6 BAB II KAWAH-KAWAH SEBAGAI BUKTI TUMBUKAN DAN

advertisement
BAB II
KAWAH-KAWAH SEBAGAI BUKTI TUMBUKAN DAN
SUMBER-SUMBER TUMBUKAN
2.1. Kawah-kawah Sebagai Bukti Peristiwa Tumbukan di Tata Surya
Proses pembentukan kawah merupakan proses yang melibatkan transfer energi dari
penumbuk kepada target, yang terjadi seketika. Tumbukan bisa sangat luar biasa sehingga
bisa menimbulkan kawah yang jauh lebih besar dari benda penumbuknya. Bukti nyata
peristiwa tumbukan di tata surya tersebut dapat dilihat pada anggotanya yang bersifat padat,
dan tersedia dalam jumlah yang luar biasa banyak. Ini dikarenakan dampak dari tumbukan
tersebut dapat dilihat dengan jelas bahkan menjadi penentu karakteristik yang sangat
dominan pada anggota tata surya terutama yang secara geologi tidak aktif dan tidak
memiliki atmosfer yang cukup tebal.
Kawah-kawah hasil tumbukan di tata surya dapat dilihat pada planet-planet
terestrial dengan satelit-satelitnya (Bulan satelit Bumi, Phobos dan Deimos satelit Mars)
dan satelit-satelit planet Jovian. Benda-benda padat kecil seperti asteroid juga memiliki
permukaan yang bopeng-bopeng penuh bercak kawah akibat tumbukan antar mereka
sendiri atau oleh mikrometeorit.
Berdasarkan morfologinya, kawah-kawah tersebut dapat dikelompokkan kedalam
empat kelas, yaitu:
1). Kawah mikro (microcrater) atau lubang (pit) yang berukuran kurang dari 1 cm. Kawah
ini disebabkan oleh mikrometeorit atau butir-butir debu kosmik yang berkecepatan
tinggi pada permukaan berbatu. Sementara pit ditemukan pada benda-benda yang tidak
beratmosfer. Lubang tengahnya seringkali diselubungi oleh kaca.
2). Kawah-kawah kecil yang sederhana, dengan ukuran mencapai beberapa kilometer dan
bentuk seperti mangkuk. Kedalamannya dari rim (pinggiran/bibir kawah) ke dasar
kawah biasanya 1/5 diameternya, namun hal ini tergantung pada kekuatan material dan
gravitasi di permukaan target tumbukan.
3). Kawah-kawah besar yang lebih kompleks. Kawah-kawah ini biasanya memiliki lantai
yang datar dan sebuah central peak (tonjolan di tengah-tengah kawah), sementara
bagian dalam rimnya memiliki karakteristik bertingkat-tingkat/berjenjang. Diameter
6
kawah-kawah kompleks mulai dari sepuluh sampai ratusan kilometer. Kawah-kawah
dengan diameter antara 100 sampai 300 km di Bulan, Mars, dan Merkurius
menunjukkan cincin peak yang konsentris, tidak hanya satu central peak. Diameter
cincin terdalamnya biasanya setengah dari diameter rim ke rim. Pada satelit-satelit es
tidak terdapat adanya kawah dengan cincin peak.
4). Kawah-kawah besar dengan multicincin (multi-ring basin). Bentuk ini merupakan
sistem cincin-cincin konsentris, yang meliputi area yang lebih luas dari kawah-kawah
kompleks. Bagian dalam cincin biasanya terdiri dari bukit-bukit dalam suatu wilayah
yang berbentuk hampir lingkaran, dan sebagian lantai kawahnya kemungkinan dibanjiri
oleh lava. Cincin terluarnya menyerupai rim-rim kawah.
Secara garis besar, proses pembentukan kawah dapat dibagi menjadi tiga tahap
yaitu tahap kontak dan kompresi, tahap ejeksi atau penggalian kawah dan yang terakhir
tahap keruntuhan dan modifikasi.
• Tahap Kontak dan Kompresi
Pada saat penumbuk mengalami kontak dengan permukaan, terjadi transfer energi
kinetik berupa gelombang kejut, yang merambat ke target tumbukan (terdeteksi sebagai
gelombang seismik) dan ke penumbuk. Perambatan tersebut dapat dimodelkan secara
numerik menggunakan persamaan Hugoniot, yang dituliskan:
ρ (υ − υ p ) = ρ0υ
(1.1a)
P − P0 = ρ0υ pυ
(1.1b)
E − E0 = ( P + P0 )(V0 − V ) 2
(1.1c)
dimana ρ dan ρ0 adalah kerapatan terkompresi dan tidak terkompresi, V dan V0 adalah
volume spesifik (persatuan massa) terkompresi dan tidak terkompresi, P0 dan P adalah
tekanan di depan dan belakang gelombang kejut, υ adalah kecepatan kejut dan υ p adalah
kecepatan partikel di belakang gelombang kejut, E0 dan E adalah energi internal persatuan massa didepan dan dibelakang gelombang kejut.
Tekanan pada tumbukan antara meteorit dengan Bumi dapat mengikuti persamaan
hugoniot, dimana untuk tumbukan berkecepatan rendah:
P≈
1
ρ0csυ
2
(1.2a)
dan untuk tumbukan berkecepatan tinggi:
7
P≈
1
ρ0υ 2
2
(1.2b)
dengan cs pada tumbukan berkecepatan rendah adalah kecepatan suara:
cs =
Km
(1.3)
ρ0
dimana Km adalah modulus bulk material.
Gelombang kejut bermula pada titik kontak awal, mengkompresi material di target
tumbukan dan ke penumbuk sendiri, memberi tekanan yang luar biasa tinggi, dengan
tekanan paling tinggi di titik kontak antara penumbuk dan sasaran. Selain itu saat
penumbuk menumbuk ke sasaran terjadi semburan campuran material penumbuk dan
sasaran.
Obyek sasaran dan meteorit mempunyai permukaan bebas, yaitu permukaan terluar
yang berhubungan langsung dengan udara atau medium antar planet. Permukaan bebas
tersebut tidak dapat menahan keadaan yang bertekanan sehingga mengembangkan
gelombang pelepasan (rarefaction) saat mendapat tekanan. Saat gelombang kejut
mencapai bagian belakang penumbuk, gelombang rarefaction atau gelombang
dekompresi tersebut memantul dari permukaan mengikuti di belakang gelombang kejut
yang sedang merambat ke arah muka sasaran yang ditumbuk. Gelombang rarefaction
merambat melalui penumbuk dengan kecepatan suara, melakukan dekompresi material
ke tekanan hampir nol. Sementara penumbuk, yang kemungkinan hampir meleleh atau
menguap seluruhnya karena tekanan awal yang sangat tinggi, setelah dilewati gelombang
rarefaction meninggalkan kawah dalam bentuk awan uap atau bola api (fireball). Durasi
tahap kontak dan kompresi dihitung sebagai waktu yang dibutuhkan gelombang kejut
bersama rarefactionnya untuk melintasi geometri penumbuk.
