abstrak

advertisement
PENGHIJAUAN SEBAGAI PEREDUKSI CO2 DI PERUMAHAN
Studi Kasus Bandung - Cirebon
Oleh:
Tim Kerja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman
Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pekerjaan Umum
2005
ABSTRAK
Fungsi penghijauan di perumahan selain memiliki nilai estetis juga dapat ditekankan sebagai
penyerap CO2, penghasil oksigen, penyerap polutan dan peredam kebisingan. Potensi
berkembangnya areal vegetasi di suatu kawasan secara fisik dipengaruhi kondisi topografis
dan parameter iklim lokal, dimana daerah bervegetasi menciptakan suhu lebih rendah dari
pada daerah yang tidak ditumbuhi oleh tanaman. Penghijauan di rumah perumnas Sarijadi
yang berlokasi pada dataran tinggi, mempunyai suhu sekitar 29 °C dan kelembaban 52,65 %.
Sementara di Perumahan GSP mempunyai areal yang kurang bervegetasi dengan suhu
sekitar 29-37°C dan kelembaban 45 %, yang dipengaruhi pula oleh letak geografis Kota
Cirebon yang berada di tepi laut. Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa perumahan di
Kota Bandung dan Cirebon, secara umum ditemukan bahwa luas lahan penghijauan di
perumahan Kota Bandung sebesar 2,24 – 2,62 m2/penduduk, sedangkan di Cirebon sebesar
1,02 – 2,09 m2/orang (tabel 1). Luas lahan penghijauan di Perumnas Sarijadi, Antapani dan
Perumnas Burung masih memenuhi kriteria luas lahan hutan kota yang di tetapkan yaitu
sekitar 1,5-1,9 m2/orang.
Klasifikasi tanaman di perumahan Kota Bandung dan Kota Cirebon dikelompokkan
berdasarkan tanaman perdu, tanaman hias, tanaman keras dan rumput. Kontribusi
kelompok tanaman tersebut dalam penyerapan CO2 serta polutan di udara tergantung
banyak faktor seperti jenis tanaman, kerimbunan, dan ketinggian tanaman, jumlah emisi
karbon, suhu, kecepatan angin, kepadatan dan ketinggian bangunan.
Kata Kunci : vegetasi, CO2, topografis, iklim lokal
1
Pendahuluan
Kondisi pembangunan perumahan di perkotaan yang sangat pesat cenderung untuk tidak
mempertimbangkan faktor konservasi lingkungan dengan meminimalkan ruang terbuka hijau.
Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem perkotaan dengan
meningkatnya suhu udara di perkotaan, serta pencemaran udara. Sumber pencemaran
udara di kota besar Indonesia terutama disebabkan kegiatan transportasi, permukiman,
persampahan dan industri.
Karbon dioksida (CO2) merupakan gas utama penyebab pemanasan global, yang akan
berakibat pada perubahan iklim yang menyebabkan banjir dan kekeringan, perubahan
ekosistem hutan dan daratan, dan kemudian berpengaruh pada kesehatan manusia. Tahun
1994, 83% peningkatan radiasi gas rumah kaca disebabkan oleh CO2, 15 % CH4 dan
sisanya N2O dan CO (Ministry of Environment, 2001). Jumlah emisi CO2 terbesar di
Indonesia disebabkan oleh deforestasi dan konversi lahan (74%), diikuti konsumsi energi
(23%) dan proses industri (3%). Untuk mengatasi masalah ini,upaya yang dilakukan
diantaranya adalah mengurangi konsumsi energi dan mencari energi alternatif yang lebih
bersih, pembangunan ruang terbuka hijau, pembangunan permukiman yang berkelanjutan,
dan sistem transportasi umum yang ramah lingkungan.
