BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa advokat

advertisement
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jasa advokat merupakan kebutuhan yang tak dipungkiri mengalami
perkembangan pesat bagi pihak awam hukum, baik jasa untuk mewakili klien
dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Klien adalah pihak yang
membutuhkan suatu perlidungan hukum terhadap hak-hak atau kepentingankepentingannya atau pihak yang ingin memperoleh penyelesaian atau jalan keluar
terhadap persoalan hukum yang dihadapinya dan oleh sebab itu ia memanfaatkan
jasa advokat.
Hubungan antara Advokat dan klien adalah hubungan hukum yang timbul
dari adanya perjanjian pemberian kuasa. Dalam perjanjian pemberian kuasa
antara advokat dan klien tersebut tertuang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
masing-masing sebagai pihak-pihak. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa
atas dasar perjanjian pemberian kuasa tersebut klien memberikan kewenangan
kepada advokat untuk melaksanakan kuasa yang diberikan padanya dan bagi
advokat ia berhak menerima honorarium dari pelaksanaan kuasa tersebut sebagai
upah atau tegen prestasi.
Dalam pemenuhan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang telah
disepakati antara advokat dengan kliennya tak jarang terjadi perselisihan atau
ketidaksepahaman hingga berwujud pada tindakan wanprestasi atau perbuatan
melawan hukum. Perselisihan atau ketidaksepahaman tersebut untuk memperoleh
suatu penyelesaian maka langkah yang harus ditempuh adalah penafsiran.
Penafsiran terhadap perjanjian merupakan langkah untuk memahami klausulaklausula dalam perjanjian sehingga dapat menafsirkan langkah-langkah
operasional atau pemenuhan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan para pihak sesuai dengan maksud dari perjanjian itu dibuat.
Sebagai prinsip dalam menafsirkan suatu perjanjian termasuk perjanjian
pemberian kuasa antara advokat dan klien maka asas itikad baik memiliki peran
sentral dalam penafsiran tersebut. Sehingga seluruh perjanjian harus ditafsirkan
dengan itikad baik.1 Dalam pergaulan hukum sehari-hari, pihak yang beritikad
baik patut mendapat perlindungan hukum, sedang pihak yang tidak beritikad baik
(te kwader trouw) tidak perlu mendapat perlindungan.2 Jadi, pihak yang dianggap
tidak memiliki itikad baik dapat dituntut ke pengadilan oleh pihak lain.
Itikad baik juga merupakan salah satu prinsip bagi advokat dalam
melaksanakan profesinya karena dengan itikad baik inilah advokat memperoleh
hak imunitas advokat. Hak imunitas adalah hak kekebalan dalam artian suatu hak
yang tidak tunduk kepada hukum yang berlaku, hak tidak dapat di ganggu gugat
oleh hukum apapun.3 Pasal 16 Undang-undang No. 18 tahun 2003 Tentang Advokat
menyebutkan bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun
1
Ridwan Khairandy, 2013, Hukum Kontrak Indonesia, Dalam Perspektif Perbandingan
(Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, hlm. 144 (selanjutnya disingkat Ridwan Khairandy-I)
2
Djaja S. Meliala, 1982 Pemberian Kuasa Menurut Kitab UU Hukum Perdata,Tarsito,
Bandung.hlm. 1
3
Lasdin Wlas, 1989, Cakrawala Advokat Indnesia, Liberty, Yogyakarta. hlm. 9
pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan
klien dalam sidang pengadilan. Sehinnga selama advokat dapat membuktikan
bahwa ia telah beritikad baik melaksanakan kewajibannya di muka pengadilan
maka ia tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Untuk menjamin adanya asas itikad baik dalam penerapannya maka hakim
memiliki kewenangan untuk melakukan penafsiran terhadap perjanjian para pihak
yang berperkara. Sekalipun penafsiran berdasarkan asas itikad baik merupakan
kewenangan yang dimiliki oleh hakim, namun penerapan asas itikad baik dalam
suatu perjanjian bukanlah perkara yang mudah, mengingat permasalahan itikad
baik itu amat luas,4 pada setiap peristiwa hukum atau hubungan hukum yang
timbul baik dari perjanjian maupun undang-undang sangat dimungkin terjadinya
perbedaan oleh undang-undang, pendapat ahli maupun penerapan oleh hakim
(yurisprudensi).
Mengingat amat luasnya makna atau interprestasi dari asas itikad baik itu
sendiri maka multi-tafsir dalam penerapannya pun merupakan suatu hal yang
tidak dapat dipungkiri terjadi. Hakim-hakim pada tingkat peradilan yang berbeda
sangat dimungkinkan memiliki standar tertentu dalam menerapkan penafsiran
dengan itikad baik terhadap perkara yang sama, bahkan tidak menerapkan itikad
baik sama sekali dalam memahami perjanjian para pihak yang diperiksa pada
proses acara peradilan tersebut. Sehingga dengan demikian akan terdapat
4
Djaja S. Meliala, Op.cit (dalam kata pengantar)
inkonsistensi penerapan asas itikad baik pada putusan yang dikeluarkan pada
setiap tingkat peradilan di Indonesia.
