8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1.
Peningkatan Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Masa usia sekolah dasar berada pada usia 6-12 tahun merupakan
perkembangan
penting
bahkan
fundamental
bagi
kesuksesan
perkembangan selanjutnya (Sumantri dan Permana, 2001: 10). Selanjutnya,
Basset, Jacka dan Logan (1983) menjelaskan bahwa karakteristik anak usia
sekolah dasar sebagai berikut : (1) mereka secara alamiah memiliki rasa
ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri
mereka
sendiri;
(2)
mereka
senang
bermain
dan
lebih
suka
bergembirariang; (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani
berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha
baru; (4) mereka biasa tergetar perasaanya dan terdorong untuk berprestasi
sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak
kegagalan-kegagalan; (5) mereka belajar secara efektif ketika merasa puas
dengan situasi yang terjadi; (6) mereka belajar dengan cara bekerja,
mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anaklainya (Sumantri dan
Permana, 2001: 11).
Selanjutya
Piaget
(Sumantri
dan
Syaodih,
2008:
1.15)
mengemukakan proses anak melalui empat tahap perkembangan, yaitu: (1)
tahap sensori motor (0-2 tahun), kegiatan intelektual mencakup gejala yang
diterima secara langsung melalui indra. Anak mulai memahami hubungan
antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut; (2) tahap
praoperasional (2-7 tahun), perkembangan anak sangat pesat lambang
bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata
bertambah dengan pesatnya; (3) tahap operasional konkret (7-11 tahun),
kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini, dapat berpikir secara
8
9
sistematis untuk mencapai pemecahan masalah, permasalahan yang
dihadapinya adalah permasalahan yang konkret; (4) tahap operasional
formal (11-15 tahun), tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa.
Dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua
kategori, baik abstrak maupun konkret..
Menurut Buhler (1930) (Sobur, 2011: 132) menyatakan bahwa
pada fase keempat usia 9-11 tahun adalah masa sekolah dasar. Pada periode
ini, anak mencapai objektivitas tertinggi, bisa disebut masa menyelidik,
mencoba, bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan
penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan bereksplorasi.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa anak kelas V SD berada pada masa sekolah dasar dan masuk ke
dalam tahap operasional konkret dengan karakteristik yaitu mampu untuk
berpikir logis serta dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai
pemecahan masalah yang konkret, memiliki rasa ingin tahu yang besar
untuk menjelajah dan bereksplorasi. Siswa kelas V SDN Tanjungrejo
berada pada usia 10-11 tahun. Pada usia tersebut anak berada pada masa
operasional konkret, berdasarkan observasi yang telah dilakukan
perkembangan siswa kelas V SDN Tanjungrejo sesuai dengan tahapan
perkembangan anak pada umumnya. Anak kelas V yang berada pada tahap
operasional konkret, maka perlu adanya model dan media yang sesuai
dengan tahapan perkembangan anak agar pembelajaran berjalan secara
efektif dan menarik bagi siswa. Berdasarkan hal tersebut maka model
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis
dapat digunakan dalam pembelajaran siswa di kelas V SD. Langkahlangkah dalam penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) dengan media grafis antara lain (1) pembagian kelompok dan
penomoran siswa; (2) penyampaian materi dengan media grafis; (3)
pembagian tugas kelompok; (4) diskusi kelompok; (5) pemanggilan nomor
siswa; (6) kesimpulan dengan media grafis. Penerapan model Numbered
10
Heads Together (NHT) dengan pemberian nomor pada anggota kelompok
akan memastikan semua siswa terlibat dalam kegiatan diskusi kelompok.
Serta dengan media grafis yang menarik akan menambah rasa ingin tahu
siswa terhadap materi serta membuat siswa tertarik dengan kegiatan
pembelajaran.
b. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial
1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP)
2006, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan kepada peserta didik mulai dari SD/MI/SDLB
sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial (BSNP,
2006: 175).
Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang biasa disingkat dengan IPS.
Menurut Sapriya (2011: 7) tentang IPS, bahwa mata pelajaran IPS
merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran
Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainya.
Menurut Sumantri “IPS merupakan suatu program pendidikan
dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan
baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu sosial (social
scene), maupun ilmu pendidikan” (Gunawan, 2011: 1-7). Berbeda
dengan pernyataan Somantri (Gunawan, 2011: 11) :
“Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis
untuk tujuan pendidikan”.
Selanjutnya, Taneo (2008: 5) menyatakan bahwa IPS merupakan
perwujudan dari satu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmuilmu sosial yang merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial
di antaranya Sosiologi, Antropologi Budaya, Sejarah, Psikologi Sosial,
Geografi, Ekonomi, Politik, dan Ekologi.
11
Sejalan dengan pendapat Sudiharjo (Taneo, 2008: 1-8) yang
menyatakan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil
pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti
geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang
merupakan perpaduan atau integrasi berbagai cabang ilmu sosial.
2) Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP)
2006 SDN Tanjungrejo, tujuan IPS
di antaranya : (1) mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki
kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (2015:
18).
Gunawan (2011: 12) mengemukakan tentang tujuaan IPS di
SD yaitu untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara
yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap
dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial
serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang
baik.
Sementara menurut Fenton (1967) (Taneo, 2008: 1.26-1.27)
menyatakan, “Tujuan Umum IPS adalah mempersiapkan anak didik
menjadi warga negara yang baik, mengajar anak didik agar mempunyai
kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa”.
12
Selanjutnya, (Taneo, 2008: 1.27) menyatakan tentang tujuan
utama IPS yaitu:
“Tujuan utama pengajaran IPS adalah untuk memperkaya dan
mangembangkan
kehidupan
anak
didik
dengan
mengambangkan kemampuan dalam lingkunganya dan
melatih anak didik untuk menempatkan dirinya dalam
masyarakat yang demokratis, serta menjadikan negaranya
sebagai tempat hidup yang lebih baik”.
Sementara itu Gunawan (2011: 19) menyatakan bahwa
Pendidikan IPS memuat tiga sub tujuan di antaranya: (1) sebagai
pendidikan kewarganegaraan; (2) sebagai ilmu yang konsep dan
generelasinya dalam disiplin ilmu-ilmu sosial; (3) sebagai ilmu yang
menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata dalam masyarakat
kemudian dikaji secara reflektif.
Selanjutnya, mengenai tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Trianto (2007: 128) menyatakan:
“tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap
mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri maupun
masyarakat”.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah membentuk peserta didik
menjadi warga negara yang baik serta memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi serta memacahkan
masalah-masalah pribadi dan sosial untuk bekal kehidupanya di
masyarakat.
3) Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP)
tahun 2006 SDN Tanjungrejo, ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
meliputi aspek-aspek sebagai berikut : (1) Manusia, Tempat, dan
Lingkungan; (2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; (3) Sistem
13
Sosial dan Budaya; (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan (BSNP,
2006: 175).
Ruang lingkup materi IPS di sekolah dasar, menurut Mulyasa
(2011) adalah “(1) manusia, tempat, dan lingkungan; (2) waktu,
keberlanjutan, dan perubahan; (3) sistem sosial dan budaya; (4)
perilaku ekonomi dan kesejahteraan” (Prihatiningtyas, 2013: 11).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
terdiri dari: (1) manusia; (2) waktu; (3) sistem sosial dan budaya; (4)
perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
4) Materi IPS Kelas V
Pada semester II, dalam pembelajaran IPS terdiri dari Standar
Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat
dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan, dalam
penelitian ini ini peneliti menggunakan Kompetensi Dasar 2.2
menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan
kemerdekaan.
