Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan

advertisement
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
Dalam kamus dakwah ada adagium “ad-da’watu satamsyi binaa au bighoirina“, dakwah akan
berjalan dengan kita atau tanpa kita. Dakwah merupakan jalan para nabi dan para rasul.
Karenanya, akan terus mengalir dan berjalan sampai Islam tegak dan berkuasa di bumi Allah.
Dan orang-orang yang terus berjalan bersama dakwah dan istiqamah menyampaikan Islam
adalah orang-orang yang mulia. Mereka itu para dai yang mendapatkan petunjuk Allah dan
karunia yang besar. Mereka itulah para qiyadah (pemimpin) dakwah dan mereka itulah yang
memberikan keteladanan dalam dakwah. Sebaliknya, mereka yang berhenti dari jalan dakwah,
tertipu olah gemerlapnya dunia, tidak berhak menyandang gelar sebagai dai, apalagi qiyadah
dakwah.
1 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
Segala bentuk keteladanan dalam kebaikan bermuara pada contoh yang dilakukan oleh
Rasulullah.
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Dengan keteladan yang dicontohkan Rasulullah, umat Islam menjadi umat terbaik yang
dikeluarkan untuk manusia. Dan puncak kebaikan umat ini apa pada tiga kurun generasi
pertama, yaitu generasi sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in. Rasulullah bersabda,“
Sebaik-baiknya abad adalah abadku, kemudian abad berikutnya, kemudian abad berikutnya.” (
Bukhari dan Muslim)
Kemudian pada setiap masa Allah akan membangkitkan pada umat ini orang atau generasi
yang akan membangkitkan dan memperbaharui semangat ke-Islaman. “Sesungguhnya Allah
akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang memperbarui urusan
agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi)
Para ulama menyebutkan di antara mujadid (pembaharu) umat yang hadir setiap satu abad,
yaitu
Umar bin Abdul Aziz, Imam
Ahmad bin Hambal, Ibnu Taimiyah, dan Hasan Al-Banna
. Untuk lebih mengenal sosok para qiyadah yang memberikan qudwah pada umat, maka di
bawah ini sebagian biografi mereka.
1. Umar bin Abdul Aziz
2 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
Umar bin Abdul Aziz disebut para ulama sebagai khulafa’ur rasyidin ke-5, karena kesamaan
manhaj kepemimpinan beliau dengan empat khalifah pertama penerus Rasulullah saw. Nama
lengkapnya Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz Marwan bin Al-Hakam. Ia seorang pemimpin dari
generasi tabi’in. Lahir di Halwan Mesir tahun 61 H. Dibai’at menjadi khalifah pada saat wafat
saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik, pada tahun 91 H.
Pada saat dibai’at Umar bin Abdul Aziz berpidato. ”Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada
kitab sesudah Al-Qur’an dan tidak ada nabi sesudah Muhammad saw. Saya bukanlah
qadhi (hakim), tetapi saya adalah pelaksana. Saya bukanlah tukang bid’ah, tetapi
pengikut setia. Dan saya bukanlah yang terbaik di antara kalian, tetapi saya adalah yang
paling berat tanggung jawabnya di antara kalian. Orang yang lari dari imam yang zhalim,
bukanlah kezhaliman. Ingatlah, tidak ada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan
pada Khalik,”
begitu sebagian isi pidatonya.
Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang sangat wara’, zuhud, bersih, dan peduli pada umat.
Istrinya menceritakan bahwa pada suatu hari sedang di kamar tidur dan ingat tentang akhirat,
beliau gemetar seperti burung dalam air, duduk, dan menangis. Sedangkan perhatiannya
kepada umat sangat besar. Ketika akan istirahat siang sejenak karena capai melaksanakan
tugas, anaknya memberi nasihat, ”Apakah Ayah menjamin umur ayah akan panjang sesudah
istirahat sehingga menunda banyak urusan yang harus diselesaikan?” Umar bin Abdul Aziz
tidak jadi istirahat dan langsung meneruskan tugasnya.
Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah hanya dua tahun lebih. Tetapi pada masa itu sangat
banyak kesuksesan yang beliau lakukan. Beliau yang menghapuskan caci-maki terhadap Imam
Ali dan keluarganya yang dilakukan khatib saat khutbah Jum’at dan mengganti dengan
membaca surat An-Nahl ayat 90. Sampai sekarang khutbah Jum’at membaca ayat itu mengikuti
sunnah yang baik dari Umar bin Abdul Aziz. Beliau juga menolak Nepotisme dari keluarganya,
Bani Umayyah.