Adapun kasus yang dapat mewakili persoalan diatas untuk dapat mengkaji
sejauh mana penerapan asas itikad baik oleh hakim dalam menafsirkan perjanjian
pemberian kuasa antara advokat dan klien adalah putusan Mahkamah Agung
Nomor : 1392K/Pdt/2012 yang telah membatalkan putusan Pengadilan tingkat
Pertama dan putusan Pengadilan tingkat Banding. Perkara yang diputus berawal
dari gugatan yang dilayangkan oleh seorang Advokat kepada kliennya di wilayah
hukum Pengadilan Sleman. Putusan Pengadilan tingkat Pertama dan putusan
Pengadilan
Tinggi
pada
tingkat
Banding
memberikan
putusan
yaitu
dimenangkannya perkara tersebut bagi seorang advokat sebagai penggugat di
pengadilan tingkat pertama (tergugat di tingkat kedua), namun pada tingkat
Kasasi hakim membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama dan kedua
tersebut dengan dimenangkannya perkara bagi pihak yang merupakan bekas klien
advokat tersebut.
Dengan uraian latar belakang di atas maka peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul : “TINJAUAN TENTANG ASAS ITIKAD BAIK
DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN KUASA ANTARA ADVOKAT DAN
KLIEN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1392K/Pdt/2012)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan asas itikad baik dalam perjanjian pemberian
kuasa dan honorarium antara advokat dan klien?
2. Apakah yang menjadi tolak ukur oleh hakim agung dalam menentukan
adanya pelanggaran terhadap asas itikad baik pada putusan Mahkamah
Agung RI Nomor : 1392K/Pdt/2012 ?
C. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah sebagaimana diatas maka adapun yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mengkaji penerapan asas itikad baik dalam
perjanjian pemberian kuasa dan pemakaian jasa hukum antara advokat
dan klien
2. Untuk mengetahui dan mengkaji menjadi tolak ukur oleh hakim agung
dalam menentukan adanya pelanggaran terhadap asas itikad baik pada
putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1392K/Pdt/2012
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan dan keilmuan
hukum terutama berkaitan dengan hukum bisnis dalam perjanjian-perjanjian
atau perikatan-perikatan.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua
kalangan terutama bagi para praktisi hukum dan penegak hukum. Bermanfaat
dalam memberikan gambaran dan menemukan solusi berkaitan dengan
perjanjian pemberian kuasa dan honorarium pengacara. Dan memberi
masukan kepada Advokat dan pihak yang mempergunakan jasanya untuk
memperhatikan itikad baik dalam perjanjian Pemberian Kuasa dan
Honorarium.
E. Keaslian penelitian
Berkenaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan dan sepanjang
penelusuran yang telah diupayakan melalui pencarian di internet maupun di
Perpustakaan Hukum UGM sendiri bahwasanya masalah yang dihadapai peneliti
dalam penelitian ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Namun dari
penelusuran tersebut peneliti menemukan beberapa penelitian yang sekiranya
memiliki keniripan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sendiri,
dimana hal tersebut dimungkinkan terjadi karena kesamaan objek yang ditelti
maupun tinjauan yang digunakan dalam penelitian. Penelitian-penelitian tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Binoto Nadapdap5 dengan Tesisnya
yang berjudul “ Penetapan Honorarium Jasa Advokat, Tinjauan dari
Binoto Nadapdap, 2008, “Penetapan Honorarium Jasa Advokat, Tinjauan dari Hukum
Perlindungan Konsumen”, Pascasarjana Fakultas Universitas Indnesia, Jakarta.
5
Hukum Perlindungan Konsumen”.
Pada tesis tersebut Binoto
Nadapdap meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi advokat
dalam menentukan besarnya honorarium dan ketentuan perundangundangan yang mengatur tentang besarnya honorarium advokat.
2. Skripsi yang dilakukan oleh Rifzika Afifuddin6 pada tahun 2013
dengan Almamater Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga dan
judul skripsi tersebut yaitu Hak imunitas advokat studi putusan
perkara No. 579/PID.B/2012/PN.SLMN. Perbedaan skripsi tersebut
dengan tesis yang akan peneliti lakukan adalah skripsi tersebut
mengkaji sejauh mana hak imunitas tersebut melekat pada diri advokat
dengan menggali peraturan-peraturan terkait dan bentuk penerapan
hak imunitas tersebut.
3. Skripsi yang dilakukan oleh Yio Tjeh Kie7 pada tahun 2012 dan
almamater Universitas Indonesia dengan judul “ Malpraktik Advokat
dan Sanksi Kode Etiknya, Studi Komparatif Antara Indonesia dan
Jepang”. Adapun perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah skripsi ini melakukan perbandingan peraturanperaturan perundang-undangan, acara peradilan, kode etik antara
jepang dan Indonesia tentang malpraktik advokat dan sanksinya.
Rifzika Afifuddin, 2013, “Hak Imunitas Advokat (Studi Putusan Perkara No.
579/PID.B/PN.SLMN)”, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
7
Yio Tjeh Kie, 2012, “ Malpraktik Advokat dan Sanksi Kode Etiknya (Studi Komparatif
Antara Indonesia dan Jepang)” , Fakultas Hukum UNiversitas Indonesia, Jakarta
6
Download