Tanaman mempunyai potensi dan fungsi ekologis menurunkan kadar CO2 pada saat
melakukan aktivitas fotosintesis dengan mengubah CO2 dan air menjadi karbohidrat dan
oksigen. Gas gas diudara akan didifusikan kedalam daun melalui stomata (mulut daun) pada
1
proses fotosintesa atau terdeposisi oleh air hujan kemudian didifusikan oleh akar tanaman.
Setiap tumbuhan mempunyai karakteristik yang berbeda dalam mengabsorpsi gas - gas
tertentu di udara, sehingga dapat merupakan penyangga yang baik terhadap pencemaran
udara.
Fungsi penghijauan di perumahan ditekankan sebagai penyerap CO2, penghasil oksigen,
penyerap polutan (logam berat, debu, belerang), peredam kebisingan, penahan angin dan
peningkatan keindahan (PP RI no.63/2002), dengan karakteristik : pohon-pohon dengan
perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur serta pohon-pohon
penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis. Adapun faktor faktor yang berpengaruh
terhadap potensi reduksi zat pencemar dan umur tanaman (Kaule, 2000) adalah jenis
tanaman, kerimbunan dan ketinggian tanaman, jumlah emisi karbon, suhu, kecepatan angin,
kepadatan dan ketinggian bangunan. Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah
pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis
tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang.
Tanaman berdaun banyak akan lebih efektif menyerap polutan diudara dibandingkan
tumbuhan berdaun jarang. Sedangkan daun tanpa lapisan lilin, berbulu atau berduripun akan
lebih mudah menyerap gas gas diudara.
2
Kualitas Udara di Lokasi Penelitian
Pengendalian pencemaran udara ambien dengan memanfaatkan ruang terbuka hijau di
perumahan atau kawasan baik dengan penanaman tanaman secara alamiah maupun
budidaya dapat membantu penyerapan gas gas di udara. Ruang terbuka hijau sangat penting
terutama di kedua lokasi penelitian karena wilayahnya sangat terbuka akan pencemaran
akibat tingginya aktivitas manusia dan volume transportasi, terutama untuk perumnas
Burung-Cirebon. Pengukuran kualitas udara yang dilakukan menunjukkan konsentrasi gas
CO yang cukup tinggi yang berasal dari kegiatan transportasi sementara nilai konsentrasi
NOx masih memenuhi bakumutu. Berdasarkan perhitungan Indeks Standar Pencemaran
Udara di lokasi pemantauan Jl Rajawali (tabel 2) termasuk lokasi dalam kategori tidak sehat
berdasarkan nilai ISPU untuk debu dan CO.
Parameter
Tabel 1. Kualitas Udara di lokasi Jl. Sarijadi
Tahun
Baku Mutu
Satuan
PP RI
2002
2003
no.4/99
Debu
g/m3
102,3
Pb
g/m3
0,167
SO2
ppm
0,024
0,0204
0,34
CO
ppm
2,278
1,178
9
NOx
ppm
0,0223
0,0163
0,21
O3
ppm
0,0604
0,0393
0,08
HC
ppm
1,043
0,7369
0,24
kebisingan
dBA
64,9
62,97
55
kendaraan
/jam
665
1766
85,45
150
2
Sumber : Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung, 2003
2
Bakumutu
ISPU
Tabel 2. Hasil Pengukuran Kualitas Udara Ambien di Jl. Rajawali
Debu
NOx
SO2
CO
NH3
H2S
Kebisingan
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(dBA)
(g/m3)
(g/m3) (ppm)
247,26
156,37
0,03
10,44
0.03
4,10
69
150
0,34
9
147
86
44
117
22
115
Kendaraan
/jam
2466
Sumber: Kantor pengelola Lingkungan hidup Kota Cirebon, 2004
3
Penghijauan di Perumahan
Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa perumahan di Kota Bandung dan Cirebon,
secara umum ditemukan bahwa luas lahan penghijauan di dua perumahan Kota Bandung
sebesar 2,24 – 2,62 m2/penduduk, sedangkan di Cirebon sebesar 1,02 – 2,09 m2/orang (tabel
4). Luas lahan penghijauan di Perumnas Sarijadi, Antapani dan Perumnas Burung masih
memenuhi kriteria luas lahan hutan kota yang ditetapkan yaitu sekitar 1,5 -1,9 m2/orang.