Di bawah ini akan diuraikan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar berdasarkan KTSP 2006 pada mata pelajaran IPS
kelas V semester 2.
14
Tabel 2.1. Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas V Semester 2.
Standaair Kompetensi
2. Menghargai peranan
tokoh pejuang dan
masyarakat dalam
mempersiapkan dan
mempertahankan
kemerdekaan Indonesia
2.1
2.2
2.3
2.4
Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan perjuangan
para tokoh pejuang pada
masa penjajahan Belanda dan
Jepang
Menghargai jasa dan peranan
tokoh perjuangan dalam
mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia
Menghargai jasa dan peranan
tokoh dalam
memproklamasikan
kemerdekaan
Menghargai perjuangan para
tokoh dalam
mempertahankan
kemardekaan
(BSNP, 2006: 180)
Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut peneliti akan meneliti
Kompetensi Dasar 2.2 tentang materi perjuangan mempersiapkan
kemerdekaan. (Silabus materi terlampir pada lampiran 2 halaman
190).
Materi Perjuangan mempersiapkan kemerdekaan adalah sebagai
berikut :
a) Usaha Mempersiapkan Kemerdekaan.
Menurut Samlawi dan Maftuh (2001: 220) Perdana Menteri
Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944
mengumumkan
bahwa
pemerintah
Kemaharajaan
Jepang
memperkenankan daerah Hindia Timur (Indonesia) untuk merdeka
“kelak kemudian hari” . Dengan cara itu, Jepang berharap tentara
Sekutu akan disambut rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara
mereka. Janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan di kemudian
15
hari itu tidak lain adalah untuk menarik simpati dan bantuan bangsa
Indonesia terhadap Jepang dalam peperangan melawan sekutu.
(1) BPUPKI
Pada tanggal 1 Maret 1945, Pemerintah Militer Jepang
di Jawa, Kumakici Harada, mengumumkan pembentukan
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu
Zumbi Coosakai.
Menurut Hasan (1992: 536) BPUPKI dibentuk untuk
mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting untuk mendirikan
negara Indonesia merdeka. BPUPKI resmi dibentuk pada
tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar
Jepang. Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat ditunjuk menjadi
ketua didampingi dua orang ketua muda, yaitu R.P Suroso dan
Ichibangase. Selain menjadi ketua muda, R.P. Suroso juga
diangkat menjadi kepala kantor tata usaha BPUPKI dibantu
Toyohiko Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. Tanggal 28 Mei
1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus upacara
pembukaan sidang pertama BPUPKI di gedung Chuo Sangiin
(Gedung Pancasila sekarang).
Selama berdiri BPUPKI mengadakan dua kali masa
sidang resmi (Hasan, 1992: 536-537) yaitu:
(a) Sidang resmi pertama
Sidang resmi pertama berlangsung lima hari, yaitu 28 Mei
sampai 1 Juni 1945. Pada masa sidang resmi pertama ini,
dibahas dasar negara. Banyak anggota sidang yang
memberikan pandangannya tentang bentuk negara dan dasar
negara. Masa sidang pertama BPUPKI ini dikenang dengan
sebutan detik-detik lahirnya Pancasila. Seluruh anggota
BPUPKI yang berjumlah 62 orang ditambah 6 anggota
tambahan berkumpul dalam satu ruang sidang.
16
(b) Sidang resmi kedua
Sidang resmi kedua berlangsung tanggal 10-17 Juli 1945.
Sidang ini membahas bentuk negara, wilayah negara,
kewarganegaraan,
rancangan
undang-undang
dasar,
ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan
pengajaran. Pada termin ini, anggota BPUPKI dibagi- bagi
dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia yang terbentuk
antara lain Panitia Perancang Undang-Undang Dasar
(diketuai Sukarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai
Abikusno Cokrosuyoso), dan Panitia Ekonomi dan
Keuangan (diketuai Mohammad Hatta).
(2) Persiapan Kemerdekaan oleh PPKI
Menurut Samlawi dan Maftuh (2001: 221) setelah BPUPKI
menyelesaikan tugas-tugasnya, pada 7 Agustus 1945 dibentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam
bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Linkai. Badan ini
bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut
masalah ketataegaraan bagi negara Indonesia baru. Badan ini
beranggotakan 21 orang. Menurut Suhartono (2001: 141)
adapun yang ditunjuk sebagai ketua adalah Ir. Sukarno,
sedangkan wakil ketuanya Drs. Moh Hatta. Sebagai penasihat
ditunjuk Mr. Ahmad Subarjo. Kemudian, anggota PPKI
ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu Wiranatakusumah,
Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimejo, Sayuti Melik,
Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Subarjo. PPKI baru dapat
bersidang sehari setelah proklamasi kemerdekaan. Selama
terbentuk PPKI melakukan beberapa kali sidang.
(a) Sidang pertama
Sidang pertama dilaksanakan tanggal 18 Agustus 1945, di
Gedung Kesenian Jakarta. Pada sidang ini dihasilkan
beberapa keputusan penting yang menyangkut kehidupan
17
ketatanegaraan serta landasan politik bagi bangsa Indonesia
yang merdeka, yaitu
 mengesahkan UUD1945 setelah mendapat beberapa
perubahan pada pembukannya.
 memilih presiden dan wakil presiden, yakni Ir.
Sukarno dan Drs. Moh. Hatta
 menetapkan bahwa Presiden untuk sementara waktu
akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional
(b) Sidang kedua
Sidang kedua dilakukan pada
hari berikutnya, tanggal 19
Agutus 1945. Sidang hari kedua ini menghasilkan keputusan:
 membentuk 12 departemen dan sekaligus menunjuk
pemimpinnya (menteri)
 menetapkan pembagian wilayah negara Republik
Indonesia menjadi delapan provinsi dan sekaligus
menunjuk gubernurnya
 memutuskan
agar
tentara
kebangsaan
segera
dibentuk.
(c) Sidang ketiga
Sidang ketiga (20 Agustus 1945) PPKI membahas tentang
Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Sidang ketiga
PPKI menghasilkan delapan pasal ketentuan. Salah satu
pasalnya, yakni pasal 2 berisi tentang pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR).
(d) Sidang keempat
dilakukan pada tanggal 22 Agustus 1945 membahas
tentang: a. Komite Nasional b. Partai Nasional c. Badan
Keamanan Rakyat
b) Perumusan Dasar Negara
Menurut Hasan (1992: 537) Dasar negara menjadi salah
satu agenda pembicaraan sidang pertama BPUPKI. Selama sidang
18
pertama BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai
dengan 1 Juni 1945 ada tiga tokoh yang menawarkan konsep dasar
negara, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan
Ir. Sukarno.
Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. M. Yamin menawarkan lima
asas dasar Negara Republik Indonesia sebagai berikut:
(a) Peri Kebangsaan
(b) Peri Kemanusiaan
(c) Peri Ketuhanan.
(d) Peri Kerakyatan.
(e) Kesejahteraan yang berkebudayaan.
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo,
mengajukan dasar-dasar negara sebagai berikut:
(a) Persatuan
(b) Kekeluargaan
(c) Keseimbangan lahir dan batin
(d) Musyawarah
(e) Keadilan rakyat
Ir. Sukarno mengusulkan konsep dasar negara dalam rapat
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Selain mengusulkan konsep dasar
negara, Bung Karno juga mengusulkan nama bagi dasar negara
yaitu Pancasila. Berikut ini lima dasar yang diusulkan oleh Bung
Karno:
(a) Kebangsaan Indonesia.
(b) Internasionalisme atau perikemanusiaan.
(c) Mufakat atau demokrasi.
(d) Kesejahteraan sosial.
