kinerja saham jangka pendek dan jangka

advertisement
KINERJA SAHAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG
SETELAH INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO)
DI BURSA EFEK INDONESIA
*)
Dr. Suryanto, M.Si *)
Ketua Program Studi Administrasi Bisnis FISIP Universitas Padjadjaran
Email : [email protected]
ABSTRAK. Penelitian ini ingin melihat reaksi pasar dari peristiwa penawaran perdana
saham ke public atau yang lebih dikenal dengan IPO (Initial Public Offering). Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja saham jangka pendek dan jangka
panjang serta perbedaan kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang dari
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode Januari
2009 sampai dengan April 2011. Kinerja saham diukur menggunakan abnormal return
dengan model market-adjusted abnormal return. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kinerja saham jangka pendek dan jangka panjang mengalami outperformance.
Berdasarkan hasil uji hipotesis wilcoxon matched-pairs signed rank test, kinerja saham
jangka pendek tidak berbeda secara signifikan dengan kinerja saham jangka panjang.
Kata kunci : initial public offering, abnormal return, kinerja saham jangka
pendek, kinerja saham jangka panjang
Pendahuluan
Initial Public Offering (IPO) merupakan
kegiatan perusahaan untuk menjual sahamnya
kepada publik melalui pasar modal untuk
pertama kalinya. IPO merupakan salah satu
peluang yang besar bagi suatu perusahaan
privat untuk memperoleh dana tambahan yang
digunakan untuk ekspansi perusahaan. IPO
diharapkan akan berakibat pada membaiknya
prospek perusahaan yang terjadi karena adanya
dana segar yang masuk ke perusahaan.
Membaiknya prospek perusahaan ini akan
menyebabkan harga saham yang ditawarkan
menjadi lebih tinggi. Kinerja perusahaan
sebelum IPO merupakan informasi bagi
investor mengenai pertumbuhan kinerja
perusahaan. Investor berharap bahwa kinerja
perusahaan berikutnya sesudah IPO dapat
dipertahankan atau bahkan dapat lebih
ditingkatkan (Handayani, 2008).
Para investor perlu melakukan analisis
perusahaan dengan sangat cermat terkait
prospek emiten tersebut dari laporan
kinerjanya yang bisa dilihat dalam prospektus.
Investor
juga
harus
teliti
dalam
membandingkan kinerja emiten tersebut
dengan
perusahaan
sejenisnya
serta
mengetahui prospek emiten dan mengetahui
kondisi finansial mereka agar dapat
meminimalisir resiko dalam pembelian saham
IPO. Faktor sektor emiten juga menjadi hal
yang dapat dipertimbangkan oleh investor
untuk memilih saham IPO. Saat ini, terdapat
cukup banyak sektor yang menarik untuk
dipilih seperti transportasi, pertambangan,
perbankan, industri dasar, dan perkebunan.
Kondisi pasar yang masih belum
menentu seperti saat ini, membuat beberapa
emiten memilih untuk mengurangi porsi IPO.
Ada baiknya investor benar-benar mencari
tahu latar belakang keputusan emiten
mengurangi porsi saham IPO tersebut. Latar
belakang keputusan emiten tersebut dapat
disebabkan oleh adanya situasi global, atau
karena ada strategi tertentu dari perusahaan.
Hal itu bisa membantu investor saat memilih
saham IPO. Investor yang sudah yakin akan
kinerja emiten akan lebih mudah memilih
1|Page
apakah akan memanfaatkan saham tersebut
dalam jangka panjang atau hanya akan
memanfaatkan volatilitas pasar dengan
memainkan saham secara jangka pendek.
Aspek lain yang tidak kalah penting
adalah soal timing atau waktu saham tersebut
diperdagangkan. Kondisi pasar saat saham
IPO diperdagangkan akan memengaruhi
perilaku investor bertransaksi. Misalnya,
apabila diperdagangkan saat kondisi pasar
turun, maka kinerja saham tersebut juga dapat
ikut terseret turun.
Berdasarkan statistik IPO tahun 2010,
terdapat 23 saham yang melakukan IPO
selama periode tersebut dan terdiri dari enam
sektor saham, yaitu Barang Konsumsi,
Infrastruktur
Utilitas
&
Transportasi,
Keuangan, Perdagangan Jasa & Investasi,
Pertambangan, dan Properti & Real Estate.
IPO dari emiten sektor Perdagangan Jasa &
Investasi menjadi yang paling dominan dengan
jumlah sebanyak 8 emiten.
Sementara di tahun 2011, terdapat
peningkatan menjadi 25 emiten saham yang
melakukan IPO dan terdiri dari 9 sektor
saham, seperti Aneka Industri, Barang
Konsumen, Industri Dasar & Kimia,
Infrastruktur
Utilitas
&
Transportasi,
Keuangan, Perdagangan Jasa & Investasi,
Pertambangan, Pertanian, serta Properti &
Real Estate. IPO dari emiten sektor
Infrastruktur Utilitas & Transportasi
Fenomena yang seringkali terjadi
setelah IPO dalam jangka pendek terjadi
underpricing dimana harga saham yang
ditawarkan di pasar perdana lebih rendah dari
harga saat di pasar sekunder dan jangka
panjang
terjadi
penurunan
kinerja
(underperformance) yang merupakan keadaan
dimana total return suatu saham selama
periode tertentu lebih kecil daripada total
return pasar. Penelitian yang berkaitan dengan
kinerja surat berharga setelah penawaran
perdana telah banyak dilakukan. Hasilnya
menunjukkan bahwa dalam jangka pendek
terdapat fenomena underpricing dan dalam
jangka panjang terdapat underperformance
(Ritter, 1991). Hasil tersebut sejalan dengan
penelitian Guntoro dkk (2008) bahwa kinerja
saham jangka panjang pada perusahaan yang
IPO
tahun
2004-2007
mengalami
underperformed. Ada perbedaan kinerja
saham jangka pendek dan kinerja saham
jangka panjang. Kondisi ini terjadi
karena informasi asimetri terjadi pada
kelompok informed investor dan uninformed
investor.