Dalam masalah ilmu dan kekhusyu’an, Umar bin Abdul Aziz adalah termasuk ulama panutan.
Berkata Maimun bin Mahran, ”Para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz menjadi murid.
Beliau adalah gurunya para ulama.”
Di masa beliaulah
penulisan hadits-hadits Rasululah saw. dilakukan sehingga berkembanglah tadwin hadits dan
penulisan buku hadits.
Sedangkan ibadahnya sangat menyerupai Rasululah saw. Anas bin Malik r.a. berkata, ”Saya
tidak shalat berjamaah bersama imam yang lebih menyerupai shalatnya Rasulullah
daripada shalat bersama pemuda ini (Umar bin Abdul Aziz) ketika beliau di Madinah.”
Anas meneruskan,
”Beliaumenyempurnakan ruku’ dan sujud, dan memendekkan berdiri dan baca
Al-Qur’an.”
3 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
2. Imam Ahmad bin Hanbal
Banyak orang yang mengenal bahwa imam Ahmad bin Hanbal adalah ulama ahli hadits dan
fiqh. Memang beliau adalah ahli hadits. Kitabnya yang terkenal bernama Musnad Imam Ahmad.
Imam Ahmad disamping hafal Al-Qur’an semenjak kecil, beliau juga hafal banyak hadits.
Kitabnya, Musnad Imam Ahmad, terdiri sekitar 40.000 hadits yang ditulis berdasarkan
hafalannya. Beliau hafal satu juta hadits dan menghafalnya seperti hafal Al-Fatihah. Beliau
berfatwa 60.000 masalah dengan menggunakan firman Allah dan sabda Rasulullah saw.
Imam Ahmad juga ahli fiqh. Bahkan, termasuk salah satu dari empat ulama besar yang menjadi
4 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
rujukan dalam bidang fiqh (madzhab arba’ah). Imam Ahmad belajar fiqh kepada Imam
Asy-Syafi’i. Tentang keutamaan Imam Ahmad, gurunya imam Asy-Syafi’i mengatakan, ”Saya
keluar dari Baghdad, demi Allah saya tidak meninggalkan seseorang yang lebih bertakwa pada
Allah, lebih ‘alim tentang ajaran Allah, lebih zuhud karena Allah, lebih wara’ dari yang
diharamkan Allah, dan yang paling saya cintai melebihi Imam Ahmad bin Hanbal.”
Ujian yang menimpa Imam Ahmad sungguh sangat besar, yaitu ujian dan fitnah penciptaan
Al-Qur’an. Fitnah tentang penciptaan Al-Qur’an –yaitu pendapat yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an adalah makhluk– muncul pertama kali pada masa Al-Ma’mun. Pendapat ini berasal
dan diyakini oleh penganut paham Mu’tazilah, dimana Raja Al-Ma’mun merasa kagum dengan
pendapat ini dan mengikutinya. Lebih dari itu Al-Ma’mun menggunakan pedangnya untuk
memaksa rakyat mengikuti pendapatnya, dan yang menolak akan dibunuh. Al-Ma’mun
membunuh sekitar 1.000 ulama yang menolak mengatakan Al-Qur’an itu makhluk. Dan penjara
penuh dengan para ulama.
Imam Ahmad berada di barisan paling depan yang menolak bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Dan
konsekuensinya imam Ahmad dipanggil ke istana. Imam Ahmad berkata, ”Saya diambil tengah
malam pada saat saya shalat. Tangan dan kaki saya diborgol, dan berat borgol itu melebihi
berat badan saya. Saya dinaikkan di atas kuda, saya berusaha pegangan tetapi saya tidak bisa.
Saya hampir jatuh tiga kali, tetapi setiap mau jatuh saya membaca; Ya Allah peliharalah aku.
Maka Allah menjaga saya sehingga tidak jatuh. Tatkala saya dimasukkan ke dalam penjara,
muka saya diseret. Saya sampai di penjara di akhir malam. Saya tidak tahu di mana letak kiblat
dan saya tidak tahu di mana saya waktu itu. Ketika saya menjulurkan tangan, tiba-tiba ada air
yang sejuk, maka saya berwudhu dan shalat Fajar.
