II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah

advertisement
. II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah suatu usaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan produktivitas tanah dengan memecah partikel menjadi lebih
kecil sehingga memudahkan akar tanaman mendapatkan makanan. Tujuan
pengolahan adalah menyiapkan tempat persemaian, mencegah tumbuhnya
tanaman pengganggu, memberantas gulma, memperbaiki kondisi tanah untuk
penetrasi akar, atau untuk pelumpuran tanah. Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah penggunaan traktor
(power tiller), penggunaan tenaga hewan (pembajakan dengan kerbau),
penggunaan tenaga manusia (pencangkulan), dan penggunaan cultivator
untuk membuat bedengan/guludan.
Pengolahan tanah dapat dibagi menjadi 3 tahapan. Pertama adalah
pengolahan tanah primer, disebut juga bajak, pengolahan tanah ini berguna
untuk memotong, memecah, dan membalik tanah. Kedua adalah pengolahan
tanah sekunder, dilakukan setelah pembajakan, menjadikan tanah gembur dan
rata, tata air diperbaiki, tanaman pengganggu dihancurkan dan dicampur
dengan lapisan tanah atas, dan diberikan kepadatan tertentu pada permukaan
tanah. (Daywin, 1991). Yang ketiga ini tidak selalu dikerjakan (merupakan
pilihan, sesuai kebutuhan), yaitu pembuatan bedengan atau guludan, yang
dilakukan pada masa tanam untuk beragam komoditas palawija dan sayuran,
ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Beberapa fungsi pembuatan
guludan adalah memperbaiki aerasi dan drainase, memudahkan pemeliharaan
tanaman (terdapat alur), dan memperbaiki sifat fisik tanah.
B. Cultivator
Cultivator merupakan alat pertanian yang digunakan untuk mengolah
dan menghaluskan tanah, baik sebelum penanaman maupun untuk
penyiangan dan menggemburkan tanah setelah tanaman sudah mulai tumbuh,
dapat juga digunakan untuk membuat guludan atau bedengan. Tanaman yang
memerlukan pembuatan guludan antara lain singkong, umbi – umbian,
berbagai jenis palawija dan sayuran yang banyak tumbuh di iklim tropis.
2
C. Ergonomika
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan
Nomos berarti aturan dan hukum alam. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai
suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan
kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,
manajemen dan desain/perancangan. (Nurmianto, 2004).
Ergonomika merupakan ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan
kerja dengan kemampuan esensial manusia untuk memperoleh kemampuan
yang optimum. Ergonomika juga diartikan sebagai cabang ilmu yang secara
sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, keterbatasan
manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang/pekerja yang ada
didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik dan mencapai tujuan yang
diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman. Dalam batas tertentu manusia
dituntut mampu beradaptasi dengan fasilitas dan lingkungan kerjanya, tetapi
terlebih dahulu yang terpenting adalah menyesuaikan lingkungan kerja dan
fasilitas sehingga tidak melampaui batas kemampuan manusia.
Ergonomika
Sistem Kerja dan
Lingkungan Kerja
Operator
(Manusia)
Kesesuaian/Keserasian
(Penilaian)
 Desain (Mesin, Tugas, Lingkungan)
 Sistem Pendidikan dan Pelatihan
 Persyaratan Tertentu
 Meningkatkan Keamanan dan Keselamatan
 Mengurangi Error
 Meningkatkan Kinerja Sistem
Memperbaiki Kinerja Sistem :
 Effisiensi
 Produktivitas
 Keselamatan dan Kenyamanan, dll
Gambar 1. Diagram alir definisi dan pengertian ergonomika.
(Sumber : Syuaib, 2006 dalam Irawan, 2008)
3
D. Antropometri
Menurut Kroemer (1978) dalam Anindita (2003) bahwa engineering
anthropometry adalah ilmu fisik terapan dalam metode pengukuran fisik
manusia untuk pengembangan standar desain alat-alat teknik. Antropometri
meliputi pengukuran statik dan dinamik (fungsional), dimensi dan
karakteristik fisik ruang gerak, dan pemakaian energi sebagai fungsi dari jenis
kelamin, umur, pekerjaan, etnik, asal, dan demografi.
Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia. Data antropometri
digunakan untuk mengetahui dimensi fisik ruang kerja, alat –alat, furnitur dan
pakaian agar terjadi kesesuaian antara manusia sebagai pengguna dan alat
yang digunakan. (Bridger,1995 pada Anindita,2003). Dimensi ruang kerja
dan panel kontrol yang tepat untuk pekerja disuatu daerah belum tentu sesuai
dengan pekerja daerah lain. Data antropometri dperlukan dalam merancang
konstruksi alat atau mesin agar operator dapat mengoperasikan dengan
nyaman, efisien dan aman.
E. Beban Kerja
Beban kerja merupakan beban seseorang ketika melakukan suatu
pekerjaan. Beban ini akan diketahui saat operator menanggapi kerja dengan
memberikan respon seperti denyut jantung yang tinggi atau keluar keringat.
(Rasyani,2001). Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaan
ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian
sistem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut
jantung semakin cepat, dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh.
Pada Syuaib (2003), dikatakan bahwa fisiologi kerja adalah satu sub
disiplin ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi fisiologi yang
disebabkan tekanan eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian
fisiologi kerja sangat terkait dengan beberapa indikator metabolik, yaitu :
1. Cardiovascular (Denyut Jantung)
2. Respiratory (Pernafasan)
3. Body Temperature (Suhu Tubuh)
4. Muscular Act (Aktivitas Otot)
4
Banyak peneliti ergonomika percaya bahwa meningkatnya tingkat
denyut jantung menunjukkan beban kerja baik secara fisik maupun mental,
karena adanya korelasi yang linear terhadap konsumsi energi fisik (physical
energy cost). Oleh karena itu sampel data kontinyu laju denyut jantung pada
suatu aktivitas berguna sebagai indikator dari beban kerja psiko-fisiologis.
Selain itu, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja fisik
manusia, yaitu faktor personal dan lingkungan. Beberapa faktor personal
adalah umur, berat badan, jenis kelamin, konsumsi rokok, gaya hidup,
olahraga, status nutrisi, dan motivasi dalam melakukan kegiatan. Sedangkan
beberapa faktor lingkungan yaitu polusi udara, kebisingan, faktor suhu udara,
dan ketinggian tempat. Terdapat dua macam terminologi beban kerja, yaitu
beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualitatif.
F. Beban Kerja Kuantitatif
Beban kerja kuantitatif adalah nilai beban kerja yang dikuantifikasi
berdasarkan kesetaraan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses
metabolisme seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam penelitian ini,
terdapat beberapa terminologi yang digunakan terkait perhitungan beban
kerja kuantitatif, yaitu TEC (Total Energy Cost), BME (Basal Metabolic
Energy), WEC (Work Energy Cost), dan WEC’ (Work Energy Cost per
Weight).
F.1.
TEC (Total Energy Cost)
TEC merupakan jumlah energi yang dihasilkan melalui proses
metabolisme tubuh secara keseluruhan saat melakukan aktivitas.
Prinsipnya terkait dengan proses oksidasi karbohidrat, yaitu :
C6H12O6 + O2 ---> CO2 + H2O + Energi
Jumlah energi yang dihasilkan tergantung pada bahan makanan yang
yang terbakar (teroksidasi). Sehingga jumlah energi yang dihasilkan
dapat didekati melalui perhitungan laju konsumsi O2 (VO2). Secara
umum, 1 liter oksigen menghasilkan 5 kkal energi. Pengukuran VO2
pada subjek yang sedang melakukan aktivitas relatif tidak nyaman,
sehingga pada level tertentu dapat mengganggu subjek. Terdapat
5
hubungan linier antara VO2 dengan laju denyut jantung. Oleh karena
itu pengukuran laju denyut jantung dapat digunakan untuk
memperkirakan konsumsi oksigen, yang kemudian dapat dikonversi
ke dalam pengeluaran energi. (Sanders dan McCormick, 1993).
Satuan yang digunakan untuk menyatakan nilai TEC yang digunakan
adalah kkal/menit.
F.2.
