0123456737589843138 72 894 04 8

advertisement
83
0123456737589843138
72894
0
48
728483
30!"#
!$%&$8"
'()*+,-./'()+01+.+)/2+34-/5(,0()4+67/8(9+3/'+97/9()*+)/:+;+)*
<6;(,*7=-6/>7*(,/4(,.+9+;/:+)9-)*+)/?7)(,+=/:+=67-0@/5(,,-0/9+)
?+*)(67-0
A$BCD91E&D$E4B$D3$"&E
FG HFI
'()*+,-./;J/9+)/K+0+/5(,0()4+67/L=(./M)N70/O(=-=L6(/9+=+0/',L6(6
J79,L=7676/-)4-3/?()7)*3+43+)/>7=+7/P7N7/MQ()*/PL)9L3
B$E
FR HGS
'()*+,-./'(0+3+7+)/?7)T+3/U+*-)*4(,.+9+;/'L=+/K(0+3/8+,+.
:(=7)Q7
VE
GW HGX
'()*+,-./'(01(,7+)/Y,7)/O+;7;+9+/Z(,1+*+7/:L)6()4,+679+)/K+0+
'(,()9+0+)/Z()7./O()4,L/[\()4,L6(0+/'-1(6Q()6]4(,.+9+;/8+T+
:(Q+01+.@/^7*L,74+69+)/Z(,+4/:(,7)*/_+)+0+)
`$a$D
Gb HSI
O4-97/'()*+,-./:(,-6+3+)/Z(4+H:+,L4()9+=+0/'(=+,-4/J(36+)+@/<6(4L)
9+)/?(4+)L=6(,4+/_+);+/'(=+,-49+=+0/Y9+,+/_(,1-3+
!$B2"cd"&
SR HSX
e9()47f73+67/5-)*7/?73L,7N+/<,1-63-=+,/[5?<]97/J-4+)/K7)9-)*
?+)*,Lg(/'+)*3+=/Z+1-/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4/U+017
3"$E&2c6"i&$"$9$ED$EV$a$B
Sb HWI
^L=-0(/<017)*/9+)/ZL1L4/Z+9+)/<)+3/:+017)*/'(,+)+3+)/M4+j+.
6(1+*+7/k(6;L)/'(01(,7+)/5OJ/9+)/'?OP
4D$ED$Ei$l
WR HIS
e9()47f73+67/U()769+)/'(,1+)T+3+)/M)9L073L,7N+/KL3+=97/J-4+)
:+0;-6/Y)7g(,674+6/U+017
2c6"i&$"$9$E3"$E&D$E4#$CD
IW HIm
Mg+=-+67/?-4-/P+1+./'+97/KL3+=/'+6+)*/O-,-4/<6+=/:(Q+0+4+)/_-)*3+=
e=7,/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4
4CE"
In HRF
e9()47f73+67/?-4-/Z(,+69+,7/'+97/KL3+=/'+6+)*/O-,-4/<6+=/:(Q+0+4+)
'()*+1-+)/:+1-;+4()/_+)h-)*/U+1-)*/Z+,+4
`&C9$%a
RG HRX
<)+=7676/8+)/:+,+34(,76+67/O()T+j+/<=3+=L79/8+,7/_+)+0+)/:7)+
[\.7)Q.L)+/=(9*(,7+)+]
3%a$0BE
Ib HmI
6D$E6E"$E
Volume 14, Nomor 2, Hal. 29-34
Juli – Desember 2012
ISSN 0852-8349
IDENTIFIKASI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR (FMA)
DI HUTAN LINDUNG MANGROVE PANGKAL BABU
KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT JAMBI
Nursanti, Rike Puspitasari Tamin, dan Hamzah
Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksploirasi ada tidaknya Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
endogenus pada hutan lindung mangrove Pangkal Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni - November 2012 di Hutan Lindung Mangrove Pangkal
Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Laboratorium laboratorium Produksi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Pengambilan sampel tanah dilakukan di setiap
tegakan/rhizosfer masing-masing dengan 3 kali ulangan, kemudian sampel tanah yang diperoleh
dilakukan pengamatan spora FMA dengan teknik penyaringan basah bertingkat lalu diamati di
mikroskop Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil eksplorasi FMA endogenus pada hutan
lindung mangrove Pangkal Babu di Kabupaten Tanjung Jabung Barat didapatkan kelimpahan
spora FMA yang berbeda pada setiap tegakan/rhizosper. Kepadatan spora terendah terdapat pada
rhizosfer pohon Xylocarpus granatum dan Bruquiera gymnorhyza masing-masing sebesar 15 dan 19
spora per 100 gram sampel tanah, sedangkan kepadatan spora tertinggi didapat dari rhizosfer
pohon teruntum (Lumnitzera racemosa) sebesar 58 spora per 100 gram tanah.
