csr disclosure - Eprints undip

advertisement
HUBUNGAN PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL (CSR
DISCLOSURE) DENGAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL PADA
PERUSAHAAN MANUFAKTUR GO PUBLIC DI INDONESIA
Oleh
Melisa Ika Damayanti
Dul Muid
ABSTRACT
The globalization trend and the stakeholders increasing demand on
companies to perform the role of social responsibility and encourage the
disclosure of company involvement in CSR practices. CSR itself is a general
statement indicating the company's obligation to make use of economic resources
in the operation of providing and giving contribution to the internal and external
stakeholders. Based on these, the study was conducted to determine the effect of
corporate social responsibility disclosures (CSR disclosure) on institutional
ownership of manufacturing companies in Indonesia.
This study uses four independent variables which include CSR Disclosure,
employee relations, community involvement, product, and environment; and a
single dependent variable that is institutional ownership with five research
hypotheses. Data on CSR Disclosure, employee relations, community involvement,
product, environment, and institutional ownership is obtained through Indonesia
Stock Exchange (BEI) annual report which the data were further analyzed using
the statistical technique of multiple regression test.
The results of the multiple regression test showed that all of the five
hypotheses were rejected or in other words, CSR Disclosure, employee relations,
community involvement, product, and environment found to have no significant
effect on Institutional Ownership.
Keywords : CSR Disclosure, employee relations, community involvement,
product, environment, and institutional ownership
1
I.
PENDAHULUAN
Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility)
merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepada
pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan dalam hal ini
adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan (Post et al, 2002
dalam Solihin, 2009). Menurut The World Best Business Council for Sustainable
Development (WBCSD), Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan
sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan
ekonomi berkelanjutan melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan
mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk
meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis
sendiri maupun untuk pembangunan.
Perkembangan
praktek
dan
pengungkapan
CSR
di
Indonesia
dilatarbelakangi oleh dukungan pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya regulasi
terhadap kewajiban praktek dan pengungkapan CSR melalui Undang-undang
Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 66 dan 74. Pada Pasal 66 ayat (2)
bagian c disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan
juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Sedangkan dalam Pasal 74 menjelaskan kewajiban untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan bagi perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan
dengan sumber daya alam. Selain itu, kewajiban pelaksanaan CSR juga diatur
dalam Undang-undang Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007 Pasal 15 bagian b,
Pasal 17, dan Pasal 34 yang mengatur setiap penanam modal diwajibkan untuk
ikut serta dalam tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan melakukan praktek dan pengungkapan CSR, perusahaan akan
mendapatkan manfaat tersendiri. Sebagaimana pendapat Kotler dan Lee (2005)
dalam Solihin (2009) menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk
melakukan praktek dan pengungkapan CSR karena memperoleh beberapa manfaat
seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning,
2
meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan
daya tarik perusahaan di mata investor dan analisis keuangan.
Saat ini pertumbuhan saham yang dimiliki oleh investor institusi telah
meningkat pesat. Sebagai contoh, investor institusi mengendalikan hampir 60
persen saham biasa yang beredar umum di Amerika Serikat (Hayashi, 2003). Di
pasar modal Malaysia, ada tiga kategori utama dari investor institusional, yaitu,
dana pensiun, reksadana dan perusahaan asuransi jiwa, yang mengelola aset
sebesar sekitar US $ 114 miliar atau 96,4 persen dari produk domestik bruto pada
akhir tahun 2004 (Ghosh, 2006). Saat ini, total 51,03 persen saham di sepuluh
kapitalisasi pasar tertinggi atas perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia
dimiliki oleh investor institusi.
Selain itu, aktivitas penawaran umum saham perdana atau Initial Public
Offering (IPO) di pasar domestic Indonesia masih terus dikuasai oleh investor
institusi. Meskipun potensi permintaan dari pemodal ritel menguat seiring
membaiknya bursa domestik, perusahaan efek penjamin emisi masih cenderung
memprioritaskan penjatahan saham perdana ke investor institusi. Selama ini,
penawaran umum saham perdana di pasar domestik dialokasikan sekitar 95 persen
ke investor institusi, termasuk asing, dan sisanya sekitar 5 persen ke investor ritel.
Hal itu disebabkan investor institusi biasanya lebih berorientasi jangka panjang.
Dengan demikian, kinerja saham perdana tidak rentan terhadap tekanan aksi
perburuan keuntungan atau capital gain sesaat yang biasanya dilakukan oleh
investor ritel (Saputra Ganda, 2010).
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility
Disclosure) Terhadap Kepemilikan Institusional Pada Perusahaan Manufaktur di
Indonesia”
II.
TELAAH PUSTAKA
Teori Legitimasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus
mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan
3
batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Legitimasi dapat
dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas
ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang
dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995).
Haniffa et al., (dalam Sayekti dan Wondabio, 2007), di dalam legitimacy
theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan
kegiatan berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi
berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Oleh
karena itu perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan
juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan
dimana perusahaan tersebut menjalankan aktivitasnya. Jika tidak terjadi
ketidakselarasan antara nilai perusahaan dengan nilai masyarakat, maka
perusahaan akan kehilangan legitimasinya yang akan berdampak pada
kelangsungan perusahaan.
Imam Ghozali dan Anis Chariri (2007) menyatakan bahwa yang mendasari
teori legitimasi adalah kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan
masyarakat dimana perusahaan beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi.
Nasi, Philips, and Zyglidopoulos (dikutip oleh Nurhayati et al., 2006) mengatakan
bahwa “Legitimacy theory focuses of the adequecy of corporate social
behaviour”. Yang berarti bahwa society judge organisasi berdasarkan atas image
citra yang akan perusahaan ciptakan untuk perusahaan itu sendiri. Kemudian
perusahaan dapat menetapkan legitimasi mereka dengan memadukan antara
kinerja perusahaan dengan dengan harapan masyarakat. Namun jika terdapat
kesenjangan antara antara harapan masyarakat dan perilaku sosial perusahaan
maka akan muncul masalah legitimasi (Nurhayati et al, 2006).