Ketika pagi saya dibawa dengan kuda untuk kedua kalinya, dan saya belum makan. Hampir
saja saya jatuh karena sangat laparnya. Saya dimasukkan ke tempat Mu’tashim. Tatkala saya
masuk ia mencabut pedang, ditempelkan ke leherku dan berkata, “Wahai Ahmad, demi Allah
saya mencintaimu seperti saya mencintai anaknya Harun Al-Rasyid (Al-Ma’mun). Maka
janganlah engkau tumpahkan darahmu di hadapanku.” Kemudian ia memaksa kepadaku agar
mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk. Imam Ahmad menolak, maka Mu’tasim menyuruh
tukang pukulnya untuk memukul Imam Ahmad. Imam Ahmad dicambuk 160 kali, sampai beliau
pingsan. Kemudian beliau siuman kembali.
Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, tetapi beliau tetap
menolak, sehingga dicambuk lagi berulang-ulang kali. Sampai punggungnya babak belur
karena seringnya dicambuk.
Imam Ahmad kembali dinaikkan ke atas kuda dan dimasukkan ke dalam penjara. Beliau
dipenjara selama 28 bulan. Selama di penjara beliau selalu berpuasa dan makanan untuk
berbuka cuma roti dan air. Itulah yang dimakan Imam Ahmad selama 28 bulan. Dan terakhir
Imam Ahmad dipaksa lagi untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk, beliau tetap
menolak. Sampai akhirnya mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan bosan, kemudian
mengembalikan Imam Ahmad ke rumahnya dengan keadaan luka parah. Berkata putranya,
Abdullah, ”Ayah kami pulang kembali ke rumah malam hari setelah di penjara, dan langsung
jatuh sakit karena luka parah.”
5 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan bergantilah kekuasaan dari Mu’tashim kepada
Al-Mutawwakil. Mutawwakil adalah pemimpin yang menycintai kebenaran dan sunnah. Dan
suatu hari Al-Mutawwakil datang ke Imam Ahmad membawa harta kekayaan dan emas. Maka
menangislah Imam Ahmad dan berkata, ”Demi Allah, saya lebih takut akan fitnah kenikmatan
melebihi takut saya dari fitnah musibah.” Dan Imam Ahmad menolak semua itu. Begitulah Imam
Ahmad. Beliau sakit selama 9 hari kemudian meninggal. Manusia berduyun-duyun bertakziyah
mendoakan Imam Ahmad. Yang datang takziyah sekitar 800.000 orang lelaki dan 60.000
perempuan. Dan pada saat beliau meninggal, masuk Islam orang-orang Yahudi, Kristen, dan
Majusi sekitar 20.000 orang.
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Namanya adalah Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin
Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy. Lahir di Harran, salah satu kota induk di
Jazirah Arab yang terletak antara sungai Dajlah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10
Rabiu’ul Awal tahun 661H.
Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya
masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinya. Mereka menempuh perjalanan
hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan
kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda. Mereka hijrah tanpa seekor
binatang tunggangan pun.
Suatu saat gerobak mereka mengalami kerosakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan
musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan
permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.
Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama. Jadi, punya kesempatan
untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau
6 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan
sunah Rasul-Nya.
Pada usia 22 tahun, Ibnu Taimiyah sudah mengajar di perguruan Darul Hadits Al-Syukriyyah,
sekolah ternama yang hanya mahu menerima tenaga pengajar pilihan. Meskipun masih
tergolong sebagai golongan muda, kecerdasannya mampu membuat guru-guru besar sekolah
itu menggeleng kepala. “Sungguh, siapapun mengakui kebrilianan guru saya yang
usianya masih sangat muda itu,”
ujar Ibnu Katsir, salah seorang
pelajar yang akhirnya juga menjadi ulama ternama.
Keluasan ilmu Ibnu Taimiyah juga terlihat dalam penguasaannya terhadap fiqh, hadits, ushul,
fara’id, tafsir, mantiq, kaligrafi, hisab, bahkan olahraga. Penguasaan nahwu sharafnya juga luar
biasa. Namun ilmu tafsir adalah disiplin ilmu yang paling dialiminya. Bila sudah berkutat dengan
tafsir, beliau tampak asyik sekali. Lebih dari seratus kitab Tafsir Al-Qur’an dipelajarinya. Tak
heran bila mengkaji satu ayat saja, dia akan menelaah puluhan tafsir.
