6 BAB 2 KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB 2
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
2.1
Kajian Teori
Kajian teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori
dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti. Kajian teori
berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui
pendefinisian, dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi,
sehingga ruang lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel
yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah (Sugiyono, 2007). Pada penelitian
ini akan dijelaskan variabel komitmen organisasi, komunikasi atasan-bawahan, dan
gaya kepemimpinan.
2.1.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen merupakan sebuah proses yang berkesinambungan, dan tidak
begitu saja terjadi, dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung
dalam organisasi. Komitmen organisasi membahas tentang perilaku karyawan di
organisasi. Menurut Greenberg (2003), komitmen organisasi adalah sikap yang
mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya.
Komitmen organisasi menurut Robbins dan Judge (2008) adalah sejauh mana
seorang karyawan setuju dengan tujuan-tujuan organisasi dan keinginan untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Komitmen organisasi
adalah tingkat di mana seorang karyawan percaya dan menerima tujuan organisasi
dan keinginan untuk tinggal dengan organisasi. (Mathis, 2008).
Griffin (2004), menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah sikap yang
mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya. Karyawan-karyawan yang merasa lebih berkomitmen pada organisasi
memiliki kebiasaan-kebiasaan yang bisa diandalkan, berencana untuk tinggal lebih
lama di dalam organisasi, dan mencurahkan lebih banyak upaya dalam bekerja.
6
7
2.1.1.1 Jenis-jenis Komitmen Organisasi
Menurut Greenberg (2003) terdapat 3 bentuk komitmen organisasi yang
berbeda-beda, yaitu :
1) Affective commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk bekerja pada
organisasi / perusahaaan disebabkan karena dia setuju dengan nilai-nilai
dan tujuan-tujuan dasar organisasi.
2) Continuance commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk tetap
bekerja bagi organisasi / perusahaan disebabkan karena dia merasa perlu
untuk mempertahankan pekerjaannya sekarang dan tidak mampu untuk
keluar dari organisasi.
3) Normative commitment, yaitu keinginan kuat seseorang untuk tetap
bekerja pada organisasi / perusahaan disebabkan karena dia merasa itu
merupakan kewajibannya dan adanya tekanan dari orang lain. Seseorang
yang memiliki jenis komitmen ini biasanya tidak ingin dianggap buruk
oleh rekan kerjanya yang menyebabkan dia ingin tetap bekerja di
organisasi.
2.1.1.2 Manfaat Komitmen Bagi Organisasi
Menurut Greenberg (2003), beberapa perilaku seseorang yang mempunyai
komitmen pada organisasi:
1) Karyawan yang mempunyai komitmen mempunyai kemungkinan lebih
kecil untuk keluar dari perusahaan. Semakin besar komitmen karyaan
kepada organisasi, maka semakin kecil kemungkinan mereka untuk
berhenti dan memiliki tingkat kehadiran yang rendah.
2) Karyawan yang mempunyai komitmen bersedia untuk berkorban demi
organisasinya. Karyawan yang mempunyai komitmen yang tinggi selain
ingin tetap bekerja di organisasinya bersedia untuk berbagi dan membuat
pengorbanan demi organisasinya untuk berkembang. Komitmen seperti
ini yang paling dibutuhkan perusahaan karena di lingkungan global saat
ini karyawan diharapkan bekerja dalam waktu yang lama.
2.1.1.3 Cara Membangun Komitmen Organisasi
Berikut adalah cara organisasi dalam membangun komitmen pada organisasi.
(Greenberg, 2003)
8
1. Make jobs interesting and give people responsibility: berikan karyawan
pekerjaan yang menarik dan berikan tanggung jawab dan kesempatan bagi
mereka untuk dapat diakui pekerjaannya.
2. Align the interests of the company with those of the employees: memberikan
keuntungan tidak hanya pada perusahaan, tetapi juga pada karyawan.
Misalnya biaya insentif untuk karyawan sebagai bonus karena perusahaan
baru saja mendapatkan keuntungan.
3. Enthusiastically recruit new employees whose values closely match those of
the organizations: dalam proses rekruitmen, semakin besar upaya
perusahaan untuk membuat pelamar tertarik untuk bekerja di perusahaannya,
maka semakin besar kontribusi yang diberikan calon karyawan dengan
meningkatkan komitmennya di perusahaan.
4. Listen to your employees: suatu organisasi harus menunjukkan sikap terbuka
kepada karyawan dan mendengarkan keluhan dan kesulitan apa yang dialami
karyawan agar mereka merasa diperhatikan.
