Ringkasan Eksekutif

advertisement
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan
Eksekutif
xi
Ringkasan Eksekutif
halaman ini sengaja dikosongkan
xii
Ringkasan Eksekutif
Ringkasan Eksekutif
Sejalan dengan kebijakan moneter global yang
pada kenaikan beban pembayaran utang, penurunan
akomodatif, likuiditas global masih berlimpah dan telah
cash flow, dan penurunan networth perusahaan. Hal
mendorong berlanjutnya perilaku investor untuk mencari
tersebut pada akhirnya menimbulkan kerentanan terhadap
penempatan dengan imbal hasil tinggi (search for yield)
kelangsungan pemulihan ekonomi dan keuangan global,
terutama ke negara berkembang termasuk Indonesia.
terutama di negara-negara EM.
Kondisi ini telah mendorong peningkatan kinerja pasar
Lebih lanjut, ketidakpastian pemulihan ekonomi
keuangan global maupun regional. Perkembangan tersebut
dunia juga telah mendorong melemahnya permintaan
juga tidak terlepas dari pengaruh berbagai risiko yang
global terhadap komoditas dan berimplikasi pada
berasal dari ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia
penurunan harga komoditas. Kombinasi penguatan USD
terutama di Eropa, Tiongkok, dan Jepang, permasalahan
dan pelemahan harga komoditas memberi implikasi
geopolitik Eropa, perkembangan apresiasi USD, penurunan
meningkatnya tekanan terhadap pergerakan nilai
harga komoditas, rencana normalisasi kebijakan the Fed,
tukar global terutama nilai tukar negara-negara EM.
serta ketidakseimbangan antara sektor keuangan global
Di tengah tren perlambatan perekonomian, pasar
dengan sektor riil yang dapat menyebabkan terjadinya
keuangan global juga menghadapi ketidakpastian terkait
pembalikan arus dana asing (capital reversal).
rencana normalisasi kebijakan the Fed yang mendorong
Pemulihan ekonomi yang berlangsung secara
kerentanan timbulnya sentimen negatif yang pada
tidak merata di berbagai negara menimbulkan risiko
akhirnya berpotensi menimbulkan risiko terjadinya capital
ketidakpastian di pasar keuangan global. Perbaikan
outflow dari negara-negara EM. Ketidakpastian pemulihan
ekonomi AS merupakan faktor pendukung peningkatan
ekonomi dunia di tengah likuiditas yang berlimpah juga
kinerja keuangan global. Sebaliknya, ekonomi Eropa dan
mendorong terjadinya ketidakseimbangan antara sektor
Tiongkok yang semula diandalkan menjadi stimulus global
keuangan dengan sektor riil secara global. Hal ini semakin
kembali mengalami perlambatan, sementara Jepang
meningkatkan kerentanan terhadap sentimen negatif dan
justru memasuki masa resesi. Ketegangan geopolitik di
volatilitas pasar keuangan global.
beberapa kawasan seperti Ukraina, Rusia, dan Yunani turut
Sejalan dengan keuangan global, kinerja pasar
mempengaruhi perlambatan pemulihan ekonomi global.
keuangan domestik juga relatif tetap mengalami perbaikan
Sementara itu, respon terhadap perlambatan
didorong oleh masih tingginya aliran dana masuk investor
ekonomi oleh sebagian besar bank sentral di dunia melalui
global ke dalam negeri. Tingginya inflow asing didorong
kebijakan moneter akomodatif yang berbeda dengan
oleh masih lebih baiknya pertumbuhan ekonomi domestik
the Fed mendorong terjadinya penguatan USD terhadap
dibanding global, imbal hasil yang tinggi, dan stabilitas
mata uang sebagian besar negara. Penguatan USD yang
politik paska lancarnya proses pengalihan kepemimpinan
berkepanjangan dapat memiliki dampak secara langsung
baru. Selain itu, disiplin dan konsistensi dalam pelaksanaan
xiii
Ringkasan Eksekutif
bauran kebijakan moneter-makroprudensial serta
Selain itu, pasar keuangan domestik dinilai masih
reformasi fiskal dan struktural mendorong Indonesia tetap
cenderung dangkal seiring dengan keterbatasan instrumen
menjadi negara yang menarik bagi investor global untuk
sebagai alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan
menempatkan dananya.