Ketika mengkaji tafsir, Ibnu Taimiyah tidak sekadar mengandalkan kecerdasan akal. Tapi juga
kecerdasan spiritual. Dia akan selalu memohon kepada Allah swt. agar diberi kepahaman, pergi
ke masjid dan bersujud. Wajar bila para pemikir yang hanya mengandalkan kemampuan akal,
tanpa spiritual, senantiasa dikecamnya.
Para filosof Yunani juga menjadi sasaran tembaknya. Termasuk pemikir Islam yang bertaklid
buta kepada filsafat Yunani, seperti Ibnu Sina. Sebab, menurut Ibnu Taimiyah, filsafat Yunani
tak mampu menemukan rahasia ketuhanan. “Mereka adalah sebodoh-bodoh dan
sejauh-jauh manusia dalam mengetahui hal-hal yang benar. Komentar Aristoteles, guru
mereka, masih terlalu sedikit dan banyak kesalahan. Para filosof telah tertipu dalam
mengetahui dan mengenal Allah swt.”
Ibnu Taimiyah termasuk sedikit di antara ulama yang istiqamah memegang prinsip. Akibat
keteguhannya itu, ia harus keluar masuk tahanan. Sampai akhir hayatnya ia tetap dalam
posisinya seperti itu. Berkali-kali ia diisolir, berkali-kali diintimidasi, tapi ia tak goyah untuk
mempertahankan pendiriannya yang diyakini kebenarannya. Tak sejengkalpun ia mundur. Dari
lisan Ibnu Taimiyah akhirnya muncul kata-kata mutiara: “Penjaraku adalah berkhalwat,
pembuanganku adalah tempat hijrahku, dan pembunuhanku adalah syahid.”
Di antara yang bisa menandai seorang ulama adalah kemampuannya dalam mengendalikan
hawa nafsu. Akan tetapi dalam kenyataannya masih banyak dijumpai ulama yang mengumbar
hawa nafsunya. Akibatnya, jika mereka berfatwa, fatwanya cenderung mengikuti hawa nafsu.
Baik itu hawa nafsunya sendiri, maupun hawa nafsu orang lain. Hawa nafsu orang lain yang
paling banyak mempengaruhi ulama dalam sejarah adalah hawa nafsu para penguasa yang
diharapkan hadiah-hadiah dan ditakuti ancaman tindakannya.
Ibnu Taimiyah adalah salah seorang ulama yang langka. Dalam mempertahankan
keyakinannya, banyak pihak yang kagum. Namun demikian yang benci juga banyak. Sewaktu
Ibnu Taimiyah menolak keras paham wihdatul wujud yang diusung Syaikh Muhyiddin Ibnu
Arabi, banyak yang marah besar. Pada 5 Ramadhan 705 H, datanglah surat panggilan dari
7 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
penguasa Mesir dan Syam, Sultan An-Nashir Muhammad bin Qulaun. Rupanya ini hanyalah
jebakan para pengikut Ibnu Arabi. Buktinya, Ibnu Taimiyah ditangkap dan dimasukkan ke dalam
tahanan selepas ceramah di sebuah majelis.
Beberapa bulan kemudian ada tanda-tanda hendak dibebaskan. Syaratnya, Ibnu Taimiyah
harus mencabut sikap kontranya terhadap paham akidah penguasa Mesir. Namun tawaran itu
ditolak mentah-mentah. “Ya Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan
mereka,”
begitu jawaban Ibnu Taimiyah mengutip ayat 33 surat Yusuf.
Meski dipenjara, Ibnu Taimiyah tetap melakukan aktiviti sebagaimana biasa. Ketegaran
pribadinya mendorong terus beramar ma’ruf nahi munkar. Sewaktu para tahanan sibuk bermain
catur, undian, judi, dan lain-lain sehingga melalaikan shalat, Ibnu Taimiyah tak segan-segan
menegurnya. Dia perintahkan secara tegas agar mereka menjaga shalat, senantiasa bertasbih,
istighfar, dan berdoa. Berbagai amalan ibadah diajarkan, sehingga para penghuni penjara itu
larut dalam kegiatan agama. Bahkan banyak tahanan yang sebenarnya sudah bebas tapi
memilih tetap tinggal bersama Ibnu Taimiyah. Akhirnya pada 23 Rabi’ul Awwal 707 H dia bebas
berkat pertolongan seorang pejabat Arab.
walaupun bebas, Ibnu Taimiyah bukannya kembali ke Damaskus tetapi memilih tinggal di Mesir
yang banyak dihuni orang-orang yang memusuhinya. Dia tetap aktif mengajar, memberikan
nasihat, ceramah, dan membentuk majelis-majelis. Tidak lama kemudian beberapa sekolah di
Kairo rutin memberi kesempatan ceramah, di antaranya Madrasah Ash-Shalihiyyah. Dari situlah
kalangan ulama Mesir mulai terbuka matanya, bahwa ternyata Ibnu Taimiyah tidak sesat seperti
mereka duga.
