna jual di Service
Center Polytron Dalam hal konsumen merasa tidak puas terhadap
layanan yang diberikan Service Center Polytron Purwokerto apabila
dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi, Janus Sidablok serta
pendapat
Ahmadi
Miru
dan
Sutarman Yodo,
maka
dapat
dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto dalam
memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah memenuhi
ketentuan Pasal 4 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
e. Hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan
dan
upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut terdapat
pada Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak konsumen
adalah hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Elia Wuria Dewi (2015: 18) mengatakan bahwa konsumen
berhak mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut dimaksudkan agar para
112
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
konsumen yang mengalami kerugian dapat mendapatkan perlindungan
dan jaminan kepastian hukum sebagaimana yang telah di atur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dapat menyelesaikan
permasalahan mereka melalui badan penyelesaian sengketa lain di luar
pengadilan yang memiliki kewenangan dalam permasalahan sengketa
konsumen.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo (2015: 43-44) menjelaskan
bahwa hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak
dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian.
Hak ini dapat disampaikan baik secara perorangan maupun secara
kolektif, baik yang disampaikan secara langsung maupun diwakili oleh
suatu lembaga tertentu misalnya melalu Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia.
Janus Sidablok (2014: 34) menegaskan bahwa mengingat
produsen-pelaku usaha berada dalam kedudukan yang lebih kuat, baik
secara ekonomis maupun dari segi kekuasaan dibanding dengan
konsumen, maka konsumen perlu mendapatkan advokasi, perlindungan,
serta upaya penyelesaian sengketa secara patut atas hak-haknya.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (e) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan pada hasil
penelitian nomor 3.3.1.l mengenai hak konsumen dalam layanan purna
jual di Service Center Polytron apabila dihubungkan dengan pendapat
Elia Wuria Dewi, Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo
dan Janus
Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron
113
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen
telah memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen
terdapat pada Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak
konsumen adalah hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen.
Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa hak untuk
mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen dimaksudkan agar
ketika seorang konsumen itu mengalami hal-hal yang dirasa merugikan
dirinya, mereka tidak hanya diam saja melainkan akan cepat menyadari
bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha sehingga dengan
kritis dan mandiri mereka akan dapat memperjuangkan haknya sendiri
sebagai konsumen.
Janus Sidablok (2014: 34) memberikan ulasan bahwa konsumen
berhak mendapatkan pembinaan dan pendidikan mengenai bagaimana
berkonsumsi yang baik. Produsen pelaku usaha wajib memberi
informasi yang benar dan mendidik sehingga konsumen makin dewasa
bertindak
dalam
memenuhi
kebutuhannya,
bukan
sebaliknya
mengeksploitasi kelemahan-kelemahan konsumen terutama wanita dan
anak-anak.
114
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (f) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen hasil penelitian nomor 2.4
mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana
Mulya jika dikaitkan dengan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak
dan kewajiban konsumen
pelaku usaha pada formulir tanda serah
terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron
Purwokerto serta hasil penelitian hasil penelitian nomor 3.3.1 mengenai
hak konsumen dalam layanan purna jual di Service Center Polytron,
apabila dihubungkan dengan pendapat Elia Wuria Dewi dan Janus
Sidablok dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron
Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen
telah memenuhi hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa
hak konsumen adalah hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Hak tersebut juga diatur pada
Pasal 7 huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang menyatakan pelaku usaha harus
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
115
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Elia Wuria Dewi (2015: 18) menjelaskan bahwa konsumen
mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif dimaksudkan agar pelayanan yang dilakukan
pelaku usaha harus ramah dan tidak berusaha mengelabuhi atau bahkan
memberikan informasi yang tidak benar kepada konsumen.
Janus
Sidablok
(2014:
35)
menjelaskan
bahwa
dalam
memperoleh pelayanan, konsumen berhak juga untuk diperlakukan
secara benar dan jujur serta sama dengan konsumen lainnya, tanpa ada
pembeda-bedaan berdasarkan ukuran apapun, misalnya, suku, agama,
budaya, daerah asal atau tempat tinggal, pendidikan, status ekonomi
(kaya-miskin), dan status sosial lainnya.