Teori Stakeholders
Wibisono (dalam Kirana, 2009) mengartikan Stakeholders sebagai
pemangku kepentingan yaitu pihak atau kelompok yang berkepentingan, baik
langsung maupun tidak langsung, terhadap eksistensi atau aktivitas perusahaan,
4
dan karenanya kelompok tersebut mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh
perusahaan. Definisi lain dilontarkan oleh Rhenald Kasali sebagaimana dikutip
oleh Wibisono (dalam Kirana, 2009), yang menyatakan bahwa yang dimaksud
para pihak adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar
perusahaan yang mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan.
Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat
bagi
stakeholder-nya
(pemegang
saham,
kreditor,
konsumen,
supplier,
pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder
kepada perusahaan tersebut. Menurut Gray, Kouhy dan Adam (1994) dalam
Chariri dan Ghozali (2007) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan
tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari
sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin
powerfull stakeholder, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan
dengan stakeholder-nya.
Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar
terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Sehingga biasanya
institusi menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola
investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara profesional
perkembangan investasinya maka tingkat pengendalian terhadap tindakan
manajemen sangat tinggi sehingga potensi kecurangan dapat ditekan.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang
mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain).
Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga
merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud, 2008).
Investor
institusional
dapat
meminta
5
manajemen
perusahaan
untuk
mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi
kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai
perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham
perusahaan (Brancato
dan Gaughan,1991
dalam Fauzi, Mahoney,
dan
Rahman,2007).
Pengertian Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan atau Corporate Social
Responsibity (CSR)
Definisi mengenai Corporate Social Responsibility sekarang ini sangatlah
beragam. Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial
perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi
bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para
karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang
bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan
Bank dunia (2002) memberikan definisi terhadap CSR, yaitu bahwa:
Corporate social responsibility as “[t]he commitment of business to contribute
to sustainable economic development, working with employees, their families,
the local community and society at large to improve their quality of life.”
Sejalan dengan definisi di atas, Kotler dan Lee (2005) memberikan definisi
CSR sebagai berikut; “Corporate social responsibility is a commitment to improve
community well-being through discretionary business practice and contributions
of corporate resources”. Menurut definisi tersebut, elemen kunci dari CSR adalah
kata discretionary. Terdapat pengaruh terhadap kinerja perusaaan dari partisipasi
terhadap tanggung jawab sosial, diantaranya adalah meningkatkan penjualan dan
market share, menguatkan posisi merk, menurunkan biaya operasional, dan lain
sebagainya. European Commission seperti dikutip Darwin (2008) mendefinisikan
CSR sebagai “a concept whereby companies integrate social and environmental
concerns in their business operations and in their interaction with their
stakeholders on a voluntary basis”.
6
Berbagai definisi tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa CSR pada
dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap tiga (3) elemen yaitu ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Definisi CSR dalam penelitian ini merujuk pada definisi
yang disampaikan European Commission dan CSR Asia. Perusahaan semakin
menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan
perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi.
Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan
memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan
nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok
kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994, dalam Haniffa
dkk., 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan
sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasinya, yang
selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994,
dalam Haniffa dkk, 2005; Sayekti dan Wondabio, 2007).
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Anggraini (2006) menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk
memberikan informasi yang transparan, organisasi yang akuntabel serta tata
kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) memaksa perusahaan
untuk
memberikan
informasi
mengenai
aktivitas
sosialnya.
Masyarakat
membutuhkan informasi mengenai sejauh mana perusahaan sudah melaksanakan
aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk hidup aman dan tentram,
kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan dapat terpenuhi.
Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional telah
banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat secara
luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai
Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban
Sosial.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan didalam laporan baik
dalam annual report maupun sustainibility reporting. Berdasarkan UU No.40
pasal 66 ayat 2 tahun 2007, pengungkapan pertanggungjawaban sosial wajib
7
dimuat dalam annual report. Sedangkan sustainibility reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja
organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Sustainibility Reporting harus menjadi dokumen
strategis yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang
sustainibility development yang membawanya menuju kepada core business dan
sektor industrinya (Nurlela dan Islahudin, 2008).
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dalam Laporan Tahunan
Menurut Anis Chariri dan Imam Ghozali (2007), pengungkapan (disclosure)
berarti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan
laporan keuangan, laporan keuangan harus memberikan informasi dan penjelasan
yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha. Sedangkan Hendriksen
(dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008), mendefinisikan pengungkapan (disclosure)
sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal
pasar modal yang efisien. Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory)
yaitu pengungkapan informasi wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pada
peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang
merupakan pengungkapan informasi tambahan dari perusahaan.
Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham
dan berfokus pada pencapaian laba disamping itu juga mempunyai tanggung
jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu perlu diungkapkan dalam
laporan tahunan, sebagaimana dinyatakan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No.1 (Revisi 2009) Paragraf kedua belas:
Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added
statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup
memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.
Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi
Keuangan.
8
PSAK No. 1 (revisi 2009) tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang
ada di Indonesia diberi suatu kebebasan dalam mengungkapkan informasi
tanggungjawab sosial dan lingkungan dalam laporan keuangan tahunan
perusahaan.
Selain itu, dalam UU No.40 pasal 66 ayat 2 tahun 2007 telah dijelaskan
bahwa perusahaan wajib memuat pelaporan tentang pertanggungjawaban social
dan lingkungan. Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan sejak di
keluarkannya UU No.40 pasal 74 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber
daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undangundang tersebut menjadi landasan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban
sosial merupakan mandatory disclosure untuk setiap perusahaan di Indonesia
bukan lagi voluntary disclosure.
Bapepam selaku lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar
modal dan lembaga keuangan di Indonesia telah mengeluarkan beberapa aturan
tentang disclosure yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang go
public. Peraturan tersebut dimaksudkan untuk melindungi para pemilik modal dari
adanya asimetri informasi. Perusahaan dapat memberikan disclosure melalui
laporan tahunan yang telah diatur oleh Bapepam (mandatory disclosure), maupun
melalui pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebagai tambahan
pengungkapan minimum yang telah ditetapkan.