(e) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Setelah itu, sidang memasuki masa istirahat (reses) selama
1 bulan. Sebelum masa reses itu dilaksanakan, BPUPKI
membentuk panitia kecil. Panitia kecil itu diketuai oleh Ir.
19
Soekarno, dengan anggotanya, yaitu Drs. M. Hatta, Sutardjo
Kartohadikusumo, K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo,
Otto Iskandardinata, Moh. Yamin, dan A.A. Maramis. Panitia kecil
ini mempunyai tugas menampung saran, usul, gagasan dari seluruh
anggota BPUPKI tentang dasar negara yang nantinya diserahkan
kepada Sekretariat BPUPKI. Pada sebuah pertemuan, panitia kecil
membentuk sebuah panitia kecil lainnya yang berjumlah 9 orang.
Panitia kecil ini disebut Panitia Sembilan dan diketuai oleh Ir.
Soekarno.
Menurut (Samlawi dan Maftuh, 2001: 220) Pada tanggal 22
Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil menyusun Piagam Jakarta
(Jacarta Charter) yang di dalamnya terdapat juga rumusan dasar
negara Indonesia. Hasil kerja panitia kecil ini dinamakan Jakarta
Charter atau Piagam Jakarta Isinya sebagai berikut:
(1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluknya.
(2) (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
(5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Perumusan
terakhir
dasar
negara
dilakukan
pada
persidangan BPUPKI tahap kedua, yang dimulai pada tanggal 10 Juli
1945. Pada kesempatan itu, dibahas rencana UUD, termasuk
pembukaan (preambule) oleh Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno. Dalam rapat tanggal 11 Juli
1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menyetujui isi
preambule yang diambil dari Piagam Jakarta. Panitia ini kemudian
membentuk “Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar” yang
diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggota Mr.
20
Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A. A. Maramis, Mr. R. P.
Singgih, H. Agus Salim, dan dr. Sukiman. Hasil perumusan panitia
kecil disempurnakan bahasanya oleh sebuah “Panitia penghalus
bahasa” yang terdiri dari Husein Jayadiningrat, Agus Salim, dan
Supomo. Panitia ini juga bertugas menyempurnakan dan menyusun
kembali rancangan undang-undang dasar yang sudah dibahas itu.
Pembukaan serta batang tubuh rancangan UUD yang
dihasilkan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
Namun, sebelum disahkan Pembukaan UUD yang diambil dari
Piagam Jakarta rumusan Panitia Sembilan mengalami perubahan.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 sore, seorang opsir angkatan laut
Jepang menemui Drs. Mohammad Hatta. Opsir itu menyampaikan
keberatan dari tokoh-tokoh rakyat Indonesia bagian Timur atas katakata “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya,” dalam Piagam Jakarta. Sebelum rapat PPKI
tanggal 18 Agustus 1945, Drs. Moh. Hatta dan Ir. Sukarno meminta
empat tokoh Islam, yakni Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim,
Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hassan untuk
membicarakan hal tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari
perdebatan panjang dalam rapat PPKI. Akhirnya mereka sepakat
kata-kata yang menjadi ganjalan bagi masyarakat Indonesia Timur
itu diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian, rumusan dasar negara yang resmi bukan
rumusan-rumusan
individual
yang
dikemukakan
oleh
Mr.
Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, maupun Ir. Sukarno.
Dasar negara yang resmi juga bukan rumusan Panitia Kecil.
Pancasila Dasar Negara yang resmi adalah rumusan yang disahkan
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Rumusan itu berbunyi, sebagai
berikut:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
21
(3) Persatuan Indonesia.
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusya- waratan/perwakilan.
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c) Tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan
(1) Ir. Sukarno (1901-1970)
Sukarno dilahirkan tanggal 6 Juni 1901. Beliau menjadi
tokoh penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada
tahun 1928 beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia, beliau
menjadi anggota BPUPKI dan menjadi ketua PPKI. Sumbangan
pemikiran dan perannya dalam kedua badan ini sangat
menonjol. Pada tanggal 1 Juni 1945 beliau menyampaikan usul
dasar-dasar negara dalam sidang BPUPKI. Beliau juga yang
mengusulkan nama Pancasila bagi dasar negara Indonesia.
(2) Dr. K. R. T. Radjiman Widyodiningrat (1879-1952)
Beliau lahir pada tahun 1879, Pada zaman pendudukan
Jepang, beliau menjadi anggota Dewan Pertimbangan Daerah
Madiun, kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Dewan
Petimbangan Pusat. Setelah Putera terbentuk, beliau duduk
dalam Majelis Pertimbangan. Puncak peranannya terjadi ketika
beliau menjadi ketua BPUPKI menjelang kemerdekaan
Indonesia.
(3) Prof. Dr. Mr . Supomo (1903-1958)
Beliau lahir di Solo Tahun 1903, Supomo terpilih
menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Beliau sangat berperan
dalam perumusan UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum,
beliau menjadi anggota tim perumus Undang-Undang Dasar.
Beliau juga meng- usulkan dasar-dasar negara pada rapat
BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Setelah Indonesia merdeka,
beliau menjadi menteri kehakiman. Sesudah pengakuan
kedaulatan (1949) beliau kembali menduduki jabatan itu.
22
(4) Mohamad Hatta
Mohammad Hatta lahir di Bukit Tinggi, 12 Agustus
1902. Menjelang kemerdekaan, beliau terpilih menjadi anggota
BPUPKI. Perannya sangat besar. Beliau masuk dalam Panitia
Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta. Bersama dengan
Bung
Karno,
beliau
memproklamasikan
kemerdekaan
Indonesia. Setelah Indonesia merdeka beliau men- dampingi
Bung Karno menjadi wakil presiden.
(5) Muhammad Yamin (1903-1962)
Menjelang kemerdekaan Indonesia, beliau terpilih
menjadi anggota BPUPKI. Beliau salah seorang yang
mengajukan usul dasar negara dalam rapat BPUPKI tanggal 29
Mei 1945. Beliau juga menjadi anggota Panitia Kecil yang
merumuskan Piagam Jakarta.
d) Menghormati para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan
Bentuk penghargaan yang tak kalah penting adalah
mencontoh sikap-sikap positif yang mereka tunjukkan dan
meneruskan perjuangan mereka. Sikap positif tokoh-tokoh bangsa
yang patut kita contoh antara lain:
(1) Rela berjuang demi bangsa dan negara.
(2) Berpendirian tetapi juga menghormati pendapat orang lain. Para
tokoh bangsa terkenal memegang teguh pendapat dan
memperjuangkan pen- dapatnya.
Maka cara mengenang dan menghargai jasa pahlawan antara lain:
(1) Dengan belajar giat untuk meneruskan kemerdekaan dan
meneruskan perjuangan pahlawan dengan membangun bangsa
Indonesia
(2) Rasa cinta tanah air dengan memperingati hari besar nasional,
mengikuti upacara dengan khidmat juga merupakan salah satu
mengenang dan menghargai jasa para pahlawan.
23
(3) Menjaga lingkungan dari kejahatan, berbuat rukun dan salig
bekerja sama antara teman dan lingkungan sekitar.
c. Hakikat Pembelajaran
1) Pengertian Pembelajaran
Dalam Pasal 1 butir 20 UU No. 20 tahun 2003 tentang
sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”
(Winataputra, dkk., 2008: 1.20). Sementara menurut Warsita (2008:
266) Menyatakan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang
dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta
didik.
Sanjaya (2011: 61) mengenai arti pembelajaran menjelaskan
bahwa pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas
pendidikan
maupun
teori
belajar
merupakan
penentu
utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi
dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oeh peserta didik atau murid.