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kedangkalan
Dalam perkembangannya, kinerja keuangan
pasar keuangan yang salah satunya terindikasi dari masih
domestik juga banyak dipengaruhi berbagai tantangan
relatif rendahnya rasio volume transaksi instrumen pasar
baik terkait dengan risiko global maupun risiko domestik
keuangan terhadap PDB dibandingkan dengan negara
yang berpotensi menjadi sumber peningkatan risiko
tetangga, serta terbatasnya kemampuan ekspansi kredit
sistem keuangan dalam negeri. Tantangan domestik
perbankan secara umum, menyebabkan banyak pelaku
yang terkait dengan risiko global terutama berasal dari
pasar (sektor swasta) melakukan pembiayaan luar
melambatnya pertumbuhan ekonomi yang berimplikasi
negeri, yang berpotensi menimbulkan risiko instabilitas
pada melambatnya pertumbuhan kredit. Pertumbuhan
nilai tukar pada saat jatuh tempo. Kondisi ini merupakan
ekonomi yang melambat juga disebabkan oleh lebih
cerminan semakin diperlukannya upaya pendalaman
rendahnya realisasi konsumsi dan implementasi proyek-
pasar keuangan.
proyek pembangunan. Tantangan domestik lain berupa
Sementara itu, risiko domestik lainnya juga dapat
potensi risiko nilai tukar (currency risk), risiko likuiditas
berasal dari perkembangan harga properti yang masih
(liquidity risk), dan risiko beban utang yang berlebihan
tetap menunjukkan peningkatan. Peningkatan harga
(overleverage risk) sejalan dengan peningkatan utang
properti yang berlebihan dapat terjadi akibat aksi
luar negeri swasta. Ketidakpastian normalisasi kebijakan
spekulasi melalui transaksi jual beli rumah oleh pemilik
moneter AS di tengah tren penguatan USD yang
dana yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan risiko
mempengaruhi volatilitas nilai tukar juga semakin
kredit di sektor properti. Oleh karena itu, peningkatan
meningkatkan beban pembayaran ULN perusahaan-
harga properti tetap dipantau untuk mengevaluasi dan
perusahaan swasta domestik.
memitigasi potensi kemungkinan ketidakseimbangan
Dari sisi sistem keuangan domestik, kondisi
pasar keuangan menghadapi tantangan berupa
Di tengah berbagai tantangan ekonomi dan keuangan
peningkatan risiko kredit sejalan dengan perlambatan
global maupun domestik, stabilitas sistem keuangan masih
pertumbuhan ekonomi. Selain itu, masih berlanjutnya
relatif tetap terjaga. Namun demikian, sistem keuangan
perilaku prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan di
masih menghadapi sejumlah tantangan ketidakseimbangan
tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi semakin
keuangan yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik.
meningkatkan kehati-hatian bank untuk menyalurkan
Sumber ketidakseimbangan keuangan pada semester
kredit sehingga menghambat ketersediaan kredit
laporan yang dapat diidentifikasi dari perkembangan risiko
yang sesuai dengan kebutuhan perekonomian. Di sisi
global dan domestik adalah kontraksi siklus keuangan dan
penghimpunan dana, segmentasi di pasar uang antar bank
prosiklikalitas penyaluran kredit perbankan, peningkatan
(PUAB), kenaikan pangsa dana mahal pada DPK perbankan
utang luar negeri swasta, penurunan harga komoditas,
yang cenderung terkonsentrasi pada dana jangka pendek
rencana normalisasi the Fed dan tren penguatan USD,
merupakan risiko-risiko yang tetap dimonitor mengingat
serta masih berlanjutnya peningkatan harga properti.
implikasinya terhadap tekanan profitabilitas bank.
xiv
keuangan di sektor properti.