Berdasarkan Pasal 4 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen jika dikaitkan dengan hasil
penelitian nomor 2.4 mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service
PT. Sarana Kencana Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai
hak dan kewajiban konsumen pelaku usaha pada formulir tanda serah
terima barang antara konsumen dengan pihak Service Center Polytron
apabila dihubungkan dengan pendapat Eli Wuria Dewi dan Janus
Sidablok, maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron
Purwokerto dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen
telah memenuhi hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
116
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya Pasal 4 huruf (h) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa hak
konsumen adalah hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/
atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya juga diatur pada Pasal 7 huruf (f) dan (g) Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 7 huruf
(f) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
Pasal 7 huruf (g) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa kewajiban pelaku usaha
adalah memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
117
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Elia Wuria Dewi (2015: 18) berpendapat bahwa untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya merupakan
salah satu tanggung jawab yang harus dimiliki oleh selaku pelaku
usaha, dimana mereka wajib memberikan ganti rugi kepada konsumen
ketika produk barang dan/ atau jasa yang mereka edarkan tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan dan tidak sesuai dengn keinginan konsumen.
Berdasarkan Pasal 4 huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 7 huruf
f
menyatakan
memberi
bahwa
kewajiban
pelaku
usaha
adalah
yang
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan jika dikaitakan dengan hasil penelitian nomor 2.4
mengenai Ketentuan Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana
Mulya dan hasil penelitian nomor 2.5 mengenai hak dan kewajiban
yang tercantum pada formulir tanda serah terima barang antara
konsumen dengan pihak Service Center Polytron Purwokerto serta hasil
penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan permasalahan yang
ditemukan Service Center Polytron Purwokerto, jika dikaitkan dengan
pendapat Eli Wuria Dewi dan Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo serta
maka dapat dideskripsikan bahwa Service Center Polytron Purwokerto
dalam memberikan layanan purna jual terhadap konsumen telah
memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
118
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
2. Penyelesaian Masalah Dalam Upaya Perlindungan Hukum Pada
Layanan Purna Jual Televisi Led Di Service Center Polytron
Purwokerto
Ketidaktaatan pada isi transaksi konsumen, kewajiban, serta
larangan sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat melahirkan sengketa antara
pelaku usaha dan konsumen. Sengketa itu dapat berupa salah satu pihak
tidak mendapatkan atau menikmati apa yang seharusnya menjadi haknya
karena pihak lawan tidak memenuhi kewajibannya.. Sengketa yang timbul
antara pelaku usaha dan konsumen berawal dari transaksi konsumen
disebut sengketa konsumen (Janus Sidablok, 2014: 127).
Penyelesaian sengketa konsumen menurut Pasal 45 Undangundang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
a. Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat
menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
umum;
b. Ayat (2) menjelaskan bahwa penyeelesaian sengketa konsumen dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan
pilihan sukarela para pihak yang bersengketa;
Janus Sidablok (2014: 127) berpendapat bahwa sengketa
konsumen dapat bersumber dari dua hal, yaitu:
a. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana
diatur dalam undang-undang
Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukum sebagai mana
119
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
diatur dalam undang-undang artinya pelaku usaha mengabaikan
ketentuan undang-undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha
dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan
usahanya. Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari
hukum.
b. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian
Pelaku usaha usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian yang
berarti, baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajiban
sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat antara mereka.
Sengketa ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari kontrak.
Penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan konsumen dapat
diselesaikan dengan dua jalur, yaitu lewat pengadilan atau litigasi dan di
luar pengadilan atau non litigasi hal ini dijelaskan oleh Janus Sidablok
dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (2014: 128).
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Di luar pengadilan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ialah penyelesaian melalui
lembaga-lembaga pemeritah yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha (yaitu Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Nasional) dan /atau forum lain untuk mencapai
kesepakatan, merujuk pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, forum yang
dimaksud adalah forum negoisasi, konsiliasi, mediasi, penilaian ahli
dan arbritase.
120
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Pengadilan.
