Upaya Menurunkan Perilaku Seksualitas Bebas Remaja dengan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Sikap Remaja Terhadap Pelilaku Seksualitas bebas
Menurut Hudson (2003) seksualitas bebas adalah perilaku dan aktifitas fisik
seseorang yang didorong oleh hasrat seksual dan menggunakan tubuh untuk
mengekspresikan perasaan erotik yang dilakukan sendiri maupun melibatkan orang
lain di luar ikatan pernikahan. Sikap adalah respons yang diberikan oleh seseorang
terhadap sesuatu setelah mengetahui informasi dan pemberitahuan dalam wujud suatu
orientasi atau kecenderungan dalam bertindak (Hudson, 2003). Sikap remaja terhadap
perilaku seksualitas bebas adalah respon yang diberikan oleh remaja terhadap
perilaku dan aktivitas fisik seseorang yang didorong oleh hasrat seksual dan
menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotik yang dilakukan sendiri
meupun melibatkan orang lain diluar ikatan pernikahan setelah mengetahui informasi
dan pemberitaan dalam wujud orientasi atau kecenderungan dalam bertindak
(Hudson, 2003)
Seks pranikah menurut Sarwono (2002) adalah hubungan seksual yang
dilakukan oleh pasangan tanpa ikatan perkawinan. Perilaku seks pranikah itu
merupakan kecenderungan remaja untuk melakukan hal-hal yang makin dalam untuk
melibatkan dirinya dalam hubungan fisik antar remaja yang berlainan jenis (Sarwono,
2002).
Astuti dalam Lilia, 2004 memberi gambaran secara rinci bentuk-bentuk
perilaku seksual pranikah dapat diuraikan sebagai berikut:
6. Bersentuhan, misalnya menyentuh jari atau tangan, berpegangan tangan.
7. Memeluk, misalnya memeluk bahu serta tubuh pasangan lebih didekatkan
memeluk pinggang tubuh pasangan lebih dirapatkan.
8. Berciuman, misalnya cium pipi dan dahi, cium bibir secara singkat, cium bibir
secara intens dan lama.
9. Saling meraba, misalnya meraba atau diraba payudara baik diluar maupun
didalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin baik menggunakan pembatas
pakaian maupun tidak menggunakan pembatas pakaian, menggesek-gesekkan alat
kelamin.
10. Bersenggama yaitu masuknya penis kedalam vagina yang kemudian memberikan
rangsangan hingga keduanya mencapai orgasme.
Hudson (2003) ada sebagian kalangan menganggap bahwa perilaku
seksualitas bebas terpisah dari ukuran moral; artinya sah-sah saja sepanjang
dilakukan atas dasar kebutuhan bersama. Khusus dalam pergaulan lawan jenis pada
lingkungan bebas norma dan rendahnya kontrol sosial, cenderung mengundang hasrat
dan kebutuhan seks serta menerapkannya secara bebas. Bagi kalangan remaja,
seksualitas merupakan indikasi kedewasaan yang normal, bila remaja tidak cukup
mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seksualitas, maka wajar kalau
remaja menafsirkan seksualitas semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, dan
tidak peduli dengan resiko.
Sikap seksual menurut Hudson (2003) sesuai dengan skala Likert yang
disusun, dikategorikan menjadi 4 sikap :
1. Sikap sangat tidak setuju yaitu: seseorang menganggap perilaku seksualitas
pranikah merupakan suatu hal yang harus dihindari.
2. Sikap tidak setuju yaitu: seseorang tidak menyetujui dengan adanya perilaku
seksualitas pranikah karena tidak sesuai dengan ajaran agama dan hanya sebagai
pengetahuan saja.
3. Sikap setuju yaitu: seseorang menerima bahwa perilaku seksualitas pranikah
merupakan suatu hal yang lumrah dan telah banyak terjadi di kalangan
masyarakat.
4. Sikap sangat setuju yaitu: seseorang menyetujui dengan adanya perilaku
seksualitas pranikah bahkan orang tersebut mendukungnya.
2.2
Faktor yang mempengeruhi sikap remaja terhadap perilaku seksualitas
bebas
Menurut Hudson (2003) latar belakang terjadinya perilaku seksualitas bebas
pada umumnya dipengaruhi oleh 10 faktor, yaitu:
1. Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama kayakinan agama
dan moralitas
Ada orang tua yang menganggap tabu membicarakan tentang seksualitas dengan
anak-anaknya sehingga orang tua hanya sedikit mengajarkan norma-norma tentang
seksualitas kepada para remaja. Akibatnya, para remaja hanya sedikit tau tentang
norma-norma yang ada sehingga remaja dapat melanggar norma-norma yang ada.
