Pengaruh Pemberian Minyak Nabati dan Minyak Ikan - E

advertisement
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Pengaruh Pemberian Minyak Nabati dan Minyak Ikan dalam Pakan
Komersial Terhadap Pertumbuhan Calon Induk Ikan Bandeng di Tambak
Irwan Setyadi, Agus Prijono dan Ketut Suwirya
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol
Email: [email protected]
Abstract
Irwan Setyadi, Agus Prijono dan Ketut Suwirya. 2013. The Effect of Vegetable Oil and Fish Oil
Addition on Growth of Milkfish Broodstock Candidate in Pond. Konferensi Akuakultur Indonesia
2013. Milkfish, Chanos chanos is one of economically important fish whose population is almost scattered in
the waters of Indonesia. The study was conducted in Pejarakan ponds, Pejarakan village , Buleleng regency,
Bali. Pond size used ± 14,200 m2 separated net into 4 plots; each plots ± 2350 m2. Weight of the fish used
± 806 g. Stocking density 165 ind./plot. The feeding treatment A = commercial pellet + vegetable oils;
Treatment B = commercial pellet + fish oil. The feeding of fish during maintenance broodstock with
frequency of 3 times/day as much as 3% / day. The result of observation that the activity of observed growth
of broodstock milkfish, Chanos chanos in ponds by treatment A produces: body length: 52.36 ± 0.19 cm;
weight: 1595.32 ± 52.36 (g); B = body length: 53.27 ± 0.11 (cm), body weight: 1709.4 ± 246.27 (g). The data
result showed that treatment B of growth of length and weight are good when compared with treatment A;
later from the analysis of the fatty acid content of DHA treatment B has a content of 3.72% when compared
to treatment A is 2.86%. Research purposes to obtained data and information milkfish broodstock production
through of vegetable oils and fish oils addition in feed formulation.
Keyword: Chanos chanos; Fish oil; Milkfish; Vegetable oil
Abstrak
Ikan bandeng, Chanos chanos merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting yang
populasinya tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Penelitian dilakukan di tambak
Pejarakan, Desa Pejarakan, Kabupaten Buleleng, Bali. Ukuran petakan tambak yang digunakan
± 14.200 m2 disekat dengan waring menjadi 4 petak yang tiap petak berukuran ± 2350 m2. Berat
ikan yang digunakan ± 806 g. Padat tebar setiap petak 165 ekor. Perlakuan yang dilakukan pada
Petakan A=Pemberian pakan pelet komersial + minyak nabati komersial; Petakan
B=Pemberian pakan pelet komersial + minyak ikan. Pakan yang diberikan selama pemeliharaan
ikan sampai calon induk ikan dengan frekuensi pemberian 3 kali/hari, sebanyak 3%/hari. Dari hasil
pengamatan bahwa hasil pengamatan kegiatan pembesaran calon induk ikan bandeng, Chanos
chanos di tambak pada perlakuan A menghasilkan: panjang tubuh: 52,36 ± 0,19 cm; berat tubuh:
1595,32 ± 52,36 (g); B = panjang tubuh: 53,27 ± 0,11 (cm), berat: 1709,4 ± 246,27 (g). Dari data
tersebut diatas bahwasanya perlakuan B menunjukkan hasil pertumbuhan panjang maupun berat
yang baik jika dibandingkan dengan perlakuan A; kemudian dari hasil analisis asam lemak pada
perlakuan B kandungan DHA mempunyai kandungan 3,72% jika dibandingkan perlakuan A yaitu
2,86%. Tujuan penelitian untuk mendapatkan data pertumbuhan calon induk bandeng melalui
pemberian minyak nabati dan minyak ikan dalam pakan buatan komersial (pelet).
Kata kunci: Chanos chanos; Minyak Ikan; Bandeng; Minyak Nabati
Pendahuluan
Ikan bandeng, Chanos chanos merupakan salah satu komoditas perikanan yang disukai oleh
masyarakat, karena daging bandeng mempunyai rasa yang lezat dengan harga yang cukup
terjangkau dan banyak dipelihara di tambak serta kerapkali digunakan untuk umpan pancing ikan
Cakalang dan ikan Tuna yang kemudian saat ini menjadi kebutuhan konsumsi masyarakat kian
meningkat dan persyaratan hidupya tidak menuntut kriteria kelayakan tertentu mengingat bandeng
toleran terhadap perubahan mutu lingkungan serta tahan terhadap serangan penyakit (Kordi 2001).