Selanjutnya, mengenai konsep pembelajaran Corey (1986)
menyatakan :
“Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan
seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan
(Sanjaya, 2011: 56)”.
Brigs dan Gagne (1979) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar
peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang,
disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal (Warsita,
2008: 266).
24
Dari
beberapa
pengertian
pembelajaran,
maka
dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara
pendidik, sumber belajar dan peserta didik
dengan tujuan untuk
mendukung terjadinya proses dan hasil belajar dalam suatu lingkungan
belajar.
2) Prinsip-prinsip Pembelajaran
Tentang
prinsip
pembealajaran,
Warsita
(2008:
268)
mengemukakan adanya 5 prinsip pembelajaran yaitu: (1) pembelajaran
sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku, pembelajaran itu
adalah adanya perubahan perilaku dalan diri peserta didik; (2)
perubahan perilaku secara keseluruhan sebagai hasil pembelajaran
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik; (3) pembelajaran
merupakan suatu proses yang berkesinambungan; (4) pembelajaran
terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya tujuan yang
ingin dicapai; (5) pembelajaran merupakan bentuk pengalaman, bentuk
interaksi individu dengan lingkunganya.
Menurut Suparman (Puspita, 2013: 21-22) mengemukakan
prinsip-prinsip pembelajaran antara lain:
a) Respon-respon baru diulang sebagai akibat dari respon yang
dikenakan kepadanya (respon positif cenderung diulang, respon
negatif cenderung dihindari).
b) Respon-respon akibat pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang
terdapat di lingkungan peserta didik.
c) Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang
atau berkurang frekuensinya apabila tidak diperkuat dengan
akibat yang menyenangkan.
d) Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang
terbatas akan ditransfer pada situasi lain secara terbatas.
Selanjutnya, prinsip-prinsip pembelajaran menurut Sanjaya (2008)
sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa; (2) belajar dan melakukan; (3)
mengembangkan kemampuan sosial; (3) dengan melakukan; (4)
25
mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah; (5) hubungan
sosial; (6) mengembangkan kreatifitas siswa; (7) mengembangkan
kemampuan; (8) menggunakan ilmu dan teknologi; (9) belajar
sepanjang hayat (Prihatiningtyas, 2014: 21-22).
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa prinsip pembelajaran di antaranya: (1) pembelajaran sebagai
perubahan perilaku peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor; (2) berpusat pada siswa untuk mengambangkan
kreativitas, mengambangkan kemampuan menggunakan ilmu dan
teknologi secara berkesinambungan; (3) pembelajaran terjadi karena
adanya sesuatu yang mendorong dan adanya tujuan yang ingin dicapai;
(4) belajar sepanjang hayat.
3) Tujuan Pembelajaran
Djamarah (Saefuddin dan Berdiati, 2014: 60) menyatakan,
“Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana kegiatan belajar
mengajar akan dibawa”.
Menurut Sukmadinata (2010) mengidentifikasi 4 (empat)
manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam
mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa
sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih
mandiri; (2) memudahkkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3)
membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. (Ma’arif,
2014: 12).
Selanjutnya, Winataputra (2008: 1.21) mengemukakan
bahwa, “ Proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan
jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,
membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka pencerdasan kehidupan bangsa”. Sejalan dengan pernyataan
Hamalik (2005) yang menyatakan, “tujuan pembelajaran adalah suatu
26
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta
didik setelah berlangsung pembelajaran”(hlm. 46).
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pedoman dari
perubahan tingkah laku peserta didik yang diharapkan dari adanya
kegiatan pembelajaran.
4) Hasil Belajar
Suprijono (2009: 5) menyatakan, “Hasil belajar adalah polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap dan
keterampilan”. Sementara menurut Bloom (1956) (Daryanto dan
Rahardjo, 2012: 27) menyatakan bahwa ranah hasil belajar mencakup
tiga hal yaitu kognitif, afektif dan pskikomotor. Untuk aspek kofnitif
mencakup enam tingkatan yaitu: (1) pengetahuan; (2) pemahaman; (3)
pengertian; (4) aplikasi; (5) analisa; (6) sintesa dan (7) evaluasi.
Selanjutnya, menurut lindgren (Suprijono, 2009: 7) bahwa hasil
pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.
Sementara Purwanto (2008: 34) berpendapat “Hasil belajar merupakan
perubahan perilaku akibat belajar” .
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku akibat
belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, penilaian proses dan
penilaian hasil belajar IPS menjadi tolok ukur dalam keberhasilan
penelitian tentang penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dengan media grafis dalam peningkatan pembelajaran
IPS pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo Tahun Ajaran 2015/2016.
d. Peningkatan Pembelajaran IPS Siswa Kelas V SD
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, pembelajaran merupakan
proses interaksi antara pendidik, sumber belajar dan peserta didik dengan
tujuan untuk mendukung tercapainya proses dan hasil belajar dalam suatu
lingkungan belajar. Selanjutnya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah
27
mata pelajaran yang merupakan perpaduan atau integrasi berbagai cabang
ilmu sosial.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD adalah cara,
perbuatan yang dilakukan untuk meningkatkan proses interaksi antara
pendidik, sumber belajar dan peserta didik dengan tujuan mendukung
tercapainya proses dan hasil belajar IPS yang merupakan perpaduan atau
integrasi berbagai cabang ilmu sosial siswa kelas V SD pada materi tentang
perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
2.
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads
Together (NHT) dengan Media Grafis
a. Media Grafis
1) Pengertian Media Pembelajaran
Anitah (2008: 1) menyatakan bahwa media dapat diartikan
sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara
sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Selanjutnya,
menurut Association for Educational Comunications and Technology
(AECT,1977) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang
digunakan untuk menyalurkan informasi (Anitah, 2008: 1).
Sedangkan Gagne (Padmono, 2011: 11) menyatakan, “media
adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang
merangsangnya untuk belajar “. Berbeda dengan pernyataan Gerlach
dan Elly (1980) yang menyatakan bahwa media adalah grafik, foto
grafik,
elektronik,
atau
alat-alat
mekanik
untuk
menyajikan,
memproyeksikan dan menjelaskan informasi lisan atau visual.
Selanjutnya, Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association/NEA) menyatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk
komunikasi baik cetak maupun audiovisual serta peralatanya (Sadiman.
dkk, 2008: 7)
28
Sumantri dan Permana (2001: 153) menyatakan, “Media adalah
segala alat pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk
menyampaikan bahan-bahan intruksional dalam proses belajar mengajar
sehingga memudahkan mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Selanjutnya, Anitah (2008: 2) menjelaskan lebih rinci mengenai media
pembelajaran yaitu setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat
menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Dari beberapa pengertian tentang media, dapat disimpulkan
bahwa media adalah segala alat pembelajaran yang digunakan pendidik
untuk mempermudah penyampaian informasi sehingga tercapainya
tujuan dari suatu pembelajaran.
2) Jenis –jenis Media
Hamdani (2010: 248-249) membagi media menjadi 3 yaitu : (1)
media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan
indra penglihatan; (2) media audio yaitu media yang mengandung pesan
dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar); (3) media audiovisual
yaitu kombinasi audio dan visual atau bisa disebut dengan media
pandang dengar.