Guthrie dan Parker (1990) dalam Sayekti dan Wondabio (2007) menyatakan
bahwa dalam Pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan merupakan
salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi
kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis.
Pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan
umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudited (belum diaudit), dan
unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu). Zuhroh dan Putu (2003)
menyebutkan
tema-tema
yang
termasuk
Pertanggungjawaban Sosial adalah:
9
dalam
wacana
Akuntansi
1. Kemasyarakatan
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan,
misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta
pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program
pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
3. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
4. Lingkungan Hidup
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
Sedangkan menurut Global Reporting Initiative (GRI), dalam konten
analisis terkandung tema tentang pengungkapan pertanggungjawaban sosial, yang
terdiri dari :
1. Ekonomi
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup laba perusahaan yang
dibagikan
untuk
bonus
pemegang
saham,
kompensasi
karyawan,
pemerintah, membiayai kegiatan akibat perubahan iklim serta aktivitas
terkait ekonomi lainnya.
2. Lingkungan Hidup
Tema ini berisi tiga puluh item yang meliputi aspek lingkungan dari proses
produksi, yang meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi
bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan
sumber daya alam dan konversi sumber daya alam.
3. Ketenagakerjaan
10
Tema ini berisi empat belas item yang meliputi dampak aktivitas perusahaan
pada orang-orang dalam perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi :
rekruitmen, program pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan
lainnya.
4. Hak Asasi Manusia
Tema ini berisi sembilan item yang mencakup berapa besar jumlah investasi
yang melibatkan perjanjian terkait hak asasi manusia, pemasok dan
kontraktor yang menjunjung hak asasi, kejadian yang melibatkan
kecelakaan atau kriminal terhadap karyawan di bawah umur, dan aktivitas
lainnya.
5. Kemasyarakatan
Tema ini berisi delapan item yang mencakup aktivitas kemasyarakatan yang
diikuti oleh perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan,
pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
6. Tanggung jawab atas Produk
Tema ini berisi sembilan item yang melibatkan aspek kualitatif suatu produk
atau jasa, antara lain keguanaan durability, pelayanan, kepuasan pelanggan,
kejujuran dalam iklan, kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan
lainnya.
11
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Corporate Social
Responsibility
Disclosure
Hubungan
Karyawan
Institutional
Ownership
Keterlibatan
Masyarakat
Produk
Lingkungan
Hipotesis
Studi empiris menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara
kinerja sosial dan saham yang dimiliki oleh investor institusi (Graves dan
Waddock, 1994). Cox et al. (2004) menemukan bahwa CSR memiliki hubungan
yang positif dengan investasi jangka panjang kelembagaan. Dalam penelitian
terbaru oleh Mahoney dan Roberts (2007) juga melaporkan hubungan yang
signifikan antara CSR dan jumlah lembaga investasi di saham. Berdasarkan hasil
empiris, terungkap bahwa informasi CSRD telah menyebabkan reaksi pasar
(Epstein dan Freedman, 1994). Kebanyakan penelitian sebelumnya telah
menemukan bahwa investor membutuhkan CSRD sebagai informasi untuk
keputusan investasi mereka (Mahoney dan Roberts, 2007; Epstein dan Freedman,
1994). Oleh karena itu, CSRD digunakan sebagai acuan dalam mengukur CSR
untuk perusahaan go public di Indonesia yang mengarah pada hipotesis berikut:
H1 : Ada hubungan positif antara CSR Disclosure dan IO
12
Warga negara yang baik dapat menciptakan loyalitas kuat antara karyawan
dengan perusahaan, sebagai hasilnya perusahaan yang bertanggung jawab atas
kemungkinan perbaikan dalam hubungan karyawan, dan menyajikan posisi yang
optimal untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang baik. McGuire et al.
(1988) menunjukkan bahwa loyalitas karyawan bermanfaat bagi perusahaan
karena meningkatkan produktivitas, inovasi, mengurangi biaya produksi, sehingga
meningkatkan keuntungan
Studi empiris Cox et al. (2004) menemukan pengaruh positif dan signifikan
antara hubungan karyawan dengan investor institusi jangka panjang. Sedangkan
Mahoney dan Roberts (2007) menunjukkan pengaruh negatif pada hubungan
karyawan dan jumlah IO. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan hipotesis yang
dikembangkan sebagai berikut:
H2 : Ada hubungan positif antara hubungan karyawan dan IO
Kanter (1999) untuk melihat jenis penting dari manfaat perusahaan yang
diperoleh dari keterlibatan program masyarakat untuk dapat digunakan sebagai
pembelajaran untuk inovasi. Selain itu, perhatian terhadap kinerja keuangan,
kualitas produk, dan lingkungan, investor institusi juga bisa memberi kontribusi
perusahaan kepada masyarakat lokal dan hubungan mereka dengan perempuan,
kaum minoritas, dan karyawan (Schwab dan Thomas, 1998).
Sebuah studi empiris terbaru oleh Mahoney dan Roberts (2007)
mengungkapkan bahwa ada positif tetapi tidak berdampak signifikan keterlibatan
masyarakat dengan kepemilikan saham dari investor institusi. Namun, sebuah
studi oleh Cox et al. (2004) menemukan hubungan parsial yang signifikan positif
antara kegiatan keterlibatan masyarakat dan investor jangka panjang. Ini
mengarah pada hipotesis berikut:
H3 : Ada hubungan positif antara keterlibatan masyarakat dan IO
Perusahaan memiliki insentif dan alat untuk menentukan informasi
mengenai calon pelanggan untuk produk yang mungkin berguna bagi mereka.
Benston (1997) mengamati bahwa jika investor tidak dapat dengan mudah
mempertimbangkan produk, ada baiknya kurang untuk mereka. Akibatnya,
produk harus dijual dengan harga lebih rendah untuk bersaing dengan investasi
13
alternatif yang lebih efisien. Di sisi lain, investor tidak akan membayar
kompensasi untuk biaya informasi yang berlebihan disediakan oleh perusahaan.