Dalam waktu yang bersamaan, orang-orang yang dengki terus berupaya memasang
perangkap. Celakanya, pemerintah Mesir termakan agitasi itu. Ibnu Taimiyah diberi ultimatum:
kembali ke Damaskus, tetap tinggal di Mesir dengan syarat tidak mendakwahkan ajarannya
kepada masyarakat, atau dipenjara.
Ternyata pilihan ketiga yang dipilihnya: penjara. Namun murid-muridnya menghalangi, dan
menyarankan agar Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Demi menjaga hati pengikutnya, pada
18 Syawal 770 H Ibnu Taimiyah kembali ke Damaskus. Namun sebentar saja, cuma beberapa
jam di Damaskus. Penjara lebih ‘dirindukannya’. Meski begitu Ibnu Taimiyah tidak bisa serta
merta masuk penjara sebab rupanya kalangan qadhi dan ulama Mesir berselisih pendapat
tentang penahanan itu. Alasan memenjaranya tidak jelas. Melihat pertentangan pendapat itu,
Ibnu Taimiyah akhirnya mengambil keputusan sendiri: masuk penjara.
Meski di penjara, Ibnu Taimiyah tetap dinanti-nanti fatwa dan nasihatnya. Berbondong-bondong
orang menjenguknya. Pemandangan yang sungguh ganjil, sehingga akhirnya Ibnu Taimiyah
dibebaskan. Murid-muridnya di Madrasah Ash-Shalihiyyah dan beberapa majelis kajian dapat
kembali mendengar ceramah-ceramahnya.
Tak lama kemudian terjadi pergeseran konstalasi politik di Mesir. Sultan An-Nashir Muhammad
bin Qulaun yang mulai simpati kepada Ibnu Taimiyah turun takhta, diganti Ruknuddin Bibrus
Al-Jasynaker. Sementara Syaikh Nashr Al-Munbajji Al-Murabbi Ar-Ruhi ulama yang berlawanan
8 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
akidah dengan Ibnu Taimiyah menjadi penasihat raja. Lahirlah keputusan-keputusan politik
yang memojokkan ulama yang berseberangan dengan ‘ulamanya’ penguasa. Ibnu Taimiyah
pun dibuang ke Iskandariyyah (akhir Shafar 709 H) dengan dalih menghindarkan Mesir dari
disintegrasi.
Di tempat barunya, Ibnu Taimiyah tetap kebanjiran pengikut. Rumahnya di Iskandariyyah yang
luas, bersih, dan indah terbuka 24 jam untuk siapa saja. Banyak kalangan pembesar maupun
fuqaha yang datang meminta nasihat spiritual kepadanya. Sultan An-Nashir Muhammad bin
Qulaun yang akhirnya kembali memimpin Mesir dan Syam (akhir 709 H), berkenan mengangkat
Ibnu Taimiyah sebagai penasihat spiritualnya.
Sampai akhir tahun 726 H, Ibnu Taimiyah berkonsentrasi pada pendidikan, menulis,
ceramah-ceramah, dan mengeluarkan fatwa. Fatwa yang cukup terkenal adalah larangannya
menziarahi kubur, termasuk kubur Rasulullah saw. Ibnu Taimiyah bersandar pada sebuah
hadits yang diriwayatkan Bukhari Muslim, “Allah melaknati orang-orang Yahudi dan Nashara
yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.”
Terang saja banyak kalangan merasa gelisah, sebab Rasulullah saw. adalah manusia suci
yang selama ini diagungkan. Banyak ulama yang menganggap fatwa itu ‘tidak sopan’ dilihat
dari segi kedudukan Nabi saw. Akhirnya pemerintah turun tangan, mengeluarkan surat perintah
penangkapan atas diri Ibnu Taimiyah (7 Sya’ban 726 H).