Orang tua tidak mengajarkan pendidikan agama kepada para remaja sejak kecil dapat
menyebabkan kurangnya pemahaman agama dan kurang dekat dengan Tuhan
sehingga melakukan hubungan seks bebas tanpa ada rasa takut kepada Tuhan.
Kepercayaan terhadapa agama sangat berpengaruh dalam perilaku seseorang. Remaja
yang memiliki iman yang tinggi cenderung menjauhkan diri dari perilaku hubungan
seks bebas.
2. Semakin terbukanya peluang pergaulan babas
Pergaulan remaja sekarang ini semakin bebas, didukung dengan peluang yang
ada. Remaja yang kurang mendapatkan perhatian atau kontrol dari kedua orang tua
akan semakin mudah untuk melakukan pergaulan bebas dan remaja dapat dengan
mudahnya melakukan hubungan seksualitas bebas tenpa mendapat larangan dari
orang tua.
3. Kekosongan aktivitas fisik dan kognitif dalam kehidupan sehari-hari
Remaja yang tidak dapat memanfaatkan waktu luang dengan baik, cenderung
melakukan aktivitas-aktivitas yang kurang berguana. Kekosongan aktivitas dapat
membuat remaja memikirkan hal-hal yang negatif dan berusaha mencari kesenangan
dan kepuasan dalam dirinya, seperti melakukan masturbasi, onani dan melamun.
Remaja yang melakukan aktiviitas yang padat, kecil kemungkinan mempunyai
kesempatan berpikir yang negatif atau melakukan perilaku seksualitas bebas.
4. Kepekaan penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan bebas dan
seks bebas relatif tinggi
Masa remaja merupakan masa seseorang mudah menerima sesuatu yang baru atau
belum diketahui termasuk tentang seks bebas. Berawal dari rasa penasaran yang
dimiliki oleh remaja, remaja mudah melakukan perilaku seksualitas bebas tanpa
memikirkan resiko yangg akan dialami. Para remaja cenderung lebih mengikuti rasa
penasaran untuk coba-coba dibandingkan dengan rasa penasaran terhadap resiko yang
akan terjadi.
5. Rendahnya kepedulian dan kontrol sosial masyarakat
Sebagian masyarakat hanya diam saat melihat remaja berpacaran dan berciuman
di depan rumah. Rendahnya kontrol sosial dari masyarakat mengakibatkan sebagian
remaja merasa bebas berperilaku seksualitas bebas karena para remaja menganggap
masyarakat tidak akan menegur atau melarangnya.
6. Banyaknya media yang mempertontonkan seks bebas
Banyaknya media yang memperlihatkan atau mempromosikan hubungan
seksualitas. Para remaja juga dengan mudah mendapatkannya. Remaja dapat melalui
internet, majalah, VCD, atau HP. Remaja cukup membuka situs porno di internet dan
remaja akan mendapatkan banyak gambar dan video perilaku seksualitas di situs
porno.
7. Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan
Adanya alat kontrasepsi yang dijual secara umum, mulai dari kondom, pil KB,
dan alatkontrasepsi lainnya yang dapat dengan mudah didapatkan oleh para remaja di
apotek dan toko. Para penjual dengan mudahnya menjual alat kontrasepsi tersebut
kesemua orang tanpa memandang usia pembeli atau pemakai. Para remaja
menganggap hubungan seksualitas aman-aman saja dilakukan selama remaja dengan
mudah memperoleh alat kontrasepsi dan memperkecil resiko kehamilan.
8. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya
Kurangnya pengetahuan dan informasi dikalangan remaja mengenai bahaya
hubungan seksualitas pranikah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya hubungan seksualitas pranikah. Para remaja baru tahu bahaya melakukan
hubungan seks pranikah adalah kehamilan diluar nikah, tanpa meikirkan bahaya yang
lain seperti PMS, HIV dan kanker mulut rahim. Remaja yang memiliki pengetahuan
yang rendah mengenai bahaya hubungan seks pranikah memiliki kemungkinan besar
melakukan hubungan seksualitas pranikah.