• Tahap Ejeksi dan Penggalian
Awan uap atau bola api (fireball) selanjutnya mengembang secara adiabatik ke
arah atas dan keluar, dengan gas-gas pada jarak r mengalami percepatan:
d 2r
1 dP
=−
2
ρ g dr
dt
(1.4)
dengan ρg adalah kerapatan gas. Sementara itu gelombang kejut yang merambat makin
luas dan melemah, secara bertahap menjadi gelombang tekanan yang merambat dengan
kecepatan suara. Gelombang rarefaction yang mengikutinya mendekompresi material,
8
mengawali aliran penggalian dibawah kecepatan suara, yang membuka kawah. Waktu
yang dibutuhkan untuk menggali kawah secara kasar dihitung dari periode gelombang
gravitasi dengan panjang gelombang sebanding dengan diameter kawah D (untuk kawahkawah yang penggaliannya didominasi oleh gravitasi, yaitu kawah-kawah dengan
diameter hanya beberapa km):
⎛ D
t =⎜
⎜ gp
⎝
12
⎞
⎟⎟
⎠
(1.5)
Material-material sampai dengan kedalaman ~1/3 kawah-sementara tergali.
Material-material target tumbukan dibawah kedalaman tersebut terdorong ke bawah,
sedangkan lapisan diatasnya akan melengkung ke arah atas, dan tergali atau terangkat
membentuk dinding kawah atau rim. Tinggi rim pada kawah-kawah kecil (di Bulan
diameter D ≤15 km) umumnya:
hrim ≈ 0, 04 D
(1.6a)
dan kedalamannya dari dasar ke rim (bottom to rim):
dbr ≈
D
5
(1.6b)
Untuk kawah-kawah besar persamaan di atas tidak berlaku karena adanya perubahan
morfologi yang bervariasi termasuk keruntuhan kawah dan rim.
Pada proses ini terjadi juga semburan batu-batuan dan debu-debu (ejecta) seperti
pada tahap kompresi, namun kecepatannya lebih rendah. Ejecta tersebut terlempar ke
atas dan keluar dalam lintasan balistik hampir parabolik.
r=
υej2
gp
sin 2θ
(1.7)
dimana r << R adalah jarak (R adalah radius planet), υej adalah kecepatan ejeksi, gp
adalah percepatan gravitasi dan θ sudut ejeksi terhadap permukaan. Batu berada di udara
selama waktu t:
t=
2υej
gp
sin θ
(1.8)
Sisi-sisi kawah terus mengembang sampai seluruh energi tumbukan dihamburkan
oleh viskositas dan/atau terbawa oleh ejecta. Kawah terbentuk hampir setengah lingkaran
sampai kedalaman maksimum dicapai dan setelah itu berkembang hanya secara
9
horizontal. Ejecta kemudian membentuk lapisan disekeliling kawah sampai dengan satu
atau dua kali radius kawah diukur dari rim. Morfologi dari lapisan ejecta tergantung pada
material dibawah permukaan target tumbukan. Di Bulan dan kebanyakan benda-benda di
tata surya lapisan ejecta dibentuk oleh material yang berjatuhan. Di Mars beberapa
lapisan-lapisan ejecta mirip dengan aliran-aliran lumpur yang disebabkan misalnya oleh
adanya es dibawah permukaan yang mencair saat dipanasi oleh tumbukan. Beberapa
batu-batuan yang menyembur kemudian menumbuk permukaan lagi menciptakan kawah
sekunder. Ukurannya tergantung pada massa dan kecepatan tumbukan ejecta dan
material target tumbukan.
Pada tahap akhir penggalian, kawah yang terbentuk disebut kawah sementara
(transient crater). Ukurannya bergantung pada ukuran, kecepatan, komposisi, sudut saat
menumbuk dari meteorid, dan gravitasi, material, struktur permukaan dari planet target
tumbukan. Diameter kawah yang dihasilkan hampir sebanding dengan energi kinetik
meteorid:
D ∝ E1 3
(1.9a)
Lebih umum lagi persamaan diameter kawah, yang diturunkan secara empiris, dapat
dituliskan (dalam satuan mks):
D = 1,8 ρ m0,11ρ p−1 3 g −p0,22 ( 2 R )
0,13
Ek0,22 ( sin θ )
13
(1.9b)
dimana ρp dan ρm adalah kerapatan planet (=target) dan meteorid, R adalah radius
penumbuk, Ek energi kinetik tumbukan, dan θ sudut tumbukan terhadap horizontal lokal.
• Keruntuhan Kawah dan Modifikasi
Setelah tahap penggalian selesai, sisa-sisa puing-puing di kawah bergerak ke arah
bawah menuju ke tengah kawah, sementara lantai kawah mengalami memantulnya batubatu yang terkompresi, yang kemungkinan menjadi pemicu terbentuknya central peak
atau cincin-cincin pegunungan. Peristiwa tersebut berlangsung sebelum proses
penggalian benar-benar selesai, dan batu-batu yang meninggi di atas membentuk central
peak. Untuk kawah-kawah besar, peak tersebut kemudian menjadi terlalu tinggi dan
akhirnya runtuh, memicu pembentukan cincin konsentris kedua (yang pertama adalah
rim kawah utama), dan proses tersebut merambat keluar. Pembentukan central peak
tersebut biasanya dianalogikan seperti jatuhnya tetesan cairan ke zat cair. Setelah semua
material tergali, rim kawah kemudian runtuh atau merosot, memperbesar diameter kawah,
memenuhi lantai kawah, dan membentuk dinding kawah menjadi bertingkat-tingkat.
10
Modifikasi lebih lanjut pada kawah terjadi dalam jangka waktu lama. Erosi dan
tumbukan-tumbukan mikrometeorit secara perlahan-lahan mengikis rim, menghaluskan
atau meratakan kawah. Pada satelit-satelit es, kawah-kawah diratakan atau dihilangkan
secara perlahan oleh aliran-aliran es yang mirip plastik. Banyak kawah-kawah besar di
Ganymede dan Callisto yang mungkin hilang dan meninggalkan jejak lingkaran
berwarna yang samar-samar, disebut palimpsest. Kegiatan-kegiatan vulkanis dan
tektonik juga dapat merubah kawah dalam skala yang lebih besar.
Beberapa ciri-ciri khusus dapat dikenali berkaitan dengan peristiwa tumbukan,
yaitu:
ƒ Kawah utama yang terbentuk akibat tumbukan
ƒ Lapisan ejecta yaitu puing-puing yang tersembur dari kawah sampai dengan satu
diameter kawah diluar rim. Penampakannya tergantung pada material-material dibawah
permukaan dari target tumbukan.