Fenomena underpricing ini di satu pihak
menguntungkan investor tetapi di pihak lain
akan merugikan emiten karena dana yang
dikumpulkannya tidak maksimal. Penurunan
kinerja yang terjadi dalam jangka panjang
akan merugikan investor karena akan
memperoleh return yang rendah. Menurut
Ritter (1991) faktor yang bisa menjelaskan
terjadinya underperformance tersebut adalah
kesalahan dalam pengukuran risiko, bad luck
dan terlalu optimisnya investor terhadap
prospek perusahaan.
Penelitian dengan hasil yang berbeda
dilakukan oleh Prastiwi dan Kusuma (2001)
menyatakan bahwa dalam jangka pendek (3
bulan) kinerja saham mengalami out
performance dan dalam jangka panjang (24
bulan) mengalami underperformance.
Penelitian ini ingin menguji kembali dari
beberapa penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya
serta
mengembangkannya
sehingga dapat membuktikan kebenaran teori
dari penelitian sebelumnya masih layak atau
tidak jika diterapkan dalam masa sekarang ini.
Penelitian ini akan diuji periode dalam jangka
waktu yang berbeda dari penelitian Yohannes
dan Andi (2004) yang menggunakan jangka
waktu 3 bulan untuk mengukur kinerja jangka
pendek. Periode waktu yang dipilih untuk
mengukur kinerja jangka pendek dalam
penelitian ini adalah 6 bulan dan untuk kinerja
jangka panjang adalah 24 bulan.
Kinerja saham yang diukur dalam
penelitian ini merupakan kinerja dari
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO
di Bursa Efek Indonesia periode Januari 2009
sampai dengan April 2011. Untuk melihat
2|Page
performa masing-masing perusahaan pada
kinerja saham dalam jangka panjang
mengalami underperformance dan kinerja
saham
jangka
pendek
mengalami
outperformance
dilihat
melalui
harga
penawaran saham perdana dari masing-masing
perusahaan.
Initial Public Offering (IPO)
Salah satu alternatif yang dapat
digunakan
oleh
perusahaan
yang
membutuhkan dana yaitu dapat dilakukan
dengan cara penerbitan saham baru pada
masyarakat yang disebut penawaran umum
perdana (Trianingsih, 2005). Penawaran
umum perdana menurut UU No. 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal mendefinisikan sebagai
kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh
emiten untuk menjual efek kepada masyarakat
berdasarkan tata cara yang diatur dalam
undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
Penawaran umum perdana (Initial Public
Offering, IPO) adalah penjualan sekuritas
oleh perusahaan yang dilakukan pertama kali
(Tandelilin, 2010 : 27). Sedangkan menurut
Sunariyah (2003:98) pengertian penawaran
umum adalah cara yang pada umumnya
dilakukan untuk menawarkan surat berharga di
pasar modal.
Tujuan penawaran umum perdana adalah
bagian dari prospektus emiten yang berisi
pernyataan tentang alasan-alasan atau tujuan
go public suatu perusahaan. Ada empat
alasan atau tujuan suatu perusahaan yang go
public menurut Sunariyah (2003) yaitu :
a. Meningkatkan modal perusahaan.
b. Memungkinkan
pendiri
untuk
diversifikasi usaha
c. Mempermudah
usaha
pembelian
perusahaan lain
d. Nilai perusahaan.
Menurut Jogiyanto (2010:32) beberapa
keuntungan dari go public diantaranya
memudahan meningkatkan modal di masa
mendatang, meningkatkan likuiditas bagi
pemegang saham dan nilai pasar perusahaan
diketahui. Disamping keuntungan dari go
public, beberapa kerugiannya adalah biaya
laporan
meningkat,
pengungkapan
(disclosure), ketakutan untuk diambil-alih
Tahapan
penawaran umum saham
terbagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai
berikut (Darmadji, 2001) :
1. Tahapan Persiapan
Tahapan
ini merupakan tahapan awal
dalam rangka mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses
Penawaran Umum. Pada tahap yang paling
awal perusahaan yang akan menerbitkan
saham terlebih dahulu melakukan Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk
meminta persetujuan para pemegang saham
dalam rangka Penawaran Umum saham.
Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya
emiten melakukan penunjukan penjamin
emisi, lembaga dan profesi penunjang pasar
modal seperti akuntan publik, konsultan
hukum, penilai dan notaris. Pihak-pihak
yang membantu emiten dalam proses
penerbitan saham, antara lain:
a. Penjamin Emisi (underwriter)
Merupakan pihak yang paling banyak
terlibat dalam membantu emiten dalam
rangka penerbitan saham. Kegiatan yang
dilakukan penjamin emisi antara lain
menyiapkan
berbagai
dokumen,
menyiapkan prospektus, dan lain-lain.
b. Akuntan Publik
Bertugas
melakukan
audit
atau
pemeriksaan atas laporan keuangan
perusahaan.
c. Penilai
Melakukan penilaian terhadap aktiva
tetap perusahaan dan menentukan nilai
wajar dari aktiva tetap tersebut.
d. Konsultan Hukum
Memberikan pendapat dari segi hukum
(legal opinion).
e. Notaris
Melakukan perubahan atas Anggaran
Dasar, membuat akta perjanjianperjanjian dalam rangka penawaran
umum dan juga notulen-notulen rapat.
3|Page
2. Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
Pada tahap ini, dilengkapi dengan
dokumen-dokumen pendukung (laporan
keuangan yang telah diaudit, pendapat dari
konsultan hukum, dan berbagai dokumen
lainnya) menyampaikan pendaftaran kepada
Badan Pengawas Pasar Modal hingga
Bapepam
menyatakan
Pernyataan
Pendaftaran menjadi Efektif. Pernyataan
Efektif dari Bapepam merupakan “tiket”
bagi
perusahaan
untuk
melakukan
Penawaran Umum di Pasar Perdana.
3. Penawaran Umum (Pasar Perdana)
Tahapan ini merupakan tahapan utama,
karena pada waktu inilah emiten
menawarkan saham kepada masyarakat
investor. Investor dapat membeli saham
tersebut melalui agen-agen penjual yang
telah ditunjuk. Masa Penawaran Umum
sekurang-kurangnya tiga hari kerja (yaitu
masa dimana masyarakat mengisi formulir
pemesanan dan penyerahan uang untuk
diserahkan ke agen penjual). Perlu diingat
pula bahwa tidak seluruh keinginan investor
terpenuhi dalam tahapan ini. Misal, saham
yang dilepas ke pasar perdana sebanyak
100 juta saham sementara yang ingin dibeli
seluruh investor berjumlah 150 juta saham.