2.1.2 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan memiliki banyak definisi dalam konteksnya. Robbins dan
Judge (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan yang dimiliki
seseorang untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan oganisasi.
Kepemimpinan adalah hubungan pengaruh antara pemimpin dan pengikut yang
menginginkan perubahan nyata dan hasil yang mencerminkan tujuan bersama
mereka (Daft, R.L, 2008). Berikut adalah beberapa definisi kepemimpinan menurut
para ahli-ahli (Yukl, 2009) :
1. Menurut Hemphil dan Coons, kepemimpinan adalah perilaku individu yang
mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama.
2. Menurut Burns, kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi
sumber daya institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya
untuk membangkitkan, melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya.
3. Menurut Jacobs & Jaques, kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan
(arahan yang berarti) ke usaha kolektif, yang menyebabkan adanya usaha yang
dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
9
4. Menurut E. H. Schein, kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di
luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih
adaftif.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan kemampuan memengaruhi orang lain dan tingkah laku bawahan atau
kelompok untuk melakukan perubahan dan mencapai tujuan organisasi atau
kelompok.
2.1.2.1 Perilaku Kepemimpinan Efektif
Menurut University of Michigan, ada tiga jenis perilaku kepemimpinan yang
membedakan antara manajer yang efektif dengan manajer yang tidak efektif:
perilaku
yang
berorientasi
tugas,
perilaku
yang
berorientasi
hubungan,
kepemimpinan partisipatif. (Yukl, 2009)
1. Perilaku yang Berorientasi Tugas. Manajer yang efektif tidak menggunakan
usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya.
Sebaliknya, para manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsifungsi yang berorientasi pada tugas seperti merencanakan dan mengatur
pekerjaan,
mengoordinasikan
kegiatan
bawahan,
dan
menyediakan
keperluan.
2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan. Bagi para manajer yang efektif,
perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi dengan mengorbankan
perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer yang efektif lebih
penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan.
3. Kepemimpinan Partisipatif. Para manajer yang efektif menggunakan lebih
banyak supervisi kelompok daripada mengendalikan tiap bawahan sendirisendiri. Pertemuan berkelompok memudahkan partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, mendorong kerjasama,
dan memudahkan pemecahan konflik.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Pada Efektivitas Kepemimpinan
Menurut Yukl (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
pemimpin adalah sebagai berikut:
1) Ciri, menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi,
nilai, dan keterampilan.
10
2) Keyakinan dan Optimisme.
3) Keterampilan dan keahlian.
4) Perilaku, sikap manajer dalam menggunakan waktunya dan pola aktivitas,
tanggung jawab dan fungsi spesifik dari pekerjaan.
5) Integritas dan etika.
6) Taktik pengaruh.
7) Sifat pengikut.
2.1.2.3 Karakteristik Pemimpin Efektif
Menurut Greenberg (2003), karakteristik yang dimiliki oleh seorang
pemimpin yang efektif yaitu:
1) Drive. Keinginan yang kuat dan ambisi pemimpin dalam mencapai
serangkaian tujuan organisasi.
2) Honesty and Integrity. Pemimpin yang dapat dipercaya, dapat diandalkan
dan terbuka dalam segala pendapat.
3) Leadership motivation. Pemimpin yang memiliki keinginan kuat
mempengaruhi seseorang untuk mencapai tujuan bersama.
4) Self-confidence. Pemimpin yang percaya pada kemampuannya sendiri.
5) Cognitive ability. Pemimpin yang mampu mengintegrasikan dan
menyaring sejumlah informasi.
6) Knowledge of the business. Pemimpin yang memiliki pengetahuan
perkembangan industri dan teknik yang dibutuhkan.
7) Creativity. Pemimpin yang idenya terus mengalir.
8) Flexibility. Pemimpin yang mampu memenuhi kebutuhan karyawan dan
beradaptasi pada situasi.
2.1.2.4 Dimensi Gaya Kepemimpinan
Menurut Ohio State University, terdapat dua dimensi dari perilaku pemimpin.
Dimensi tersebut adalah sebagai berikut. (Robbins dan Judge, 2008)
1) Initiating structure, sejauh mana seorang pemimpin mendefinisikan serta
menentukan peran-peran para bawahan dalam rangka merancang dan
memenuhi tujuan di area pertanggungjawabannya. Gaya ini menekankan
pengarahan kegiatan pekerja dalam tim ataupun individu lewat
11
perencanaan, pengkomunikasian, penjadwalan, penugasan pekerjaan,
penekanan deadline.