Beragam jenis media dapat diklasifikasikan berdasarkan
karakteristiknya, Padmono (2011: 23-48) menyatakan jenis media
berdasarkan karakteristiknya antara lain:
a) Media grafis
Media grafis yaitu media yang menyangkut indra penglihatan,
pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi visual. Jenis-jenis media grafis antara lain : (1)
gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4) diagram; (5) grafik; (6)
kartun; (7) poster; (8) peta; (9) papan.
b) Media tiga dimensi
29
Media tiga dimensi yaitu media pandang yang tidak diproyeksikan,
di antaranya: (1) kubus struktur; (2) bumbung substitusi; (3)
rotation ; (4) model.
c) Media pandang proyeksi diam
Media pandang proyeksi diam mempunyai persamaan dengan
media grafis dalam arti menyajikan rangsangan visual. Jenis-jenis
media pandang proyeksi diam di antaranya : (1) flm bingkai; (2)
film strip; (3) media transparansi; (4) film bisu; (5) opaque
proyektor; (6) microfis.
d) Media Visual Proyeksi Gerak
Dibagi menjadi 2 yaitu: (1) media visual proyeksi gerak tak
bersuara; (2) media visual proyeksi gerak bersuara.
e) Media Audio
Media audio merupakan media yang bersifat auditif.
Sementara Hamdani (2010: 250-254) membagi media menjadi
6 jenis antara lain: (1) media grafis; (2) teks; (3) audio; (4) grafik; (5)
animasi; (6) video.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis media antara lain: (a) media grafis; (b)
media audio; (c) media audiovisual; (d) media tiga dimensi; (e) media
visual proyeksi.
3) Prinsip Penggunaan Media
Dalam penggunaan suatu media guru tidak hanya tahu dalam hal
penggunaanya. Menurut Anitah (2008: 93) menjelaskan prinsip umum
dalam penggunaan media antara lain: (1) penggunaan media
pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian integral dalam
sistem pembelajaran; (2) media pembelajaran hendaknya hendaknya
dipandang sebagai sumber daya; (3) guru hendaknya memahami tingkat
hirarki (sequence) dari jenis alat dan kegunaanya; (4) pengujian media
pembelajaran hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan
30
sesudah pemakaianya; (5) penggunaan multi media akan sangat
menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran.
Selanjutnya, menurut Sumantri dan Permana (2001: 156-157)
mengemukakan 5 prinsip dalam pemilihan media di antaranya : (1)
memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan
pengajaran yang akan disampaikan; (2)
memilih media harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik; (3) memilih
media harus disesuaikan dengan kemampuan guru , baik dalam
pengadaanya dan penggunaanya; (4) memilih media harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang
tepat; (5) memilih media harus memahami karakteristik dari media itu
sendiri.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa prinsip-prinsip penggunaan media di antaranya: (1)
penggunaan media sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan
pembelajaran; (2) pemilihan media sebagai sumber daya berdasarkan
pada tujuan pembelajaran; (3) pemilihan media disesuaikan dengan
kondisi waktu, tempat dan situasi yang tepat serta sesuai dengan
perkembangan peserta didik; (4) evluasi dalam penggunan dilaksanakan
sebelum, saat pengunaan dan setelah penggunaan media; (5) pemilihan
media memahami karakteristik media.
4) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Menurut Dick dan Carey (Sadiman, dkk., 2008: 86) menyatakan
bahwa terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan media di antaranya:
“Pertama adalah ketersediaan sumber setempat, artinya bila
media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber
yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah
mempertimbangkan dana untuk membuat atau membeli
media. Ketiga adalah faktor yang menyangkut keluwesan,
kepraktisan, dan ketahanan media yang digunakan untuk
jangka waktu yang lama. Keempat adalah faktor keefektifan
biaya dalam jangka waktu yang panjang”.
31
Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 4-5) menjelaskan kriteria
dalam pemilihan media yaitu: (1) ketepatanya dengan tujuan
pembelajaran; (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran; (3)
kemudahan memperoleh media; (4) ketrampilan guru dalam
penggunaanya; (5) tersedia waktu untuk menggunakanya; (6) sesuai
dengan taraf berpikir siswa.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kriteria media antara lain: (1) ketersediaan tempat;
(2) ketepatan dengan tujuan pembelajaran; (3) keluwesan media; (4)
sesuai dengan taraf berpikir siswa.
5) Manfaat Media Pembelajaran
Menurut Sudjana dan Rivai (2013: 20) manfaat media
pembelajaran antara lain:
a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai
tujuan pengajaran lebih baik.
c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga
siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.
d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti
mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain lain.
Selanjutnya, menurut sadiman, dkk. (1986) (Padmono, 2011: 13)
menyatakan bahwa secara garis besar kegunaan media adalah sebagai
berikut:
a) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas
(dalam bentuk kata-kata, tertulis, maupun lisan berkata).
b) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, serta daya indera.
32
Sementara menurut Heinrich, Molenda dan Russel (1982)
(Padmono, 2011: 12-13) mengemukakan bahwa kegunaan media,
meliputi: (a) bagi pelajar dapat memberi latihan dan menghayati tugastugas yang diberikan; (b) dapat membantu semangat, untuk melakukan
penemuan dan penelitian bagi pendekatan belajar dan mengajar; (c) dapat
memberikan rangsangan manajemen mengajar, pengajaran secara
individual, pemberian pengajaran khusus.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa manfaat media pembelajaran antara lain: (1) menumbuhkan
motivasi untuk belajar; (2) memperjelas penyajian pembelajaran; (3)
pembelajaran menjadi lebih bervariasi; (4) mengatasi keterbatasan
dalam proses pembelajaran.
6) Pengertian Media Grafis
Media grafis menyalurkan pesan dan informasi melalui
simbol-simbol visual. Padmono (2011: 23) menyatakan bahwa Media
grafis berfungsi untuk menyampaikan pesan dari sumber ke penerima
pesan , saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan.
Pengertian media grafis menurut Hamdani (2010: 250)
menyatakan bahwa media grafis menyalurkan pesan dari sumber ke
penerima pesan, saluran yang dipakau menyangkut indra penglihatan
serta pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol
komunikasi visual.
Selanjutnya, menurut Asyhar (2011: 57) menyatakan
bahwa media grafis menyalurkan pesan dan informasi melalui simbolsimbol visual. Sementara Sudjana dan Rivai (2013: 27) menyatakan
bahwa media grafis mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasangagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan
kata-kata dan gambar.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa media grafis adalah media yang menyalurkan
informasi dari pemberi pesan ke penerima pesan yang berupa fakta-
33
fakta dan gagasan-gagasan yang menyangkut indra penglihatan
dituangkan ke dalam simbol visual perpaduan pengungkapan kata-kata
dan gambar.
7) Jenis-jenis Media Grafis
Menurut Padmono (2011: 24-35) jenis-jenis dari media
grafis antara lain: (1) gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4)
diagram; (5) grafik; (6) kartun; (7) karikatur; (8) poster; (9) peta.
Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 27) mengemukakan
jenis-jenis media grafis antara lain: (1) bagan; (2) diagram; (3) grafik;
(4) poster; (5) kartun; (6) komik.
Selanjutnya, menurut Asyhar (2011: 57-64) menjelaskan
bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1) gambar; (2) kartun; (3)
karikatur; (4) grafik; (5) diagram/skema; (6) bagan (chart); (7) peta
(map); (8) poster. Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 27)
mengemuakan bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1) bagan; (2)
diagram; (3) grafik; (4) poster; (5) kartun; (6) komik.
Berdasarkan
pendapat
ahli
tersebut,
maka
dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1)
gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4) diagram; (5) grafik; (6)
kartun; (7) karikatur; (8) poster; (9) peta; (10) komik. Dalam penelitian
ini peneliti akan menggunakan media grafis di antaranya : (1)
Gambar/foto; (2) Bagan.