Kata kunci : FMA, hutan mangrove, endogenus
PENDAHULUAN
Salah satu bagian terpenting dari kondisi
geografis
Indonesia
sebagai
wilayah
kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.
Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang
strategis
karena
merupakan
wilayah
interaksi/peralihan
(interface)
antara
ekosistem darat dan laut yang memiliki sifat
dan ciri yang unik, dan mengandung produksi
biologi cukup besar serta jasa lingkungan
lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki
wilayah tersebut menimbulkan daya tarik bagi
berbagai pihak untuk memanfaatkan secara
langsung karena secara sektoral memberikan
sumbangan yang besar dalam kegiatan
ekonomi misalnya pertambangan, perikanan,
kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.
Wilayah pesisir merupakan ekosistem
transisi yang dipengaruhi daratan dan lautan,
yang mencakup beberapa ekosistem, salah
satunya adalah ekosistem hutan mangrove.
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama
pendukung kehidupan penting di wilayah
pesisir dan kelautan. Selain mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan
(nursery ground) berbagai macam biota,
penahan abrasi pantai, amukan angin taufan
dan tsunami, penyerap limbah, pencegah
interusi air laut, hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi
seperti sebagai penyedia kayu, obat-obatan,
alat dan teknik penangkapan ikan. Hutan
mangrove merupakan salah satu ekosistem
wilayah pesisir dan lautan yang sangat
potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik
dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan
hidup, namun sudah semakin kritis
ketersediaannya.
Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)
merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik
antara jamur dan akar tanaman. Salah satu
29
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
kemampuan FMA yaitu dalam membantu
tanaman menyerap unsur hara terutama unsur
hara Phosfor (Brundrett, 2004). Hampir pada
semua jenis tanaman terdapat bentuk
simbiosis ini. FMA dapat ditemukan hampir
pada sebagian besar tanah dan pada umumnya
tidak mempunyai inang yang spesifik.
Walaupun demikian, tingkat populasi dan
komposisi jenis sangat beragam dan
dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan
faktor lingkungan seperti suhu, pH tanah,
kelembaban tanah, kandungan posfor dan
nitrogen. Dengan demikian, setiap ekosistem
mempunyai kemungkinan dapat mengandung
FMA dengan jenis yang sama atau bisa juga
berbeda, karena keanekaragaman dan
penyebaran FMA sangat bervariasi yang
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang
bervariasi juga, begitu juga dengan FMA yang
terdapat di hutan mangrove memiliki ciri khas
tersendiri, salah satunya FMA yang terdapat
di hutan lindung mangrove Pangkal Babu
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi
dimana
belum
pernah
diketahui
keberadaannya, jenis dan keanekaragaman
FMA tersebut, sehingga perlu dilakukan
eksplorasi dan indentifikasi serta perbanyakan
FMA karena penggunakan FMA endogenus
akan lebih baik dibandingkan menggunakan
FMA eksogenus pada jenis-jenis tanaman
lokal.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan lapangan dilaksanakan di Hutan
Lindung Magrove Pangkal Babu Kabupaten
Tanjung Jabung Barat Jambi, Laboratorium
Produksi Tanaman bulan Juni sampai dengan
November 2012.
Bahan dan Alat Percobaan
Bahan yang digunakan antara lain adalah
tanah pada Hutan Lindung Mangrove Pangkal
Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Jambi, , aquades, alkohol 70%,bayclin , gula
pasir.