Pengujian empiris oleh Mahoney dan Roberts (2007) dan Teoh dan Shiu
(1990) mengungkapkan bahwa dimensi produk CSR berhubungan dengan saham
yang dimiliki oleh IO tersebut. Kesimpulan mereka menunjukkan bahwa investor
institusi memberi perhatian khusus terhadap bagaimana perusahaan mengelola
dimensi CSR. Oleh karena itu, hipotesis berikut ini dirumuskan:
H4 : Ada hubungan positif antara produk dan IO
Menurut Turban dan Greening (1997) investor institusi melihat manfaat
jangka panjang dari tanggung jawab sosial perusahaan dengan mempertahankan
kualitas produk, lebih banyak menaruh perhatian kepada masyarakat, lingkungan,
dan karyawan mereka. Spicer (1978) berpendapat bahwa investor institusi
menganggap bahwa rendahnya tanggung jawab sosial perusahaan dan sedikitnya
mereka peduli terhadap lingkungan, hal ini menunjukkan bahwa risiko
berinvestasi dalam perusahaan tinggi
Pengujian empiris Cox et al. (2004) menemukan bahwa dimensi lingkungan
dan investor jangka panjang adalah positif dan signifikan terkait, sedangkan hasil
berlawanan ditunjukkan oleh penelitian Mahoney dan Roberts (2007) melaporkan
dampak negatif yang signifikan dari dimensi lingkungan dalam jumlah pemilik
kelembagaan, dan persentase kelembagaan kepemilikan. Ini mengarah pada
hipotesis berikut:
H5 : Ada hubungan positif antara lingkungan dan IO
III. METODE PENELITIAN
Definisi Operasional Variabel
1.
Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Kepemilikan Institusi (INST): Menunjukkan persentase saham yang
dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder, yaitu
kepemilikan individu atau atas nama perorangan diatas 5%, tetapi tidak termasuk
kedalam
golongan
kepemilikan
insider.
Kepemilikan
oleh
blockholder
dimasukkan kedalam kepemilikan institusi (Agrawal dan Knouber, 1996).
14
Variabel ini diukur dari jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada
akhir tahun. Variabel ini akan menggambarkan tingkat kepemilikan saham oleh
institusi dalam perusahaan. Variabel kepemilikan institusi diperoleh dari laporan
keuangan pada bagian shareholders.
INST =
Keterangan:
INST = institutional ownership
SI = jumlah saham institusi
SB = jumlah saham blockholder
TKS = total keseluruhan saham
2.
Variabel Bebas (Independent Variabel)
Ada dua jenis variabel bebas dalam penelitian ini
ini, yaitu variabel independen
utama dan variabel kontrol. Variabel independen utama adalah CSRD yang pada
peneliti sebelum menggunakan
nggunakan lebih dari empat dimensi CSRD sedangkan dalam
penelitian ini dibagi menjadi empat kategori atau dimensi dimana dimensi-dimens
dimensi
tersebut
ebut dijadikan sebagai variabel bebas
a.
CSRD
CSRD menyimpulkan total skor dari seluruh skor sub
sub-dimensi
dimensi CSRD terdiri
dari dimensi nilai total skor hubungan karyawan, dimensi keterlibatan
masyarakat, dimensi produk dan dimensi lingkungan. Oleh karena itu, CSRD
sebagai variabel independen digunakan seb
sebagai
agai proxy untuk mengukur
kegiatan CSR diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. metode
skoring Aditif adalah nilai indeks unweighted dihitung dengan jumlah akhir
CSRD [2]:
Persamaan 1 di mana:
CSRDj =pengungkapan csr skor untuk perusahaan j
nj
= jumlah item estimasi untuk perusahaan j
15
X ij
= 3 jika item i dijelaskan adalah kuantitatif, 2 jika i item informasi
non-kuantitatif, namun secara khusus diungkapkan, 1 jika item saya
katakan umumnya kualitatif, dan 0 jika item saya tidak
mengungkapkan informasi apapun.
b.
Hubungan karyawan
Tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi : rekruitmen, program
pelatihan, gaji dan tuntutan, mutasi dan promosi dan lainnya.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema
hubungan karyawan dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema
hubungan masyarakat ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (AlTuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001):
(1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema
hubungan karyawan diberi nilai 0.
(2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema hubungan
masyarakat dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angkaangka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1.
(3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema hubungan
masyarakat dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan
uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2.
(4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema hubungan
masyarakat dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan
uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
c.
Keterlibatan masyarakat
Tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh perusahaan,
misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta
pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema
keterlibatan masyarakat dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan
tema keterlibatan masyarakat ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (AlTuwaijri et al, 2004; Hughes et al, 2001):
16
(1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema
keterlibatan masyarakat diberi nilai 0.
(2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema keterlibatan
masyarakat dalam bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angkaangka pendukung. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1.
(3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema keterlibatan
masyarakat dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan
uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2.
(4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema keterlibatan
masyarakat dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan
uang/moneter. Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
d.
Produk
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara lain
pelayanan,
kepuasan
pelanggan,
kejujuran
dalam
iklan,
kejelasan/kelengkapan isi pada kemasan, dan lainnya.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema
produk dilakukan dengan mengkategorikan pengungkapan tema produk ke
dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al, 2004; Hughes et
al, 2001):
(1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema
produk diberi nilai 0.
(2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema produk dalam
bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angka-angka pendukung.
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1.
(3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema produk
dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter.
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2.
(4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema produk dalam
bentuk
angka-angka
dan
dalam
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
e.
Lingkungan
17
bentuk
satuan
uang/moneter.
Tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan
perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan
konversi sumber daya alam.
Pengukuran pengungkatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk tema
lingkungan
dilakukan
dengan
mengkategorikan
pengungkapan
tema
lingkungan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut (Al-Tuwaijri et al,
2004; Hughes et al, 2001):
(1) Perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi apapun tentang tema
lingkungan diberi nilai 0.
(2) Pengungkapan kualitatif – naratif, pengungkapan tema lingkungan dalam
bentuk narasi atau pernyataan tanpa dilengkapi angka-angka pendukung.
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 1.