Investor tersebut dapat membeli di pasar
sekunder yaitu setelah saham dicatatkan di
Bursa Efek, jika investor tidak mendapatkan
saham pada pasar perdana.
4. Pencatatan saham di Bursa Efek
Setelah selesai penjualan saham di pasar
perdana, selanjutnya saham tersebut
dicatatkan di Bursa Efek. Di Indonesia,
saham dapat dicatatkan di Bursa Efek
Indonesia.
Kinerja Saham
Kinerja saham mengindikasikan kinerja
pasar perusahaan dan akan diukur dengan
menggunakan harga saham perusahaan yang
beredar di pasar modal. Kinerja saham dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan
tingkat pengembalian (return) saham.
Suatu saham dalam pasar modal
memiliki kinerja tersendiri. Kinerja itu bisa
dikatakan baik bila memberikan return yang
tinggi kepada investor sedangkan kinerja
saham dikatakan buruk bila return yang
diberikan perusahaan sangat rendah dan
bahkan tidak memberikan return. Return
merupakan hasil yang diperoleh dari investasi.
Return dapat berupa realisasi yang sudah
terjadi atau return ekspektasi yang belum
terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi di
masa mendatang (Jogiyanto, 2010:205).
Return merupakan salah satu faktor yang
memotivasi investor berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor
menanggung risiko atas investasi yang
dilakukannya.
Abnormal Return
Efisiensi dalam pasar modal menunjukan
secara tidak langsung bahwa seluruh informasi
relevan yang tersedia tentang suatu sekuritas
langsung tercermin dalam harganya. Dengan
kata lain, sebuah pasar yang efisien adalah
pasar dimana harga surat berharga saat ini
memberikan estimasi terbaik tentang nilainya
yang sebenarnya. Jones (2002) menyatakan
secara implisit bahwa dalam suatu pasar
modal yang efisien, tidaklah mungkin untuk
secara sistematis memperoleh atau kehilangan
profit yang abnormal dari perdagangan
berdasarkan informasi yang dipublikasikan.
Berdasarkan uraian di atas abnormal
return adalah selisih antara return yang
diharapkan (expected return) dengan return
yang sesungguhnya. Selisih return akan positif
jika return yang didapat lebih besar dari return
yang diharapkan atau return yang dihitung.
Sedangkan return akan negatif jika return
yang didapat lebih kecil dari return yang
diharapkan atau return yang dihitung
(Jogiyanto, 2010:415).
Expected return merupakan return yang
digunakan untuk pengambilan keputusan
investasi. Expected return penting jika
dibandingkan dengan return historis karena
expected return merupakan return yang
diharapkan dari investasi yang akan dilakukan
4|Page
(Jogiyanto, 2010). Expected return adalah
return yang diharapkan investor yang akan
diperoleh di masa yang akan datang dimana
sifatnya belum terjadi. Return sesungguhnya
merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t
yang merupakan selisih harga sekarang relatif
terhadap harga sebelumnya.
Abnormal return dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan Marketadjusted Model karena model ini mengestimasi
return sekuritas sebesar return indeks pasarnya
sehingga tidak perlu menggunakan periode
estimasi.
Hal
ini
dilakukan untuk
meyakinkan peneliti bahwa reaksi yang terjadi
adalah akibat dari peristiwa yang diamati dan
bukan karena peristiwa lain yang bisa
mempengaruhi peristiwa yang akan diamati
tersebut.
Model sesuai pasar (market adjusted
model) menganggap bahwa penduga yang
terbaik untuk mengestimasi return suatu
sekuritas adalah return indeks pasar pada saat
tersebut.
(1 + 𝑅𝑖𝑡 )
𝐴𝑅𝑖𝑡 =
− 1𝑥100%
(1 + 𝑅𝑚𝑡 )
Keterangan :
ARit = Market-adjusted abnormal return
Rit = Total return saham
Rmt = Total return indeks pasar
Wealth Relative
Wealth Relative adalah indeks yang
digunakan untuk melihat kinerja saham suatu
perusahan dibandingkan dengan kinerja saham
dari pasar. Jika kinerja suatu saham lebih besar
(dilihat dari total return selama periode
tertentu) dibandingkan dengan total return
pasar maka mengalami outperformance.
Sebaliknya jika total return suatu saham selam
periode tertentu lebih kecil bila dibandingkan
dengan total return pasar maka mengalami
underperformance (Prastiwi dan Kusuma,
2001).
Kinerja Jangka Pendek dan Jangka
Panjang
Kinerja jangka pendek adalah kinerja
saham dalam jangka waktu kurang dari satu
tahun. Menurut Ritter (1991), faktor yang bisa
menjelaskan terjadinya underperformance
adalah kesalahan dalam pengukuran risiko,
bad luck dan terlalu optimisnya investor
terhadap prospek perusahaan. Aggarwal
(1993) meneliti kinerja IPO di negara-negara
Amerika Latin (Brasil, Chili, Meksiko) untuk
periode 1980 sampai 1990. Hasil yang
ditemukan di tiga negara ini konsisten dengan
pola yang ditemukan di negara lain,
termasuk Indonesia (Prastiwi dan Kusuma,
2001) yaitu kinerja jangka pendek positif.
Kinerja jangka panjang adalah kinerja
saham dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun. Dari peneltian Arosio (2001) yang
menguji
mengenai
fenomena
underperformance pada kinerja periode jangka
panjang dari IPO yang dilakukan di Italia.
Hasil yang didapatkan pada sebagian besar
IPO yang terjadi mengalami outperformance
setelah 1, 5, dan 10 hari perdagangan dan
setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan
mengalami underperformance di pasar,
meskipun return saham IPO yang terjadi di era
80an tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan dengan return saham-saham lainnya.
Kooli dan Suret (2002) dalam penelitiannya
mengenai perilaku dari saham IPO di Kanada.
Didapatkan hasil bahwa secara signifikan
kinerja periode jangka panjang dari IPO di
Kanada mengalami underperformance pada
pasar yang sama.
Sedangkan penelitian yang dilakukan
oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) meneliti
mengenai kinerja surat berharga setelah
penawaran perdana di Indonesia dengan
melihat perbedaan dari kinerja periode jangka
panjang pendek dan periode jangka panjang.