2) Consideration, yaitu sejauh mana pemimpin punya hubungan dengan
bawahan yang dicirikan oleh sikap saling percaya, menghargai gagasan
pekerja, dan empati atas perasaan mereka. Gaya ini menekankan pada
pemuasan
kebutuhan
menyediakan
waktu
psikologis
untuk
pekerja.
mendengar,
Pemimpin
umumnya
berkeinginan
melakukan
perubahan nasib pekerja, mengupayakan kesejahteraan pribadi para
pekerja, bersahabat, dan mudah didekati.
2.1.2.5 Pengertian Komunikasi
Menurut Robbins dan Judge (2008), proses komunikasi merupakan langkahlangkah di antara komunikator dan komunikan yang akan menghasilkan suatu makna
dan pemahaman. Terdapat arus komunikasi, yaitu sebagai berikut :
1)
Komunikasi ke atas, merupakan pesan yang dikirim dari tingkat yang lebih
rendah ke tingkat yang lebih tinggi misalnya komunikasi dari bawahan ke
atasan.
2)
Komunikasi ke bawah, merupakan pesan yang dikirim dari tingkat yang
lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah misalnya komunikasi antara atasan
ke bawahan
2.1.2.6 Komunikasi Interpersonal
Atasan dan bawahan dapat berkomunikasi dengan berbagai cara, yaitu dengan
cara sebagai berikut : (Robbins dan Judge, 2008)
1)
Oral Communication. Komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih yang saling bertatap muka secara langsung. Keuntungan dari komunikasi
oral adalah respon yang lebih cepat baik antara atasan maupun bawahan.
2)
Written Communication. Komunikasi yang dilakukan dengan perantara
tulisan tanpa adanya pembicaraan secara langsung dengan menggunakan
bahasa yang singkat, jelas, dan dapat dimengerti oleh penerima.
3)
Nonverbal Communication. Komunikasi non-verbal adalah proses
penyampaian pesan-pesan oleh seseorang yang dilakukan tidak dengan katakata atau bahasa verbal. Contoh komunikasi nonverbal ialah menggunakan
gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, intonasi, gaya berbicara.
12
2.1.2.7 Komponen-Komponen Komunikasi
Ada beberapa komponen atau unsur komunikasi yang dikenal, yaitu sebagai
berikut (Rosmawaty, 2010) :
1. Source atau sumber atau encoder
2. Communicator atau komunikator atau sender atau pengirim pesan
3. Communican yaitu penerima pesan
4. Message (informasi), yaitu berupa pesan, berita yang disampaikan
5. Channel, media atau saluran informasi
6. Effect, yaitu pengaruh atau dampak dari informasi tersebut
7. Feedback, yaitu umpan balik atau tanggapan terhadap informasi tersebut
8. Noise, gangguan atau hambatan dalam berkomunikasi
2.1.2.8 Pengertian Komunikasi Atasan-Bawahan
Komunikasi supervisor-subordinate atau komunikasi antara atasan dengan
bawahan merupakan hal yang sangat penting di dalam organisasi. Setiap manusia
akan membutuhkan komunikasi dengan masyarakat atau kelompok untuk
berinteraksi. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan
yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri
dari komunikasi pemimpin dan bawahan/karyawan.
Komunikasi atasan bawahan dalam sebuah organisasi memiliki pengertian
yaitu informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang
berotoritas lebih rendah (Pace & Faules, 2003 dalam Hamdi, 2012).
Komunikasi ke bawah menunjukkan arus pesan yang mengalir dari para
atasan atau para pemimpin kepada bawahannya. Kebanyakan komunikasi ke
bawahan digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkenaan dengan
pengarahan, tujuan, disiplin, perintah, pertanyaan dan kebijakan umum. Tujuan
komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah sikap,
membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena
salah informasi, mencegah kesalahpahaman karena kurang informasi dan
mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan.
Persoalan utama dalam komunikasi atasan bawahan adalah sejauh mana
komunikasi atasan dan bawahan dapat berjalan dengan efektif atau tidak. Apabila
hasil yang didapat sama dengan tujuan yang diharapkan maka hasil komunikasi
dinyatakan efektif, jika hasil yang didapatkan lebih besar dari tujuan yang
13
diharapkan maka komunikasi dapat dikatakan sangat efektif, tetapi apabila hasil yang
didapatkan lebih kecil dari tujuan yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa
komunikasi tidak atau kurang efektif. Komunikasi disebut efektif apabila penerima
menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh
pengirim (Thoha, 2010).