BME (Basal Metabolic Energy)
Menurut Syuaib (2003), BME merupakan konsumsi energi yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi minimal fisiologisnya. Secara
umum, nilai BME dipengaruhi oleh berat badan, tinggi badan, jenis
kelamin, dan usia. Salah satu metode yang umum digunakan untuk
mengetahui nilai BME adalah dengan menghitung dimensi tubuh,
ditentukan oleh perhitungan luasan tubuh, yang kemudian dapat
dikonversi ke dalam volume oksigen (VO2). Dalam persamaan
oksidasi metabolik, diketahui bahwa setiap konsumsi 1 liter oksigen
(O2) adalah setara dengan energi tubuh sebesar 5 Kkal (Sanders dalam
Syuaib 2003). Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan Du’Bois (Syuaib,2003) :
A = H0.725 × W 0.425 × 0.007246
Dimana : A = Luas permukaan tubuh (m2)
h = Tinggi badan (cm)
W = Berat badan (kg)
Tabel 2. Tabel konversi BME ekuivalen VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
1
/100
2
m
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
1.9
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
136
148
161
173
186
198
210
223
235
137
150
162
174
187
199
212
224
236
138
151
162
176
188
200
213
225
238
140
152
164
177
189
202
214
226
239
141
153
166
178
190
203
215
228
240
142
155
167
179
192
204
217
229
241
143
156
168
181
193
205
218
230
243
145
157
169
182
194
207
219
231
244
146
158
171
183
195
208
220
233
245
147
159
172
184
197
209
221
234
246
(Numanjiru dalam Syuaib, 2003)
6
F.3.
WEC (Work Energy Cost)
WEC merupakan jumlah energi tambahan yang dihasilkan oleh
tubuh ketika melakukan suatu aktivitas kerja. Nilai WEC diperoleh
dengan menghitung selisih nilai TEC dan BME. Satuan nilai WEC
yang digunakan adalah kkal/menit.
F.4.
WEC’ (Work Energy Cost per Weight)
WEC’ merupakan nilai dari WEC yang dinormalisasi untuk
mengetahui nilai beban kerja objektif yang diterima oleh seseorang
saat melakukan kerja. Nilai WEC’ perlu dihitung untuk mengetahui
nilai WEC pada masing – masing subjek dengan menghilangkan
faktor berat badan. Satuan nilai WEC’ yang digunakan adalah
kkal/kg.menit.
G. Beban Kerja Kualitatif
Beban kerja kualitatif adalah suatu indeks yang mengindikasikan berat
atau ringan suatu pekerjaan dirasakan oleh seseorang. Beban kerja kualitatif
dihitung sebagai rasio relatif suatu beban kerja terhadap kemampuan atau
kapasitas kerja seseorang. Dalam penelitian ini, terminologi yang digunakan
adalah IRHR (Increase Ratio of Heart Rate). IRHR adalah indeks
perbandingan relatif denyut jantung seseorang saat melakukan suatu aktivitas
atau kerja terhadap denyut jantung saat beristirahat. Tinggi rendahnya nilai
IRHR mencerminkan tingkat beban kerja kualitatif dari suatu aktivitas.
Kategori kualitatif beban kerja berdasarkan IRHR dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
Tabel 1. Kategori tingkat beban kerja berdasarkan IRHR
Kategori
Nilai IRHR
Sangat Ringan 1.00 < IRHR < 1.25
1.25 < IRHR < 1.50
Ringan
Sedang
1.50 < IRHR < 1.75
Berat
1.75 < IRHR < 2.00
Sangat berat
2.00 < IRHR
7
H. Metode Step Test
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran
denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, selain
pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Dengan metode ini dapat
diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah
tinggi bangku dan intensitas langkah, juga lebih mudah karena dapat
dilakukan di lapang. Beban kerja yang pasti dapat diketahui dengan
mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan beban kerja
(denyut jantung) yang ditetapkan sebelum bekerja (metode step test). Dengan
metode ini, beberapa faktor individual seperti umur, jenis kelamin, berat
badan, dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor penting untuk
menentukan karakteristik individu yang diukur.
8
Download