Didapatkan hasil bahwa kinerja surat berharga
pada periode jangka pendek cukup baik
(outperformance) sedangkan kinerja periode
jangka panjang mengalami
penurunan
(underperformance). Terdapat perbedaan
5|Page
yang signifikan antara kinerja jangka pendek
dan kinerja jangka panjang pada surat berharga
yang dibeli pada harga perdana.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian komparatif yaitu mencari perbedaan
kinerja saham periode jangka pendek dan
periode jangka panjang setelah penawaran
umum perdana. Populasi pada penelitian ini
adalah perusahaan yang go public di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2009-2011 yang
berjumlah 60 perusahaan.
Teknik
pengambilan
sampel
menggunakan purposive sampling sehingga
diperoleh ukuran sampel sebanyak 35
perusahaan. Adapun ketentuan pemilihan
sampel didasarkan pada kriteria sebagai
berikut:
a. Perusahaan yang masih aktif melakukan
perdagangan saham 6 bulan dan 24 bulan
setelah
melakukan penawaran umum
perdana (IPO).
b. Harga perdana dan data harga penutupan
hari pertama tersedia.
c. Data harga saham bulanan, serta Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) mulai
bulan Januari 2009 – April 2011 tersedia.
Tabel 1 Gambaran Umum Sampel Perusahaan
yang IPO Periode 2009-2011
Tahun
2009
2010
2011
Total
13
22
25
60
Tidak
2
3
memenuhi
11
19
Total Sampel
syarat
Sumber : data olahan penulis
20
25
5
35
IPO
Variabel penelitian dalam penelitian ini
adalah kinerja saham dalam periode jangka
pendek dan periode jangka panjang setelah
penawaran perdana. Kinerja saham suatu
perusahaan dapat diukur dengan abnormal
return. Abnormal return digunakan untuk
mengukur performance saham penawaran
perdana pada suatu perusahaan dalam periode
jangka pendek maupun periode jangka
panjang. Pengukuran performance dalam
periode jangka pendek dilakukan selama
perdagangan aktif dimulai sampai 6 bulan
perdagangan berjalan. Sedangkan dalam
periode
jangka
panjang,
pengukuran
performance dilakukan selama 24 bulan sejak
perdagangan aktif dimulai.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang dianalisis
dengan menggunakan SPSS versi 17.0
diperoleh angka statistik deskriptif pada
abnormal return kinerja saham jangka pendek
dan abnormal return kinerja saham jangka
panjang untuk 35 perusahaan yang melakukan
penawaran perdana (IPO) tersebut dapat
dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 2 Mean, Standar Deviasi, Standar
Error, Nilai Maksimum dan Nilai Minimum
Abnormal Return
N
Min.
Max.
Stat.
Stat.
Stat.
Mean
Stat.
Std. Dev.
Std. Error
Statistic
AR_JPE
35
-.5004 1.9644 .159491 .0916807
.5423904
AR_JPA
N
Valid N
35
-.8009 5.3856 .227803 .1974269
1.1679931
35
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat
diketahui besarnya nilai rata-rata, standar
deviasi, standar error, nilai maksimum dan
nilai minimum dari abnormal return pada
periode jangka pendek selama 6 bulan
(AR_JPE) dan periode jangka panjang selama
24 bulan (AR_JPA). Nilai mean pada periode
jangka pendek sebesar 0.1594 menunjukkan
bahwa apabila investor membeli saham pada
penawaran perdana dan menyimpannya
selama periode jangka pendek (6 bulan),
maka investor akan mendapatkan rata-rata
abnormal return sebesar 15.94%. Sedangkan
nilai mean pada periode jangka panjang
sebesar 0.2278 menunjukkan bahwa apabila
investor membeli saham pada penawaran
perdana dan menyimpannya selama periode
jangka panjang (24 bulan), maka investor akan
mendapatkan rata-rata abnormal return
sebesar 22.78%.
Standar deviasi pada periode jangka
6|Page
pendek sebesar 0.5423 menunjukkan besarnya
risiko yang harus ditanggung oleh investor
apabila investor tersebut membeli saham pada
penawaran perdana dan menyimpannya
selama 6 bulan yaitu sebesar 54.23%.
Sedangkan standar deviasi pada periode
jangka panjang sebesar 1.1679 yang
menunjukkan besarnya risiko yang harus
ditanggung oleh investor apabila ia membeli
saham pada penawaran perdana dan
menyimpannya selama 24 bulan sebesar
116.79%. Standar error menunjukkan nilai
penyimpangan abnormal return dari rataratanya, semakin besar nilai standar error maka
semakin besar penyimpangan abnormal return
dari rata-ratanya.
Nilai maksimum pada periode jangka
pendek menunjukkan angka 1.9644 berarti
bahwa abnormal return tertinggi dicapai oleh
investor
yang membeli saham pada
penawaran perdana dan menyimpannya selama
periode jangka pendek (6 bulan) adalah
sebesar 196.44%. Nilai minimum pada periode
jangka pendek sebesar -0.5004 menunjukkan
bahwa kerugian terbesar yang mungkin
ditanggung oleh investor yang membeli saham
pada penawaran perdana dan menyimpannya
selama periode jangka pendek (6 bulan) adalah
sebesar 50.04%. Sedangkan nilai maksimum
pada periode panjang menunjukkan angka
sebesar 5.3856 berarti bahwa abnormal return
tertinggi yang dapat dicapai oleh investor
yang membeli saham pada penawaran
perdana dan menyimpannya selama periode
jangka panjang (24 bulan) adalah sebesar
538.56%. Nilai minimum pada periode jangka
panjang sebesar -0.8009 menunjukkan bahwa
kerugian terbesar yang mungkin ditanggung
oleh investor yang membeli saham pada
penawaran perdana dan menyimpannya selama
periode jangka panjang (24 bulan) adalah
sebesar 80.09%.
Kinerja Saham Jangka Pendek
Kinerja saham jangka pendek diukur
dengan abnormal return jangka pendek yang
dihitung dengan menggunakan market-
adjusted model karena model ini mengestimasi
return sekuritas sebesar return indeks pasarnya
sehingga tidak perlu menggunakan periode
estimasi. Return sekuritas didapat dari harga
saham 6 bulan setelah penawaran perdana.