(3) Pengungkapan kuantitatif – non moneter, pengungkapan tema lingkungan
dalam bentuk angka-angka namun tidak dalam satuan uang/moneter.
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 2.
(4) Pengungkapan kuantitatif – moneter, pengungkapan tema lingkungan
dalam bentuk angka-angka dan dalam bentuk satuan uang/moneter.
Pengungkapan kategori ini diberi nilai 3.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia untuk tahun 2007-2009. Yang mana berdasarkan
data yang tercatat di BEI, terdapat 397 perusahaan yang listing di BEI pada tahun
2009. Sedangkan sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
tercatat di BEI tahun 2007-2009.
Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan
kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah
sebagai berikut:
18
1.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk tahun 2007-2009 yang
berjumlah 397 perusahaan
2.
Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap selama tiga tahun
berturut-turut terhitung sejak tahun 2007-2009 terdapat sebanyak 142
perusahaan.
3.
Perusahaan yang mengungkapkan kegiatan Corporate Social Responsibility
(CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun 2007 – 2009 terdapat
sebanyak 31 perusahaan.
4.
Perusahaan yang mengungkapkan kegiatan Corporate Social Responsibility
(CSR) dalam laporan tahunannya selama periode tahun 2007 – 2009 dan
memenuhi kriteria normalitas data (tidak termasuk outlier) terdapat sebanyak
25 perusahaan.
Berdasarkan kriteria-kriteria di atas yang telah ditentukan oleh peneliti maka
jumlah sampel perusahaan yang dapat dianalisis berjumlah 75 perusahaan.
Metode Analisis
Metode regresi berganda ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai
variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen
(X).
IV.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Uji regresi berganda merupakan teknik analisis yang digunakan untuk
menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Dalam pengujian dengan uji
regresi berganda, terdapat tiga tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu uji
kelayakan model, uji hipotesis, dan analisis nilai koefisien determinasi. Adapun
hasil pengujian tersebut diuraikan di bawah ini.
19
Hasil Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Gambar 4.1
Uji Normalitas
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2011
Mengacu pada output Grafik Normal P-P Plot di atas terlihat bahwa titiktitik menyebar di sekitar garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa
distribusi data penelitian adalah normal.
Uji Multikolinieritas
Tabel 1
Hasil Nilai VIF dan Tolerance
Variabel
Tolerance
VIF
CSR Disclosure
0,856
1,168
Hubungan Karyawan
0,749
1,335
Keterlibatan Masyarakat
0,959
1,043
Produk
0,903
1,108
Lingkungan
0,890
1,124
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011
Mengacu pada Tabel di atas terlihat bahwa nilai Tolerance masing-masing
variabel adalah > 0,1 dan nilai VIF masing-masing variabel adalah < 10 sehingga
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinieritas.
20
Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.2
Grafik Scatter Plot
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2011
Sebaran titik-titik pada Grafik Scatter Plot di atas terlihat bahwa sebarannya
tidak membentuk suatu pola tertentu serta menyebar di atas dan di bawah titik nol
sumbu
Y
sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
tidak
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
Uji Autokorelasi
Gambar 4.3
Hasil Pengujian Durbin Watson
autokorelasi
(-)
dL
1,487
daerah
ragu-ragu
daerah bebas
autokorelasi
dU
1,770
4-dU
2,23
DW hitung (d)
2,215
21
daerah
ragu-ragu
autokorelasi
(+)
4-dL
2,51
Karena DW hitung (d) = 2,215 terletak diantara dU dan 4-dU maka dapat
disimpulkan bahwa dalam model persamaan regresi yang diajukan tidak terdapat /
bebas autokorelasi.
Uji Kelayakan Model
Uji kelayakan model dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
yang diteliti dalam penelitian ini memiliki tingkat kelayakan yang tinggi untuk
dapat menjelaskan fenomena yang dianalisis. Pengujian kelayakan model
dilakukan dengan menggunakan Uji F, dimana hasilnya disajikan dalam Tabel
berikut ini.
Tabel 2
Hasil Pengujian Kelayakan Model
ANOVAb
Model
1
Regression
Residual
Total
Sum of
Squares
,320
4,244
4,565
df
5
69
74
Mean Square
,064
,062
F
1,041
Sig.
,401a
a. Predictors: (Constant), Lingkungan, Produk, Corporate Sosial Responsibility,
Keterlibatan Masyarakat, Hubungan Karyawan
b. Dependent Variable: Institutional Ownership
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011
Pengujian kelayakan model dilakukan dengan menganalisis nilai signifikansi
dari Uji F yaitu sebesar 0,401 yang lebih besar dari α (0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen yang digunakan, yaitu corporate social responsibility
disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, dan lingkungan
merupakan variabel yang kurang tepat/layak untuk menjelaskan terjadinya variasi
dalam variabel institutional ownership.
Uji Hipotesis
Pengujian terhadap ketiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Uji t. Hasil pengujiannya disajikan dalam Tabel
berikut ini.
22
Tabel 3
Hasil Uji Hipotesis
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Corporate Sosial
Responsibility
Hubungan Karyawan
Keterlibatan Masyarakat
Produk
Lingkungan
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
,885
,119
Standardized
Coefficients
Beta
t
7,450
Sig.
,000
-,069
,047
-,183
-1,456
,150
-,064
,008
,022
,015
,060
,041
,043
,033
-,143
,022
,063
,057
-1,065
,183
,515
,462
,290
,856
,608
,646
a. Dependent Variable: Institutional Ownership
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011
Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap variabel CSR
Disclosure, hubungan karyawan, keterlibatan masyarakat, produk, lingkungan,
dan
institutional ownership maka dapat dirumuskan persamaan regresi
bergandanya sebagai berikut :
Y = -0,183 X1 – 0,143 X2 + 0,022 X3 + 0,063 X4 + 0,057 X5
Dimana :
Y
= Institutional ownership
X1
= Corporate Social Responsibility disclosure
X2
= Hubungan karyawan
X3
= Keterlibatan masyarakat
X4
= Produk
X5
= Lingkungan
1.