Penyelesaian masalah dengan litigasi, berarti pelaku usaha dan
konsumen yang mengalami kerugian menempuh jalur di pengadilan
yang berada di lingkungan peradilan umum.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.5 diketahui mengenai
permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual televisi led di
Service Center Polytron Purwokerto, yaitu:
3.5.1
Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke
Service Center Polytron Purwokerto:
a. Dalam hal televisi led
konsumen
tidak
dapat
masih dalam masa garansi pabrik,
menunjukan
surat-surat
yang
dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi
pembayaran dan lembar kartu garansi.
b. Dalam hal televisi led masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen dapat menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan
pihak Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya
konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja
atau lembar kartu garansi saja;
c. Dalam hal pengambilan televisi led yang sudah selesai
diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda
terima barang yang diberikan petugas service center.
d. Konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe dan seri
tertentu namun tidak membawa televisi led yang mengalami
kerusakan.
121
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
3.5.2
Dalam hal layanan purna jual kunjungan ke tempat konsumen:
a. Saat memberi informasi kerusakan unit televisi led kepada
Service Center Polytron, konsumen tidak memberi informasi
secara benar tentang kerusakan televisi led milik konsumen
sehingga saat petugas service center mengunjungi konsumen
tidak dapat memperbaiki kerusakan televisi led milik
konsumen akibat tidak membawa komponen dan spare part
yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan televisi led milik
konsumen;
b. Saat memberi informasi lokasi konsumen kepada Service
Center Polytron, konsumen tidak memberikan alamat secara
lengkap sehingga membuat petugas service center yang
bertugas mengunjungi lokasi konsumen tidak dapat berkunjung
ke lokasi konsumen;
c. Saat memberi informasi nomor handphone kepada service
center, nomor handphone konsumen tidak dapat dihubungi;
Berdasarkan hasil penelitian nomor 3.6 menegenai penanganan
terhadap permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna jual di
Service center Purwokerto, diketahui bahwa:
3.6.1
Dalam hal layanan purna jual konsumen datang langsung ke
Service Center Polytron Purwokerto:
a. Dalam hal televisi led
konsumen
tidak
dapat
masih dalam masa garansi pabrik,
menunjukan
surat-surat
yang
dipersyaratkan pihak Service Center Polytron seperti kuitansi
122
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
pembayaran dan lembar kartu garansi, dengan pertimbangan
kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas
tetap menerima televi led dan segera diperbaiki dengan
memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan
syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat
menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan
garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan
televisi led Polytron.
b. Dalam hal televisi led
masih dalam masa garansi pabrik,
konsumen menunjukan surat-surat yang dipersyaratkan pihak
Service Center Polytron namun tidak lengkap, contohnya
konsumen hanya dapat menunjukan kuitansi pembayaran saja
atau lembar kartu garansi saja. Dengan pertimbangan
kerusakan televisi led Polytron dapat segera diperbaiki, petugas
tetap menerima televisi led dan segera diperbaiki dengan
memberi informasi kepada konsumen agar segera menyerahkan
syarat-syarat pelayanan garansi. Jika konsumen tidak dapat
menunjukan persyaratan yang ditentukan dalam paelayanan
garansi, maka konsumen harus mengganti biaya perbaikan
televisi led Polytron.
c. Dalam hal pengambilan televisi led
yang sudah selesai
diperbaiki, konsumen tidak dapat menunjukan surat tanda
terima barang yang diberikan petugas Service saat konsumen
menyerahkan
televisi
led
yang
mengalami
kerusakan,
123
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
konsumen dtetap diperbolehkan mengambil televisi led
Polytron yang sesesai diperbaiki dengan membuat surat
pernyataan bermaterai Rp 6000 ,00 disertai foto copy identitas
diri yang sesuai dengan data yang ada di Service Center
Polytron Purwokerto.
d. Dalam hal konsumen hanya bersedia membeli komponen tipe
dan seri tertentu namun tidak membawa televisi led
yang
mengalami kerusakan, maka dari petugas service center tidak
dapat memenuhi permintaan konsumen dan menyarankan agar
televisi led milik konsumen yang mengalami kerusakan dibawa
ke Service Center Polytron Purwokerto.