ƒ Kawah-kawah tumbukan sekunder dan rantai-rantai kawah yang ditimbulkan oleh
tumbukan dengan batu-batu berkecepatan tinggi yang terlempar dari kawah utama.
ƒ Sinar berupa penampakan garis-garis lurus terang “diradiasikan” ke arah luar dari kawah
tumbukan. Sinar tersebut terbentuk dari lelehan material-material yang menjadi bubuk
dan memadat kembali, yang terlempar keluar dengan kecepatan tinggi. Sinar-sinar
tersebut bisa memanjang sampai 10 kali diameter kawah. Kawah-kawah sekunder
kemungkinan berkumpul di sekitar sinar-sinar tersebut.
ƒ Breccia dan kaca-kaca yang meleleh, yaitu fragmen-fragmen pecahan batu dan mineral-
mineral yang mengalami temperatur dan tekanan yang tinggi, terbentuk dan terletak di
dalam kawah.
ƒ Regolith, yaitu lapisan batu-batuan dan debu-debu akibat akumulatif dari tumbukan-
tumbukan mikrometeorit dan tumbukan-tumbukan sekunder.
ƒ Efek Pemfokusan (focussing effect). Tumbukan hebat dapat menimbulkan gelombang
yang dapat merambat ke seluruh planet. Pada planet-planet dengan inti yang kecepatan
seismiknya rendah, gelombang tersebut terfokus pada antipode (titik yang tepat
berlawanan letaknya dari posisi tumbukan). Jika tumbukan sangat besar, gelombang
tersebut memiliki energi cukup besar untuk memodifikasi tanah.
11
ƒ Erosi dan gangguan. Tumbukan dengan energi yang besar dapat menyebabkan
pengikisan dan bahkan menyebabkan gangguan berupa kehancuran luar biasa pada target
tumbukan.
Gambar 1. Proses pembentukan kawah,
dengan waktu sesudah tumbukan τ, rasio
diameter penumbuk dan kecepatan. (a)
Penumbuk yang sedang bergerak ke arah
target. (b) Torus dari tekanan ekstratinggi terpusat pada lingkaran kontak
antara penumbuk dan target. Materialmaterial kejut mnyembur atau memancar
ke arah luar dengan kecepatan beberapa
km/det. (c) Gelombang kejut merambat ke
target dan penumbuk. Gelombang kejut
yang merambat ke penumbuk mencapai
bagian belakang penumbuk. Penumbuk
akan meleleh atau menguap (tergantung
tekanan awal) saat terdekompresi oleh
gelombang rarefaction. (d) Awal tahap
penggalian yang diikuti dengan awan uap
yang meninggalkan lokasi tumbukan.
12
Lanjutan gambar 1. (e)-(g) Ilustrasi pembentukan peak (sebelah kiri) dan peak cincin (sebelah
kanan). ( De Pater dan Lissaeur 2005 diadaptasi dari Melosh 1989)
2.1.1. Kawah-kawah di Planet Terestrial
Melalui Mariner 10 diketahui bahwa permukaan Merkurius dipenuhi oleh kawahkawah yang lebarnya bisa mencapai ratusan kilometer. Salah satunya adalah cekungan
yang diberi nama cekungan Caloris yang lebarnya 1.300 km. Penyebabnya adalah akibat
jatuhnya asteroid yang berukuran 100 km ke permukaan Merkurius. Selain itu di
Merkurius juga terdapat dataran-dataran tanpa kawah, walau tidak sepenuhnya datar. Di
dataran-dataran tersebut terdapat juga kawah-kawah dengan diameter kurang dari 10 km
dan jumlahnya tidak sebanyak pada daerah berkawah-kawah. Kawah-kawah di planet
Merkurius tersebut diberi nama tokoh sastra dan seni (Goethe, Pushkin, Verdi, Botticelli,
dsb).
Pesawat angkasa Venera 15 dan 16 menemukan sekitar 150 kawah di planet Venus.
Diameter kawah-kawah tersebut berkisar 20 km sampai 140 km. Klenova merupakan
kawah terbesar di planet Venus, dengan diameter 142 km. Pada planet Venus tidak
terdapat kawah berukuran lebih kecil dari 3 km, dan terdapat defisiensi untuk kawahkawah berdiameter kurang dari 25 km. Hal tersebut disebabkan oleh kerapatan atmosfer
Venus yang 90 kali lebih besar dari Bumi. Meteorid-meteorid dengan ukuran tertentu, yang
bisa jatuh ke Bumi dan menimbulkan kawah, namun bila di Venus, meteorid tadi dengan
13
ukuran yang sama, akan habis terbakar lebih dahulu di atmosfernya. Sehingga
pembentukan kawah di planet Venus pun terbatas.
Permukaan planet Mars terdiri dari dua bagian. Daerah dataran tinggi belahan
selatan dan daerah belahan utara. Jika di belahan utara penuh dengan gunung-gunung api
yang telah padam dan dataran-dataran rendah dengan bekas-bekas aliran lava dari kegiatan
vulkanisme, maka daerah selatan penuh dengan kawah. Adalah pesawat Mariner 6 dan 7
yang menunjukkan bahwa Mars adalah planet yang berkawah. Ukuran kawah-kawah
tersebut bisa mencapai lebih dari 1.000 km. Kawah terbesar di Mars memiliki diameter
1.800 km dan kedalaman 6 km. Kawah tersebut diberi nama Hellas. Kawah lain yang
bernama Argyre dengan diameter 700 km terletak di samping Hellas. Akibat lontaran
materi saat terjadi tumbukan, yang berasal dari lelehan es-es yang terperangkap di bawah
permukaan Mars, terbentuk daerah berbukit pada pinggiran kawah Hellas dan Argyre.
Sementara itu dua satelit planet Mars, Phobos dan Deimos juga dipenuhi dengan kawahkawah akibat tumbukan-tumbukan dengan meteorit. Phobos memiliki dua kawah yang
besar, yaitu Stickney dengan diameter 10 km dan Hall yang memiliki diameter 6 km.
2.1.2. Kawah-kawah pada Satelit-satelit Planet Jovian dan Tumbukan Komet
Shoemaker-Levy dengan Planet Yupiter
Satelit-satelit batu atau es dari planet-planet gas raksasa juga tidak terhindar dari
peristiwa tumbukan. Di Yupiter, satelit-satelit terbesar dan terdalamnya, yang terletak di
daerah magnetosfer Yupiter tidak lepas dari hujan partikel yang terperangkap medan
magnet Yupiter. Ganymede merupakan satelit Yupiter dengan kawah terbanyak
dibandingkan dengan satelit-satelit terdalam Yupiter lainnya, Callisto dan Europa.