9. Sikap dan busana yang mengundang hasrat seksualitas
Remaja wanita cenderung menggunakan pakaian yang kurang pantas digunakan
dalam kesehariannya, termasuk waktu berpacaran. Baju yang minim akan
mengundang remaja laki-laki ingin melakukan hal yang tidak boleh dilakukan.
Sebagian para lelaki merasa senang dengan wanita yang menggunakan baju yang
mempertontonkan bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan, melihat bagian tubuh
wanita yang jarang dilihat mengundang nafsu birahi para remaja laki-laki dan ingin
melakukan hubungan seks bersama dengan pasangannya.
10. Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks
Para remaja dapat dengan mudah memperoleh pasangan untuk melakuakan
hubungan seks di tempat-tempat yang menyediakan para pekerja seks. Para remaja
hanya tinggal mengeluarkan uang untuk membayar para pekerja seks dan dengan
mudah mendapatkan kepuasan seksualitas. Sampai sekarang tempat lokalisasi dapat
dikunjungi oleh siapapun, dan dari kelangan usia berapapun asal dapat membayar
para pekerja seks tersebut. Keadaan demikian memberi peluang remaja dengan
mudah melampiaskan hasrat seksualnya.
Menurut Hudson (2003) aspek sikap remaja terhadap perilaku seksualitas
pranikah mengkait dengan empat aspek :
a. Aspek biologis
Aspek biologis merupakan aspek yang berkaitan dengan berfungsinya organ
reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan
reproduksi, memfungsikan secara optimal pengetahuan mengenai bahayanya
melakukan seks bebas. Aspek biologis ini berkaitan dengan perilaku seksualitas
bebas yang meliputi kissing, necking, petting dan intercourse.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang. Remaja
melakukan hubungan seks pranikah dikarenakan dua alasan yaitu:
1. Atas dasar saling mencintai, melakuan hubungan seksualitas bebas sebagai
pencurahan kasih sayang.
2. Atas dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi.
c. Aspek moral
Aspek moral mencakup anggapan dari seseorang individu terhadap hubungan
seks bebas, misalnya anggapan bahwa suatu hubungan seks bebas itu merupakan
hubungan yang normal, tidak normal, wajar, tidak wajar, boleh, tidak boleh,
ataupun baik, atau tidak menurut masing-masing individu.
d. Aspek sosial
Merupakan aspek yang melihat bagaiman seksualitas muncul dalam relasi antar
manusia, bagaiman seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari
lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam
kehidupan manusia. Seksualitas dipengruhi oleh norma, lingkungan dan pereturan
adat yang menentukan apakah perilaku di terima atau ditolakberdasarkan budaya
yang ada. Misalnya budaya timur khususnya Indonesia yang menganggap bahwa
orang yang melakukan hubungan seks bebas merupakan aib atau perilaku yang
tidak dapat diterima oleh norma-norma yang ada walaupun sekarang mulai
memudar. Namun, dalam kebudayaan barat perilaku seksualitas bebas dipandang
sebagai hal yang wajar dan biasa terjadi.
2.3 Bahaya perilaku seksualitas bebas
Menurut Dianawati (2006) mengemukakan resiko hubungan seksualitas pranikah
remaja meliputi :
a. Kehamilan yang beresiko
Seorang remaja yang melakukan perilaku seksualitas sampai pada hubungan seks
dapat mengalami kehamilan. Masa remaja atau masa pubertas yang ditandai dengan
menstruasi pada perempuan dan mimpi basah pada laki-laki. Ketika sudah mengalami
menstruasi maka perempuan sudah siap untuk dibuahi dan pada laki-laki yang telah
mengalami mimpi basah akan menghasilkan sperma yang siap untuk membuahi.
Maka dari itu, remaja telah mampu bereproduksi walaupun belum mampu
bertanggung jawab sepenuhnya. Kehamilan usia remaja dapat menyebabkan cacat
fisik maupun mental bahkan sampai pada kematian baik itu bayi maupun ibunya.
b. Aborsi
Aborsi adalah tindakan untuk mengakhiri masa kehamilan yang tidak
dikehendaki. Apabila aborsi dilakukan sembarangan dapat membahayakan jiwa
seseorang karena dari aborsi yang salah dapat menyebabkan infeksi yang disertai
pendarahan bahkan kematian. Efek lain dari aborsi adalah timbulnya trauma, sedih
dan perasaan bersalah dari dalam diri individu.
c. Terkena penyakit menular seksual (PMS)
Dari aktivitas seksual yang tidak sehat dapat memunculkan penyakit menular
seksual yang sangat berbahaya. PMS dapat dengan mudah menular melalui hubungan
seksual, terutama pada pasangan yang telah terinfeksi PMS sebelumnya.