Komunikasi yang efektif dapat dilihat pada faktor berikut ini (Thoha, 2010):
1) Keterbukaan, dalam penyampaian informasi, keterbukaan informasi yang
diberikan atasan ke bawahannya sangat penting, kurangnya sifat terbuka antara
pimpinan dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau
menyampaikan pesan dan gangguan dalam pesan, 2) Kepercayaan pada pesan tulisan,
atasan cenderung menggunakan penyampaian informasi menggunakan pesan tertulis
seperti buletin, booklet dibanding penyampaian informasi melalui tatap muka
langsung, 3) Ketepatan waktu, atasan seharusnya menyampaikan informasi kepada
bawahan pada saat yang tepat, 4) Penyaringan, informasi yang disampaikan
seharusnya jelas dan akurat dan sehingga bawahan dapat menyaring informasi
tersebut dengan benar.
2.1.3 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan adanya
pengaruh komunikasi atasan-bawahan dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen
organisasi :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Shabnam Handi dan Mahmoud Rajablu
(2012) yang berjudul “Effect of Supervisor-Subordinate Communication
and Leadership Style on Organizational Commitment of Nurses in Health
Care Setting”. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa pengaruh
gaya kepemimpinan consideration berpengaruh signifikan terhadap
komitmen organisasi. Hal ini dapat dilihat dari penelitian tersebut dimana
dua tipe kepemimpinan consideration (high and low) mempunyai
hubungan yang signifikan dengan komunikasi atasan bawahan dan
mempunyai pengaruh yang besar terhadap komitmen afektif.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Opolot Julius Samuel (2008) yang
berjudul “Leadership Behavior, Organisational Commitment, Job
Satisfaction and Service Quality in Commercial Banks in Uganda”. Dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif
14
dan signifikan antara gaya pemimpin consideration dengan komitmen
organisasi. Saat pemimpin memberikan perhatian kepada karyawan dan
memenuhi harapan karyawan, karyawan akan merasakan kepuasan yang
dapat berpengaruh pada komitmen karyawan yang tinggi untuk
berkontribusi lebih pada perusahaan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Zoran Susanj dan Ana Jakopec (2012)
yang berjudul “Fairness Perceptions and Job Satisfaction as Mediators
of the Relationship between Leadership Style and Organizational
Commitment”.
Pada
penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
gaya
kepemimpinan berhubungan positif dan mempunyai pengaruh yang baik
langsung maupun tidak langsung terhadap komitmen organisasi artinya
pemimpin mampu meningkatkan komitmen di antara bawahanbawahannya.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ijaz Ahmad Tatlah, Zulfiqar Ali, dan
Muhammad Saeed (2011) yang berjudul “Leadership Behavior and
Organizational Commitment”. Dalam penelitian tersebut ditemukan
bahwa terdapat hubungan positif dan pengaruh signifikan antara perilaku
pemimpin dengan komitmen organisasi. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa dimensi consideration merupakan gaya kepemimpinan yang
sangat bernilai di organisasi.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Pan Jing-zhou, Zhou Xiao-Xue, dan Zhou
Xia-qing (2009) yang berjudul “The role of leadership between the
employees and the organization: a bridge or a ravine?”. Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa LMX (Leader-Member Exchange) memiliki
pengaruh yang positif pada komitmen afektif organisasi. Pemimpin yang
memiliki hubungan dan komunikasi yang baik dengan bawahannya, akan
membuat bawahannya merasa berada pada kelompok “in-group” yang
membuat
bawahan memiliki rasa kepercayaan kepada pemimpin
sehingga meningkatkan komitmen organisasi.
2.2
Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting (Sugiyono, 2005). Menurut hubungan antar variabel terdapat empat macam
15
variabel dalam penelitian yaitu variabel independen atau variabel bebas (X), variabel
dependen atau variabel terikat (Y), variabel moderator dan variabel intervening
(Sugiyono, 2012). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah
Komunikasi Atasan-Bawahan, dan yang menjadi variabel dependen adalah
Komitmen Organisasi dengan variabel moderatornya yaitu Gaya Kepemimpinan.
Kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar 2.1:
Komunikasi AtasanBawahan
Komitmen Organisasi
Gaya Kepemimpinan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.3
Rancangan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian karena
masih harus dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas,
hipotesis penelitian ini ditetapkan sebagai berikut:
2.3.1 Komunikasi Atasan-Bawahan dan Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah salah satu faktor penting
dalam membahas
perilaku komunikasi pada organisasi. Kekuatan hubungan atasan-bawahan dapat
memprediksi hasil yang signifikan seperti kinerja dan komitmen organisasi yang
lebih kuat (Liden, Wayne, dan Sparrowe, 2000;Schriesheim, Castro, dan Cogliser,
1999, dalam Hamdi, 2012). Hubungan atasan-bawahan memiliki potensi dalam
mengidentifikasi beberapa perilaku atasan yang dapat meningkatkan persepsi
bawahan mengenai hubungan tersebut (Johlke dan Duhan, 2001, dalam Hamdi,
2012) .