3.6.2
Dalam hal layanan purna jual konsumen mendapat kunjungan ke
rumah oleh petugas Service Center Polytron Purwokerto:
a. Penanganan masalah saat memberi informasi kerusakan unit
televisi led kepada Service Center Polytron, konsumen tidak
memberi informasi secara benar tentang kerusakan televisi led
milik konsumen sehingga saat petugas service center
mengunjungi konsumen tidak dapat memperbaiki kerusakan
televisi led milik konsumen akibat tidak membawa komponen
dan spare part yang diperlukan guna memperbaiki kerusakan
televisi led konsumen, adalah saat sampai ke tempat konsumen,
karena apa yang dikeluhkan dan kenyataan tentang kerusakan
berbeda, sehingga mengakibatkan kesalahan analisa kerusakan
yang berakibat kesalahan dalam pembawaan komponen dan
124
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
spare part, maka petugas Service Center Polytron memberi
penjelasan
kepada
konsumen
bahwa
untuk
menangani
kerusakan televisi led milik konsumen tersebut, televisi led
milik konsumen tersebut harus dibawa ke Service Center
Purwokerto untuk diperbaiki.
b. Penanganan masalah saat memberi informasi lokasi konsumen
kepada Service Center Polytron, konsumen tidak memberikan
alamat secara lengkap, sehingga membuat petugas Service
Center Polytron yang bertugas mengunjungi lokasi konsumen
tidak dapat berkunjung ke lokasi konsumen adalah pertama dari
petugas service center yang bertugas mengunjungi lokasi
konsumen menghubungi lewat handphone tentang alamat
lokasi konsumen secara jelas atau jika konsumen tidak dapat
dihubungi, maka konsumen tersebut batal untuk dikunjungi
samapai ada informasi yang jelas tentang lokasi konsumen
berada.
c. Penanganan
masalah
saat
memberi
informasi
nomor
handphone kepada service center, nomor handphone konsumen
tidak dapat dihubungi adalah dari petugas Service Center
Polytron sebelum data konsumen diberikan kepada petugas
yang akan berkunjung ke tempat konsumen, meminta kepada
konsumen agar member nomor handphone lebih dari dua
nomor handphone.
125
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Dalam melaksanakan kegiatan layanan purna jual termasuk di
dalamnya menangani keluhan konsumen terhadap permasalah yang terjadi
dalam penggunaan televisi led, Service Center Polytron Purwokerto
menggunakan pedoman Ketentuan Layanan Departemen Service PT.
Sarana Kencana Mulya. Adapun Ketentuan Layanan Departemen Service
PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi landasan kerja Service Center
Polytron Purwokerto seperti tertulis dalam hasil penelitian nomor 2.4
yaitu:
a. Menyediakan layanan perbaikan produk dan penjualan untuk produk
yang dijual oleh PT. Sarana Kencana Mulya. Produk harus berwujud
pesawat jadi, tidak berupa modul saja;
b. Untuk mendapatkan garansi, pesawat harus disertai kartu garansi dan
bukti pembelian yang sah sesuai dengan tipe, nomor seri yang terdaftar
di database kami;
c. Garansi berlaku untuk kerusakan yang diakibatkan pemakaian normal
sesuai dengan buku petunjuk dan gangguan teknis akibat kesalahan
pabrik;
d. Jangka waktu garansi berlaku dari tanggal pembelian produk.
Ketentuan waktu, cakupan dan syarat-syarat berlakunya garansi, sesuai
yang tertulis dalam kartu garansi;
e. Untuk perbaikan pesawat sudah tidak bergaransi, kami memberikan
garansi service selama 60 hari dari tanggal pengambilan. Garansi
service berlaku untuk biaya perbaikan dan biaya suku cadang yang
sama dengan perbaikan sebelumnya;
126
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
f. Untuk pesawat yang sudah tidak bergaransi, akan dikenakan biaya
perbaikan, biaya suku cadang atau biaya kunjungan sesuai ketentuan
kami;
g. Memberikan layanan kunjungan perbaikan ke rumah konsumen,
sebagai berikut:
1) Kunjungan berdasarkan permintaan konsumen dan waktunya akan
kami atur sesuai jadwal;
2) Kunjungan hanya berlaku untuk produk televisi 20 inci keatas,
kulkas, ac, dispenser dan mesin cuci.