Ringkasan Eksekutif
Sejalan dengan masih lebih baiknya pertumbuhan
cenderung menurun. Dari sisi aset keuangan di perbankan,
ekonomi domestik dibandingkan dengan global dan masih
penempatan RT dalam bentuk deposito mengalami
lebih menariknya imbal hasil aset keuangan domestik,
peningkatan pertumbuhan sementara pertumbuhan
kinerja pasar keuangan domestik masih relatif tetap
tabungan mengalami perlambatan. Potensi risiko sektor
membaik diikuti dengan penurunan risiko. Perbaikan
RT yang tetap perlu diwaspadai berasal dari perlambatan
kinerja antara lain tercermin dari aliran dana asing
ekonomi domestik, dampak penghapusan subsidi BBM,
yang masuk (inflow), peningkatan volume transaksi di
dan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang kesemuanya
Pasar Uang Antar Bank (PUAB), masih tingginya volume
dapat mempengaruhi kemampuan membayar sektor RT,
transaksi Repo antar bank dan transaksi valas, peningkatan
terutama RT dengan penghasilan rendah.
outstanding Surat Berharga Negara (SBN) dan Obligasi
Sementara itu, kinerja korporasi masih menunjukan
Korporasi, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG),
tren perlambatan antara lain terkait dengan belum pulihnya
serta peningkatan dana kelolaan Reksadana. Sementara
kondisi ekonomi global, penurunan harga komoditas, dan
itu, penurunan risiko tercermin dari penurunan suku
perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik. Perilaku
bunga PUAB dan volatilitasnya, penurunan spread antara
risiko korporasi pada semester laporan terindikasi semakin
Non-Deliverable Forwad (NDF) dan Forward onshore 1
berhati-hati sebagaimana tercermin dari pertumbuhan
bulan, penurunan yield SBN dan volatilitasnya, penurunan
kredit korporasi yang melambat. Kehati-hatian tersebut
volatilitas di pasar Saham, serta peningkatan Nilai Aktiva
juga ditengarai akibat dari peningkatan risiko kredit di
Bersih (NAB) dan penurunan volatilitas (koefisien beta)
sektor korporasi. Kinerja sektor korporasi juga masih
dari Reksadana. Perkembangan kinerja pasar keuangan
menghadapi potensi risiko dari sisi makroekonomi antara
yang membaik tersebut tetap perlu dimonitor mengingat
lain bersumber dari penurunan harga komoditas ekspor
masih terdapatnya potensi risiko capital reversal sejalan
utama non migas, penguatan USD, dan ketidakseimbangan
dengan perkembangan risiko ketidakseimbangan keuangan
kondisi ekonomi global.
global dengan kegiatan sektor riil di beberapa negara maju.
Di tengah ketidakstabilan kondisi global dan
Dari sisi Rumah Tangga (RT) dan Korporasi, kinerja
perlambatan ekonomi domestik, industri perbankan masih
dan risiko RT secara umum masih relatif membaik
relatif tetap tumbuh meskipun mengalami perlambatan
meskipun kinerja sempat melambat menjelang akhir
dengan ketahanan yang masih mampu mengatasi
semester II 2014 terkait dengan penurunan daya beli
berbagai risiko yang ada. Selama semester laporan, risiko
akibat peningkatan inflasi sebagai dampak kenaikan harga
likuiditas cenderung menurun seiring dengan peningkatan
Bahan Bakar Minyak (BBM). Konsumsi RT masih mampu
ekspansi operasi keuangan Pemerintah dan lebih
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dengan risiko
dalamnya perlambatan pertumbuhan kredit dibandingkan
yang terjaga sebagaimana tercermin dari relatif rendahnya
Dana Pihak Ketiga (DPK). Perlambatan pertumbuhan
leverage yang dimiliki RT. Sumber pembiayaan konsumsi
ekonomi pada semester laporan mendorong terjadinya
RT ditengarai salah satunya berasal dari pembiayaan
perlambatan kinerja intermediasi perbankan sehingga
kredit perbankan yang mengalami peningkatan terutama
menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) menurun dari
dalam bentuk kredit multiguna, sementara kredit KPR
90,45% pada akhir semester I 2014 menjadi 89,30%.