Pengujian Hipotesis Pertama
Pengujian hipotesis pertama dilakukan terhadap variabel corporate
social responsibility disclosure dan institutional ownership. Hasil pengujian
kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh
corporate social responsibility disclosure dan institutional ownership adalah
sebesar -0,183, dengan nilai t hitung sebesar -1,456 dan signifikansi sebesar
0,150. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahwa ”Ada
23
hubungan positif antara CSR Disclosure dan IO” tidak dapat diterima dan
dibuktikan secara statistik.
2.
Pengujian Hipotesis Kedua
Pengujian hipotesis kedua dilakukan terhadap variabel hubungan
karyawan dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel
tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh hubungan
karyawan dan institutional ownership adalah sebesar -0,143, dengan nilai t
hitung sebesar -1,065 dan signifikansi sebesar 0,290. Oleh karena nilai
signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis kedua yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara
hubungan karyawan dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan secara
statistik.
3.
Pengujian Hipotesis Ketiga
Pengujian hipotesis ketiga dilakukan terhadap variabel keterlibatan
masyarakat dan institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel
tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi dari pengaruh keterlibatan
masyarakat dan institutional ownership adalah sebesar 0,022, dengan nilai t
hitung sebesar 0,183 dan signifikansi sebesar 0,856. Oleh karena nilai
signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa ”Ada hubungan positif antara
keterlibatan masyarakat dan IO” tidak dapat diterima dan dibuktikan
secara statistik.
4.
Pengujian Hipotesis Keempat
Pengujian hipotesis keempat dilakukan terhadap variabel produk dan
institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan
bahwa koefisien regresi dari pengaruh produk dan institutional ownership
adalah sebesar 0,063, dengan nilai t hitung sebesar 0,515 dan signifikansi
sebesar 0,608. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat yang menyatakan bahwa
”Ada hubungan positif antara produk dan IO” tidak dapat diterima dan
dibuktikan secara statistik.
24
5.
Pengujian Hipotesis Kelima
Pengujian hipotesis kelima dilakukan terhadap variabel lingkungan dan
institutional ownership. Hasil pengujian kedua variabel tersebut menunjukkan
bahwa koefisien regresi dari pengaruh lingkungan dan institutional ownership
adalah sebesar 0,057, dengan nilai t hitung sebesar 0,462 dan signifikansi
sebesar 0,646. Oleh karena nilai signifikansi yang dihasilkan adalah > 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima yang menyatakan bahwa
”Ada hubungan positif antara lingkungan dan IO” tidak dapat diterima
dan dibuktikan secara statistik.
Koefisien Determinasi
Analisis terhadap nilai koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi yang
terjadi dalam variabel dependen.
Tabel 4
Hasil Analisis Koefisien Determinasi
Model Summary
Model
1
R
,265a
R Square
,070
Adjusted
R Square
,003
Std. Error of
the Estimate
,2480206
a. Predictors: (Constant), Lingkungan, Produk, Corporate
Sosial Responsibility, Keterlibatan Masyarakat,
Hubungan Karyawan
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2011
Koefisien determinasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai
Adjusted R Square yaitu sebesar 0,003 atau sebesar 0,3%. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel independen (corporate social responsibility disclosure, hubungan
karyawan, keterlibatan masyarakat, produk dan lingkungan) hanya mampu
menjelaskan variasi yang terjadi pada institutional ownership sebesar 0,3%
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
25
V.
KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN
Kesimpulan
Mengacu pada hasil pengujian statistik, maka terdapat lima hal yang dapat
disimpulkan dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Pengujian statistik menunjukkan bahwa CSR Disclosure terbukti tidak
berpengaruh signifikan terhadap IO.
2. Pengujian statistik menunjukkan bahwa hubungan karyawan terbukti tidak
berpengaruh signifikan terhadap IO.
3. Pengujian statistik menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat terbukti tidak
berpengaruh signifikan terhadap IO.
4. Pengujian statistik menunjukkan bahwa produk terbukti tidak berpengaruh
signifikan terhadap IO.
5. Pengujian statistik menunjukkan bahwa lingkungan terbukti tidak berpengaruh
signifikan terhadap IO.
Saran
1. Untuk melaksanakan CSR maka perusahaan sebaiknya mengakui bahwa
permasalahan masyarakat adalah milik mereka juga. Tidak hanya itu,
perusahaan
juga
harus
bersedia
menanganinya.
Itu
dasarnya
untuk
melaksanakan CSR. Jadi hanya dengan mengakui masalah apa yang ada di
masyarakat dan itu menjadi bagian mereka, maka CSR lebih mudah dilakukan.
Sebab suatu rencana strategis di belakang program-program CSR bisa jadi
akan memberi kontribusi bagi pengurangan kemiskinan dan ketidakadilan
sosial di Republik ini. Dua masalah utama yang harus segera dihapus bersama
agar martabat orang Indonesia tegak berdiri sehingg CSR dapat bermanfaat
untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Jadi, seharusnya
dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari
masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.
2. Membuat regulasi mengenai CSR merupakan jalan terbaik. Regulasi yang
dimaksud adalah dengan membuat produk hukum (UU) yang akan mengatur
secara tegas, jelas, dan komprehensif mengenai CSR. UU ini dibutuhkan agar
26
CSR dilaksanakan oleh semua perusahaan dan memberikan manfaat nyata bagi
semua stake holder yang ada. Pelaksanaan CSR selama ini hanya didasarkan
kepada kesadaran dan komitmen perusahaan. Padahal komitmen dan kesadaran
setiap perusahaan tidak sama dan sangat tergantung sekali kepada kebijakan
perusahaan masing-masing. Menggantungkan pelaksanaan CSR kepada
kesadaran dan komiteman perusahaan mempunyai beberapa kelemahan.