Sementara permukaan Io tidak menunjukkan adanya kawah, yang kemungkinan
disebabkan oleh sangat aktifnya kegiatan vulkanik di Io. Pada Callisto terdapat kawahkawah yang dikelilingi oleh cincin-cincin konsentris. Struktur Cincin terbesarnya adalah
Valhalla (diameter 3.000 km), mengelilingi kawah dengan diameter 300 km.
Pada satelit-satelit Saturnus, seperti Mimas, Tethys dan Dione, terdapat kawah
yang ukurannya mencapai ratusan kilometer. Mimas memiliki kawah Herschel berdiameter
130 km (sepertiga diameter Mimas) dengan kedalaman 10 km dan tonjolan di tengahnya
setinggi 6 km. Kawah-kawah di Mimas biasanya dalam dan berbentuk mangkuk. Di Tethys
14
terdapat kawah Odysseus dengan diameter 400 km, yang saat pembentukannya
menyebabkan deformasi kerak Tethys. Deformasi itu menyebabkan terbentuknya ngarai
Ithaca Chasma dengan panjang 100 km, lebar 100 km, dan kedalaman lebih dari 4 km.
Dione memiliki kawah-kawah yang diameternya bisa mencapai 200 km. Sementara itu,
satelit lainnya, Hyperion, memiliki bentuk tidak bulat dan tidak beraturan. Diduga ini
akibat dari tumbukan dengan meteor.
Satelit-satelit Uranus juga tidak kalah dipenuhi oleh kawah-kawah. Bagian paling
terang dari satelit Uranus yang bernama Umbriel adalah cekungan dengan lebar 100 km
yang diduga akibat tumbukan dengan meteorit. Di Titania terdapat kawah yang sangat
dalam dan bagian keraknya terkelupas. Kawah tersebut juga diduga akibat tumbukan yang
sangat hebat. Satelit Oberon mirip dengan Bulan, dipenuhi dengan kawah-kawah dan
cekungan berdiameter mulai dari 12 km sampai 100 km.
Tidak bisa dilupakan dan diabaikan sebagai bukti bahwa tak ada tempat di tata
surya yang bebas dari tumbukan adalah peristiwa jatuhnya Komet Shoemaker-Levy 9 ke
permukaan planet Yupiter. Diawali dengan penemuan untaian benda langit, dengan jejak
gas dan debu yang tidak jauh dari planet Yupiter, oleh Eugene dan Carolyn Shoemaker
serta David Levy pada hasil pemotretan daerah-daerah langit yang mereka lakukan. Setelah
dikonfirmasikan ke Biro Pusat Telegram Astronomi, bagian dari IAU (International
Astronomical Union) yang bertugas mengkoordinasikan laporan, konfirmasi dan
pengaturan penamaan benda langit baru, resmi dinyatakan bahwa untaian tersebut yang
ditemukan tanggal 25 Maret 1993, adalah komet.
Diketahui berdasarkan perhitungan, pada tahun 1992, komet tersebut berada pada
jarak terdekatnya dari Yupiter, hanya berjarak 100.000 km dari Yupiter. Akibatnya komet
tersebut pecah karena gaya gravitasi Yupiter lebih kuat dari kohesi komet, dengan
pecahan-pecahannya berukuran kurang dari 1 km. Yang paling mengejutkan adalah hasil
penelahaan dari tim Harvard-Smithsonian Center of Astrophysics. Komet tersebut
memiliki lintasan yang memotong lintasan Yupiter.
Akhirnya selama 6 hari, mulai tanggal 17 Juli sampai 23 Juli 1994, untaian pecahan
komet yang berjumlah 20 buah dan membentang sepanjang 300 juta km, berjatuhan ke
planet Yupiter. Menyebabkan naiknya gas sampai 2.000 km dari atmosfer planet tersebut
dan menghasilkan bercak-bercak hitam pada planet Yupiter. Ukuran bercak-bercak
tersebut ada yang lebih besar dari diameter Bumi.
15
2.1.3. Kawah-kawah Pada Permukaan Bulan
Bentuk permukaan yang paling dominan di Bulan adalah kawah-kawahnya. Proses
pengkawahan merupakan proses geologi terpenting dalam pembentukan permukaan Bulan
walau terdapat beberapa kegiatan tektonik dan vulkanik. Dengan mata telanjang dapat
dilihat dua karakteristik permukaan Bulan, bagian terang yang disebut dataran tinggi
(higland) atau terrae dan Maria. Maria meliputi sekitar 16% permukaan Bulan dan tampak
gelap (albedonya 7-10%), memiliki kawah lebih sedikit dibandingkan wilayah dataran
tinggi, dan lebih muda (berumur sekitar 3,1-3,9 milyar tahun). Walaupun tampak memiliki
sedikit kawah, diperkirakan daerah Maria sebenarnya adalah kawah-kawah besar yang
dipenuhi aliran lava. Saat kawah besar terbentuk oleh tumbukan yang sangat hebat, lapisan
kerak Bulan menjadi retak sampai beberapa kilometer dibawah permukaan. Magma yang
panas kemudian menyembur melalui retakan-retakan tersebut membanjiri kawah yang
terbentuk.
Wilayah dataran tinggi tampak terang (albedonya 11-18%) yang mencakup 80%
permukaan Bulan merupakan wilayah yang penuh dengan kawah-kawah. Diameternya
bervariasi mulai dari yang berukuran mikrometer sampai dengan ratusan kilometer.
Terdapat juga kawah-kawah yang saling bertumpuk. Diperkirakan daerah dataran tinggi
terbentuk 4,4 milyar tahun lalu, di masa-masa bombardemen (heavy bombardement). Di
daerah ini pula terdapat kawah tertua dan terbesar di tata surya yang bernama South Pole
Aitken Basin. Diameternya 2.500 km, dengan kedalaman 13 km dari rim kawah sampai
lantai kawah. Kawah-kawah di Bulan diberi nama tokoh-tokoh yang berjasa dalam bidang
astronomi, seperti Kepler, Giordano Bruno, Copernicus, dll.
Di Bulan tumbukan tidak hanya menghasilkan kawah. Batu-batuan di Bulan terusmenerus mengalami tumbukan oleh mikrometeorit sehingga hancur dan menghasilkan
lapisan regolith. Pada highland lapisan regolith bisa mencapai lebih dari 15 m sementara di
Maria sekitar 2-8 m.
2.2. Sejarah Tumbukan antara Bumi dengan Benda Langit
2.2.1. Kawah-kawah akibat Tumbukan di Bumi
Kawah hasil tumbukan dengan benda langit yang pertama kali ditemukan di Bumi
adalah kawah yang dulunya dinamakan kawah Gunung (Crater Mountain) atau kadang
16
disebut juga Coon Butte. Sekarang nama resmi kawah tersebut adalah kawah Meteor
(Meteor Crater). Nama lainnya adalah kawah Meteorit Arizona (Arizona Meteorite Crater)
atau kawah meteorit Barringer (Barringer Meteorite Crater). Terletak di utara dataran
Arizona, yang merupakan bagian dari dataran tinggi Colorado. Kawah tersebut memiliki
diameter ~1,2 km dan berumur 49.000 tahun (Norton 2002).