Berdasarkan hasil penelitian nomor 2.4 mengenai
Ketentuan
Layanan Departemen Service PT. Sarana Kencana Mulya yang menjadi
landasan kerja Service Center Polytron Purwokerto dan hasil penelitian
nomor 3.5 mengenai permasalahan yang ditemukan dalam layanan purna
jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto serta hasil
penelitian nomor 3.6 mengenai penanganan terhadap permasalahan yang
ditemukan dalam layanan purna jual di Service Center Polytron
Purwokerto jika dikaitkan dengan pendapat Janus Sidablok, maka dapat
dideskripsikan bahwa pihak Service Center Polytron Purwokerto dalam
menangani permasalahan yang terjadi saat melayani keluhan konsumen,
pihak Service Center Polytron Purwokerto telah memenuhi:
a. Ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa perlindungan
konsumen
berasaskan
manfaat,
keadilan,
keseimbangan
dan
keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
127
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
b. Ketentuan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang
Perlindungan
Konsumen
yang
menyebutkan
bahwa
Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan
atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa.
c. Penjelasan Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang
Perlindungan
Konsumen
yang
menyebutkan
bahwa
penyelesaian sengketa konsumen tidak menutup kemungkinan
penyelesaian damai oleh pihak yang bersengketa. Yang dimaksud
dengean penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan
konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen.
Yusuf Shofie (2003: 26), menuliskan bahwa penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadillan dapat dilakukan dengan upaya hukum
sebagai berikut :
1) Konsiliasi
Cara ini ditempuh berdasarkan inisiatif salah satu pihak yang
bersengketa atau para pihak yang bersengketa. Majelis Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen hanya bersikap pasif, hanya sebagai
perantara antara para pihak yang bersengketa tersebut.
2) Mediasi
Mediasi ditempuh atas inisiatif salah satu pihak atau para pihak dan
Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersikap aktif dengan
128
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
menjadi perantara dan penasihat. Mediasi adalah suatu proses
penyelesaian sengketa dimana pihak ketiga merupakan pihak netral
mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa
yang disepakati.
3) Arbitase
Arbitrase ini ditempuh dengan cara para pihak menyerahkan
sepenuhnya kepada Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi.
Ketiga cara penyelesaian sengketa tersebut dilakukan atas dasar
pilihan dan persetujuan para pihak dan bukan proses penyelesaian sengketa
secara berjenjang. Instrumen hukum lain dapat ditempuh konsumen tanpa
terlebih dahulu melalui instrumen hukum Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara konsumen dan pihak
Service Center Polytron mengenai solusi terkait permasalahan yang terjadi,
konsumen dapat menempuh upaya hukum dengan meminta bantuan:
1) Badan Penyelesain Sengketa Konsumen Nasional
2) Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
129
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perlindungan hukum konsumen dalam layanan purna jual televisi led di
Service Center Polytron Purwokerto meliputi pelayanan purna jual selama
garansi dan layanan purna jual pasca garansi. Dalam memberikan layanan
purna jual kepada konsumen, pihak Service Center Polytron Purwokerto
melalui Ketentuan Layanan Departemen Service PT Sarana Kencana Mulya
telah memenuhi enam hak konsumen sesuai dengan Pasal 4 UUPK, yaitu
hak untuk mendapatkan kenyamanan, untuk didengar pendapatnya, untuk
mendapatkan advokasi, untuk mendapat pembinaan, untuk dilayani secara
benar, dan untuk mendapatkan kompensasi. Adapun hak-hak konsumen
yang tidak masuk dalam kewenangan Service Center Polytron Purwokerto
dalam memberikan layanan purna jual adalah hak untuk memilih barang
dan hak untuk mendapatkan informasi yang benar tentang jaminan yang
dijanjikan seperti diatur pada Pasal 4 huruf (b) dan (c) UUPK.