Sedangkan return indeks pasar yang digunakan
adalah harga saham IHSG 6 bulan setelah
penawaran
perdana
selama
periode
pengamatan. Berikut ini adalah gambar 1 yang
menunjukkan rata-rata abnormal return kinerja
saham jangka pendek dari semua perusahaan
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Rata-Rata Abnormal Return
0,3000
0,2000
0,1000
0,0000
1
2
3
Gambar 1 Rata-rata Abnormal
Jangka Pendek
4
5
6
Bulan
Return Kinerja
Berdasarkan gambar di atas, dapat
diketahui nilai rata-rata abnormal return
kinerja jangka pendek selama 6 bulan
menunjukkan kecenderungan penurunan harga
walaupun begitu keadaan tingkat pengambalian
masih terbilang baik melihat dari keseluruhan
periode mempunyai nilai yang positif. Nilai
yang positif ini mempunyai arti bahwa kinerja
saham jangka pendek dari perusahaan
mengalami
outperformance.
Rata-rata
abnormal return pada bulan ke 2 setelah
penawaran perdana (IPO) sebesar 0.2067
mengalami
penurunan
dari
bulan
sebelumnya, 1 bulan setelah penawaran
perdana (IPO) sebesar 0.2190. Penurunan ini
terjadi karena imbas pada rontoknya indeks
bursa di hampir seluruh dunia pada tahun 2008
lalu, disebabkan terjadinya krisis di Amerika
Serikat. Berita mengenai bangkrutnya salah
satu bank investasi terbesar, Lehman Brothers,
akibat krisis kredit perumahan di Amerika
Serikat mengakibatkan bursa saham global
mengalami guncangan serta menghempaskan
7|Page
Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) hingga
level terendah, yang mengakibatkan BEI
terpaksa disuspend atau penutupan transaksi di
lantai bursa. Pasar modal Indonesia yang
masih berjuang di tengah krisis global ini
menyebabkan lambatnya pertumbuhan pasar
modal dan sejumlah perusahaan yang menunda
Initial Public Offering (IPO) karena kondisi
pasar modal yang belum menentu. Minimnya
jumlah emiten di BEI dan masih terbatasnya
jumlah investor yang berinvestasi di pasar
modal, menyebabkan pasar modal Indonesia
lebih mudah terguncang jika terjadi gejolak
eksternal. Karena dari sisi penawaran dan
permintaan masih terbatas, sehingga jika
terjadi guncangan dari luar, misalnya dampak
dari adanya krisis global akan memberikan
pengaruh pada bursa Indonesia. Pengaruh yang
didapat tentunya juga akan mempengaruhi
saham-saham yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia.
Penurunan terus terjadi, pada bulan ke 3
setelah penawaran perdana (IPO) rata-rata
abnormal return sebesar 0.1911. Kondisi ini
terjadi karena pasar sedang menunggu dan
mempelajari kinerja dari saham perusahaan
yang baru melakukan penawaran perdana
(IPO). Kondisi penurunan abnormal return
mencerminkan bahwa para investor masih
ragu untuk melakukan aksi jual dan beli
saham. Pada bulan ke 4 terjadi kenaikan
dengan nilai rata-rata abnormal return sebesar
0.1930. Kenaikan ini perlahan namun pasti
menunjukkan
Indeks
Harga
Saham
Gabungan (IHSG) sudah mulai bangkit dari
keterpurukannya dilihat dari nilai rata-rata
abnormal return yang mengalami kenaikan
dari bulan ke 3. Pergerakan IHSG ini masih
dipengaruhi oleh kondisi global, IHSG akan
mengikuti arah positif searah dengan kondisi
global yang memberikan sinyal positif, namun
jika sebaliknya maka IHSG bisa terhempas ke
arah yang negatif.
Bulan ke 6 setelah penawaran perdana
(IPO), nilai rata-rata abnormal return sebesar
0.1452 mengalami penurunan dari bulan ke 5
setelah penawaran perdana (IPO) dengan nilai
rata-rata abnormal return sebesar 0.1826.
Pengaruh dari adanya krisis global tidak hanya
menjadi penyebab dari terjadinya kondisi ini,
imbas dari aksi panik jual yang dilakukan oleh
para investor merupakan salah satu penyebab
kondisi ini terjadi selain dari adanya kondisi
global. Aksi panik jual disebabkan oleh adanya
ketidakterbukaan informasi yang dilakukan
oleh para perusahaan. Perusahaan yang tidak
memiliki kebijakan dalam keterbukaan
informasi akan menyebabkan para investor
mengambil asumsi-asumsi sendiri sehingga
mengurangi kepercayaan para investor
terhadap perusahaan. Melemahnya indeks
harga saham gabungan (IHSG) disebabkan
oleh kekhawatiran para investor tersebut.
Harga minyak dunia, timah, nikel maupun
harga emas mengalami penurunan karena tidak
adanya likuiditas lagi di pasar seiring dengan
kekhawatiran ancaman resesi global dimana
kegiatan ekonomi akan sangat rendah sekali.
Kondisi tersebut menyebabkan nilai harga
saham komoditas semakin menurun setiap
bulannya dengan adanya penurunan harga
komoditas dunia ini. Saham-saham komoditas
memiliki resiko yang lebih besar daripada
saham-saham lainnya. Harga komoditas dunia
yang terjadi sangat mempengaruhi keadaan
saham- saham komoditas tersebut.
Untuk menginterprestasikan total return
secara kelompok (grup) setiap periode dihitung
Wealth Relative sebagai pengukur kinerja
saham. Perhitungan Wealth Relative ini
dilakukan untuk mendukung hasil pengujian
yang dilakukan pada perhitungan sebelumnya
yang menunjukkan besarnya rata-rata return.
Gambar 2 berikut ini menunjukkan nilai
Wealth Relative periode jangka pendek.
Rata-Rata Abnormal Return
0,3000
0,2000
0,1000
0,0000
1
2
3
4
5
6
Bulan
Gambar 2. Wealth Relative Jangka Pendek
8|Page
Berdasarkan gambar diatas dapat
diketahui bahwa wealth relative dari bulan 1
sampai bulan ke 6 mempunyai nilai yang > 1.