Keberadaan kawah Meteor sebenarnya sudah diketahui sejak tahun 1870an. Pada
awalnya kawah tersebut dianggap gunung api tua yang sudah musnah, sama dengan
ratusan cekungan gunung api lainnya yang menghiasi dataran di timurlaut kota Flagstaff,
Arizona. Perbedaannya hanyalah disekitar kawah Meteor terdapat potongan-potongan besi
hampir murni. Hal tersebut mengundang perhatian para pencari barang tambang, yang
kemudian mengambil sampel untuk pengujian kadar logam.
Adalah A. E. Foote, seorang pedagang minyak dari Philadelphia yang mengenali
sampel yang ada padanya adalah meteorit besi. Setelah mengunjungi kawah Meteor pada
tahun 1891, Foote menggambarkan kawah tersebut secara detail, seperti adanya medan
sebaran meteorit, pecahan-pecahan batu dari rim yang naik, dan lapisan-lapisan batu pasir
dan batu gamping yang tampak terangkat dan mengarah miring keluar disekeliling
perimeter kawah.
Namun penelitian selanjutnya yang dilakukan di tahun 1892 oleh Grover K. Gilbert
dan rekannya Willard D. Johnson gagal mengidentifikasi kawah Meteor sebagai kawah
hasil tumbukan. Johnson melaporkan bahwa kawah tersebut adalah hasil dari ledakan uap
vulkanik, tanpa menyebutkan tentang meteorit besi yang ada di sekitar kawah, dan tanpa
menemukan bukti-bukti material-material vulkanik. Sementara Gilbert, ahli geologi senior
dari United States Geological Survey yang sedang berusaha membuktikan adanya
hubungan antara kawah-kawah di Bulan dengan tumbukan, gagal membuktikan kawah
Meteor sebagai kawah hasil tumbukan. Kegagalan tersebut disebabkan ketidakpahamannya
terhadap fisis kawah-kawah tumbukan (pemahaman mengenai hasil tumbukan baru
berkembang 50 tahun kemudian).
Sepuluh tahun kemudian Daniel Moreau Barringer, seorang ahli geologi sekaligus
insinyur pertambangan, yakin akan keterkaitan antara kawah tersebut dengan meteorit dan
tertarik sekali pada meteorit besinya. Ketertarikannya tersebut bukan pada kaitan ilmiahnya
tetapi lebih pada segi komersilnya. Barringer yakin bahwa benda utama penumbuk
mengandung besi-nikel seberat 5 sampai 15 juta ton terpendam di bawah lantai kawah
17
tersebut. Karena Amerika tidak memiliki tambang nikel, maka jika benda tersebut
ditemukan akan menguntungkan. Mulai tahun 1903 sampai dengan 1923 dilakukan
pengeboran dan sampai dengan tahun 1929, tahun kematian Barringer, saat operasi
dihentikan, tidak perrnah ditemukan adanya benda yang dimaksud.
Walaupun demikian, Barringer memberikan bukti penting bahwa kawah tersebut
adalah hasil tumbukan saat pengeboran tersebut menemukan pecahan batu-batu yang
menunjukkan tanda-tanda pernah mengalami tekanan yang sangat tinggi akibat tumbukan
berkecepatan tinggi. Namun kawah Meteor harus menunggu 30 tahun lagi untuk
mendapatkan label sebagai kawah akibat tumbukan setelah Eugene M. Shoemaker, Edward
T.C. Chao dan B.M. Madsen menemukan batu kwarsa berkerapatan tinggi yang disebut
coesit.
Ada beberapa indikator untuk mengenali struktur yang ditimbulkan oleh tumbukan.
Dalam Norton (2002) indikator-indikator tersebut antara lain:
• Jika struktur tersebut terungkap di permukaan, selanjutnya perlu diperhatikan apakah
kawah tersebut menunjukkan rim yang naik dan.jatuh, adanya central peak yang
terpantul atau peak cincin dan/atau dinding yang bertingkat-tingkat, adanya sisa-sisa
lapisan simetris dari ejecta breccia, lelehan tumbukan, dan/atau serakan batu-batu breccia,
juga cekungan breccia. Jika ya, maka kemungkinannya besar sekali kalau kawah tersebut
adalah hasil tumbukan. Namun biasanya struktur-struktur tersebut mudah sekali terhapus,
maka perlu dicari bukti lain.
• Adanya sisa-sisa meteorit. Ini merupakan bukti paling kuat menandakan suatu kawah
adalah hasil tumbukan tetapi sangat jarang ditemukan. Dari semua kawah-kawah hasil
tumbukan di Bumi, hanya pada 10% diantaranya ditemukan sisa meteorit dan semuanya
meteorit besi kecuali di kawah Rio Cuarto, Argentina (meteorit batu). Meteorit-meteorit
besi tersebut ditemukan dalam bentuk pecahan-pecahan atau material-material
terkondensasi kembali yang terperangkap di impactite atau tanah.
• Adanya Shatter cone, potongan batu berbentuk kerucut terpancung dengan sudut apikal
hampir mendekati 900. Ukurannya mulai dari 1 cm sampai dengan lebih dari 12 m,
diukur sepanjang sumbu kerucut. Bisa terbentuk dari berbagai macam tipe batu, terutama
batu gamping, dolomit, batu pasir, dan kwarsa. Terbentuk seketika setelah gelombang
kejut melewati batu target tumbukan dan mengkompresi batu, menghancurkan batu
18
tersebut ke arah radial atau apikal dari tumbukan. Pembentukannya membutuhkan
tekanan sebesar 2 sampai 30 Gpa.
• Keberadaan impactite. Impactite adalah material-material yang berbentuk kaca sampai
kristal yang terbentuk dari leburan batu target tumbukan. Impactite biasanya
mengandung tetesan atau butiran makroskopik besi-nikel, sisa-sisa penumbuk. Jika
material impactite berupa leburan murni kaca-kaca silika, yang terbentuk dibawah
temperatur tinggi pada lingkungan pasir kwarsa maka disebut lechatelierite. Impactite
berbentuk breccia yang tersusun atas batuan kaca, yang disebabkan oleh kejutan saat
tumbukan disebut suevite.