2. Penyelesaian masalah dalam upaya perlindungan hukum konsumen pada
layanan purna jual televisi led Polytron di Servive Center Polytron Purwokerto
dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi. Jalur litigasi dapat ditempuh
melalui peradilan umum, yakni pengadilan negeri baik melalui gugatan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan Undangundang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lain yang terkait.
Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat ditempuh melalui jalur
130
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
mediasi, konsiliasi, arbritase dan negoisasi. Pada prakteknya, penanganan
penyelesaian sengketa di Service Center Polytron Purwokerto dilakukan
dengan negoisasi dalam rangka menemukan kesepakatan bersama terhadap
penyelesaian sengketa yang terjadi.
B. Saran
1. Bagi
pihak
Service Center
Polytron
Purwokerto diharapkan lebih
meningkatkan lagi pelayanan purna jual terutama dalam kecepatan dan
ketepatan waktu perbaikannya agar dapat meningkatkan kepercayaan
konsumen dalam menggunakan televisi led merek Polytron.
2. Bagi konsumen pengguna televisi led Polytron diharapkan dalam mengajukan
claim baik selama produk televisi led Polytron masih dalam garansi resmi
maupun yang sudah melewati garansi resmi agar mengikuti persyaratan yang
ditentukan pihak Service Center Polytron Purwokerto sehingga penanganan
layanan purna jual televisi led Polytron milik konsumen dapat segera
dipenuhi.
131
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Barkatulah, Abdul Halim, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis
dan Perkembangan Pemikiran, Nusa Media, Bandung.
Dadang, Sukar, 2011, Membuat Suatu Perjanjian, Andi Offset, Yogyakarta.
Dewi, Eli Wuria, 2015, Hukum Perlindungan Konsumen, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Darus Badrulzaman, Marium, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya
Bakkti, Bandung.
Kansil, C.S.T., 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Kelsen, Hans, 2006, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif).
Nusamedia, Bandung.
Khairandy, Ridwan, 2013, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Prespektif
Perbandingan Cetakan Pertama, FH UII Press, Yogyakarta.
Kotler, Philip, 2002, Manajeman Pemasaran. Alih Bahasa: Hendra Teguh dkk.
Edisi 1. Pt Perhalindo, Jakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar & B. Arief Sidharta, 2001, Pengantar Ilmu Hukum,
Alumni: Bandung.
M. Hadjon, Philipus, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina
Ilmu, Surabaya.
Masjchon, Sri Soedewi, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty: Yogyakarta.
Mertokusumo, Sudikno, 1986, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta.
Miru, Ahmadi, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, 2007, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Nasution, AZ, 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, 1995, Jakarta
___________, 2001,Hukum Perlindungan Konsumen,Tarawang Pers, Yogyakarta.
Panggabean, Henry P, 2001, Penyalahgunaan Keaadan (Misbruik van
Omstandigheiden) Sebagai Alasan Baru Untuk Pembatalan Perjanjian,
Liberty, Yogyakarta.
Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K Lubis, 1996 Hukum Perjanjian dalam
Islam. Sinar Grafika, Jakarta.
Qirom,
Ahmad,
1995,
Pokok-Pokok
Hukum
Perjanjian
Beserta
Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta.
Rahardjo, Satjipto, 1981, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung.
_______________, 1991, Pengantar Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Satrio, J, 1993, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya
Bakti Bandung
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta.
Sidablok, Janus, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Bakti,
Bandung.
132
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Subekti, 1992, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
______, 1996, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
Soemitro, Ronny Hanintijo, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1985. Penelitian Hukum Normatif
SuatuTinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta.
___________________________________, 2004, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Shofie, Yusuf, 2003, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, Kencana Jakarta.
Sutedi, Adrian, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan
Konsumen, Ghalia Indonesia, Bogor.
Wignojodipuro, Surojo, 1974, Pengantar Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, 2003, Hukum Tentang Perlindungan
Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kamus-Kamus
Campbel, Henry, 1979 Black’s Law Dictionary, Fifth Edition, West Publishing
Co, ST. Paul.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Bahasa Indonesia Edisi ke-3
cetakan keempat, Balai Pustaka, Jakarta.