Sementara perumahan GSP Cirebon masih memerlukan tambahan ruang terbuka hijau.
Penghijauan di kawasan perumnas Sarijadi yang berlokasi pada dataran tinggi, mempunyai
suhu sekitar 29°C dan kelembaban 52,65 %. Sementara di Perumahan GSP mempunyai
areal yang kurang bervegetasi dengan suhu sekitar 29-37°C dan kelembaban 45 %. Di
samping itu Kota Cirebon mempunyai kelembaban udara cukup rendah disebabkan karena
letak geografis yang merupakan dataran rendah dan berada di tepi laut.
no
1
Lokasi
Bandung
Sarijadi
Antapani
Cirebon
Griya Suniaraji Permai
(GSP)
Perumnas Burung
2
Tabel 3. Luas RTH
Luas
Luas
Kawasan
RTH
Luas rumah
(ha)
(m2)
(m2)
Jumlah
penduduk
80
23
2000
5000
84 - 112
82,5 - 136
384
403
12,67
182,5
60 - 120
203
18,76
1015
60 -140
370
Sumber: hasil perhitungan
Tabel 4. Prosentase Lahan Hijau
No
Lokasi
1
Bandung
Sarijadi
Antapani
Cirebon
Griya Suniaraji Permai
Perumnas Burung
2
Luas Lahan Hijau
m2/orang
Kawasan
Rumah
2,62
2,24
2,46
1,66
1,08
2,09
1,02
1,84
Lahan Hijau (%)
0–5
5 – 10
10 - 20
36,08
44,30
25,77
35,08
35,05
20,62
3,09
0
55,70
60,67
18,99
22,47
20,25
14,60
5,06
2,25
> 20
Sumber: hasil perhitungan
3
Potensi berkembangnya areal hijau di suatu kawasan dipengaruhi kondisi topografis dan
parameter iklim lokal, dimana suhu udara pada daerah bervegetasi akan lebih rendah dan
kelembaban lebih tinggi disekitarnya dibanding lahan yang didominasi oleh tembok dan jalan
aspal. Hal ini dikarenakan bekerjanya proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen,
walaupun sebagian dari oksigen yang dihasilkan dibutuhkan untuk mengubah NO menjadi
NO2, tetapi jika tanaman memiliki luas dan kerimbunan yang tinggi dapat memproduksi
oksigen yang tinggi pula. RUTRK Kotamadya DT II Bandung menyebutkan tiap hektar lahan
yang ditumbuhi pepohonan dapat menhasilkan 240 kg oksigen/hari, dengan satu pohon
dapat menghasilkan sebanyak 1,2 kg oksigen/hari, sementara setiap orang membutuhkan
kurang lebih 0,5 – 2 kg oksigen/hari.Menurut Tome, 2005, satu hektar daun-daun hijau dapat
menyerap 8 kg CO2 yang setara dengan CO2 yang dihembuskan manusia sebanyak 200
orang dalam waktu yang sama. Sementara satu ha RTH, mampu menghasilkan 0,6 ton
oksigen guna dikonsumsi 1.500 penduduk perhari. Luasan taman di perumahan dipengaruhi
pula oleh karakter dan minat penduduk terhadap tumbuhan.
Selain itu areal bervegetasi dapat mengkontrol aliran energi selama evapotranspirasi dan
sistem angin lokal. Dengan demikian pohon dan tetumbuhan sangat diperlukan dalam
pengelolaan udara kota dalam mengimbangi panas karena radiasi matahari yang tertahan
oleh debu dan kontaminan dalam udara, seperti yang tertera pada hasil pengukuran kualitas
udara di Kawasan Sarijadi dan Perumnas Burung (Tabel 1 dan 2).