Alat-alat yang digunakan adalah pinset
spora, pipet spora, suntikan, cawan petri,
mikroskop, tabung film, lemari pendingin,
kantong plastik, kaca preparat, pot kecil,
30
zeolit, cangkul, kertas label, saringan spora,
blender, sentrifius, dan kamera digital.
Rancangan Percobaan
Metode sampling yang digunakan dalam
pengambilan sampel tanah di Hutan Lindung
Mangrove Pangkal Babu Kabupaten Tanjung
Jabung Barat Jambi yaitu secara Purposive
Random Sampling dengan 3 kali ulangan.
Metode
Eksplorasi FMA Di Hutan Lindung Mangrove
Pangkal Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Jambi
Eksplorasi FMA dilakukan dengan cara
mengambil contoh tanah secara acak dengan 3
kali ulangan pada beberapa titik di sekitar
perakaran tanaman (rhizosfer) untuk 7 jenis
pohon mangrove dari kedalaman 0 – 20 cm.
Contoh tanah dimasukan dalam kantung
plastik dan diberi label sebanyak 500 gram.
Kemudian
dilakukan
pencatatan
dan
dokumentasi tentang kondisi habitat.
Pengamatan Spora Awal
1. Ambil sampel tanah yang diambil dari
Hutan Lindung Mangrove Pangkal Babu
Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi.
2. Haluskan contoh tanah uji.
3. Teknik penyaringan FMA menggunakan
teknik basah dari Nicholson dan Gerdeman
(1963), dengan cara :
a. Campurkan contoh tanah sebanyak ±
250 ml didalam satu liter air dan aduklah
sampai rata. Biarkan beberapa menit
sampai
partikel-partikel
besar
mengendap.
b. Tuang cairan tadi ke dalam saringan
yang berukuran (500-800 µm) untuk
memisahkan partikel-partikel bahan
organik yang berukuran besar. Tampung
cairan yang keluar dan basuhlah
saringan tadi untuk menjamin bahwa
partikel yang kecil sudah terbawa.
c. Buat suspensi kembali dari cairan yang
telah ditampung tadi dan biarkan untuk
beberapa menit agar partikel-partikel
yang berat mengendap.
d. Tuang cairan tadi ke dalam saringan
yang berukuran 38 – 250 µm.
Nursanti, dkk.: Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) di Hutan Lindung Mangrove
Pangkal Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi
e. Cucilah semua bahan yang menempel
pada saringan agar menjamin keluar dari
saringan.
f. Pindahkan sejumlah tanah sisa yang
tertinggal pada saringan ke dalam cawan
petri dan lihatlah ke dalam mikroskop.
g. Isilah gelas sentrifius yang bersih
dengan 10 ml sukrosa 50 %.
h. Tambahkan lagi 10 ml larutam sukrosa
25 % di atas larutan sukrosa 50 %
dengan menggunakan jarum injeksi.
Penambahan ini harus dilakukan secara
hati-hati agar tidak tercampur.
i. Tambahkan lagi di atas lapisan sukrosa
25 % dengan air biasa sebanyak 10 ml.
j. Tambahkan suspensi yang telah disaring
melalui teknik penyaringan basah ke
dalam tabung sentrifius tadi dan
sentrifiuslah selama 5 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
k. Pisahkan kotoran-kotoran yang ada dan
tuangkan atau ambilah cairan yang
bening pada lapisan tengah dengan
menggunakan jarum injeksi. Kotoran ini
kemudian dicuci pada saringan yang
berdiameter 45 µm.
Setelah dicuci, pindahkan spora yang
menempel pada saringan ke dalam
cawan petri dan lihatlah di bawah
mikroskop untuk dilakukan pengamatan
identifikasi spora FMA.
l. Simpan spora FMA didalam tabung film
berisi air, kemudian simpan didalam
kulkas sampai pada waktunya untuk
diperbanyak dengan kultur spora
tunggal.