• Keberadaan coesite dan stishovite. Coesite (kerapatan = 2,93 g/cm3) dan stishovite
(kerapatan = 4,35 g/cm3) bentuk transformasi dari kwarsa (kerapatan = 2,65 g/cm3)
masing-masing saat mengalami tekanan 30-50 GPa dan 15-40 GPa. Ledakan vulkanik
diketahui tidak menghasilkan tekanan sebesar itu, sehingga dari semua kriteria
keberadaan coesite dan stishovite (biasanya ditemukan bersama-sama) sangat penting
untuk menentukan suatu struktur merupakan hasil tumbukan atau bukan. Alasan lain
adalah kwarsa sebagai bahan bakunya merupakan mineral yang paling umum di Bumi
sehingga bisa digunakan sebagai indikator tumbukan.
• Mineral-mineral yang mengalami kejut (shocked minerals). Mineral-mineral yang
mengalami kejut bersama dengan coesite dan stishovite merupakan karakteristik unik
tumbukan. Hal tersebut dikarenakan efek kejut tehadap bentuk mineral-mineral tersebut
tidak dihasilkan oleh proses alam lainnya. Semua struktur tumbukan yang telah diketahui
menunjukkan semua atau beberapa efek kejut tersebut. Mineral-mineral kejut indikator
tumbukan tersebut dapat dilihat pada tabel I.
Berdasarkan Norton (2002), terdapat 159 kawah akibat tumbukan dengan bendabenda langit yang telah teridentifikasi di bumi, dengan 30% diantaranya terkubur sedimensedimen pasca tumbukan dan empat diantaranya dibawah air (Montagnais, Nova Scotia, di
Kanada; MjØlnir di sebelah barat dari laut Barents, utara Norwegia; Neugrund di laut
Baltik, pesisir pantai Estonia; Tvären di laut Baltik, selatan Stockholm). Tabel II adalah
daftar kawah di Bumi yang berdiameter D ≥ 100 km. Kawah tertua di Bumi adalah
Vredefort Ring yang berumur 1.970 milyar tahun, 100 km barat-daya Johannesburg, Afrika
Selatan. Dibandingkan dengan planet-planet terestrial lain, Bumi sejauh ini mempunyai
19
populasi kawah terkecil. Ini disebabkan aktivitas geologi Bumi yang sangat tinggi. Cuaca,
erosi, dan kegiatan tektonik telah merubah, menutupi, bahkan memindahkan kawah-kawah.
Mineral
Range
tekanan
(Gpa)
5 -35
10-35
15-40
30-50
>50
5-45
10-35
15-50
5 -45
30-45
15-50
30-45
15-50
5-40
13
70-140
Indikator
Kwarsa
Retakan-retakan planar, *PDF
Mosaicism
Stishovite
Coesite
Lechatelierite
Retakan-retakan planar, *PDF
Mosaicism
Ringwoodite
Retakan-retakan planar, *PDF
kaca-kaca diapletik (maskelynite)
Jadeite
PDF
Majorite
Mechanical twinning
Berlian kubik
berlian heksagonal
Olivin
Plagioklas
Piroksen
Grafit
Tabel I. Mineral-mineral yang dapat dijadikan indikator suatu kawah merupakan hasil
tumbukan atau bukan, tekanan diberikan dalam besaran gigapascal . *Planar
deformation features (penampakan deformasi planar) (Norton 2002).
Nama
Ukuran (km)
Umur (Myr)
Tokrauskaya, Kazakhstan
220 - 250
?
Sudbury, Ontario, Kanada
200
1850 ± 3
170 (*195)
64,98 ± 0,05
Acraman, Australia
160
570
Vredefort, Afrika Selatan
140
1970 ± 100
Manicouagan, Quebec, Kanada
100
212 ± 1
Popigai, Siberia
100
35 ± 5
Chicxulub, Yucatan, Mexico
Tabel II. Kawah-kawah di Bumi hasil tumbukan yang berdiameter ≥ 100 km
(Norton 2002, *De Pater dan Lissaeur 2005)
20
2.2.2. Peristiwa Tunguska (Great Siberian Explosian)
Salah satu peristiwa tumbukan antara Bumi dengan benda langit, yang sangat
terkenal, adalah peristiwa Tunguska (dikenal juga sebagai Great Siberian Explosion).
Peristiwa tersebut merupakan satu-satunya peristiwa yang terekam dalam sejarah masa
kehidupan manusia, dimana dapat disaksikan kehancuran suatu wilayah yang disebabkan
oleh benda langit yang menumbuk Bumi.
Peristiwa Tunguska tersebut terjadi pada 30 Juni 1908 di pusat wilayah Siberia, di
daerah Podkamennaya Tunguska (600 km arah utara dari kota Krasnoyarsk Krai, Rusia).
Saat itu sebuah bola api (fireball) berwarna kebiruan dan hampir seterang matahari
melintas dan tampak membelah angkasa, disusul dengan ledakan dan gelombang kejut.
Ledakan dan gelombang kejut tersebut terekam pada alat seismograf dan barograf di
penjuru Eurasia. Peristiwa tersebut kemudian diketahui meratakan suatu wilayah hutan
seluas 2150 ± 50 km2 (Farinella et al. 2001), menyebabkan pohon-pohon terbakar dan
tumbang dengan batang yang mengarah ke luar pusat ledakan (radial). Selain itu, efek
lainnya adalah langit malam yang sangat terang yang dapat dinikmati sampai beberapa
minggu setelah peristiwa tersebut di seluruh Eropa dan wilayah barat Siberia.
Gambar 2. Peristiwa Tunguska menyebabkan kerusakan pada wilayah hutan seluas 2150 ± 50 km2 (Farinella
et al., 2001) dan perbandingannya kota Washington DC (2.996 km2) dan kota New York City (1.214,4 km2).
Foto hak milik Smithsonian Institution, gambar hak milik John Pike. (http://impact.arc.nasa.gov/reports/
spaceguard/index.html )
21
Penelitian terhadap peristiwa Tunguska baru dilakukan untuk pertama kali pada
tahun pada tahun 1927 oleh Profesor Leonid Kulik dari Soviet Academic of Science. Pada
penelitian pertama, tidak ditemukan (dan tidak pernah ditemukan) adanya kawah.
Penemuan yang didapatkan hanya berupa suatu area hutan berisikan pohon-pohon yang
hangus dan bertumbangan. Beberapa pohon didekat Ground Zero ada yang masih berdiri
dengan cabang-cabangnya patah dan gundul. Sementara pohon-pohon yang terletak lebih
jauh lagi bertumbangan dengan arah menuju ke luar pusat ledakan. Yakin peristiwa
tersebut disebabkan oleh meteorit, Kulik berusaha mencari fragmen sisa-sisa meteorit di
wilayah yang diperkirakan sebagai ground zero. Namun pencarian tersebut juga sia-sia.
Ground zero adalah istilah untuk lokasi, di permukaan tanah, dimana tepat disitulah
terjadinya ledakan. Bila ledakan terjadi diatas permukaan tanah, maka mengacu pada titik
di permukaan yang berada tepat dibawah ledakan.