4. Jenis Tanaman di Lokasi Penelitian
Berdasarkan data lapangan, maka di Perumnas Antapani dan Sarijadi Bandung, dan
Perumnas Burung dan Perumahan Griya Sunyaragi Permai Cirebon, didapatkan keragaman
tumbuhan yang mampu menjadi pereduksi polutan walaupun jumlahnya masih sangat
terbatas jika dibandingkan dengan luas keseluruhan kawasan perumahan. Hasil klasifikasi
disajikan pada tabel 4 berdasarkan kemampuan pohon sebagai penyerap CO2 dan polutan
udara lainnya selain itu juga berdasarkan kemampuan meredam kebisingan dan manfaatnya
sebagai tanaman produktif
4
Tabel 5. Jenis Tanaman Pereduksi dan Jenis Tanaman Produktif di Perumahan
CO2
Timah hitam
Semen /debu
Logam berat
aroma
bising
buah
obat
ANTAPANI
Beringin (ficus
benyamina)
Puring (codiaeum
interuptum)
Sri rejeki
(aglaonema
costatum)
Palem kuning
(pandanus utiis)
Pisang-pisangan
(Heliconia)
Mahoni
(switenia
mahagoni)
Bungur
(Lagerstroemia
speciosa)
Kenikir
(tagetes erecta
Kenanga
(canangium
odoratum)
Bamboo jepang
(bambusa
japonica)
Belimbing
Jambu batu
Jambu air
(E.aquaea)
Mangga
Nangka
(artocarpus
integra)
Papaya
Rambutan
Sawo
Sirsak (annona
muritaca)
Sarikaya
(annonasuqamosa)
sukun
durian
Katuk
Kunyit
Kenikir (tegetes
erecta)
lidah buaya
(aloevera)
salam (Eugenia
polyantha)
Sereh
Sirih
Kenikir
(tagetes erecta)
teh-tehan
Kenanga
(canangium
odoratum)
Bamboo Jepang
(bambusa
japonica)
Jambu batu
Jambu air
(E.aquaea)
Mangga
Nangka
(artocarpus
integra)
Papaya
Rambutan
Sawo
Sirsak
(annona muritaca)
Sarikaya
(annona
suqamosa)
Katuk
Kunyit
Kenikir
(tegetes erecta)
lidah buaya
(aloevera)
salam
(Eugenia
polyantha)
Sereh
Sirih
SARIJADI
Lidah mertua
(sanseviera
trifaciata-laurentii)
Pandan bali
(pandanus utilis)
Puring
(codiaeum
interuptum)
Sri rejeki
(aglaonema
costatum)
Mahoni
(switenia
mahagoni)
Tanjung
(mimusops elengi)
Kiara payung
(filicium decipiens)
5
Tabel 5. Jenis Tanaman Pereduksi dan Jenis Tanaman Produktif di Perumahan (lanjutan)
CO2
Timah hitam
Semen /debu
Logam berat
aroma
bising
buah
obat
CIREBON
Lidah mertua
(sanseviera
trifaciatalaurentii)
Pandan Bali
(pandanus utilis)
Puring
(codiaeum
interuptum)
Sri rejeki
(aglaonema
costatum)
Mahoni
(switenia
mahagoni)
Tanjung
(mimusops elengi)
Kiara payung
(filicium decipiens)
Kenanga
(canangium
odoratum)
Kenikir
(tagetes erecta
Jambu batu
Jambu air
(E.aquaea)
Mangga
Nangka
(artocarpus
integra)
Papaya
Rambutan
Sawo
Sirsak (annona
muritaca)
Sarikaya (annona
suqamosa)
Katuk
Kunyit
Kenikir
(tegetes erecta)
lidah buaya
(aloevera)
salam
(Eugenia
polyantha)
Sereh
Sirih
Tabel 6. Jenis Tanaman Pereduksi di Jalur Hijau Perumahan
Antapani
Angsana (Pterocarpus indicus)
bougenville
bungur merah
sukun
Sarijadi
angsana
bougenville
bungur merah
kiara payung (filicium decipiens)
ketapang
salam (eugenia polyantha)
flamboyan
Burung
bungur merah
angsana (Pterocarpus indicus)
bougenville
ketapang (terminalia catappa)
Griya Sunyaragi Permai
Tanjung (mimusops elengi)
Angsana (Pterocarpus indicus)
Ketapang (terminalia catappa)
bougenville
6
Peningkatan jenis pohon terutama yang dapat mereduksi pencemaran udara lingkungan
permukiman sangat penting terutama yang terlintasi tranportasi padat seperti Perumnas
Sarijadi dan Perumnas Burung.