Ekstraksi Spora FMA
Ekstraksi
FMA
dilakukan
untuk
memisahkan spora dari contoh tanah sehingga
dapat dilakukan identifikasi guna mengetahui
genus spora FMA. Teknik yang digunakan
adalah teknik tuang saring dari Pacioni (1992)
dan dilanjutkan dengan sentrifugasi dari
Brundrett et al.(1996)
1. Pada teknik tuang saring, contoh tanah
sebanyak 100 gram dicampur dengan
200-300 ml air, lalu diaduk sampai
butiran-butiran tanah hancur. Selanjutnya
2.
3.
4.
5.
disaring dalam satu set saringan. Saringan
bagian atas disemprot dengan air kran
untuk
memudahkan
spora
lolos.
Selanjutnya saringan teratas dilepas, dan
sejumlah tanah sisa yang tertinggal pada
saribgab terbawah dipindahkan ke dalam
tabung sentrifuse.
Hasil saringan dalam tabung sentrifuse
ditambah glukosa 60 % dengan
menggunakan pipet.
Kemudian masukan tabung ke dalam
sentrifuse dengan kecepatan 2500 rpm
selama 3 menit.
Selanjuntnya larutan supernatan tersebut
dihisap dengan pipet hisap dan dituang ke
dalam saringan 45 µm, dicuci dengan air
mengalir untuk menghilangkan glukosa.
Endapan
yang
tersisa
disaringan
dituangkan ke dalam cawan petri plastik
dan kemudian diperiksa di bawah
mikroskop binokuler untuk penghitungan
spora dan pembuatan preparat guna
identifikasi spora FMA yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian berupa kepadatan spora
per 100 gram tanah dari
Hutan Lindung
Mangrove Pangkal Babu Tanjung Jabung
Barat Jambi dari rhizosfer jenis Avicennia
(api-api),
Sonneratia
alba
(Pedada),
Rhizophora sp. (bakau), Xylocarpus granatum
(nyirih), Bruguiera gymnorhyza (tancang),
teruntum, dan Nypha fruticans (Nipah) seperti
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa Hutan
Lindung Mangrove Pangkal Babu Tanjung
Jabung Barat Jambi yang merupakan
ekosistem salin mengandung fungi mikoriza
arbuskular lokal (endomikoriza) endogenus.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa hasil
penelitian terdahulu yang juga menemukan
fungi mikoriza arbuskular pada tanah
tergenang dan salin, seperti penelitian Lingan,
et al. (1999) yang menemukan 3 jenis
endomikoriza lokal di Hutan mangrove
Pichavaram India.
Moharkumar dan
Mahadevan (1986) disitasi Sengupta dan
Chaudhuri (2002) , Kan (1993) disitasi oleh
31
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
Tabel 1. Jumlah spora FMA per 50 gram tanah
yang ditemukan pada 7 jenis pohon di
Hutan Lindung Mangrove Pangkal Babu
Tanjung Jabung Barat Jambi
No
Jenis
Ulangan
Jumlah
Spora
1
Avicennia
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
17
42
38
40
19
45
30
8
28
28
13
3
3
25
28
68
84
22
18
2
3
6
74
2
3
4
5
6
7
Sonneratia
alba
Rhizophora
sp.
Xylocarpus
granatum
Bruguiera
gymnorhyza
Teruntum
Nypha
fruticans
Rata-rata
Jumlah
Spora
32
35
22
15
19
58
33
Saidi et al. (2007), serta Wang et al. (2011)
juga mengemukakan bahwa beberapa fungi
mikoriza arbuskular mampu bertahan pada
kondisi salin dan tergenang.
Keberadaan FMA pada kondisi salin dan
tergenang seperti hutan mangrove dapat
dijelaskan antara lain ; 1) FMA tersebut
merupakan jenis yang toleransinya tinggi
terhadap garam; 2) pada kondisi tergenang
moderat misalnya (2-4 jam per hari) jumlah
akar nafas pneumatophore meningkat
sehingga dapat pula meningkatkan efisiensi
dari parenkim udara aerenkim pada jenis-jenis
mangrove; 3) pada kondisi tergenang moderat
tersebut, fotosintesis jenis-jenis mangrove
sangat efisien dan optimal sehingga
karbohidrat yang dihasilkan lebih banyak
yang merupakan sumber energi bagi FMA
(Wang et al, 2011 ; Avid et al., 2006).