Hal ini berarti kinerja saham dalam periode
jangka pendek mengalami outperformance
dengan nilai wealth relative pada bulan ke 6
sebesar 1.218.
Kinerja Saham Jangka Panjang
Kinerja saham jangka panjang diukur
dengan abnormal return jangka panjang yang
dihitung sama seperti kinerja saham jangka
pendek, dengan menggunakan market-adjusted
model karena model ini mengestimasi return
sekuritas sebesar return indeks pasarnya
sehingga tidak perlu menggunakan periode
estimasi. Return sekuritas yang digunakan
dalam mengukur abnormal return didapat dari
harga saham penutupan 24 bulan setelah
penawaran perdana. Sedangkan return indeks
pasar yang digunakan adalah harga saham
penutupan IHSG 24 bulan setelah penawaran
perdana selama periode pengamatan. Tabel 4.5
berikut menunjukkan rata-rata abnormal
return kinerja saham jangka panjang dari
semua perusahaan yang dijadikan sampel
dalam penelitian ini.
Rata-Rata Abnormal Return
0,3000
0,2000
0,1000
0,0000
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Bulan
Gambar 3. Rata-rata Abnormal Return Kinerja
Jangka Panjang
Gambar di atas menunjukkan nilai ratarata abnormal return kinerja jangka panjang
mengalami fluktuasi. Nilai rata-rata abnormal
return kinerja jangka panjang ini mempunyai
nilai yang positif, dimana dari keseluruhan
periode jangka panjang nilai yang dihasilkan
memiliki nilai yang lebih dari nol di setiap
bulannya. Hal tersebut menandakan bahwa
kinerja saham dalam jangka panjang setelah
penawaran
perdana
mengalami
out
performance. Berdasarkan pada bulan ke 13
setelah penawaran perdana (IPO) nilai rata-rata
abnormal return sebesar 0.2269. Nilai ratarata ini merupakan tertinggi kedua dalam
kinerja jangka panjang setelah penawaran
perdana (IPO). Kondisi ini disebabkan oleh
keadaan Indeks Harga Saham Gabungan pada
tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan
hingga lebih dari 40%, mengungguli China
dan India. Pasar modal sempat bereaksi negatif
setelah Sri Mulyani Indrawati secara resmi
menerima tawaran menjadi Direktur Pelaksana
Bank Dunia per 1 Juni 2010. IHSG dan nilai
tukar rupiah langsung terpuruk, IHSG ditutup
anjlok 60,146 poin (2,11%) ke level 2.786,093,
rupiah terpuruk ke 9.225 per dolar AS.
Pertumbuhan tersebut memberikan dampak
positif terhadap pelaku pasar sehingga memicu
bertambahnya pelaku pasar, baik domestik
maupun asing untuk berinvestasi di pasar
modal Indonesia. Pertumbuhan IHSG yang
ditutup berada pada posisi di 3.703,51 poin
atau menguat sebesar 46,13 persen dibanding
posisi penutupan akhir 2009 yang berada di
posisi 2.534,36. IHSG pernah mencapai level
tertinggi 3.786,097 pada 9 Desember 2010.
Sementara titik terendah pada 8 Februari 2010
di level 2.475,572. Pertumbuhan tersebut tidak
terlepas dari kinerja emiten yang tercatat di
bursa dalam negeri yang baik sehingga dapat
menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pasar modal.
Penurunan terjadi dari bulan ke 14
setelah penawaran perdana (IPO) hingga
bulan ke 19 setelah penawaran perdana dengan
nilai rata-rata abnormal return sebesar 0.1222.
Penurunan ini merupakan nilai rata-rata
abnormal return terendah dalam kinerja
jangka panjang. Penyebab dari kondisi ini
adalah aksi ambil untung di saham-saham
unggulan. Aksi tersebut dipicu oleh krisis
utang Eropa yang kembali memanas akibat
imbal hasil surat utang Italia dan Spanyol yang
terus mengalami kenaikan. Dua negara
tersebut memegang peran penting dalam krisis,
9|Page
seperti yang terjadi di Yunani. Krisis ekonomi
yang melanda Yunani menimbulkan efek
domino. Berturut-turut ekonomi Irlandia,
Portugal, Italia, dan Spanyol terkena
imbasnya. Dampak krisis ini juga mulai terasa
di Indonesia melalui jalur keuangan dan jalur
perdagangan. Jalur keuangan terlihat dari
menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) sehingga berpengaruh pada kinerja
emiten di Indonesia sedangkan jalur
perdagangan terlihat melalui penurunan
ekspor.
Bulan ke 20 setelah penawaran perdana
(IPO) terjadi kenaikan nilai rata-rata abnormal
return dengan nilai sebesar 0.1459. Kinerja
emiten di Bursa Efek Indonesia mendukung
penguatan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG). Pada akhir perdagangan, IHSG naik
15 poin karena para investor memborong
saham-saham berbasis konsumer. Sentimen
positif laporan keuangan emiten kuartal
pertama tahun ini masih menjadi motor
penggerak penguatan indeks saham gabungan.
Salah satu informasi yang ditunggu para
investor adalah laporan keuangan yang bisa
melihat kinerja perusahan yang tercermin
dalam laba, tingkat hutang, dan tingkat
penjualan. Penguatan Indeks Harga Saham
Gabungan juga dipicu oleh kenaikan sahamsaham unggulan. Perdagangan bursa saham
Indonesia juga terangkat oleh adanya sentimen
positif dari Eropa mengenai raihan teratas
partai yang pro bail out Yunani.
Penurunan kembali terjadi pada bulan ke
21 setelah penawaran perdana dengan nilai
rata-rata abnormal return sebesar 0.1319.
Kondisi ini disebabkan oleh jatuhnya harga
minyak dunia yang memberikan dampak
negatif bagi sektor pertambangan. Bursa saham
Indonesia juga tertekan oleh sentimen negatif
yang berasal dari kawasan Eropa. Kondisi
keuangan Eropa belum membaik khususnya
Yunani yang menjadi fokus utama para
pelaku pasar. Hasil dari keputusan KTT Uni
Eropa juga menyebabkan pergerakan terbatas
dari Indeks Harga Saham Gabungan dimana
para investor memilih untuk melakukan
strategi wait and see mengenai perkembangan
lebih lanjut krisis di Eropa. Hal ini berdampak
pada minat investor dalam melakukan aksi jual
dan beli saham di Indonesia.