284
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Dalam usaha persiapan induk ikan bandeng, sebagai tahap awal adalah pembesaran calon
induk bandeng di tambak, sehingga perlu dilakukan secara budidaya masal di tambak, sehingga
keperluan induk dapat dipenuhi secara terus menerus dalam produksi telur yang
berkesinambungan.
Dalam budidaya ikan bandeng di tambak tradisional dengan padat tebar rndah, biasanya
hanya makan pakan alami. Namun bila padat tebar ditingkatkan maka pakan harus ada tambahan
berupa pakan buatan. Pakan buatan bisa terbuat dari bahan nabati maupun hewani. Dengan formula
tertentu menghasilkan pakan yang mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan budidaya,
seperti pelet. Kemudian salah satu parameter yang mendukung proses produksi calon induk ikan
bandeng yaitu pakan. Pakan berfungsi sebagai salah satu sarana pokok yang dibutuhkan disamping
benih meskipun biaya produksinya cukup tinggi (Ismail et al., 2005); kemudian jumlah pakan yang
diberikan terhadap pertumbuhan calon induk bandeng, memegang peranan penting dalam
effektifitas penggunaan pakan kaitannya dengan pertumbuhan biomas. Menurut Djarijah (1995)
bahwa semakin bertambahnya ukuran dan umur ikan, maka prosentase jumlah pakan yang
dibutuhkan semakin berkurang, sehingga informasi mengenai hasil pertumbuhan calon induk ikan
bandeng diperlukan; gunanya untuk mengetahui tingkat perkembangan calon induk ikan bandeng
yang dipelihara di tambak. Kemudian menurut Nugroho et al. (2002) bahwa pakan buatan
mempunyai keunggulan, diantaranya ketersediaanya lebih terjamin dari segi jumlah dan mutu, serta
spesifikasinya dapat dibuat sesuai kebutuhan akan nutrien tiap spesies dan stadia ikan serta
pemberian pakan pelet lebih mudah (Akbar et al., 1997). Kebutuhan nutrien (lemak) dalam pakan
untuk pembesaran sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan berkualitas, dapat di produksi,
dengan pemberian nutrisi yang lengkap, pertumbuhannya normal dan tidak cacat. Salah satu cara
yang dapat dilakukan dengan memaksimalkan penggunaan lemak pakan sebagai sumber energi
yang relatif lebih murah. Menurut (Ismail et al., 2005) bahwa sumber lemak nabati yang sering
digunakan sumber asam lemak adalah minyak jagung, minyak kedelai, minyak biji kapas, minyak
bunga matahari, minyak zaitun dan minyak kelapa. Sementara lemak yang bersumber dari bahan
hewani yang sering digunakan di antaranya adalah minyak ikan cod, hearing, menhaden, tuna, hiu,
lemuru dan cumi. Menurut Sunaryanto (2001) bahwa sumber lemak yang digunakan dalam pakan
sangat mempengaruhi pertumbuhan karena memiliki komposisi asam lemak yang berbeda. Minyak
ikan banyak mengandung asam lemak dari kelompok n-3 HUFA dan minyak kedelai mengandung
asam lemak dari keluarga lenoleat (n-6). Kedua kelompok asam lemak tersebut merupakan asam
esensial bagi beberapa jenis ikan. Kemudian hasil penelitian ini sebagai informasi untuk
mendukung usaha pembesaran calon induk ikan bandeng di tambak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data pertumbuhan calon induk bandeng melalui
pemberian minyak nabati dan minyak ikan dalam pakan buatan komersial (pelet).
Pada penelitian ini bisa bermanfaat bagi masyarakat dengan menghasilkan produksi calon
induk ikan bandeng diharapkan dapat menghasilkan induk yang berkualitas sehingga mempunyai
nilai jual dan kontribusi terhadap sektor lain yaitu menghasilkan teknologi produksi calon induk
ikan bandeng yang mudah diaplikasikan dan efisien pada masyarakat.
