Analisis Produksi dan Keuntungan Usaha Tambak Bandeng di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari kurang lebih
17.508 pulau besar dan kecil dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang
didalamnya terdapat sekitar 4,29 juta ha hutan mangrove. Setelah
diundangkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI), maka luas perairan Indonesia diperkirakan
mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,8 juta km2 perairan nusantara, 0,3
juta km2 perairan laut teritorial dan 2,7 juta km2 perairan ZEEI. Tanggal 16
Nopember 1994 konvensi tentang hukum laut yang dikenal dengan nama
UNCLOS (United Nation Conventation on the Law of the Sea) diberlakukan,
berarti perairan ZEEI bertambah sekitar 3 juta km2, sehingga luas perairan
Indonesia secara keseluruhan menjadi sekitar 8,8 juta km2. Luasnya perairan
Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki
sumberdaya perikanan yang sangat potensial.
Sektor perikanan Indonesia mempunyai prospek untuk dikembangkan
menjadi suatu kegiatan ekonomi yang tangguh, strategis, dan berkelanjutan.
Hal ini terbukti dengan kehandalan sektor ini dalam memberikan respon atau
peluang terhadap tekanan ekonomi dan lapangan kerja selama masa krisis
moneter. Sektor perikanan di Indonesia telah memberikan lapangan pekerjaan
1
2
kepada lebih dari 4 juta nelayan dan petani ikan, proporsi ini hampir
mencakup 5% dari total angkatan kerja yang ada. Sekitar 46 % dari porsi
tersebut bekerja untuk budidaya (aquaculture), 42% berpartisipasi di
perikanan laut dan 12% nya untuk perikanan darat. Lebih lanjut dikatakan
bahwa sekitar 2 juta keluarga bergantung pada sumberdaya pantai sebagai
sandaran hidupnya (Indah Susilowati, 2002:215).
Bersamaan dengan adanya perubahan perilaku dan gaya hidup
masyarakat menuju milenium baru menjadikan produk perikanan sebagai
produk pilihan makan yang sehat bagi masyarakat modern. Adanya
pergeseran anggapan bahwa ikan merupakan makanan yang mempunyai
kandungan protein hewani yang tinggi dengan kadar lemak dan kolesterol
yang rendah memberikan peluang strategis bagi produk-produk perikanan.
Dewasa ini telah terjadi pergeseran dari red-meat (daging-dagingan) ke arah
white-meat (ikan dan sejenisnya) yang didahului oleh Jepang, kemudian
negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat. Ikan
menjadi salah satu komoditi strategis dunia sehingga prospek permintaan di
masa mendatang diprediksikan akan meningkat tajam. Hal ini perlu
diantisipasi dengan menyeimbangkan sisi penawarannya sesuai dengan
permintaan pasarnya.
Data FAO menunjukkan bahwa pasokan ikan dari penangkapan di laut
diperkirakan sudah tidak dapat ditingkatkan lagi karena pemanfaatan
sumberdaya ini di sejumlah negara dan perairan internasional dilaporkan telah
berlebihan. Sementara ini, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat
3
memungkinkan menjadi salah satu pemasok utama hasil perikanan dunia.
Potensi ini meliputi sumberdaya ikan di laut yang pemanfaatannya belum
mencapai tingkat optimum dan ketersediaan lahan yang luas untuk
pembudidayaan ikan, serta iklim yang mendukung pertumbuhan ikan yang
dibudidayakan secara optimal dan dapat dilakukan sepanjang tahun. Program
budidaya perikanan ini akan menjadikan kita lebih mudah untuk mengkontrol
jenis ikan yang akan diternakkan. Saat ini, baru sekitar 300.000 hektar
(37,5) lahan yang dikembangkan dari 800.000 hektar potensi lahan yang
ada. Sisanya, sekitar 62,5 lahan pertambakan belum diberdayakan dan ini
merupakan pangsa untuk investasi yang menarik (Indah Susilowati, 2002:
212).
Dunia perikanan Indonesia mengenal tiga macam budidaya perairan,
yaitu budidaya air tawar, budidaya air payau, dan budidaya air laut. Budidaya
air tawar telah berkembang sejak jaman Sriwijaya dan Majapahit, sedangkan
budidaya air payau mulai dikenal sejak jaman penjajahan Belanda. Budidaya
air laut (marineculture) baru mulai berkembang di tahun 1980-an, sehingga
masih tergolong baru.
Salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan
adalah ikan bandeng (Chanos chanos Forskal). Selain karena mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (suhu, ph, kekeruhan air) dan
tahan terhadap serangan penyakit, ikan bandeng juga memiliki nilai ekonomis
yang relatif murah dan nilai gizinya yang tinggi (M. Ghufron, 2000:3).
4
Ikan bandeng sebagai komoditas hasil tambak tidak hanya dikonsumsi
dalam negeri, tetapi juga diekspor untuk memenuhi permintaan negara lain.
Ikan bandeng dinilai sebagai sumber protein hewani yang kurang mempunyai
resiko kolesterol, ikan bandeng juga sebagai sumber lemak, mineral dan
vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kesehatan.