Berdasarkan penelitian Farinella et al. (2001) benda langit yang meledak di
Tunguska, dinamakan “Tunguska Cosmic Body” (TCB), memiliki posisi ground zero di
60o53’09” U dan 101o53’40” T. Besar kemungkinannya TCB tersebut merupakan asteroid
(83%) dibandingkan dengan komet (17%). Namun penelitian lain mendapatkan bahwa
TCB berasal dari pecahan komet Encke karena radiannya sangat dekat dengan radian β
Taurids, dimana hujan meteor β Taurids mencapai maksimumnya pada akhir Juni (Krésak
1978 dalam Farinella et al. 2001).
Diduga benda langit tersebut berukuran 50-100 m dan merupakan asteroid tipe
Carbonaceous chondrite yang meledak saat berada di ketinggian 6-10 km dari permukaan
bumi, dengan melepaskan energi sebesar 10-40 Mton TNT (Post Report 126 1999). Energi
tersebut ribuan kali dari energi bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima (13 kton TNT)
dan Nagasaki (21 kton TNT) pada masa Perang Dunia ke II. Luas wilayah hutan yang
rusak akibat Peristiwa Tunguska juga hampir sebanding dengan luas kota Washington DC
(2.996 km2) di Amerika Serikat yang merupakan kota terbesar ke 11 di dunia.
Peristiwa seperti Tunguska diperkirakan terjadi sekali dalam 250 tahun (Morrison
dan Chapman 1994). Untuk peristiwa dengan skala lebih kecil (mini-Tunguska) dari benda
berdiameter 30-40 m menurut Morrison et al. (2004) kemungkinan terjadinya sekali dalam
seabad, bisa terjadi di mana saja tetapi besar kemungkinan peristiwa selanjutnya terjadi di
laut atau gurun yang terisolasi sehingga efeknya kecil. Kerusakan yang dapat ditimbulkan
oleh peristiwa tersebut berupa bangunan-bangunan rusak atau hancur dalam radius 20 km
22
dari pusat ledakan oleh gelombang kejut dan hembusan angin seperti angin topan, orangorang dan hewan dapat disambar oleh benda-benda yang melayang. Peristiwa miniTunguska akan sangat menakutkan dan mematikan untuk tempat-tempat yang rentan.
Peristiwa lain yang mirip dengan Peristiwa Tunguska dalam skala yang lebih kecil
dilaporkan juga pernah terjadi di Brazil dan British Guyana (sekarang Guyana). Peristiwa
di Rio Curacá, Brazil, terjadi pada tanggal 13 Agustus 1930 pukul 08.00 pagi waktu
setempat. Laporan peristiwa tersebut pertama kali dituliskan oleh seorang misionaris
katolik, Bapak Fedele d'Alviano, yang mengumpulkan bukti-bukti dari para saksi mata dan
kemudian menuliskannya ke surat kabar Vatikan L'Osservatore Romano pada tahun 1931.
peristiwa tersebut juga dipublikasikan di surat kabar London yaitu Daily Herald juga pada
tahun 1931. Berdasarkan laporan tersebut dapat diketahui peristiwa tersebut melibatkan
fenomena fireball, suara seperti siulan, ledakan, getaran seperti gempa bumi. Jadi hampir
sama dengan yang terjadi di Tunguska.
Menurut seorang astronom Inggris dari Armagh Observatory, Mark Bailey,
peristiwa di Rio Curacá tersebut melibatkan tiga fireball yang ketika digabungkan
menimbulkan ledakan dengan kekuatan 1 Mton TNT (1/10 energi pada peristiwa
Tunguska). Bailey menduga peristiwa tersebut berkaitan dengan hujan meteor Perseid,
yang terjadi setiap tanggal 25 Juli-17 Agustus dan aktifitas maksimumnya pada 11/12
Agustus. Dimana pada tanggal dan tahun tersebut hujan meteor Perseid sedang berada
pada puncaknya. Namun dugaan tersebut tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya karena
tidak adanya informasi mengenai arah lintasan dan waktu melintas yang tepat dari
fireball-fireball tersebut. Sisa dari peristiwa tersebut diperkirakan berupa sebuah
penampakan mirip astrobleme berdiameter sekitar 1 km
di sebelah tenggara kota
Argemiro, di dekat sungai Curacá, Brazil.
Selang lima tahun kemudian, tepatnya 11 Desember 1935, peristiwa serupa
diperkirakan terjadi di Guyana, tepatnya di 2°10’LU, 59°10’BB, dekat pegunungan Marudi.
Peristiwa ini dilaporkan oleh Serge A. Korff (dari Bartol Research Foundation, Franklin
Institute, Deleware Amerika Serikat) dalam tulisan berjudul “Tornado or Meteor Crash” di
majalah The Sky, September, 1939, hal 8-10 dan 24. Peristiwa tersebut juga melibatkan
fenomena seperti ledakan, lintasan cahaya dan langit yang menjadi terang, juga suara
gemuruh. Sisa-sisa dari peristiwa tersebut berupa kerusakan hutan yang berbentuk elips
sekitar 0,00762 km dari permukaan di gunung Marudi yang dikonfirmasikan oleh William
23
Holden dari tim ekspedisi Terry Holden dari American Museum of Natural History,
Davidson yang seorang penambang dari skotlandia, Desmond Holdridge, dan seorang
petugas operator pesawat terbang bernama Art Williams. Namun luas hutan yang rusak
tersebut sulit untuk ditentukan secara akurat dikarenakan pertumbuhan kembali hutan
tersebut.
Jika diperhatikan peristiwa Tunguska, Rio Curacá Brazil, Guyana semua terjadi
pada saat terjadi hujan meteor. Peristiwa Tunguska terjadi di saat aktivitas maksimum
hujan meteor β Taurids, peristiwa di Rio Rio Curacá Brazil terjadi di puncak aktivitas dari
hujan meteor Perseid, peristiwa Guyana terjadi di saat hujan meteor Geminid. Peristiwa
lainnya seperti di Wyoming, dimana bolide besar terlihat memasuki atmosfer Bumi, terjadi
pada 10 Agustus 1972 di waktu hujan meteor Perseid. Jatuhnya meteorit (meteorit batu) di
Hessle Swedia (1 Januari 1869) dan Peekskill New York (9 Oktober 1992) terjadi di saat
hujan meteor yaitu masing-masing hujan meteor Quadrantid dan Draconid (saat
maksimum).