Materi dan Metode
Lahan tambak yang digunakan berukuran ± 14.200 m2 disekat dengan waring menjadi
4 petak yang tiap petak berukuran ± 2350 m2; kemudian air laut masuk ke lahan tambak hingga
50-75 cm. Kepadatan setiap petak 165 ekor. Perlakuan yang dilakukan pada petakan A= pelet+
pemberian minyak nabati (minyak kedelai pada pakan pelet komersial dengan perbandingan 1 L
untuk 30 kg/zak), berat ikan: 806,5±92,92 g. Petakan B= pelet + pemberian minyak ikan
(minyak ikan di campur dengan pakan pelet komersial dengan perbandingan 1 L untuk 30 kg/zak).
berat ikan: 806±101,38 g. Pakan tersebut kemudian dijemur supaya minyak dapat meresap kedalam
pori-pori pakan. Tiap perlakuan dilakukan 2 ulangan. Pakan yang diberikan hingga calon induk
ikan bandeng dengan frekuensi pemberian 3 kali jumlahnya 3% seiring dengan pertumbuhan ikan
bandeng di tambak. Pengamatan pertumbuhan dan kualitas air dilakukan setiap 1 bulan. Sedangkan
pengamatan prosentase kelangsungan hidup dilakukan pada akhir penelitian. Metoda penelitian
dilakukan secara diskriptif.
286
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengamatan kegiatan pembesaran calon induk ikan bandeng, Chanos-chanos di
tambak pada perlakuan A menghasilkan : panjang tubuh rata-rata: 52,36±0,19 cm; berat tubuh
rata-rata: 1595,32±52,36 (g); B=panjang tubuh rata-rata: 53,27±0,11 (cm), berat rata-rata:
1709,4±246,27 (g). Dari data tersebut diatas bahwasanya perlakuan B menunjukkan hasil keragaan
pertumbuhan panjang maupun berat yang baik jika dibandingkan dengan perlakuan A kemudian
dari hasil analisis asam lemak pada perlakuan B kandungan DHA mempunyai kandungan 3,72%
jika dibandingkan perlakuan A yaitu 2,86% ( Tab.2.)
Kemudian dari hasil pengamatan histologi gonad dari calon induk bandeng dengan
pemberian pakan pelet + minyak ikan lemuru, pada berat: pada perlakuan B telah mulai terlihat
adanya perkembangan awal gonad dari Calon induk ikan bandeng dari tambak. (Gambar.1)
Gambar. 1. Pengamatan perkembangan awal gonad calon induk bandeng.
Dalam mendukung keberhasilan pembesaran calon induk ikan bandeng di tambak perlu
penelitian yang mendasar antara lain mengenai pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan yang
dipengaruhi oleh salinitas (kadar garam), oksigen terlarut, padat tebar, amoniak, dan pH (Lamidi et
al., 1994).
Kemudian salah satu komponen yang menentukan keberhasilan produksi dalam budidaya
adalah pakan, yang berpengaruh secara menyeluruh terhadap pertumbuhan ikan karena pakan
berfungsi sebagai pemasok untuk memacu pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya (Kordi. 2001).
Ketersediaan pakan baik itu pakan alami maupun buatan akan mempengaruhi kelangsungan
produksi secara berkesinambungan.
Gambar. 2. Grafik pertumbuhan panjang tubuh calon induk ikan bandeng, Chanos chanos.
288
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Gambar. 3. Grafik pertumbuhan berat tubuh calon induk ikan bandeng, Chanos chanos.