Dewasa ini, kecenderungan masyarakat mengkonsumsi ikan tidak
dapat dipisahkan dari makin majunya cara berpikir masyarakat. Selain ikan
segar, masyarakat juga meminati produk-produk seafood yang siap dimakan
ataupun produk-produk setengah jadi. Gambaran ini tentu sangat mendukung
usaha pengolahan ikan hasil tambak, seperti ikan bandeng segar yang dapat
dilanjutkan untuk diolah menjadi ikan kering tanpa rasa asin karena bergaram
rendah dengan proses asam laktat. Rasa asam laktat yang masih tersisa akan
hilang setelah pencucian. Bahkan, proses pengolahan bandeng masih dapat
dilanjutkan menjadi bandeng asap ataupun bandeng presto duri lunak.
Selain jenis-jenis produk seafood yang memiliki prospek cerah
tersebut, penyajian produk-produk yang sesuai dengan perilaku konsumen
akan sangat menentukan kelancaran pasar. Oleh karena itu, beberapa hal yang
perlu dilakukan untuk dapat menerobos selera konsumen antara lain adalah
dengan menerapkan teknologi, baik teknologi produksi maupun teknologi
pasca panennya.
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan laut yang sangat
populer diusahakan. Jika dievaluasi sejak diberlakukan Progam Intam
(Intensifikasi Tambak) tahun 1984, harga udang lebih menarik dibandingkan
5
harga ikan bandeng maka para petani tambak lebih tergiur pada budi daya
udang tanpa mengadopsi teknologi yang berkaitan dengan faktor teknis.
Sementara petani tambak hanya berorientasi pada bayangan keuntungan
harga udang yang lebih menjanjikan, sehingga tidak jarang ada petani tambak
yang gagal dalam membudidayakan udang. Kenyataan ini telah disadari
karena memang ada perbedaan yang sangat mencolok antara budidaya
bandeng dan udang. Budi daya bandeng lebih aman ditinjau dari resiko
kegagalan panen maupun resiko fluktuatif harga pemasaran dibandingkan
dengan budi daya udang. Pengalaman diatas tidak berarti budi daya bandeng
lebih baik daripada budi daya udang. Namun, jika ditinjau dari prospeknya,
budidaya bandeng juga dapat diusahakan menjadi lapangan usaha yang
menguntungkan jika dikelola dengan sistem yang lebih intensif (Bambang
Agus, 2002:10).
Kabupaten Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah
yang memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan. Ini ditunjukkan
dengan adanya peningkatan nilai produksi perikanan secara keseluruhan dari
tahun ke tahun, baik perikanan laut, budidaya, maupun perairan umum. Salah
satu usaha budidaya yang ada di Kabupaten Cilacap adalah budidaya tambak
bandeng. Budidaya ini banyak dilakukan di beberapa daerah di Kabupaten
Cilacap yang memiliki daerah pantai. Luas daerah produksi di Kabupaten
Cilacap mencapai 821,78 hektar dengan produksi 454.791 ton. Total nilai
produksi pada tahun 2003 mencapai Rp 3.002.298.000,-, meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 2.648.349.000,-.
6
Besarnya potensi ini menyebabkan penulis tertarik untuk mengetahui
keterkaitan antara faktor produksi yang digunakan terhadap produksi dan
harga faktor produksi terhadap keuntungan yang diperoleh dan bagaimana
skala usahanya. Berdasar informasi yang didapat tersebut diharapkan dapat
diperkirakan langkah-langkah yang dapat meningkatkan tingkat produksi dan
keuntungan petani. Berdasar hal tersebut penulis mengambil judul “ Analisis
Produksi dan Keuntungan Usaha Tambak Bandeng di Kabupaten Cilacap”.
B. Perumusan Masalah
Berdasar kupasan pada latar belakang masalah di atas maka dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Seberapa besar pengaruh variabel tenaga kerja, luas lahan tambak, benih,
pakan tambahan, pupuk, dan pestisida terhadap hasil produksi usaha
tambak bandeng di Kabupaten Cilacap?
2. Bagaimana skala hasil usaha tambak bandeng di Kabupaten Cilacap?
3. Seberapa besar pengaruh variabel upah, luas lahan, harga benih, harga
pakan tambahan, harga pupuk, dan harga pestisida terhadap keuntungan
petani tambak bandeng di Kabupaten Cilacap?
7
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel tenaga kerja, luas lahan tambak,
benih, pakan tambahan, pupuk, dan pestisida terhadap hasil produksi usaha
tambak bandeng di Kabupaten Cilacap.
2. Untuk mengetahui skala hasil usaha pada usaha tambak bandeng di
Kabupaten Cilacap.
3. Untuk mengetahui pengaruh variabel upah, luas lahan, harga benih, harga
pakan tambahan, harga pupuk, dan harga pestisida terhadap keuntungan
yang diterima petani bandeng di Kabupaten Cilacap.
D. Kegunaan Penelitian
1. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam
rangka penyusunan kebijakan pembangunan dalam bidang perikanan.
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan kepada petani
tambak mengenai pengkombinasian faktor-faktor produksi yang tepat agar
tercapai keuntungan yang maksimum.
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti-peneliti
selanjutnya.
Download