Jaringan aerenkim di korteks pada jenis-jenis
mangrove menjadi pintu masuknya oksigen
dari permukaan ke dalam akar yang akan
memfasilitasi survival FMA pada kondisi
anaerobik.
Keberadaan FMA pada Hutan Mangrove
Pangkal Babu salah satunya didukung oleh
letak wilayah tersebut pada daerah estuarin
32
yang merupakan daerah endapan sedimen
aluvial dari wilayah daratan. Hal tersebut
berbeda dengan hutan mangrove pada Marine
Salt Marsh yang dilaporkan tidak ditemukan
spora FMA ( Moharkumar dan Mahadevan,
1986 disitasi oleh Sengupta dan Chaudhuri,
2002).
Status mikoriza arbuskular di dalam tanah
salah satunya tercermin dari kepadatan spora
per gram tanah dalam hal ini per 100 gram
tanah dari rhizosfer
tanaman sampel.
Kepadatan FMA di Hutan mangrove Pangkal
Babu ini bervariasi dari 3-84 per 100 gram
tanah dari rhizosfer 7 jenis pohon mangrove
yang diamati. Populasi spora FMA di Hutan
Mangrove Pangkal Babu ini tergolong tinggi,
karena menurut Walker (1992) diacu dalam
Widiastuti dan Kramadibrata (1993) populasi
spora FMA dikategorikan tinggi bila
jumlahnya 14-161 per 100 gram tanah.
Tingginya populasi spora FMA pada tanah
salin diduga karena jenis-jenis FMA pada
lokasi
tersebut
memiliki
mekanisme
osmoregulasi yaitu mekanisme penyesuaian
osmotik dari halofit pada tanah salin dengan
cara menyimpan ion natrium dan klorida
sehingga potensial osmotik di dalam sel lebih
rendah daripada larutan tanah (Flowers et al.,
1977).
Gambar 1. Kelimpahan spora FMA pada
rhizosfer Teruntum
Gambar 2. Kelimpahan spora FMA pada
rhizosfer Rhizophora sp.
Nursanti, dkk.: Identifikasi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) di Hutan Lindung Mangrove
Pangkal Babu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi
Kepadatan spora terendah pada rhizosfer
pohon Xylocarpus granatum dan Bruquiera
gymnorhyza, sedangkan kepadatan spora
tertinggi didapat dari rhizosfer pohon
teruntum (Lumnitzera racemosa). Tingginya
populasi spora pada rhizosfer pohon teruntum
diduga karena substrat tempat tumbuh
teruntum sesuai untuk perkecambahan spora
FMA karena substratnya berupa pasir dan
lumpur yang tebal dan berada di sepanjang
aliran yang mendapat banyak air tawar. Ratarata jumlah spora per 100 gram tanah tertinggi
dari rhizosfer pohon teruntum, diikuti Nypha
fruticans, Sonneratia alba, avicennia,
Rhizophora,
dan
terendah
Bruquiera
gymnorhyza dan Xylocarpus granatum.
Penelitian Lingan et al. (1999) pada hutan
Mangrove Pichavaram India, menemukan
jumlah spora tertinggi justru pada rhizosfer
pohon Bruquiera gymnorhyza 110 spora per
50 gram tanah, sedangkan untuk jenis
Avicennia officinalis 32 spora per 50 gram
tanah, dan terendah pada Rhizophora
mucronata 2 spora per 50 gram tanah.
Sedangkan penelitian Saidi, et al., (2007)
pada hutan mangrove Pasca Tsunami di
Nangroe Aceh Darussalam dan Pulau Nias
ditemukan jumlah spora sebesar 56-877 spora
per 50 gram tanah.