Dalam pertumbuhan calon induk ikan bandeng di tambak, kualitas pakan buatan perlu
mendapat perhatian untuk mengantisipasi infeksi malnutrisi, meningkatkan pertumbuhan, juga
diperlukan untuk mengganti, menambah atau melengkapi nutrisi pakan alami pada saat diperlukan
oleh ikan serta tersedia setiap saat, nilai gizinyapun dapat diukur sesuai dengan kebutuhan ikan;
lebih mudah disimpan (Weatherley. 1972), sehingga diharapkan adanya peningkatan kualitas
produksi. Untuk keperluan tersebut diperlukan bahan berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin
dan mineral ( Suwirya et al., 2005). Dalam pemeliharaan ikan, dosis pakan merupakan salah satu
elemen yang penting karena 60% dari biaya produksi digunakan hanya untuk penyediaan pakan
(Kohno dan Nose. 1971). Menurut Huet (1971) bahwasanya untuk ikan berukuran 100-300 g atau
setelah ikan berumur 3-4 bulan maka diberikan pakan 2-3% dari biomassa/hari; waktu pemberian
pakan 2-3 kali per hari, juga kemampuan daya cerna pada usus ikan diperhitungkan mengingat
cukup terbatas sebagai pencerna makanan dalam jumlah yang relative kecil dan waktu yang
relative tidak lama untuk itu supaya usus terus dalam kondisi terisi disarankan frekuensi pemberian
pakan buatan dilakukan secara optimal. Namun demikian kapasitas lambung juga turut menentukan
banyak sedikitnya jumlah pakan yang dikonsumsi (Kabanga et al., 2004). Menurut (Priyadi dan
Chumaidi., 2005) bahwa pakan yang dikonsumsi oleh ikan jumlahnya akan berbeda, menurut
ukuran mulut dan jenis ikan sehingga ketersediaan pakan yang seimbang dalam segi ukuran, mutu
dan jenis pakan pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Ukuran mulut dan
kemampuan membuka mulut menentukan ukuran pakan yang dapat dimakan pada setiap jenis
ikan.(Pescod, 1975). Sedangkan ukuran makanan yang diberikan bergantung pada berat individu
organisma dan secara umum harus dapat ditelan (ini sangat ditentukan oleh ukuran mulut), partikel
makanan yang terlalu besar tidak dapat dicerna sedangkan yang terlalu kecil mengakibatkan
aktivitasnya lebih banyak sehingga hanya sedikit energi yang tersedia dari makanan saja yang
digunakan untuk pertumbuhan. (Zonneveld et al., 1991). Selain itu kelangsungan hidup ikan
bandeng juga didukung oleh kualitas air media pemeliharaan yang dibutuhkan oleh ikan bandeng.
Untuk itu diperlukan analisis kualitas air yaitu fisika dan kimia air yang dapat mendukung
kehidupan ikan. Sifat kimia fisika air tersebut antara lain suhu, oksigen terlarut, derajat keasaman
(pH), salinitas, amoniak dan nitrat. Hasil pengamatan kualitas air yang dihasilkan tersaji pada Tabel. 4.
Tabel.1. Berat akhir, pertumbuhan, konversi pakan dan kelulusanhidupan calon induk ikan bandeng, Chanos
chanos selama penelitian.
Parameter
Pelet + minyak kedelai
Berat akhir tubuh (kg/ind)
Pertambahan Berat (kg/ind)
Pertumbuhan Berat (kg/ind)/
Pertambahan Berat (kg/ind)
Laju pertumbuhan berat harian/
Laju Pertumbuhan Harian (%/day)
Konversi pakan/Feed convertion
Kelulushidupan (%)
Sumber lemak
Pelet + minyak lemuru
1595,32 ± 52,36 (g)
1709,4 ± 246,27 (g).
0,79 ± 0,03
0,90 ± 0,05
0,44 ± 0,007
0,45 ± 0,014
0,087 ± 0,98
83,33 ± 2,14
2,26 ± 0,21
86,66 ± 1,71
288
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Tabel 2. Komposisi nutrisi pakan penelitian (%, kering udara).
No
Sumber lemak (lipid
sources)
1.
2.
Pelet + minyak kedelai
Pelet + minyak lemuru
Air
rerata(%)
Abu rerata(%)
4,14
4,57
9,29
9,41
Hasil analisis
Lemak
rerata (%)
7,37
6,90
Protein
Rerata (%)
35,01
34,48
Tabel 3. Komposisi asam lemak pakan percobaan (%).
Jenis asam lemak
Asam Kaprilat (C8:0)
Asam Kaprat (C10:0)
Asam Laurat (C12:0)
Asam Miristat(C14:0)
Asam Palmitat(C16:0)
Asam palmitoleat(C16:1)
Asam Stearat(C18:1)
Asam Oleat(C18:1)
Asam Linoleat(C18:2)
Asam Linolenat(C18:3)
Asam Arakhidat(C20:0)
EPA
DHA
A. Pelet+minyak kedelai (%)
0,10
0,09
0,79
1,94
21,05
2,22
5,83
26,01
27,98
2,80
1,08
1,95
2,86
Sumber lemak
B. Pelet+minyak ikan (lemuru) (%)
0,47
0,13
1,08
4,08
25,47
3,80
5,85
24,73
19,39
1,95
1,07
3,09
3,72
Tabel 4. Hasil pengamatan kualitas air di tambak pertumbuhan calon induk selama penelitian.