Pengobatannyapun untuk setiap jenis penyakit yang sering dikenal yaitu HIV/AIDS
sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya.
2.4 Pencegahan perilaku seksualitas bebas
Soetjiningsih (2008) menerangkan upaya pencagahan hubungan seks pranikah
remaja.
Upaya
pencegahan
hubungan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
seks
pranikah
dilakukan
dengan
1. Meningkatkan kualitas hubungan orang tua dan remaja
Sebagai orang tua hendaknya bersikap terbuka terhadap masalah seksual,
sehinggga bisa menjadi tempat curhat bagi anak yang membutuhkan informasi
seksual. Sikap dan perilaku orang tua juga berperan sebagai contoh atau teladan
anaknya dalam menyikapi hubungan seks pranikah.
2. Ketrampilan menolak tekanan negatif dari teman.
Teman sebaya atau teman bergaul mempunyai pengaruh yang besar dalam
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Untuk itu remaja perlu berinisiatif
dalam melakukan penolakan terhadap ajakan teman yang mengarah ke hal yang
negatif atau lebih amannya, perlu memilih teman yang membawa pengaruh
positif dalam bergaul sehingga remaja dapat bersikap bijaksana terhadap
hubungan seks pranikah.
3. Meningkatkan relijiusitas remaja yang baik
Ajaran agama untuk remaja sebaiknya tidak hanya dikhotbahkan akan tetapi
diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang nyata yang dikaitkan dengan dengan
masalah-masalah kontekstual dalam kehidupan remaja (misalnya masalah
kesehatan reproduksi dan seksual). Dari kegiatan yang nyata akan membentuk
sikap remaja yang bijaksana khususnya dalam menyikapi hubungan seks
pranikah.
4. Pembatasan atau pengaturan peredaran media pornografi
Diharapkan media member manfaat yang positif yaitu lebih menampilkan pesanpesan seksualitas yang mendidik, karena sebenarnya media dapat dimanfaatkan
sebagai media yang ampuh dalam menyampaikan materi pendidikan seksualitas.
Dengan informasi yang positif maka akan membawa dampak positif pula pada
sikap dan perilaku remaja.
5. Promosi tentang kasahatan seksual bagi remaja yang melibatkan peran sekolah,
pemerintah dan lembaga non pemerintah
Siswa perlu memanfaatkan layanan bimbingan konseling yang ada dalam
memberikan pendidikan seks untuk siswa. Lembaga pemerintah ataupun lembaga
non pemerintah perlu mengadakan seminar mengenai kesehatan seksual remaja
dan pendidikan seksual secara keseluruhan. Penyampaiannya perlu dibuat secara
menarik agar siswa secara sadar diri dapat mengambil sikap terhadap hubungan
seks pranikah secara bijaksana dengan sendirinya tanpa paksaan dari siapapun,
karena kesadaran diri dari remaja itu sendiri merupakan cara yang paling penting
dalam mencegah hubungan seks pranikah.
2.5 Bimbingan Klasikal
2.5.1
Pengertian bimbingan klasikal
Bimbingan klasikal merupakan suatu bimbingan yang digunakan untuk
mencegah
masalah-masalah
perkembangan,
meliputi:
informasi,
pendidikan,
pekerjaan, personal, dan sosial dilaksanakan dalam bentuk pengajaran yang sistematis
dalam suatu ruang kalas yang berisi antara 20-25 siswa dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman diri dan orang lain serta perubahan sikap dengan
menggunakan
berbagai
media
dan
dinamika
kelompok
,Gazda
(dalam
ikippgrismg.ac.id ).
Bimbingan klasikal adalah layanan bantuan bagi siswa yang berjumlah antara
30-40 orang atau satu kelas melalui kegiatan klasikal yang disajikan secara sistematis,
bersifat prefentif dan memberikan pemahaman diri dan pemahanan tentang orang lain
yang berorientasi pada bidang pembelajaran, pribadi, sosial dan karier dengan tujuan
menyediakan informasi yang akurat dan dapat membantu individu untuk
merencanakan pengambilan keputusan dalam hidupnya serta mengembangkan
potensinya secara optimal (dalam ikippgrismg.ac.id).