Kepadatan spora FMA pada mangrove
dipengaruhi terutama oleh kondisi kimia tanah
dan lingkungan dari sampel tanah mangrove
tersebut (Kim dan Weber, 1985 diacu dalam
Saidi, et al., 2007). Selain itu persaingan
interspesifik diantara FMA tersebut juga turut
menentukan. Peneliti lain yaitu Flowers,
(1977) disitasi Kuske (1987) menambahkan
bahwa pohon inang juga turut mempengaruhi
kelimpahan spora FMA. Peranan pohon
inang terhadap kelimpahan spora FMA di
rhizosfer adalah berhubungan dengan eksudat
akar yang dihasilkan, dimana eksudat akar
yang merupakan sumber energi akan
mempengaruhi perkecambahan spora FMA.
KESIMPULAN
Hasil eksplorasi FMA endogenus pada
hutan lindung mangrove Pangkal Babu di
Kabupaten Tanjung Jabung Barat didapatkan
kelimpahan spora FMA yang berbeda pada
setiap tegakan/rhizosper. Kepadatan spora
terendah terdapat pada rhizosfer pohon
Xylocarpus
granatum
dan
Bruquiera
gymnorhyza masing-masing sebesar 15 dan 19
per 100 gram sampel tanah, sedangkan
kepadatan spora tertinggi didapat dari
rhizosfer pohon teruntum (Lumnitzera
racemosa) sebesar 58 per 100 gram tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Allaby, M. 1999. Biomes of the World.
Anndromedia volume 7 Oxford.
Avid, K., Koth, D., Shalin, Bhattacharyyn,
Ramesh, and C. Kuhad.
2005.
Micorrhyza at Nicobar India. Biol
Fertil Soils 42: 358-361.
Flowers, T.J., Troke, P.F., and A.R. Yeo.
1977. The mechanism of salt
tolerance in halophytes. Ann. Rev.
Plant Physiol 28 : 89-121.
Kellert, S. R. 1997. Macmillion Encyclopedia
of the Environment. Simon and
Schuster
and
Prentice
Hall
International.
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi
Hutan Mangrove dan Hutan Pantai
Pasca Tsunami di NAD dan Nias.
Makalah dalam Lokakarya Hutan
mangrove Pasca sunami, Medan,
April 2005.
Naamin, N. 1991. Penggunaan Hutan
Mangrove untuk Budidaya Tambak
Keuntungan dan Kerugian. Prosiding
Seminar IV Ekosistem Hutan
Mangrove MAB Indonesia LIPI.
Bandar lampung.
Saenger. 1983. Global Status of Mangrove
Ekosistem, IUCN Commission on
Ecology Papers, No. 3. 1983.
Saidi, A.B., Budi, S.W., dan C. Kusmana.
2007.
Status cendawan mikoriza
arbuskular hutan pantai dan hutan
mangrove pasca tsunami (Studi Kasus
di
Provinsi
Nangroe
Aceh
Darussalam dan Pulau Nias). Forum
Pascasarjana vol. 30 No. 1;(13-25).
Sengupta, A., and S. Chaudhuri. 2002.
Arbuscular mycorrhizal of mangrove
plant community at the Ganges river
33
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains
estuary in India. Mycorrhiza 12 :
169-171.
Soerianegara, I., dan Indrawan. 1982. Ekologi
Hutan
Indonesia.
Departemen
Manajemen
Hutan.
Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Stralher, Arthur N, Strahler, and H. Alan.
1997.
Elements
of
Physical
Geography. John Wiley & Sons.
Van Aarle, I.M., T.R. Cavagnaro, S.E. Smith,
F.A. Smith, and S. Dickson. 2005.
Metabolic activity of Glomus
34
intradices in Arum- and Paris-type
arbuscular mycorrhizal colonization.
New Phytologist 166(2):611-618.
Wang, Y., Huang, Y., Qiu, Q., Xin, Q., Yang,
Z., and Shi, S. 2011. Flooding
Greatly
Affect
The
Diversity
Arbuscular
Mycorrhyzal
Fungi
Communities in The Wetland Plants.
Widiastuti, H. dan K. Karmadibrata. 1993.
Identifikasi jumlah mikoriza vesikular
arbuskular di arboretum. Menara
jurnal 61 (1): 13-19.
Download