RT mengalami perlambatan. Dari sisi risiko, kredit
Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan terjadi baik
bermasalah RT terindikasi masih relatif rendah dan
secara total kredit maupun kredit Usaha Mikro, Kecil
xv
Ringkasan Eksekutif
dan Menengah (UMKM) sejalan dengan perlambatan
Non Performing Financing (NPF) dan rasio klaim Bruto
ekonomi dan penurunan harga komoditas global. Selain
terhadap premi bruto yang menurun. Indikasi potensi
itu, perlambatan pertumbuhan kredit disebabkan oleh
risiko nilai tukar terkait peningkatan eksposur utang luar
penurunan permintaan barang dan jasa akibat pelemahan
negeri yang dimiliki PP mengalami penurunan dan telah
daya beli masyarakat yang menjadi salah satu penyebab
dimitigasi melalui hedging. Sementara, ketergantungan
pelaku usaha untuk menahan ekspansi usahanya.
asuransi terhadap ULN relatif rendah dan cenderung
Sementara itu, risiko kredit yang meskipun cenderung
menurun.
mulai meningkat masih dapat dimitigasi dengan baik
Risiko interconnected antara IKNB dan perbankan
sehingga rasio Non Performing Loan (NPL) Gross masih
di Indonesia secara umum masih rendah meskipun
dibawah 5%.
terdapat kecenderungan meningkat sejak pertengahan
Dari sisi risiko pasar, perbankan terindikasi
2013. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya
menghadapi potensi risiko yang bersumber dari kenaikan
penyaluran kredit bank kepada IKNB dan naiknya
suku bunga dana, pelemahan nilai tukar, dan penurunan
pendanaan bank yang berasal dari IKNB. Hasil stress
harga SBN. Namun demikian, potensi ancaman dari
test menunjukkan bahwa rasio permodalan (CAR) bank
ketiga risiko pasar tersebut terhadap perbankan masih
baik secara industri maupun per kelompok BUKU masih
relatif terbatas. Secara umum, perbankan masih mampu
cukup kuat untuk memitigasi risiko kegagalan IKNB
meningkatkan profitabilitas sehingga tingkat permodalan
dalam mengembalikan sejumlah pinjamannya kepada
(Capital Adequacy Ratio/CAR) cenderung meningkat,
bank. Namun demikian tetap perlu diwaspadai dampak
kecuali pada kelompok BUKU 1. CAR BUKU 1 mengalami
lanjutan dari pelemahan nilai tukar yang berpotensi
tekanan akibat kenaikan pencadangan kerugian penyusutan
menurunkan kinerja korporasi dengan utang valas
nilai aset produktif (CKPN) sejalan dengan masih tingginya
yang tinggi. Sementara itu, kinerja industri Perusahaan
risiko kredit dan keterbatasan daya saing sejalan dengan
Pembiayaan (PP) dan Asuransi secara umum juga tetap
kenaikan biaya dana yang menekan profitabilitas. Secara
terjaga. Namun, hasil simulasi stress test pelemahan nilai
umum, terjaganya tingkat permodalan bank di tengah
tukar menunjukkan adanya beberapa PP yang modalnya
peningkatan berbagai potensi risiko mencerminkan kehati-
berpotensi terdampak skenario tersebut.