Hamzah, Andi, 1986, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia Cetakan ke-4,
Balai Pustaka, Jakarta.
Parnwell dan Siswoyo, 1996, Kamus Inggris-Indonesia,PT Indira, Jakarta.
Ranuhandoko, IPM, 2006, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-IV
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847
No.23).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek Van Stfrecht, Staasblad 1915 No.
732).
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
No.634/MPP/Kep/9/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan
Barang dan atau Jasa yang Beredar di Pasar.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesai Nomor 19/M-DAG/PER/5/
2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu
Jaminan bagi Produk Telematika dan Elektronika Jual Selama Masa
Garansi dan Pasca Garansi.
Standar Nasional Indonesia Nomor 7229:2007 tentang Ketentuan Umum Layanan
Purna Jual.
133
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Jurnal Hukum:
Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan, Vol. 3 No. 2 Desember 2009, Hal: 221-222.
Laporan Hasil Temu Wicara Nasional tentang Penanggulangan Perbuatan Curang,
Yogyakarta, 6-7 Oktober 1992
Website:
http://www.datacon.co.id/Electronic2008Ind.html diakses tanggal 9 September
2016 Pukul 22.00 WIB.
http://www.antaranews.com, diakses pada tanggal 10 November 2016, pukul
00:01 WIB.
https://www.Polytron.co.id/?fusection=home.general&csection=about_us_corpora
te diakses pada tanggal 11 November 2016, pukul 23:10 WIB
http://sosiologibisnis.blogspot.co.id/2015/09/budaya-korporasi-perusahaanPolytron.html?m=1, diakses pad tanggal 10 November 2016, pukul 00:10
WIB.
134
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Daftar Pertanyaan saat Wawancara dengan Kepala Teknisi
Service Center Polytron Purwokerto
1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Ploytron ?
2. Apakah tujuan didirikannya Service Center Polytron Purwokerto ?
3. Apasajakah yang menjadi misi dan visi Polytron ?
4. Bagaimanakah penjelasan dari misi dan visi tersebut ?
5. Bagaimanakah prosedur yang harus dilakukan kosumen dalam pelayanan
purna jual televisi led di Service Center Polytron Purwokerto ?
6. Apasajakah kendala yang dialami Service Center Polytron Purwokerto dalam
melaksanakan pelayanan purna jual terhadap konsumen pengguna televisi led
Polytron ?
7. Langkah-langkah apasajakah yang dilakukan Service Center Polytron
Purwokerto dalam menangani permasalahn tersebut ?
8. Apasajakah hak dan kewajiban konsumen pengguna tv led Polytron yang perlu
diketahui konsumen di Service Center Polyron Purwokerto
9. Bagaimana menurut Bapak penjelasan dari masing-masing hak dan kewajiban
tersebut ?
135
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Daftar Nama Koresponden Pengguna televisi led Irama Mas Purwokerto
Koresponden I
Nama
:
Erlin
Alamat
:
Grendeng, Purwokerto Utara
Koresponden II
Nama
:
Siswanto
Alamat
:
Jl. Palem Blok Á1 No 141
Purwokerto Timur
Daftar pertanyaan saat wawancara dengan Koresponden I dan II pengguna televisi
led di Irama Mas Purwokerto
1. Apakah Ibu pernah mengalami keluhan terhadap layanan purna jual televisi
yang Ibu miliki ?
2. Apa yang menjadi keluhan Ibu ?
3. Dapatkah Ibu menceritakan kronologis kejadian permasalahan yang Ibu alami ?
4. Setelah mengalami kejadian tersebut, bagaimana pendapat dan langkah yang
Ibu lakukan terutama jika hendak membeli televisi led yang baru ?
136
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
137
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
138
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
139
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
140
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
141
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
142
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
143
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
144
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
145
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
146
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
147
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
148
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
149
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN..., MUSLIADI PRAYITNO, F. HUKUM UMP 2017.
Download