8) Langkah-langkah Penggunaan Media Grafis
Tentang langkah penggunaan media secara umum, Sadiman,
dkk. (2008: 198-200) mengemukakan bahwa agar dapat digunakan
dengan efektif dan efisien ada tiga langkah utama yang perlu diikuti
dalam penggunaan media antara lain :
a) Persiapan sebelum menggunakan media
b) Kegiatan selama menggunakan media
c) Kegiatan tindak lanjut
34
Sementara menurut Anitah (2008: 94-95) mengemukakan
langkah-langkah dalam penggunaan media antara lain :
a) Persiapan sebelum menggunakan media
Langkah awal sebaiknya dilakukan dengna cara mempelajari
petunjuk
menggunakan
media,
semua
peralatan
disiapkan
sebelumnya, perhatikan pengaturan ruang maupun pebelajar.
b) Pelaksanaan penggunaan media
Pada saat kegiatan belajar dengan menggunakan media hendaknya
dijaga agar suasana tetap tenang, perhatian belajar terjaga.
c) Evaluasi
Tahap ini merupakan tahap penyajian apakah tujuan pembelajaran
telah tercapai, selain itu untuk memantapkan pemahaman materi.
d) Tindak Lanjut
Dari umpan balik yang diperoleh, guru meminta pebelajar untuk
memperdalam sajian materi dengan berbagai cara.
Dari langkah-langkah penerapan media secara umum, maka dapat
diterapkan dalam langkah-langkah penerapan media grafis yaitu: (1)
persiapan sebelum menggunakan media, pada tahap ini pembuatan
media grafis berlangsung; (2) pelaksanaan penggunaan media; (3)
evaluasi; (4) kesimpulan.
9) Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis
a) Kelebihan Media Grafis
Menurut Suharjo (2006: 111), kelebihan yang dimiliki
media grafis adalah bentuknya sederhana, ekonomis, bahan media
mudah diperoleh, dapat menyampaikan rangkuman, mampu
mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan
peralatan khusus dan mudah penempatanya, sedikit memerlukan
informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan ,
dapat divariasi antara media satu dengan yang lain.
Sementara Padmono (2011: 24) mengemukakan media
grafis mudah pembuatanya, sederhana, dan relativ murah. Sejalan
35
dengan pendapat Hamdani (2010: 250) yang menyatakan bahwa
selain sederhana dan mudah dibuat, media grafis termasuk media
yang relativ murah apabila dilihat dari segi biayanya.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa kelebihan media grafis adalah: (1) memiliki
bentuk yang sederhana, ekonomis; (2) mengatasi keterbatasan
ruang dan waktu; (3) mudah pembuatanya (4) dapat divariasi
dengan media lain.
b) Kekurangan Media Grafis
Sementara itu, kekurangan dari media grafis menurut
Susilana dan Riyana (Puspita, 2013: 35) menyatakan bahwa
kekurangan media grafis yaitu membutuhkan keterampilan khusus
dalam pembuatanya tertutama untuk grafis yang lebih kompleks;
serta penyajian pesan hanya berupa unsur visual.
b. Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
1) Pengertian Model Pembelajaran
Mills (Suprijono, 2009: 45) menyatakan, “ Model adalah
bentuk repsresentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan
model itu”. Selanjutnya, Suprijono (2009: 46) menyatakan bahwa
model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Berbeda
dengan pernyataan Arends (Suprijono, 2009: 6) yang menyatakan
bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas.
Mengenai pengertian model pembelajaran Trianto (2007: 3)
yang menyatakan:
36
“Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran”.
Menurut Joyce dan Weil (1992) (Trianto, 2007: 11) bahwa model
pembelajaran merupakan model yang membantu siswa untuk
mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara
berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri.
Dari bebereapa pedapat tentang model pembelajaran maka
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang
digunakan
pendidik
untuk
merancang
pembelajaran
yang
mempermudah siswa dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan,
cara berpikir agar tercapainya tujuan pembelajaran.
2) Model Pembelajaran Kooperatif
a) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Sanjaya (Hamdani, 2010: 30) menyatakan, “Model
pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa
dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang dirumuskan”.
Selanjutnya, Sanjaya (2009: 242) menjelaskan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat
sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan
akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).
Mengenai pengertian model pembelajaran kooperatif, Slavin
(1955) (Isjoni, 2007: 17) menyatakan:
“Cooperative learning merupakan model pembelajaran
yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru
mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam
kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran
oleh teman sebaya (peer teaching)”.
37
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang membentuk siswa dalam kegiatan belajar
berkelompok untuk melakukan kerjasama agar tercapainya tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan.
b) Macam-macam Model Pembelajaran Koperatif
Menurut Suprijono (2009: 89-101) macam-macam model
pembelajaran kooperatif di antaranya: (1) Jigsaw; (2) Think-Pairshare; (3) Numbered Heads Together; (4) Group Investigation; (5)
Two Stay Two Stray; (6) make a match; (7) listening team; (8)
inside-outside-circle; (9) bamboo dancing; (10) point-counterpoint.
Sedangkan menurut Huda (2011: 134-151) menjelaskan
tentang teknik-teknik dalam pembelajaran kooperatif di antaranya:
(1) Mencari pasangan (make a match); (2) bertukar pasangan; (3)
berpikir-berpasangan-berbagi (think-pair-sharing); (3) berkirim
salam dan soal; (4) kepala bernomor (numbered heads together);
(5) dua tinggal dua tamu (two stay two stray); (6) keliling
kelompok; (7) kancing gemerincing; (8) keliling kelas; (9)
lingkaran dalam-lingkaran luar (inside-outside circle); (10) tari
bambu; (11) Jigsaw; (12) bercerita berpasangan.
Selanjutnya, menurut Daryanto dan Rahardjo (2012: 243246)
mengemukakan
bahwa
bentuk-bentuk
pembelajaran
kooperatif di antaranya: (1) jigsaw; (2) Numbered Heads Together
(NHT); (3) Student Teams Achievement Devision (STAD); (4)
Team Assited Individualization (TAI); (5) Make a match ;(6)
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa tipe-tipe dari model kooperatif di antaranya (1)
Jigsaw; (2) Think-Pair-share; (3) Numbered Heads Together; (4)
Group Investigation; (5) Two Stay Two Stray; (6) make a match;
(7) listening team; (8) inside-outside-circle; (9) bamboo dancing;
38
(10) point-counter-point; (11) Team Assited Individualization
(TAI). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan salah satu
tipe dari model kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together
(NHT).
3) Pengertian Numbered Heads Together (NHT)
Hamdani (2010: 89) mengemukakan bahwa Numbered Heads
Together (NHT) adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi
nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru
memanggil nomor dari siswa. Sementara menurut Huda (2011: 130)
mengemukakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) adalah
varian dari diskusi kelompok dengan setiap anggota kelompok diberi
nomor kepala. Selanjutnya, menurut Trianto (2009: 82) Numbered
Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur dan kelas
tradisional.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa Numbered Heads Together (NHT) adalah salah
satu varian dari model kooperatif yang memungkinkan setiap siswa
dalam satu kelompok diskusi mendapatkan nomor di kepala, kemudian
guru memanggil nomor siswa secara acak untuk mempresentasikan
hasil diskusi.
4) Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT)
Langkah-langkah model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) menurut Huda (2011: 138) yaitu :
a) Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa
dalam kelompok diberi nomor.
b) Guru memberikan tugas/ pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakanya.
39
c) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan semua anggota kelompok
mengetahui jawaban tersebut.
d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok
mereka.
Sementara menurut Suprijono (2009: 82) langkah-langkah
dalam model kooperatif tipe Numbered Heads Together di antaranya
: (1) guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil tiap
orang dalam kelompok diberi nomor ; (2) guru mengajukan beberapa
pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kelompok; (3) tiap
kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together”
berdiskusi
memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru; (4) guru memanggil
peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap kelompok.