Parameter
Petak F1 - F2
Petak E1 - E2
(minyak nabati)
(minyak ikan lemuru)
Suhu
28,8 - 29,4
28,5 - 28,9
Salinitas (ppt)
61 - 63
60 – 63
pH
8,65 - 8,68
8,60 - 8,62
Oksigen terlarut (mg/L)
7,03 - 7,10
6,01 - 6,15
Amoniak (mg/L)
0,0269-0,0275
0,0220-0,0235
Pada pemantauan mutu air selama penelitian masih dalam kisaran yang layak untuk
mendukung kehidupan ikan bandeng. Menurut Kordi (2001) bahwa ikan relatif lebih lahap makan
pada pagi dan sore hari sewaktu suhu air berkisar antara 27–28oC. Untuk nilai oksigen yang terlarut
dalam air untuk menunjang kehidupan organisma di dalam air yaitu minimal 2 mg/L jika oksigen
terlarut dalam air menurun, berakibat pergerakan ikan jadi lambat dan tidak lincah serta hampir
semua ikan bergerak ke permukaan air. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tersebut biasanya
diusahakan dengan melakukan pergantian air yang seimbang sehingga kondisi kualitas air stabil.
Kemudian untuk nilai amoniak cenderung menurun dengan adanya pergantian air sehingga
bahan-bahan organiknya terurai dan tidak berbahaya untuk kelangsungan hidup ikan jika nilainya
tidak melebihi dari 1 mg/L (Nugroho et al., 2004), kemudian ikan bandeng masih bisa beradaptasi
pada salinitas 0–60 ppt ( Arsyat dan Samsi, 1990), pH yang sesuai untuk pertumbuhan ikan adalah
6,5-9,5 (Boyd, E.C. 1982). Jadi mutu air dalam kegiatan penelitian tersebut masih berada dalam
batasan yang layak untuk pertumbuhan calon induk ikan bandeng.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa : Perlakuan A menghasilkan : panjang tubuh =
52,36 ± 0,19 cm, berat tubuh = 1595,32 ± 52,36 (g); B = panjang tubuh : 53,27 ± 0,11 (cm), berat
1709,4 ± 246,27 (g); sehingga perlakuan B merupakan yang baik dalam keragaan pertumbuhan
panjang dan berat tubuh calon induk ikan bandeng.
Dari perlakuan B ternyata menunjukkan lebih awal perkembangan gonad dari calon induk
ikan bandeng daripada perlakuan A.
289
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Saran
Pada kegiatan produksi calon induk ikan bandeng, Chanos chanos ini diharapkan bisa
berlanjut hingga mencapai ukuran induk ikan bandeng sekitar 4-5 kg untuk memenuhi kebutuhan
induk bandeng alam dalam pengembangan panti benih ikan bandeng (hatchery) di masyarakat.
Ucapan Terima kasih
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi
yang telah memberi dana penelitian ini dalam program Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional
(SiNas) yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2012.
Daftar Pustaka
Akbar, S., Istikomah dan Panudiasmanu. 1997. Penerapan Pakan Formula untuk pendederan Ikan Kakap
Putih (Lates calcarifer). Laporan Tahunan Balai Budidaya Laut Tahun Anggaran 1996/1997.
Departemen Pertanian Dalam Yudha S dan T. Hermawan. 2005. Pengaruh jenis pakan terhadap
tingkat abnormalitas dan Kelulushidupan benih kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan
dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. 2005.
Arsyat dan Samsi. 1990. Budidaya ikan bandeng, Chanos chanos. INFIS manual Seri No. 11. Direktorat
Jenderal Perikanan. 56 hal. Dalam Asmin Ismail, Manadiyanto dan Sindu Hermawan. 2005.
Kajian usaha Bandeng umpan dan bandeng konsumsi pada tambak di Kamal. Jakarta Utara
Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Bali. 6-7 Agustus 1998. Hlm : 192 -193.
Boyd, E.C. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elseiver Scientific Publishing Company.
Auburn University. Auburn. Alabama. 318 pp.
Djarijah, A.S. 1995. Pakan ikan alami. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 87 hlm.
Huet. M. 1971. Texbook of Fish Culture and Cultivation of Fish. Fishing New Book Ltd. England. 436 p.