hatian bank dalam menjalankan kegiatan usaha. Hasil
Dari sisi infrastruktur, penyelenggaraan sistem
stress test menunjukkan bahwa CAR industri perbankan
pembayaran selama semester II 2014 berjalan dengan
masih cukup memadai untuk mengantisipasi peningkatan
aman, lancar dan efisien, sehingga dapat mendukung
potensi risiko, baik yang berasal dari risiko kredit dan
aktivitas di sistem keuangan dan perekonomian. Aktivitas
risiko pasar. Upaya penguatan permodalan terutama pada
sistem pembayaran, baik yang diselenggarakan oleh
bank dengan keterbatasan daya saing melalui merger dan
Bank Indonesia maupun industri terus menunjukkan
konsolidasi serta akuisisi oleh investor terus dievaluasi.
peningkatan dari sisi volume dan nilai. Sementara
Penurunan risiko di pasar keuangan yang terjadi pada
itu, berbagai potensi risiko yang dapat mengganggu
semester laporan mendorong membaiknya kinerja Industri
penyelenggaraan sistem pembayaran seperti risiko
Keuangan Non Bank (IKNB) meskipun melambat terutama
likuiditas, risiko setelmen, risiko operasional, dan risiko
Perusahaan Pembiayaan (PP) dan asuransi. Risiko PP dan
sistemik telah dapat dimitigasi dengan baik.
asuransi relatif terjaga yang masing-masing tercermin dari
xvi
Ringkasan Eksekutif
Dalam upaya memperluas akses masyarakat
koordinasi dengan otoritas terkait seperti OJK, LPS, dan
terhadap pembayaran nontunai, telah dilakukan
Pemerintah baik secara bilateral ataupun melalui Forum
penyempurnaan ketentuan mengenai Uang Elektronik
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
yaitu mengenai penyelenggaraan Layanan Keuangan
Khusus dibidang makroprudensial, Bank Indonesia
Digital (LKD), pembentukan kawasan Less Cash Society
tetap melanjutkan kebijakan yang telah ditempuh sejak
(LCS), pencanangan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT),
pertengahan 2013 yaitu penerapan Giro Wajib Minimum
serta pelaksanaan penyaluran bantuan pemerintah melalui
(GWM) Sekunder, GWM yang dikaitkan dengan besaran
Uang Elektronik. Upaya-upaya tersebut diharapkan secara
LDR, kebijakan Loan to Value (LTV), dan melakukan upaya-
bertahap dapat mendorong terbentuknya suatu komunitas
upaya pendalaman pasar keuangan, serta peningkatan
yang terbiasa menggunakan instrumen pembayaran
keuangan inklusif. Selain itu, guna memitigasi potensi risiko
nontunai dalam melakukan transaksi atas kegiatan
ULN swasta yang semakin meningkat, BI mengeluarkan
ekonominya.
peraturan tentang prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
Selanjutnya, dalam upaya menjaga kepercayaan
ULN korporasi non bank. Kebijakan-kebijakan tersebut
masyarakat akan instrumen pembayaran nontunai, Penerbit
merupakan bagian dari kebijakan BI lainnya yang dilakukan
dan Acquirer telah diwajibkan mengimplementasikan PIN
melalui kebijakan suku bunga, nilai tukar, pengaturan lalu
Online 6 Digit untuk transaksi menggunakan kartu kredit
lintas devisa, penguatan operasi moneter, dan pengelolaan
secara bertahap sebagai sarana verifikasi dan autentikasi
uang rupiah.
transaksi. Dengan tahapan implementasi yang telah
Selanjutnya, prospek perekonomian dan keuangan
ditetapkan tersebut, mulai tanggal 1 Juli 2020 pemegang
global 2015 diperkirakan masih dipengaruhi oleh
Kartu Kredit dari penerbit di Indonesia tidak diperkenankan
pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS). Di tengah
lagi menggunakan tanda tangan sebagai sarana verifikasi
ketidakpastian perekonomian global, pertumbuhan
dan autentikasi untuk transaksi Kartu Kredit yang dilakukan
ekonomi domestik 2015 diperkirakan membaik mencapai
di Indonesia. Selain itu, terkait dengan batas implementasi
5,4%-5,8%.Perbaikan ini didukung oleh kebijakan
kepemilikan kartu kredit yang harus sudah diterapkan
pemerintah terkait dengan reformasi subsidi energi,
selambatnya 31 Desember 2014, Bank Indonesia telah
rencana percepatan pembangunan infrastruktur, serta
melakukan kegiatan pengawasan langsung terhadap
langkah-langkah perbaikan iklim investasi termasuk
seluruh penerbit kartu kredit untuk memastikan kepatuhan
pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Kesuksesan
penerbit kartu kredit terhadap ketentuan Bank Indonesia.