Namun rupanya pemenjaraan yang ketiga kali itu dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang
selama ini telah membencinya. Murid dan pendukung Ibnu Taimiyah dianiaya. Beberapa di
antaranya dimasukkan penjara, ada juga yang dinaikkan di atas keledai lalu diarak
beramai-ramai dan dimaki-maki. Bahkan Syamsuddin Muhammad bin Qayyim Al-Jauziyyah
yang paling getol membela Ibnu Taimiyah dipenjara seumur hidup dan meninggal di penjara.
Seperti sebelumnya, penjara tak menghalangi Ibnu Taimiyah terus berkarya. Tentu ini
mengkhawatirkan pihak penguasa. Tanggal 9 Jumadil Akhir 728 H, pemerintah merampas
semua alat baca dan tulis di penjara. Hebatnya, Ibnu Taimiyah terus menulis dengan
memanfaatkan kertas-kertas sampah dan arang sebagai alat tulisnya.
Satu hal yang tak bisa dilawannya, kondisi fisik yang digerogoti usia. Dia akhirnya jatuh sakit.
Berita itu segera tersebar keluar penjara sehingga beberapa pejabat datang menjenguknya
seraya minta maaf atas pemenjaraan itu. Terhadap mereka, dengan arif ia berkata, “Sungguh
aku telah menghalalkan orang-orang yang memusuhiku karena mereka tidak tahu bahwa
aku dalam kebenaran. Aku juga memaafkan Sultan An-Nashir yang memenjarakanku.
Pendeknya, aku telah memaafkan semua orang yang memusuhiku, kecuali orang-orang
yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.”
Pada malam 22 Dzulqa’idah 728 H, ulama ini meninggal dunia. Penduduk negeri Mesir dan
Syam gempar. Sewaktu jenazah Ibnu Taimiyah dimandikan, orang berdesak-desakan ingin
melihat dan menghormatinya. Sewaktu dishalatkan di Masjid Jami’ Al-Amawi, warga semakin
banyak. Pasar kosong. Toko dan warung-warung tutup. Banyak di antara mereka yang lupa
makan dan minum. Kumpulan manusia itu menimbulkan bergemuruh. Ada yang menangis,
9 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
meratap, memuji, dan mendoakannya. Orang yang memikul keranda Ibnu Taimiyah kesulitan
bergerak, hanya bisa bergeser sejengkal demi sejengkal, itupun maju mundur. Sebelum Ashar,
jenazah itu dikebumikan di kubur Ash-Shufiyyah. Di kuburan itu sebelumnya telah dimakamkan
beberapa ulama seperti Ibnu Asakir, Ibnu Shalah, Ibnul Hujjah, dan Imaduddin bin Katsir.
Di belahan bumi lain, kaum muslimin seantero dunia melaksanakan shalat ghaib. Timur
Tengah, Afrika, sampai Yaman dan Cina, semua larut dalam keharuan atas meninggalnya Ibnu
Taimiyah. Meski jasadnya telah tiada, pemikirannya telah hidup sampai saat ini. Al-Hafizh Ibnul
Qayyim Al-Jauziyah, Ibnu Abdul Hadi, Ibnu Katsir, dan Al-Hafizh Ibnu Rajab adalah di antara
murid-murid yang terus berupaya menghidupkan semangat perjuangannya.
4. Hasan Al-Banna
Imam Hasan Al Banna adalah imam para dai di abad 20, sesuai dengan namanya beliau
adalah pembangun generasi yang baik. Imam Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman Al-Banna
lahir pada tahun 1906 M di daerah Mahmudiyah kota kecil dekat Iskandariyah Mesir. Ayahnya
seorang ulama yang diakui keilmuannya oleh ulama lain. Disamping itu beliau bekerja sebagai
tukang reparasi jam dan penjilidan buku sehingga ayahnya dikenal dengan julukan Asy-Syaikh
As-Sa’ati.
Lingkungan pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk suasana kota turut membantu perkembangan
Hasan Al Banna. Sehingga dalam usia yang masih muda beliau sudah berhasil menghafal
Al-Qur’an. Beliau disamping berguru pada ayahnya juga berguru pada ulama lain, sampai
akhirnya mengantarkan beliau belajar di Universiti Darul Ulum Kairo.
Ghirah keislamannya sudah tumbuh semenjak kecil. Beliau sangat rajin ibadah dan suka
mengunjungi para ulama untuk berdiskusi tentang masalah agama dan problematika umat.