Langkah-langkah model kooperatif tipe numbered heads
together (NHT) menurut Hamdani (2010: 90) yaitu: (1) siswa dibagi
dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor; (2) guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh
untuk mengerjakanya; (3) kelompok mendiskusikan jawaban yang
benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat
mengerjakanya; (4) guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa
yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka; (5)
siswa lain memberikan tanggapan; (5) kesimpulan
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka langkahlangkah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
yaitu: (1) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, dan setiap
siswa mendapatkan nomor kepala; (2) guru menyampaikan materi (3)
guru memberikan tugas kelompok untuk didiskusikan; (4) guru
memanggil nomor siswa dan siswa yang dipanggil nomornya
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya; (5) kelompok lain
memberikan tanggapan; (6) kesimpulan.
40
5) Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
a) Kelebihan Numbered Heads Together (NHT)
Hamdani
(2010:
90)
mengemukakan
kelebihan
Numbered Heads Together (NHT) yaitu: (1) setiap siswa menjadi
siap semua; (2) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguhsungguh; (3) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang
kurang pandai. Selanjutnya, Huda (2011: 138) menyatakan
kelebihan Numbered Heads Together (NHT) yakni memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan
mempertimbangkan
jawaban
yang
paling
tepat,
serta
meningkatkan semangat kerja siswa.
Sementara
menurut
Shoimin
(2014:
108-109)
mengemukakan kelebihan dan kekurangn Numbered Heads
Together (NHT) antara lain :
(1) Setiap Murid menjadi siap
(2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
(3) Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang
pandai
(4) Terjadi interaksi secara intens antarsiswa dalam menjawab
soal
(5) Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena
dibatasi nomor.
Dari pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa kelebihan Numbered Heads Together (NHT) adalah (a) siswa
menjadi siap; (b) siswa berdiskusi dengan sungguh-sungguh; (c) siswa
yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai; (e) tidak ada
murid yang mendominasi.
b) Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
Mengenai kekurangan dari Numbered Heads Together (NHT),
Hamdani (2010: 90) menyatakan kekurangan dari Numbered Heads
Together (NHT) di antaranya kemungkinan nomor yang dipanggil,
41
akan dipaggil lagi oleh guru, tidak semua anggota dipanggil oleh guru.
Selanjutnya, menurut Shoimin (2014: 109) mengemukakan bahwa
kekurangan Numbered Heads Together (NHT) yaitu tidak terlalu
sesuai untuk diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena
membutuhkan waktu lama dan tidak semua anggota kelompok
dipanggil oleh guru karena waktu yang terbatas.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
antara lain tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, terlalu
lama untuk jumlah siswa yang banyak.
c. Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
dengan Media Grafis
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Numbered Heads Together
(NHT) merupakan salah satu varian dari model kooperatif yang
memungkinkan setiap siswa dalam satu kelompok diskusi mendapatkan
nomor di kepala, kemudian guru memanggil nomor siswa secara acak untuk
mempresentasikan hasil diskusi. Selanjutnya, media grafis adalah media
yang menyalurkan informasi dari pemberi pesan ke penerima pesan yang
berupa fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang menyangkut indra
penglihatan dituangkan ke dalam simbol visual perpaduan pengungkapan
kata-kata dan gambar.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan
media grafis adalah mempraktikkan model dengan pembagian siswa ke
dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok diberikan nomor kepala,
kemudian guru memanggil siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil
diskusi, dengan bantuan media grafis yang berisi fakta-fakta dan gagasangagasan yang menyangkut indra penglihatan dituangkan ke dalam simbol
visual serta perpaduan pengungkapan kata-kata dan gambar untuk
mempermudah pemahaman materi dari guru. Langkah-langkah penerapan
42
model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media
grafis antara lain: (1) pembagian kelompok dan penomoran, guru membagi
siswa dalam kelompok kecil dan memberikan nomor; (2) penyampaian
materi menggunakan media grafis; (3) guru memberikan tugas kepada
masing-masing kelompok; (4) diskusi kelompok, setiap kelompok
mendiskusikan jawaban tugas yang telah diberikan; (5) pemanggilan nomor
siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (6) kesimpulan
menggunakan media grafis.
3.
Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan yang berkaitan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti mengenai
“Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan
Media Grafis dalam Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Perjuangan
Mempersiapkan Kemerdekaan pada Siswa Kelas V SDN Tanjungrejo Tahun
Ajaran 2015/2016” ini, di antaranya adalah :
1. Penelitian dilakukan oleh Istiqomah dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam
Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V-B
SD Al – Ichsan Surabaya” pada tahun 2013 dengan hasil penelitian
aktivitas guru selama pembelajaran mengalami peningkatan selama tiga
siklus dengan persentase ketuntasan 75% pada siklus I, 83,75% pada
siklus II, 95% pada siklus III. Aktivitas siswa mengalami peningkatan
selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 69,44% pada siklus I,
77,77% pada siklus II, 91,67% pada siklus III. Hasil belajar siswa juga
mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan
61,29% pada siklus I, 77,42% pada siklus II, 86,21% pada siklus III.
Respon siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan
persentase ketuntasan 72,74% pada siklus I, 78,95% pada siklus II,
95,43% pada siklus III. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together
43
(NHT) dapat meningkatkan aktivitas guru,aktivitas siwa, hasil belajar dan
respon siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di SD Al-Ichsan Surabaya.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model Numbered Heads
Together (NHT). Selanjutnya, mata pelajaran yang diteliti oleh peneliti
dengan penelitian dari Istiqomah yaitu sama-sama IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial), perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah dengan
penelitian ini adalah pada variabel terikat, penelitian yang dilakukan oleh
Istiqomah adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V,
sementara penelitian ini adalah peningkatan pembelajaran IPS pada siswa
kelas V. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah tidak
menggunakan media, sementara dari peneliti yaitu menggunakan media
grafis.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Mursiami dengan judul “Penggunaan
Media Grafis Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Materi
Teknologi Produksi, Komunikasi Dan Transportasi Pada Siswa Kelas IV
SD Anugrah Surabaya” pada tahun 2013 yang terdiri dari 19 anak dengan
KKM 70 dengan hasil pada siklus I yang mencapai ketuntasan sebesar
57,89% dengan nilai rata-rata 71,84. Kemudian pada siklus II 84,21%
dengan nilai rata-rata 81,31 dan 94,73% pada siklus III dengan nilai ratarata 91,57. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dari siklus I 70%,
pada siklus II 81% dan kemudian menjadi 100% pada siklus III. Aktivitas
guru mengalami peningkatan persentase dari siklus I 71% pada siklus II
82,5% dan kemudian menjadi 97% pada siklus III, maka dapat
disimpulkan penggunaan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar
IPS pada materi teknologi produksi, komunikasi dan transportasi pada
siswa kelas IV SD Anugrah Surabaya.
Persamaan penelitian yang dilakukan Rini Mursiami dan
penelitian ini adalah penggunaan media yang digunakan yaitu
penggunaan media grafis. Selanjutnya, persamaan pada subjek penelitian
yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara
44
perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Rini Sumarni dengan
penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu siswa kelas IV sedangkan
penelitian ini adalah siswa kelas V.