implementasi rencana proyek-proyek pembangunan
Masih relatif membaiknya kinerja dan stabilitas
ke depan seperti upaya pembebasan lahan dan alokasi
sistem keuangan di 2014 tidak terlepas dari respon
subsidi yang efektif dan berdaya guna akan menjadi
kebijakan di bidang stabilitas sistem keuangan yang
tantangan terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi
dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) bekerjasama dengan
yang diharapkan.
otoritas SSK lainnya yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Prospek pertumbuhan ekonomi 2015 diperkirakan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Pemerintah. Pada
akan mendorong meningkatnya kredit serta pembiayaan
semester laporan, Bank Indonesia terus memperkuat
investasi. Hal ini terutama sebagai salah satu dampak
upaya-upaya bauran kebijakan yang dilakukan di bidang
positif dari pergeseran alokasi pengeluaran subsidi yang
moneter, makroprudesial, dan sistem pembayaran disertai
sebelumnya dinilai kurang produktif ke pengeluaran
xvii
Ringkasan Eksekutif
Investasi yang lebih berdampak pada produktivitas
tidak sesuai harapan. Hal ini berpotensi menganggu
ekonomi. Oleh karena itu, pertumbuhan kredit perbankan
pencapaian perkiraan pertumbuhan kredit. Lebih lanjut,
diperkirakan dapat mencapai 15%-17% di 2015 dan
berbagai potensi permasalahan di sistem keuangan dometik
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan
seperti masih terkonsentrasinya dana perbankan pada dana
sebesar 14%-16%. Sementara itu risiko kredit yang
mahal dan berjangka waktu pendek, adanya segmentasi di
tercermin dari NPL gross diproyeksikan masih tetap terjaga
pasar uang, dan masih rendahnya komposisi transaksi Swap
pada kisaran 1,9%-2,3%.
dan Forward di pasar valas domestik juga dapat menjadi
Optimisme terhadap kondisi dan ketahanan sistem
keuangan juga perlu disertai dengan kewaspadaan
xviii
downside risk yang dapat mendorong tekanan terhadap
kinerja dan stabilitas sistem keuangan 2015.
terhadap berbagai tantangan yang masih ada, baik
Mencermati prospek dan tantangan di sistem
dari sisi global maupun internal. Perkembangan global
keuangan, kebijakan makroprudensial 2015 diarahkan
juga masih menghadapi berbagai tantangan downside
pada upaya memitigasi risiko ketidakseimbangan
risks terutama berasal dari perlambatan pertumbuhan
keuangan, menjaga ketersediaan likuiditas dan upaya-
ekonomi Eropa, Tiongkok dan Jepang. Perkembangan
upaya pendalaman pasar keuangan, serta mendorong
harga komoditas yang diperkirakan masih menurun sejalan
pertumbuhan kredit yang mendukung pertumbuhan
dengan penurunan harga minyak dan permintaan dunia
ekonomi yang lebih seimbang dan berkesinambungan.