Kelemahan paling mendasar adalah tidak adanya sanksi yang tegas bagi
perusahaan yang tidak melaksanakan CSR. Kondisi ini tidak akan mendorong
pelaksanaan CSR di Indonesia. Selama ini juga, bagi perusahaan yang
melaksanakan CSR tidak memilki arah yang jelas. Padahal ada banyak sekali
manfaat yang diperoleh apabila CSR dilaksanakan dengan aturan dan arahan
yang jelas.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan
penggunaan metode analisis yang digunakan dalam pengungkapan tangung jawab
sosial perusahaan (corporate social responsibility) dalam laporan tahunan
perusahaan, yaitu dengan menggunakan penilaian dalam mengeksplorasi hal-hal
yang mewakili CSRD serta hanya fokus pada pengungkapan CSRD dalam laporan
tahunan perusahaan meskipun diketahui bahwa terdapat pula perusahaan
manufaktur
yang
memanfaatkan
mekanisme
komunikasi
massa
dalam
mengungkapkan bentuk tanggung jawab sosial perusahaannya.
Agenda Penelitian Mendatang
Mengacu pada keterbatasan yang ditemukan dalam penelitian ini maka pada
penelitian mendatang diharapkan agar penilaian atau pengungkapan kegiatan CSR
perusahaan tidak hanya menggunakan laporan tahunan saja tetapi juga
menggunakan media-media komunikasi massa lainnya seperti majalah, koran,
situs web, dll.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, F.Z. (2004), "Corporate social disclosure by banks and finance
companies: Malaysian evidence", Corporate Ownership and Control, Vol. 1
No.4, pp.118-29.
Achda, B. Tamam (2006), Seminar Nasional: A Promise of Gold Rating:
Sustainable CSR. Jakarta: Hotel Hilton, 23 Agustus 2006.
Agrawal A., dan C.R. Knoeber (1996), “Firm Performance and Mechanism to
Control Agency Problems Between Managers and Shareholders,” Journal of
Financial and Quantitative Analysis 31, 377-397.
Al-Tuwaijri, S.A., Christensen, T.E., Hughes, K.E. II (2004), "The relations
among
environmental
disclosure,
environmental
performance,
and
economic performance: a simultaneous equations approach", Accounting,
Organizations and Society, Vol. 29 pp.447-71.
Anggraini, Fr. Reni Retno (2006), “Pengungkapan informasi sosial dan faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan informasi sosial dalam laporan
keuangan tahunan (studi empiris pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar
Bursa Efek Jakarta)”. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Anis Chariri dan Imam Ghozali (2007), Teori Akuntansi, Edisi 4, Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Barkemeyer, Ralf (2007), Legitimacy as a Key Driver and Determinant of CSR in
Developing Countries, Paper for the 2007 Marie Curie Summer School on
Earth System Governance, Amsterdam University of St Andrews &
Sustainable Development Research Centre (SDRC) School of Management,
Amsterdam, 28 May – 06 June 2007.
Basamalah, Anies S and Johnny Jermias (2005), Social and Environmental
Reporting
and
Auditing
in
Indonesia:
28
Maintaining
Organization
Legitimacy?, Gadjah Mada International Journal of Business, JanuaryApril 2005, Vol. 7, No. 1, pp.109-127
Branco, Manuel Castelo dan Lu´cia Lima Rodrigues (2008), “Factors Influencing
Social Responsibility Disclosure by Portuguese Companies”. Journal of
Business Ethics (2008) 83:685–701. http://www.springer.com. Diakses
tanggal 4 Mei 2011.
Bursa Malaysia (2007), "Corporate social responsibility in Malaysian PLCs, an
executive summary", available at: http://klse.com.my/website/bm/about
us/the organization/csr/downloaded/csr_booklet.pdf/ (accessed July 12,
2008), .
Chapple, W dan J Moon (2005), "Corporate social responsibility (CSR) in Asia: a
seven-country study of CSR web site reporting", Business & Society, Vol.
44 No.4, pp.415-41.
Coffey, B.S dan GE Fryxell (1991), "Institutional ownership of stock and
dimensions of corporate social performance: an empirical examination",
Journal of Business ethics, Vol. 10 No.6, pp.437-44.
Cox, P., S Brammer, dan A Millington (2004), "An empirical examination of
institutional investor preferences for corporate social performance", Journal
of Business Ethics, Vol. 52 No.1, pp.27-42.
Darwin, Ali (2008), “CSR; Standards dan Reporting”. Makalah disampaikan pada
seminar nasional CSR sebagai kewajiban asasi perusahaa; telaah
pemerintah, pengusaha, dan Dewan Standar Akuntansi, tanggal 18 Juni
2008 di Unika Soegijapranata Semarang.
Deegan, Craig and Michaela Rankin.1997. The Materiality of Environmental
Information to Users of Annual Report. . Accounting, Auditing and
Accountability Journal.Vol.10, No.4,p.562-584.
29
Dwi Kartini. 2009. Corporate Social Responsibility, Transformasi Konsep
Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama.
Epstein, M.J dan M Freedman (1994), "Social disclosure and the individual
investor", Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 7 No.4,
pp.94-109.
Fauzi, Hasan (2006). “Corporate Social and Environment Perfomance: A
Comparative Study Between Indonesian Companies and Multinational
Companies (MNCs) Operating In Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Bisnis,
Vol.6, No.1, Februari 2006, hal 87-100.
Ghosh, S.R. (2006), East Asian Finance: The Road to Robust Markets, World
Bank,
Washington,
DC,
available
at:
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASI
APACIFICEXT/EXTEAPREGTOPFINFINSECDEV/0,contentMDK:20968
028 pagePK:34004173 piPK:34003707 theSitePK:589810,00.html,
Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Semarang: BP Undip.
Gray, R., R Kouhy, dan S Lavers (1995), "Corporate social and environmental
reporting: a review of the literature and a longitudinal study of UK
disclosure", Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 8 No.2,
pp.47-77.
Gray, Rob; Colin Dey; Dave Owen; Richard Evans and Simon Zadek. 1997.
Struggling
with
Accountability,
the
praxis
of
social
Accounting:Stakeholders,
Audits and Procedures. Accounting, Auditing and
Accountability Journal.Vol.10, No.3,p.325-364.
Haigh, Matthew dan Marc T. Jones (2006), “The Drivers Of Corporate Social
Responsibility: A Critical Review”. http://www.ashridge.org.uk. Diakses
tanggal 6 Mei 2011.