Sehingga tidak aneh para ulama dan gurunya sangat mencintai beliau dan menaruh harapan
yang besar terhadap Hasan Al-Banna. Kegundahannya terhadap kemaksiatan menyebabkan
Hasan Al-Banna kecil bersama teman-temannya membuat organisasi Menolak Keharaman.
Dan diantara aktivitinya, mengingatkan umat Islam yang melakukan dosa dan meninggalkan
kewajiban Islam seperti shalat, puasa, dan lain-lain. Hasan Al-Banna juga punya kegiatan yang
dilakukannya ketika masih kecil, yaitu membangun-bangunkan orang tidur dari rumah ke rumah
untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.
Pada tahun 1928 pada saat berusia 22 tahun, beliau mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimun.
10 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
Tokoh-tokoh yang bergabung di jama’ah ini di antaranya Syaikh Muhibbuddin Al-Khatib, ulama
hadits; Syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i, ahli hukum; Syaikh Amin Al-Husaini, mufti Palestina. Dan
sekarang dakwah yang dirintisnya sudah masuk ke lebih dari 70 negara. Hampir tidak ada
gerakan reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh pemikiran Jama’ah Ikhwanul
Muslimun. Kelebihan Imam Hasan Al-Banna bukan pada kemampuannya ta’liful kutub
(mengarang buku), tetapi pada ta’liful qulub (menyatukan hati) dan ta’lifur rijal (mencetak
generasi muslim). Tidak aneh jika pengikutnya hampir ada di seluruh penjuru dunia. Penamaan
Jama’ah Ikhwanul Muslimun juga tidak lain dari keinginan beliau untuk menyatukan umat Islam
dan mengembalikan mereka dalam kejayaan Islam.
Berkata ulama India Abul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadawi tentang imam Hasan Al Banna,
”Kehadirannya cukup mengejutkan Mesir, dunia Arab dan dunia Islam secara keseluruhan.
Semua terkejut oleh dakwah, tarbiyah, jihad dan kekuatannya yang unik. Allah telah
mengumpulkan pada dirinya berbagai kemampuan yang kadang-kadang tampak kontradiktif di
mata psikolog, sejarawan, dan kritikal, yaitu pemikiran yang briliant, pemahaman yang
cemerlang, wawasan yang luas, perasaan yang kuat, hati yang penuh berkah, semangat yang
membara, lisan yang fasih, zuhud dan qanaah –tanpa menyiksa diri– dalam kehidupan
pribadinya. Cita-cita dan keprihatinan yang tinggi dalam menyebarkan da’wah.”
Perhatian Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam
yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri
Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke
Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. H.M. Rasyidi, M. Zein Hasan dan lain-lain,
mengucapkan terima kasih kepada Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan
Indonesia.
Imam Hasan Al Banna berpesan kepada pengikut-pengikutnya, ”Anda sekalian adalah ruh
baru yang mengalir dalam jasad umat ini.”
Dakwah dan jihad Hasan Al-Banna membuat kecut thaghut (penguasa yang zalim) yang hidup
pada masa beliau. Tidak ada cara lain kecuali memusnahkan dakwah Hasan Al Banna. Tepat
di depan pejabat Organisasi Pemuda Islam yang didirikannya, Hasan-Al Banna ditembak.
Sebahagian penzalim membawa Hasan Al-Banna ke rumah sakit dan meminta kepada penjaga
rumah sakit untuk membiarkannya tanpa rawatan perubatan.
Sampai setelah dua jam tanpa pertolongan medis, Hasal Al-Banna meninggal dunia. Tahun itu
tahun 1949 M. Hasan Al-Banna dishalatkan oleh ayahnya yang sudah sepuh dan 4 orang
wanita. Begitulah Hasan Al-Banna yang hidup untuk Islam dan umat Islam. Meninggal akibat
konspirasi yang menginginkan dakwahnya redup. Tetapi kematiannya tidak membuatnya mati.
Dakwahnya tetap hidup dan namanya tetap harum. Pendukung gerakan dakwahnya semakin
banyak.
Demikianlah Allah akan menjaga agama-Nya. Dia selalu mengutus pada setiap abad ulama
yang akan mengembalikan Islam pada kemurnian dan kejayaannya. Rasulullah saw. Bersabda,
11 / 12
Biografi Empat Pemimpin Dakwah Teladan
Written by dakwatuna.com
Wednesday, 19 November 2008 05:58 - Last Updated Wednesday, 19 November 2008 06:32
“Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang
memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
12 / 12
Download