Ismail, Manadiyanto dan Sindu Hermawan. 2005. Kajian usaha bandeng umpan dan bandeng konsumsi
pada tambak di Kamal. Jakarta Utara Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Bali. 6-7
Agustus 1998. Hal : 192-193.
Kabanga, N., N.N. Palinggi, A. Laining dan D.S. Pongsapan. 2004. Pengaruh sumber lemak pakan yang
berbeda terhadap pertumbuhan, retensi serta koefisien kecernaan nutrien pakan pada ikan kerapu
bebek, Crommileptes altivelis. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 2004. Edisi Akuakultur.
Volume 10, No. 5. Tahun 2004.
Kohno. H and Nose. 1971. Relationship between the amount of taken and growth in fish. Frequency of
feeding for maximum daily ration. Bull. Jap. Soc. Sci. Fish 3 : 169.
Kordi, K. G.M.H. 2001. Usaha Pembesaran Ikan Kerapu di Tambak. Penerbit Kanisius. ISBN : 979-672797-8. Hlm : 1 – 115.
Lamidi., Asmanelli dan Z. Syafara. 1994. “Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan lemak, Cheilinus
undulatus dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda”. J. Penelitian Budidaya Pantai,
10(5): 81-87.
Mayunar, S. Redjeki dan S. Murtiningsih. 1991. Pemeliharaan larva kerapu macan, Epinephelus
fuscoguttatus, dengan berbagai frekuensi pemberian ransum rotifer. Dalam Wardoyo, K.M.
Setiawati dan T. Setiadharma. 2005. Pengaruh Peningkatan Frekuensi Pemberian Pakan Buatan
terhadap aktivitas kanibal, pertumbuhan dan kelulusanhidupan larva kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus). Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN
979-8186-97-4. Hlm : 159-164.
Nugroho, H., Sudjiharno dan Anindiastuti. 2002. Penggunaan pakan buatan dalam produksi Massal Benih
Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Bulletin Budidaya Laut No. 14. Tahun 2002. Balai
Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan. Halaman. 175. Dalam Yudha S dan T.
Hermawan. 2005. Pengaruh jenis pakan terhadap tingkat abnormalitas dan Kelulushidupan benih
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Prosiding Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gajah
Mada. 2005.
Pescod, M.B. 1973. Investigation of rational effluent and stream standart of tropical countries. ATT
Bangkok. 59 p.
291
Konferensi Akuakultur Indonesia 2013
Priyadi. A. dan Chumaidi. 2005. “Pengaruh pemberian pakan alami yang berbeda terhadap biomassa dan
nisbah konversi pakan ikan Tilan merah, Mastacembellus erythrotaenia Bleeker”. Buku Perikanan
Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. ISBN: 979-8186-97- 4. Hlm : 89 – 94.
Sunaryanto, A. Sulistyo, I. Chaidir dan Sudjiharno. 2001. Pengembangan teknologi budidaya kerapu :
Permasalahan dan kebijaksanaan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis
Kerapu. Peningkatan daya saing agribisnis Kerapu yang berkelanjutan melalui penerapan IPTEK
Jakarta, 28-29 Agustus 2001. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian, BPPT
Jakarta, 2001 Hlm : 1-15.
Suwirya, K., M. Marzuqi., A. Prijono dan N.A. Giri. 2005. Pengaruh substitusi minyak ikan dengan
Minyak Kedelai dalam lemak pakan terhadap pertumbuhan benih kerapu lumpur, Epinephelus
coioides. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 11 (5) : 63-68
Suwirya, K. 1994. Kecernaan beberapa sumber lemak pakan pada udang windu, Penaeus monodon. Balai
Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Maros. J. Penelitian Budidaya Pantai, 10 (1) : 43–48.
Weatherley, A.H. 1972. Fish and invertebrate culture. Water management in closed system. Wiley
interscience. New York. 145 p. Dalam Susanto. B, I. Setyadi dan G.S. Sumiarsa. 2005.
Pertumbuhan crablet Rajungan Portunus pelagicus turunan 1 (F-1) dengan jenis pakan berbeda.
Buku Perikanan Budidaya Berkelanjutan. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Hlm : 187–196. ISBN
: 979-8186-97- 4.
Zonneveld, N., E.A. Huisman dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Pustaka Utama.
Gramedia. Jakarta. Hlm : 308 – 318.
292
Download