juga diperkirakan masih menjadi faktor negatif bagi proses
Hal ini dilakukan antara lain melalui penyusunan neraca
pemulihan ekonomi global. Ketidakpastian perekonomian
keuangan nasional dan daerah, penguatan kerangka
global yang diperkirakan masih tidak sejalan dengan
operasional kebijakan makroprudensial, penerapan
perkembangan perilaku risk taking sektor keuangan
komponen permodalan dalam bentuk Countercyclical
global dapat meningkatkan kerentanan sektor keuangan
Capital Buffer (CCB), penyempurnaan ketentuan GWM-
sehingga berpotensi mendorong naiknya volatilitas pasar
LDR berupa perluasan cakupan definisi simpanan dengan
keuangan global. Selain itu, volatilitas pasar keuangan
memasukkan surat-surat berharga yang diterbitkan bank
global juga akan dipengaruhi oleh rencana normalisasi
dalam perhitungan LDR, pemberian insentif dan/atau
the Fed melalui kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR)
disinsentif untuk mendorong penyaluran kredit UMKM,
dan penguatan USD.
dan memfasilitasi pengembangan UMKM, serta penguatan
Tantangan global tersebut dapat meningkatkan
Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan melakukan upaya
potensi risiko pada perekonomian domestik antara lain
untuk mendorong tersedianya payung hukum Jaring
berupa kemungkinan terjadinya aliran dana asing keluar
Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
yang dapat meningkatkan tekanan likuiditas, pemburukan
Terkait dengan upaya reformasi struktural, BI
kinerja ekspor sejalan dengan penurunan harga komoditas,
bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan, telah
meningkatnya volatilitas nilai tukar yang berpotensi
dan akan berkomitmen untuk mempercepat proses
memberi tekanan terhadap kinerja aset keuangan dan
pendalaman pasar keuangan. Beberapa inisiatif yang
menurunkan kinerja korporasi dengan ULN tinggi. Dari
sedang ditempuh adalah membentuk komite pasar
sisi domestik, terdapat downside risks terhadap prospek
valuta asing, melakukan deregulasi sejumlah ketentuan
pertumbuhan ekonomi berasal dari kemungkinan realisasi
guna mempermudah transaksi lindung nilai, mendorong
konsumsi dan implementasi proyek pembangunan yang
aktivitas interbank repo, dan menerbitkan market conduct.
Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka reformasi untuk memperkuat
fundamental ekonomik hususnya disisi keseimbangan
eksternal, pada pertengahan Maret 2015 pemerintah
menerbitkan 7 (tujuh) paket kebijakan ekonomi untuk
memperkuat kestabilan nilai tukar terhadap gejolak
eksternal terutama yang berasal dari penguatan USD.
Kebijakan tersebut terdiri dari : (i) pemberian tax
allowances untuk perusahaan yang melakukan investasi,
devidennya di-reinvest di Indonesia, perusahaan yang
menciptakan lapangan kerja, perusahaan yang mempunyai
export oriented, menggunakan tingkat kandungan lokal
tinggi, serta yang melakukan riset dan pengembangan
di Indonesia, (ii) pemberian insentif pengurangan
atau penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN)
kepada industri galangan kapal dan beberapa industri
prioritas seperti pertanian, (iii) kebijakan anti dumping,
mengenakan bea masuk anti dumping sementara, dan
bea masuk tindak pengamanan sementara terhadap
produk-produk industri nasional, terhadap produk impor
yang unfair trade karena ada dumping (iv) kebijakan bebas
visa kunjungan singkat wisatawan mancanegara kepada
30 negara, (v) kewajiban menggunakan biofuel sampai
dengan 15%, (vi) penerapan letter of credit (LC) untuk
produk sumber daya alam seperti tambang, batu bara,
migas, dan CPO, (vii) serta kebijakan restrukturisasi dan
revitalisasi industri reasuransi domestik.
Selain itu dilakukan upaya memperkuat koordinasi
SSK baik secara domestik melalui FKSSK maupun secara
internasional melalui kerjasama bilateral dan kawasan.
Di bidang keuangan syariah, dalam rangka meningkatkan
peran perbankan syariah dalam perekonomian
domestik dilakukan berbagai upaya antara lain melalui
pengembangan kebijakan syariah yang kompetitif bagi
setiap instrumen keuangan syariah, pendalaman pasar
Sukuk, perumusan regulasi yang kondusif didukung dengan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi
dengan jumlah yang memadai.
xix
halaman ini sengaja dikosongkan
Download