16
Kualitas komunikasi yang rendah antara atasan dan bawahan adalah penyebab
menurunnya keterikatan karyawan pada perusahaan dan meningkatnya keinginan
karyawan untuk meninggalkan organisasi. Begitu juga sebaliknya, kualitas
komunikasi antara atasan dan bawahan dan perasaan keterikatan karyawan pada
organisasi akan berada di tingkat maksimum ketika atasan lebih perhatian. Oleh
karena itu, perilaku yang baik dari para atasan akan menghasilkan ikatan yang kuat
dari karyawan dan meningkatkan komitmen afektif mereka.
H1 : Ada pengaruh yang positif antara Komunikasi Atasan-Bawahan terhadap
Komitmen Organisasi
2.3.2 Gaya Kepemimpinan dan Komitmen Organisasi
Kepemimpinan telah digambarkan sebagai alat motivasi yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi orang lain mencapai tujuan tertentu. Diharapkan
dengan adanya keterlibatan para pemimpin yang suportif terhadap bawahan mereka
dapat mempengaruhi rasa kewajiban dari bawahan untuk tetap berkomitmen pada
organisasi (Anis, Kashif-ur-Rehman, Ijaz-Ur-Rehman, Khan, & Humayoun dalam
Hamdi, 2012).
Untuk menggambarkan perasaan dan pikiran karyawan dalam sebuah
organisasi, ada dua dimensi yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1984) dalam
Hamdi, 2012 yaitu terdiri dari affective commitment (berdasarkan pada perasaan
positif dan keterikatan karyawan pada organisasi) dan continuuance commitment.
Penelitian sebelumnya tentang kepemimpinan telah menemukan bahwa
hubungan antara dua variabel kepemimpinan (initiating structure dan consideration)
dan komitmen organisasi bervariasi di seluruh konteks organisasi, sudah diketahui
bahwa ada hubungan positif antara consideration (perhatian) pemimpin pada rumah
sakit dengan komitmen dalam rumah sakit, dimana initiating structure berhubungan
positif dengan komitmen antara karyawan di pemerintah kota.
H2 : Ada pengaruh yang positif antara Gaya Kepemimpinan terhadap Komitmen
Organisasi.
17
2.3.3 Komunikasi Atasan-Bawahan, Gaya Kepemimpinan, Komitmen
Organisasi
Komunikasi interpersonal atasan-bawahan adalah salah satu bidang utama
komunikasi organisasi dan pemahaman yang tepat harus ditanamkan antara atasan
dan bawahan (Schwandt & Marquardt dalam Hamdi, 2012)
Salah satu penelitian mengenai kepemimpinan yang signifikan yang
berkembang setelah Perang Dunia II dipimpin oleh Edwin Fleishman dan rekanrekannya di Ohio State University (OSU). Penelitian itu mengegmbangkan teori dua
faktor kepemimpinan, initiating structure dan consideration (perhatian). Perhatian
mengacu pada hubungan antar kelompok, dan kecenderungan untuk membentuk pola
yang baik dan saluran komunikasi dan initiating structure untuk mendefinisikan cara
menyelesaikan suatu pekerjaan. Perhatian termasuk dalam perilaku seperti
persahabatan, saling percaya, saling menghormati, dan komunikasi antara atasan dan
bawahan (Fleishman, 1973; Stogdill, 1963 dalam Hamdi, 2012). Seorang pemimpin
dengan tingkat perhatian yang tinggi mendukung komunikasi yang terbuka dan
partisipasi.
Hasil penelitian di sebuah rumah sakit non-federal di Amerika Serikat
tenggara ditujukan untuk meningkatkan tingkat komitmen dengan meningkatkan
komunikasi antara atasan dan bawahan. Komunikasi yang memiliki kualitas rendah
antara atasan dan bawahan adalah penyebab berkurangnya keterikatan karyawan
kepada organisasi yang menyebabkan komitmen organisasi menurun.
H3
: Ada pengaruh yang positif antara Komunikasi Atasan-Bawahan terhadap
Komitmen Organisasi dengan Gaya Kepemimpinan sebagai variabel
moderator.
Download