3. Penelitian dilakukan oleh Panser Dwi Puspita pada tahun 2013 dengan
judul “Penerapan Metode Index Card Match Dengan Media Grafis dalam
Peningkatan Pembelajaran IPS Siswa Kelas V SD Manggungan tahun
ajaran 2013/2014” pada siklus I persentase guru memperoleh rata-rata
77,5%. Siklus II hasil pengamatan mengalami peningkatan sebesar 10%
yaitu mencapai 87,5%, dan pada siklus III juga mengalami peningkatan 3%
menjadi 90,5%. Selanjutnya, pada persentase kegiatan siswa pada siklus I
siswa memperoleh rata-rata 76%. Pada siklus II mengalami peningkatan
12,5% yaitu mencapai 88,5% dan mengalami peningkatan lagi 3% yaitu
mencapai 91,5% pada siklus III. Selanjutnya, pada persentase hasil belajar
siswa pada awal/pretest persentase ketuntasan belajar memperoleh 20%
dengan rerata 60,2, pada siklus I persentase ketuntasan belajar mencapai
93,3% dengan rerata 81,8 meningkat pada siklus II yaitu persentase
ketuntasan mencapai 96,67% dengan rerata nilai 83,43 kemudian
meningkat lagi menjadi 100% pada siklus III dengan rerata 89,13. Maka
dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Index Card Match dengan
media grafis dapat meningkatkan pembelajaran IPS kelas V.
Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita
dengan penelitian ini adalah media yang digunakan yaitu sama-sama
menggunakan media grafis. Selanjutnya, pada variabel terikat sama-sama
dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V. Perbedaan dari
penelitian yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita dengan penelitian ini
adalah pada model yang digunakan, peneliti akan menggunakan model
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sementara penelitian
yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita menggunakan metode index card
match.
4. Penelitian dilakukan oleh Larry Mahedy pada tahun 2006 dengan judul
“The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive
45
Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth
Graders” menghasilkan kesimpulan bahwa Numbered Heads Together
(NHT) dapat meningkatkan nilai kelompok belajar pada mata pelajaran
kimia pada kelas ke-6.
Hasil dari penelitian dari Larry Mahedy
menunjukkan bahwa dari setiap kegiatan diskusi kelompok belajar selalu
memperoleh peningkatan skor kuis, dengan Numbered Heads Together
(NHT) respon siswa dalam pembelajaran di setiap diskusi belajar
meningkat terbukti dengan keaktifan siswa yang selalu meningkat.
Persamaan penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh
Larry Mahedy yaitu pada variabel bebas sama-sama menggunakan model
Numbered Heads Together (NHT). Selanjutnya, perbedaan dari
penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Larry Mahedy yaitu
pada variabel terikat yaitu hasil tes belajar mata pelajaran kimia siswa
kelas ke-6 sementara peneliti menggunakan variabel terikat berupa
peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V. Perbedaan antara
penelitian dari Larry Mahedy dan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Larry Mahedy tidak menggunakan media dalam
pembelajaran, sementara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
menggunakan media grafis.
B. Kerangka Berpikir
Kondisi pembelajaran di kelas V SDN Tanjungsari terutama pada
pembelajaran IPS masih didominasi oleh guru dengan metode ceramah dengan
buku pembelajaran IPS sehingga pembelajaran berlangsung dengan kurang
menarik yang berakibat minat siswa untuk belajar menjadi kurang. Selanjutnya,
dalam penggunaan media pembelajaran guru belum menggunakan media yang
sesuai dengan pembelajaran sehingga dalam pembelajaran siswa menjadi kurang
antusias dengan materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, diperlukan model
dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yaitu mampu untuk
berpikir logis serta dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan
46
masalah yang konkret, memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk menjelajah dan
bereksplorasi.
Sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yang berada pada tahap
operasional konkret yaitu mampu untuk berpikir logis serta dapat berpikir secara
sistematis untuk mencapai pemecahan masalah yang konkret, memiliki rasa ingin
tahu yang besar untuk menjelajah dan bereksplorasi, penerapan model kooperatif
tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis pada pembelajaran
menjadi salah satu solusi dalam pembelajaran IPS, dengan model kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) ini siswa menjadi lebih siap dalam
pembelajaran, siswa melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, serta siswa yang
pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai di samping itu juga tidak ada
murid yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, dalam
penggunaan media grafis dalam pembelajaran IPS akan membantu guru dalam
penyampaian materi dengan media grafis dapat menyampaikan rangkuman materi,
mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan
khusus dan mudah penempatanya, sedikit memerlukan informasi tambahan, dapat
membandingkan suatu perubahan , dapat divariasi antara media satu dengan yang
lain sehingga dengan media grafis pembelajaran akan menarik perhatian dan minat
siswa terhadap materi yang diberikan memberikan siswa rasa ingin tahu untuk
menjelajah dan bereksplorasi terhadap materi yang sedang diberikan.
Langkah-langkah penerapan model kooperatif dengan media grafis yaitu:
(1) pembagian kelompok dan penomoran, guru membagi siswa dalam kelompok
kecil dan memberikan nomor; (2) penyampaian materi menggunakan media grafis;
(3) guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok dengan media grafis;
(4) setiap kelompok mendiskusikan jawaban tugas yang telah diberikan; (5)
pemanggilan nomor siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (6)
kesimpulan menggunakan media grafis.
Pembelajaran diharapkan menjadi lebih baik, efektif dan inovatif manakala
terjadi hubungan yang erat antara siswa, guru, model serta media yang digunakan,
sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai. Jika
pembelajaran IPS dilaksanakan dengan menerapkan model kooperatif tipe
47
Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis, maka pembelajaran IPS
pada siswa kelas V dapat meningkat.
Gambar 2.1 berikut merupakan bagan kerangka berpikir pada penelitian
tindakan kelas yakni penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) dengan media grafis dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas
V tahun ajaran 2015/2016. Penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dengan media grafis sebagai variabel X yang akan mempengaruhi
peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V sebagai variabel Y.
48
Kondisi
Awal
Tindakan
Kondisi
Akhir
Guru
Pembelajaran IPS
didominasi guru dengan
metode ceramah dan
belum menggunakan
media
Penerapan langkah-langkah
Numbered Heads Together
(NHT) dengan media grafis
dalam peningkatan
pembelajaran IPS sebagai
berikut:
1. Pembagian kelompok
dan penomoran siswa.
2. Penjelasan materi dengan
media grafis.
3. Pembagian tugas kepada
masing-masing
kelompok.
4. Diskusi kelompok.
5. Pemanggilan nomor
siswa.
6. Kesimpulan dengan
media grafis
Pembelajaran IPS tentang
Perjuangan Mempersiapkan
Kemerdekaan pada Siswa
Kelas V SDN Tanjungrejo
meningkat
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
Siswa
Siswa kurang
antusias dan kurang
berminat dalam
kegiatan
pembelajaran .
Siklus I
Guru
menerapkan
model kooperatif tipe
Numbered
Heads
Together (NHT) dengan
media grafis pada materi
Sejarah
BPUPKI,
tokoh-tokoh BPUPKI
Siklus II
Guru
menerapkan
model kooperatif tipe
Numbered
Heads
Together (NHT) dengan
media grafis pada materi
perumusan dasar Negara
Siklus III
Guru menerapkan model
kooperatif
tipe
Numbered
Heads
Together (NHT) dengan
media grafis pada materi
sejarah
PPKI
dan
riwayat tokoh penting
persiapan kemerdekaan.
siswa lebih siap
dalam
pembelajaran,
berdiskusi
dengan
sungguhsungguh, siswa
yang pandai
dapat mengajari
yang kurang
pandai tidak
ada murid yang
mendominasi
dalam kegiatan
pembelajaran
49
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka, penelitian yang relevan
dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis tindakan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah jika penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads
Together (NHT) dengan media grafis dilaksanakan dengan langkah-langkah yang
tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang perjuangan
mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo tahun ajaran
2015/2016.
Download