Penyebaran tanaman dapat diatur sebagai tanaman di halaman rumah, di luar halaman,
pagar hijau atau taman kawasan. Rekomendasi jenis tanaman menurut berbagai sumber
penelitian adalah sebagai berikut
- Tanaman untuk halaman rumah, untuk pengendalian pencemaran debu adalah jenis
perdu dan semak seperti bougenville, bunga merak, daun kupu-kupu. Tanaman hias yang
diteliti ternyata juga positif menurunkan kadar gas NO, antara lain kaktus penghuni tempat
terbuka, anak nakal, rumput kriminil (dulu disebut krokot), sri mukti (sejenis sri rejeki), dan
maranta penghuni naungan. Kalau mereka ditanam rapat, sehingga cukup rimbun
menghuni halaman dekat jendela dapat berfungsi penyaring udara. Sedangkan untuk
taman di bagian atas rumah bertingkat, tanaman disarankan seperti semak yang tahan
terpaan angin, tahan panas, memerlukan sedikit air, namun banyak daun untuk
meningkatkan daya serap CO2. Alternatif lain palem jenis tertentu untuk peneduh dan
mereduksi panas matahari. Emisi CO2 dari kendaraan itu akan naik ke lapisan udara atas.
- Pagar hijau/pagar hidup di dekat jalan ditanam salah satu atau dua dari jenis-jenis perdu,
seperti: kembang sepatu, puring, sablo, soka, Mussaenda. Perdu mampu menyerap NOx
= 22,53 – 54,08 %, semak (16,13- 55,60 %) pohon (14,15-60,65 %). Pagar hijau dengan
teh-tehan atau bambu dapat menyerap debu dalam jumlah yang tinggi.
- Tanaman yang ditanam di luar pagar halaman didisain untuk menciptakan keteduhan
seperti asam kranji atau tiara payung juga sebagai pereduksi kadar NO, SO2 dan CO.
Menurut hasil penelitian Puslitbang Jalan, tiara payung mampu mengurangi NO sampai
61,47%. Di bawah pohon pohon peneduh tersebut dapat ditanam Maranta leuconeura
dan Sri Mukti, yang tidak tahan terhadap matahari terik dan dapat mengurangi polusi NO
berturut-turut sampai 55,5% dan 60,41%. Juga dapat ditanam rumput kriminil/krokot (kalau
terbuka), paku-pakuan, es lilin putih, atau es lilin hijau, dengan reduksi NO berturut-turut
61,64%, 76,07%, 63,13%, 62,08%.
- Tanaman yang baik sebagai taman kawasan perumahan seperti jalur hijau atau taman
lingkungan, disamping sebagai penyerap CO2 dan polutan diudara, juga menciptakan
keteduhahan dan menahan angin. Tanaman sebagai penahan angin harus
memperhatikan jenis tanaman dengan dahan yang kuat, daun tidak mudah gugur, akar
menghujam masuk ke dalam tanah, memiliki kerapatan yang cukup (50-60 %). Taman
kawasan perumahan sebaiknya memperhatikan lokasi sebagai berikut :

jalan protokol dapat di menggunakan pohon angsana atau flamboyan (Puslitbangkim,
1996) karena angsana dapat menyerap CO sebesar 55,43 %, bougenville 41,59 %
dan flamboyan 25,88 %. Damar (Agathis alba), Lamtoro gung (Leucaena
leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin (ficus benyamina)
sebagaipenghasil oksigen yang tinggi.