30
Haniffa, R.M., dan T.E. Cooke (2005), “The Impact of Culture and Governance
on Corporate Social Reporting”, Journal of Accounting and Public Policy
24, pp. 391-430
Hayashi, A.M (2003), "Effect of Institutional Ownership", MITSLOAN
Management Review, Vol. 45 No.1, pp.6-7.
Hendriksen, Eldon S dan M. Brenda. 2000. “Teori Akunting.” Edisi 5. Batam:
Interaksara.
Hughes, S.B., A Anderson, dan S Golden (2001), "Corporate environmental
disclosures: are they useful in determining environmental performance?",
Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 20 pp.217-40.
Indikator GRI (revisi 2006) dalam www.globalreporting.org dilihat pada 15
Desember 2010
Jensen, M. and Meckling, W. 1976. ‘‘Theory of the firm: managerial behavior,
agency costs and ownership structure’’, Journal of Financial Economics,
Vol. 3, pp. 305-60.
Kanter, R (1999), "Change is everyone's job: managing the extended enterprise in
a globally connected world", Organizational Dynamics, Vol. 28 pp.6-24.
Kirana, R. S. 2009. Studi Perbandingan Pengaturan Tentang Corporate Social
Responsibility Di Beberapa Negara Dalam Upaya Perwujudan Prinsip Good
Corporate Governance. Tesis Program Studi Magister Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (tidak dipublikasikan).
Kok, P., TVD Weile, R McKenna, dan A Brown (2001), "A corporate social
responsibility audit within a quality management framework", Journal of
Business Ethics, Vol. 31 No.4, pp.285-97.
Kotler, Philip dan Nancy Lee (2005), Corporate Social Responsibility; Doing the
Most Good for Your Company and Your Cause, New Jersey; John Wiley &
Sons, Inc.
31
Lako, Andreas, 2008. Kewajiban CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan
Akuntansi. Seminar Nasional Universitas Katolik Soegijapranata
Mahoney, L dan RW Roberts (2007), "Corporate social performance, and
financial performance and institutional ownership in Canadian firms",
Accounting Forum, Vol. 31 pp.233-53.
McGuire, J., A Sundgren, dan T Schneeweis (1988), "Corporate social
responsibility and firm financial performance", Academy of Management
Journal, Vol. 31 No.4, pp.854-72.
Nik Ahmad, N.N dan M Sulaiman (2004), "Environmental disclosure in
Malaysian annual reports: a legitimacy theory perspective", International
Journal of Commerce & Management, Vol. 14 No.1, pp.44-58.
Nurhayati, Ratna, Allistair Brown, dan Greg Tower, 2006. “Natural Environment
Disclosures of Indonesian Listed Company”, Paper Submission at AFAANZ
Conference, Welington, New Zealand, Juli 2006.
Permana, Wien Ika. 2010. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan
Institusional, dan
Corporate Social Responsibility Terhadap
Nilai
Perusahaan”. Skripsi Dipublikasikan, Program S1 Akuntansi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang
Pozen, Robert C (1994), ”Institutional Investor: The Reluctant Activists”.
Harvard Business Review.Boston:Jan/Feb 1994. vol. 72.Iss 1: pp140
Rika Nurlela dan Islahuddin. 2008. “Pengaruh Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen
sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta).” Simposium Nasional Akuntansi 11,
Pontianak, 23 - 24 Juli 2008
Robert, R.W. (1992), "Determinants of corporate social responsibility disclosure:
an application of stakeholder theory", Accounting, Organisations and
Society, Vol. 17 No.6, pp.595-612.
32
Saleh, Mustarudin., Noryahah Zulkifli, Rusnah Muhamad (2010), Corporate
Social Responsibility Disclosure and Its Relation on Institutional
Ownership, Managerial Auditing Journal, 25 (6), p. 591-613.
Sayekti, Yosefa dan Ludovicus Sensi Wondabio (2007), “Pengaruh CSR
Disclosure terhadap Earning Response Coefficient (Suatu Studi Empiris
pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”, Makalah
disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi IX, Makassar, 26-28 Mei
2011.
Schwab, K.J dan RS Thomas (1998), "Realigning corporate governance:
shareholder activism by labour unions", Michigan Law Review, Vol. 96
pp.1018-94.
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach,
Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Solihin, Ismail (2009), Corporate Social Responsibility from Charity to
Sustainability, Salemba Empat, Jakarta.
Spicer, B.H. (1978), "Investors, corporate social performance and information
disclosure: an empirical study", The Accounting Review, Vol. 53 pp.94-111.
Tarjo (2008), “Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage
Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity
Capital”. Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak.
Teoh, H.Y dan GY Shiu (1990), "Attitudes towards corporate social responsibility
and perceived importance of social responsibility information characteristics
in a decision context", Journal of Business Ethics, Vol. 9 No.1, pp.71-7.
Thompson, P dan Z Zakaria (2004), "Corporate social responsibility reporting in
Malaysia: progress and prospects", Journal of Corporate Citizenship, Vol.
13 No.1, pp.125-36.
33
Turban, D.B dan DW Greening (1997), "Corporate social performance and
organizational attractiveness to prospective employees", Academy of
Management Journal, Vol. 40 No.3, pp.658-72.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Vilanova, M., Lozano, J.M., Arenas, D. (2009), "Exploring the nature of the
relationship between CSR and competitiveness", Journal of Business Ethics,
Vol. 87 pp.57-69.
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), 2000,
WBCSD’s First Report Corporate Social Responsibility, Geneva.
Wibowo, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Sosial
Responsibility. Gresik: Fascho Publishing.
Williams, S.M dan CHW Pei (1999), "Corporate social disclosures by listed
companies on their web sites: an international comparison", The
International Journal of Accounting, Vol. 34 No.3, pp.389-419.
Zeghal, D dan SA Ahmed (1990), "Comparison of social responsibility
information disclosure media used by Canadian firms", Accounting,
Auditing & Accountability Journal, Vol. 3 No.1, pp.38-53.
Zuhron, Diana dan Heri, I Putu Pande Sukmawati (2003). “Analisis Pengaruh
Luas Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan Terhadap
Reaksi Investor.” Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya, 16-17
Agustus.
34
Download