Yusuf dan Nurishan (2008) menjelaskan bahwa tujuan bimbingan klasikal
adalah agar individu dapat:
a. Merencanakan
kegiatan
penyelesaian
kehidupannya di masa yang akan datang
studi,
perkembangan
karir,
serta
b. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki secara optimal
mungkin
c. Dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan dan lingkungan
masyarakat.
2.5.2
Fungsi bimbingan klasikal
Fungsi bimbingan klasikal meliputi fungsi preventif dan pemahaman (Gazda
dalam ikippgrismg.ac.id). Fungsi bimbingan klasikal lebih bersifat preventif dan
berorientasi pada pengembanganpribadi siswa yang meliputi bidang pembelajaran,
bidang sosial dan bidang karir (Siwabessy dan Hastoeti 2008). Fungsi bimbingan
klasikal menurut Nurihsan(2006) adalah pengembangan, penyaluran, adaptasi, dan
penyesuaian. Fungsi preventif atau pencegahan adalah fungsi bimbingan untuk
menghindarkan diri dari terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan dan ataupun
membahayakan dirinyadan orang lain. Fungsi pemahaman adalah fungsi bimbingan
untuk
membantu
siswa
agarmemiliki
pemahaman
terhadap
dirinya
dan
lingkungannya, sehingga mampumengembangkan potensi diri secara optimal, dan
mampu menyesuaikan diri denganlingkungan secara dinamis dan konstruktif
2.5.3
Keunggulan bimbingan klasikal
Keunggulan bimbingan klasikal adalah:
d. Informasi yang di sampaikan atau jenis kegiatan dapat dilakukan menjangkau
sejumlah siswa secara merata para siswa sekelas dapat menerima informasi yang
sama dari suatu sumber apakah guru/ konselor atau sumber yang lain secara
bersama-sama dengan demikian dapat meminimalkan pemahaman yang keliru
atau kesalahan persepsi.
e. Bimbingan klasikal memungkinkan para siswa saling memahami, terbuka,
menilai, mengomentari dengan jujur dan tulus sesuai pengarahan konselor.
f. Bimbingan klasikal dapat member peluang bagi siswa untuk belajar bertoleransi.
Siswa dapat mengenal, memahami, menarima, dan dapat mengarahkan diri secara
positif apabila konselor dapat mengelola kelas dangan baik.
2.6 Kajian yang berhubungan
Penelitian yang dilakukan Wibawa (2006) yang meneliti siswa SMA N 2
Tangerang, menerangkan bahwa pendidikan seks melalui layanan bimbingan klasikal
sangat efektif untuk membimbing siswa mampu belajar memahami, belajar
mengelola dorongan seksual secara sehat seperti menunda berhubungan seksual
sebelum menikah dengan cara mengendalikan atau mengalihkan pada kegiatan yang
positif dan sehat seperti organisasi, olahraga, seni dan pramuka. Sedangkan
Febriansyah (2006) juga menerangkan bahwa bimbingan seksualitas dapat
menurunkan sikap siswa SMA Kuantan Tengah terhadap hubungan seks pranikah.
Creagh (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada perubahan sikap
siswa SMA di Yogyakarta terhadap hubungan seks pranikah menjadi lebih baik
setelah mendapatkan pendidkan seks yang diberikan di sekolah melalui layanan
bimbingan dan konseling yang didampingi ajaran agama, iman, dan norma-norma
yang ditentukan masyarakat. Menurut hasil kuisioner sikap siswa terhadap seks
terhadap hubungan seks prenikah sebesar 61.1% siswa setuju terhadap hubungan seks
pranikah dan setelah mendapatkan seminar tentang seks beberapa kali sikap siswa
yang setuju terhadap hubungan seks pranikah menjadi 16.4% saja. Keberhasilan
pendidikan seks dalam mempengaruhi sikap siswa terhadap hubungan seks pranikah
dapat dicapai dengan didampingi ajaran agama, iman dan norma-norma yang
ditentukan di masyarakat.
Hayati (2006) juga menerangkan bahwa pendidikan seks melalui layanan
bimbiningan di kelas dan dibantu oleh bimbingan dari orang tua di rumah dapat
mencegah siswa SLTP Kabupaten Dairi Sumatra Utara untuk tidak melakukan
hubungan seks pranikah.
2.7
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Pemberian layanan bimbingan klasikal secara signifikan dapat menurunkan perilaku
seks bebas siswa kelas XIIB Perhotelan SMK PELITA Salatiga.
Download