Sedangkan nilai rata-rata abnormal
tertinggi terjadi pada bulan ke 24 setelah
penawaran perdana (IPO) sebesar 0.2280. Pada
kondisi ini para investor sudah mampu
mengakses informasi dan dapat memprediksi
apa yang akan terjadi pada harga saham
sehingga para investor dapat memutuskan akan
melakukan aksi jual dan beli saham.
Perhitungan wealth relative diperlukan
untuk mengetahui kinerja saham jangka
panjang mengalami outperformance atau
underperformance. Tabel 3 berikut ini
menunjukkan nilai Wealth Relative periode
jangka panjang (24 bulan). Tabel 3 berikut
menunjukkan hasil dari uji kolmogorovsmirnov dari 35 sampel untuk periode jangka
pendek dan periode jangka panjang.
Tabel 3 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov
N
Normal
Parameter
Most Extreme
Differences
KolmogorovSmirnov Z
Mean
Standar
Deviation
Absolute
Positive
Negative
Asymp. Sig. (2-tailed)
AR_JPE
35
.159491
AR_JPA
35
.227803
5423904
1.1679931
.216
.255
.216
-.113
1.279
.255
-.189
1.506
Sumber : Data sekunder yang diolah
Berdasarkan
Tabel
3
tersebut
menunjukkan bahwa nilai Kolmogorovsmirnov hitung dari abnormal return jangka
pendek (0.076) > 0.05, maka distribusi data
abnormal return dari 35 sampel pada periode
jangka pendek adalah normal. Nilai
Kolmogorov-smirnov hitung dari abnormal
return jangka panjang (0.021) < 0.05, maka
distribusi data abnormal return dari 35 sampel
pada periode jangka pendek adalah tidak
normal. Sehingga uji hipotesis yang digunakan
untuk mengetahui perbedaan kinerja saham
jangka pendek dan kinerja saham jangka
panjang adalah uji Wilcoxon Matched Pairs
(Uji Rank Bertanda Wilcoxon) karena salah
10 | P a g e
satu dari kedua variabel tersebut didapat hasil
distribusi yang tidak normal.
Hasil Pegujian Hipotesis
Hipotesis
yang
diajukan
dalam
penelitian ini adalah terdapat perbedaan
signifikan antara kinerja jangka pendek dan
kinerja jangka panjang pada perusahaan yang
melakukan penawaran saham perdana di BEI
periode Januari 2009 sampai April 2011. Uji
Wilcoxon Matched Pairs (Uji Rank Bertanda
Wilcoxon)
digunakan
untuk
menguji
perbedaan antara rata-rata abnormal return
jangka pendek (6 bulan) dan rata- rata
abnormal return jangka panjang (24 bulan).
Hasil pengujian Wilcoxon Matched Pairs
terhadap 35 perusahaan.
Tabel 4 Wilcoxon Signed Ranks Test
Test Statisticsb
Z
Asymp.Sig(2-tailed)
AR_JPA-AR_JPE
-1.016a
.310
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa
nilai signifikansi sebesar 0.310. Nilai
signifikasi tersebut menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kinerja
jangka pendek (6 bulan) dan kinerja jangka
panjang (24 bulan) karena nilai signifikasi
(0.310) > 0.05 sehingga Ho diterima.
Para investor yang sudah yakin akan
kinerja emiten akan lebih mudah memilih
apakah akan memanfaatkan saham tersebut
dalam jangka panjang atau hanya akan
memanfaatkan volatilitas pasar dengan
memainkan saham secara jangka pendek.
Kinerja saham dalam jangka pendek dan
jangka panjang diukur dengan menggunakan
abnormal return. Terdapat 35 sampel
perusahaan yang melakukan penawaran
perdana (IPO) pada periode Januari 2009 –
April 2011. Kinerja saham jangka pendek
memiliki resiko yang lebih kecil daripada
kinerja saham jangka panjang. Hal ini
disebabkan return yang dihasilkan dari saham
jangka pendek lebih kecil begitu juga dengan
resiko yang akan diterima. Sedangkan pada
saham jangka panjang akan menghasilkan
return yang lebih besar sehingga resiko yang
diterima akan lebih besar juga. Karena
semakin besar potensi return yang akan
diterima maka semakin besar juga resiko
yang akan diterima.
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja
saham jangka pendek dengan menggunakan
abnormal return didapat bahwa kinerja saham
jangka pendek mengalami outperformance.
Nilai wealth relative pada kinerja saham
jangka pendek sebesar 1.1218 yang
menunjukkan bahwa nilai wealth relative > 1
sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja
saham
jangka
pendek
mengalami
outperformance. Abnormal return yang
merupakan selisih antara return yang
diharapkan (expected return) dengan return
yang sesungguhnya, dimana pada hasil yang
didapat
abnormal
return
mengalami
outperformance dengan nilai wealth relative >
1 dan rata-rata nilai abnormal return > 0.
Kondisi ini terjadi karena rata-rata dari
perusahaan yang dijadikan sebagai sampel
menghasilkan return yang bernilai positif. Hal
tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa
saham-saham dari perusahaan yang dijadikan
sebagai sampel telah menarik para investor
untuk melakukan aksi jual dan beli saham.
Penelitian
ini
konsisten
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan
Kusuma (2001) bahwa kinerja saham jangka
pendek menunjukkan kinerja yang cukup baik
(outperformed). Hasil yang sama juga
ditunjukkan kinerja saham jangka panjang
yang mengalami outperformance. Hasil nilai
wealth relative pada kinerja saham jangka
panjang sebesar 1.3081. Kesimpulan yang
dapat ditarik dari hasil tersebut adalah kinerja
saham
jangka
panjang
mengalami
outperformance tercermin dari wealth relative
> 1 dan nilai rata-rata abnormal return > 0.
Kinerja saham jangka panjang yang
mengalami outperformance disebabkan karena
sebagian besar perusahaan yang melakukan
penawaran perdana pada periode Januari 2009
sampai April 2011 memang memiliki kinerja
11 | P a g e
yang cukup baik. Hal ini terbukti pada nilai
abnormal return yang dihasilkan oleh
perusahaan sebagian besar bernilai positif.