daerah dekat dengan tempat penimbunan sampah, tanaman yang dapat menahan
angin serta penyerap bau, selain itu sebagai penyerap zat yang berbahaya yang
mungkin terkandung dalam sampah, seperti Cempaka dan Tanjung.

daerah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi
kriteria ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak sehingga
mempunyai stomata yang banyak pula, seperti nagka, albizia, Acacia vilosa,
Indigofera galegoides, Dalbergia spp., mahoni, jati, kihujan dan lamtoro.
7

4
daerah dekat pantai dengan masalah intrusi air laut harus menghindari penanaman
dengan tanaman yang kurang tahan terhadap kandungan garam yang sedang-agak
tinggi akan mengakibatkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik, serta tanaman
yang mempunyai daya evapotranspirasi yang tinggi akan menguras air dalam tanah,
sehingga konsentrasi garam dalam tanah meningkat
Penutup
Secara umum faktor-faktor berpengaruh terdahap kualitas udara dan penghijauan
diperumahan sebagai pereduksi emisi CO2, terkait dengan unsur unsur struktur lingkungan.
Seperti temperatur, arah dan kecepatan angin, kelembaban, curah hujan, tekanan udara,
orografi dan topografi yang akan bervariasi dengan ruang dan waktu. Selain itu terkait pula
dengan emisi dari kegiatan yang berlangsung seperti, debu, asap, kabut, senyawa karbon,
oksidan oksida sulfur dan nitrogen, timbal, dsb.
Untuk menghindari efek pemanasan global dan perubahan iklim baik mikro maupun makro
perlu dilakukan melalui penghijauan terutama pada daerah daerah yang terbuka dan
gersang. Selain dapat menghindari efek pemanasan global, gerakan penghijauan tersebut
juga dapat menciptakan suhu yang relatif lebih sejuk dibandingkan tanpa penghijauan, juga
mengurangi terjadinya perubahan kondisi cuaca secara drastis.
Penanaman berbagai jenis tanaman sedapat mungkin disesuaikan dengan polutan yang
dapat diserap dengan susunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat
terhadap upaya penyerapan CO2 maupun mereduksi polutan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Green for life, 2003. www.wwf.or.id
2.
Kaule, Giselher, Ecologically Orientated Planning, 2000, Frankfurt, Peter Lang GmbH
3.
Laporan Kegiatan Pemantauan Sumber Pencemar Bergerak dan Tidak Bergerak, Badan
Pengelola Lingkungan Hidup Kota Bandung, 2003
4.
Ministry of Environment (MoE), 2001. National Startegy Study on Clean Dvelopment
Mechanism in Indonesia. Executive Summary. Ministry of Environment Republic of
Indonesia, Jakarta.
5.
Pengendalian Pencemaran Udara dan Kebisingan di Lingkungan Permukiman,
Puslitbang permukiman,1996/1997.
6.
Laporan Hasil Uji Kualitas Udara Ambien Aktual Kota Cirebon tahun 2004.
7.
Laporan Kegiatan Pemantauan Sumber Pencemar Bergerak dan Tidak Bergerak,
BPLHD Kota Bandung, 2003
8.
Poernomosidhi, I.F, MSc, Dr, Konsep Penanggulangan Polusi Udara dengan sistem
penghijauan, Prosiding Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan
Perumahan di Indonsia dan Lingkungan Global, 2000.
9.
Soedomo, M, Pencemaran Udara, Kumpulan karya ilmiah, ITB, 1999
10. Rencana Umum Tata Ruang Kota Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung, 2004
8
Download