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ritter (1991), Prastiwi
dan Kusuma (2001), dan Guntoro dkk (2008)
bahwa kinerja saham jangka panjang pada
perusahaan
yang
IPO
mengalami
underperformed.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
penelitian ini gagal membuktikan adanya
perbedaan antara kinerja jangka pendek dan
kinerja jangka panjang pada perusahaan yang
melakukan penawaran pedana di BEI pada
periode Januari 2009 sampai April 2011. Hasil
uji Wilcoxon Matched Pairs (Uji Rank
Bertanda Wilcoxon) menunjukkan tidak
terjadinya perbedaan yang signifikan antara
kinerja jangka pendek (6 bulan) dan kinerja
jangka panjang (24 bulan), dimana hasil nilai
signifikansi sebesar 0.310. Kondisi ini terjadi
disebabkan kinerja jangka pendek dan kinerja
jangka panjang yang sama-sama mengalami
outperformance
hal
ini
memberikan
kesimpulan bahwa kedua kinerja tersebut
sama-sama menarik bagi para investor untuk
berinvestasi.
Hasil penilitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prastiwi dan
Kusuma (2001) yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara
kinerja saham jangka pendek dan kinerja
saham jangka panjang pada perusahaan yang
melakukan penawaran perdana (IPO).
Setelah
ditelusuri
lebih
lanjut,
perusahaan-perusahaan
yang
mengalami
outperformance pada jangka panjang ini
memiliki kapitalisasi pasar yang cenderung
naik, sehingga menyebabkan harga saham
mengalami kenaikan. Bagi perusahaan publik,
kapitalisasi pasar ini penting sekali karena ia
juga mencerminkan nilai total perusahaan.
Pada umumnya, semakin besar nilai
kapitalisasi pasar suatu saham, maka semakin
besar juga daya pikat saham tersebut bagi
investor. Begitu pula sebaliknya, semakin kecil
nilai kapitalisasi semakin kurang menarik bagi
investor. Adanya kenaikan indeks harga
saham gabungan (IHSG) di Indonesia juga
merupakan salah satu penyebab. Kenaikan
indeks harga saham gabungan sepanjang
waktu tertentu, tentunya mendatangkan
kondisi investasi dan perekonomian negara
dalam keadaan baik. Hal tersebut juga
menempatkan pasar modal Indonesia dalam
posisi yang sangat atraktif bagi investor.
Sebaliknya jika turun berarti iklim investasi
sedang buruk. Kondisi demikian akan
mempengaruhi naik atau turunnya harga saham
di pasar bursa.
Hal ini tercermin dari nilai rata-rata
abnormal return yang cenderung positif atau
memiliki nilai yang lebih besar dari 0, serta
berdasarkan perhitungan wealth relative hasil
yang didapat menunjukkan nilai yang lebih
dari satu. Bukti tersebut menegaskan bahwa
kinerja saham dari perusahaan yang melakukan
penawaran perdana (IPO) memiliki kinerja
yang cukup baik (outperformance).
Simpulan
Setelah melakukan analisis terhadap
hasil penelitian yang dijelaskan empat), maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kinerja saham pada perusahaan yang go
public di Bursa Efek Indonesia tahun 20092011 untuk periode jangka pendek dan
jangka panjang mengalami outperformance.
Abnormal return bernilai positif dan wealth
relative juga menunjukkan angka yang
lebih dari satu.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kinerja saham periode jangka pendek
(6 bulan) dengan kinerja saham periode
jangka panjang (24 bulan) pada perusahaan
yang Go Public di Bursa Efek Indonesia
tahun 2009-2011. Hal ini disebabkan kedua
kinerja
sama-sama
mengalami
outperformance
dan
memiliki
nilai
abnormal return yang positif.
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal et al. (1993). The After Market Of
Initial Public Offerings In Latin America.
Financial Management : p.42-53.
Arosio. 2001. The Market Performance of
Italian IPOs in the Long-Run. SSRN
Electronic Paper Collection.
Eduardus Tandelilin. 2010. Portofolio dan
Investasi. Yogyakarta: Kanisius. Fabozzi,
Frank. J. 1999. Manajemen Investasi.
Jakarta: Salemba Empat.
Guntoro, Adhi dan Harahap, Tatiek N. 2008.
Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka
Pendek Dan Jangka Panjang Pada
Perusahaan Initial Public Offering (IPO)
Di Pasar Modal Indonesia. Jurnal Riset
Bisnis Indonesia Vol.4 No.2, Juli 2008.
Sunariyah. 2003. Pengantar Pengetahuan
Pasar Modal, Edisi 3. Penerbit UPP AMP
YKPN, Yogyakarta.
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin,
2001. Pasar Modal Indonesia: Pendekatan
Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat.
Trianingsih, Sri. 2005. Analisis Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Underpricing pada Perusahaan Yang Go
Public Di BEJ. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Vol. 4, No. 2 : 195-210.
Yohanes, Kartika, dan Andi. 2004. Analisis
Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek
dan Jangka Panjang pada Perusahaan yang
Melakukan Initial Public Offering (IPO) di
Pasar Modal Indonesia.
Jurnal Bisnis
Dan Ekonomi Vol. 11 No.1, Maret 2004.
Handayani, Sri Retno. 2008. Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Underpricing
pada Penawaran Umum Perdana (Studi
Kasus pada Perusahaan Keuangan yang
Go Publik di Bursa Efek Jakarta Tahun
2000-2006). Tesis, MM Universitas
Diponegoro, Semarang.
Jogiyanto. 2010. Teori Portofolio dan Analisis
Investasi. Yogyakarta: BFE Yogyakarta.
Jones, Charles P. 2002. Investments :
Analysis and Management.
8 th
Edition.New York: John Wiley and
Sons.Inc.
Kooli, M dan J.M. Suret. 2002. The
Aftermarket Performance of initial public
offerings in Canada. SRRN Electronic
Paper Collection.
Prastiwi, Arum dan Kusuma,
Indra
Wijaya. 2001. Analisis Kineja Surat
Berharga Setelah Penawaran Perdana
(IPO) Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, Vol.16, No. 2, 177-178.
Ritter, Jay R., 1991. The Long Run
Performance of Initial Public Offering.
Journal Of Finance, no.46.
13 | P a g e
Download