2.2.3. Kemusnahan Massal K-T (Cretaceous/Tertiary Mass Exctinction)
Penemuan ini diawali dari penelitian tim yang berasal dari University of California,
Berkeley. Tim tersebut terdiri dari Luis W. Alvarez seorang peraih nobel di bidang fisika,
putranya Walter Alvarez yang merupakan profesor di bidang geologi, beserta dua orang
lainnya Frank Asaro dan Helen Michel yang merupakan ahli kimia nuklir. Dari penelitian
tersebut, Alvarez dan timnya kemudian di tahun 1980 mempublikasikan paper yang
berjudul “Extraterrestrial Cause for the Cretaceous-Tertiary Extinction”. Paper tersebut
memaparkan penyebab kemusnahan mahluk hidup di akhir masa Cretaceous adalah
asteroid yang menumbuk Bumi. Peristiwa tersebut menyebabkan kemusnahan 65%
populasi spesies makhluk hidup di masa itu, termasuk dinosaurus. Massa Cretaceous
sendiri dimulai 145,6 juta tahun lalu dan berakhir 65 juta tahun lalu yang menandakan
permulaan massa Tertiary.
Penelitian yang dilakukan di akhir tahun 1970an tersebut dilakukan dengan
mempelajari lapisan-lapisan batu diluar kota Gubbio, Italia. Di sana, lapisan batu yang
menandakan peralihan dari massa Cretaceous ke Tertiary (K-T) terlihat dengan jelas.
Lapisan-lapisan batu tersebut merupakan endapan batuan gamping yang tersusun dari 95%
kalsium karbonat dan 5% tanah lempung (Alvarez 1983). Kalsium karbonat berasal dari
24
kulit hewan-hewan kecil yang hidup di laut dan jatuh ke dasar laut ketika hewan-hewan
tersebut mati. Tanah liat berasal dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai ke laut. Kedua
komponen tersebut jatuh ke dasar laut dan memadat membentuk batuan gamping. 180
sampai 30 juta tahun lalu batuan tersebut masih berada di dasar laut kemudian dalam
proses pembentukan gunung menjadi naik, dan juga mengalami pengikisan oleh air.
Di antara lapisan batuan tersebut didapatkan lapisan berwarna coklat mirip tanah
lempung dengan ketebalan 1 cm (Alvarez 1983). Lapisan tersebut terbentuk 65 juta tahun
lalu, menandai batas K-T dan terlihat di banyak tempat di seluruh dunia. Pada awalnya,
lapisan mirip tanah liat tersebut diduga memiliki asal yang sama seperti tanah liat di batuan
gamping. Tetapi didapatkan kandungan iridium pada lapisan tersebut sangat tinggi.
Iridium merupakan logam kelompok platinum/logam mulia (contoh lain: platinum,
emas, osmium). Di Bumi kebanyakan dari kelompok logam platinum ini terbawa ke inti
Bumi saat proses diferensiasi, proses berkumpulnya material-material yang lebih padat
membentuk inti suatu benda sementara lapisan-lapisan berikutnya tersusun atas material–
material yang lebih ringan. Proses tersebut menyisakan sangat sedikit iridium di kerak
Bumi. Pada sedimen batu-batuan di Bumi yang dipilih secara acak tiap satu gramnya hanya
mengandung 1-2 nanogram iridium, bahkan bisa lebih kecil lagi yaitu sekitar 0,05
nanogram. Kandungan iridium yang jauh lebih besar biasanya di temukan pada meteoritmeteorit besi dan juga meteorit-meteorit batuan. Bisa ratusan sampai ribuan kali lebih
besar dari kandungan iridium di kerak Bumi, dengan rata-rata kandungan iridiumnya 1
ppm (satu persejuta bagian). Kandungan iridium pada lapisan batas K-T sangat tinggi 4
ppb sampai dengan 9 ppb, dengan rata-rata kandungan iridiumnya 6 ppb (Alvarez 1983).
Penemuan lainnnya adalah keberadaan fosil-fosil foraminifera (foram), hewan
mikroskopik purba berdiameter 1 mm. Dibawah lapisan batas K-T sampai di batas K-T
didapatkan fosil-fosil foraminifera dengan intensitas konstan, tetapi tepat di lapisan yang
mirip tanah liat pembatas K-T hewan-hewan tersebut menghilang begitu saja.
Foraminifera-foraminifera tersebut menghilang hanya dalam waktu yang tidak lama. Hal
tersebut bagi alvarez dan timnya menandakan telah terjadinya bencana besar.
Dari penemuan kandungan iridium, alvarez dan timnya menyimpulkan kalau
iridum tersebut berasal dari tumbukan asteroid. Kemusnahan pada masa K-T diketahui
terjadi di seluruh dunia, maka diprediksikan kandungan tinggi iridium tersebut akan
terdapat juga di seluruh dunia. Untuk itu dikumpulkanlah sampel-sampel pada batas K-T
25
dari tempat lain. Dari Denmark dan New Zealand kandungan iridiumnya mencapai besaran
nanogram tiap cm2, kandungan iridium terbesar yang ditemukan oleh tim Berkeley tersebut
adalah 330 nanogram/cm2 di laut Pasifik (Alvarez 1983). Saat melakukan penelitian
kandungan iridium tersebut, Alvarez juga menemukan kandungan iridium yang tinggi di
batas Eocene-Oligocene (35 juta tahun lalu), disertai lapisan mikrotektite, dan dengan
peristiwa kemusnahan dalam skala lebih kecil.
Alvarez (1983) memberikan pendapatnya dan merangkumkan pendapat beberapa
ahli lain mengenai mekanisme kemusnahan yang terjadi di masa akhir Cretaceous akibat
tumbukan asteroid. Menurut Alvarez, material-material yang terlempar akan terdistribusi
di atmosfer. Atmosfer menjadi sangat kedap cahaya dan kegelapan menyelimuti Bumi.
Keadaan tersebut menyebabkan fotosintesis terhenti, semua fitoplankton-fitoplankton kecil
di permukaan laut akan mati dan jatuh ke dasar laut. Rantai makanan untuk hewan-hewan
laut yang lebih besar akan terganggu. Di darat, tumbuh-tumbuhan juga akan mati. Hewanhewan herbivora akan mati kelaparan; hewan-hewan karnivora akan mati karena tidak
menemukan apapun untuk dimakan.
Mekanisme kedua yang diacantumkan oleh Alvarez adalah dari Cesare Emiliani
(ahli palaentologi), E. B. Kraus (pemodelan atmosfer), dan Gene Shoemaker. Menurut
mereka asteroid yang jatuh ke lautan mengirimkan sejumlah besar uap air ke udara.
Timbullah efek rumah kaca yang memanaskan atmosfer dan lingkungan sebesar 10oC.
Kenaikan suhu tersebut membunuh sejumlah besar hewan darat, terutama sekali yang
berada di ekuator, yang hidup pada suhu maksimum yang dapat ditoleransi. Mekanisme
lainnya adalah dari Toon dan rekan-rekannya. Pada beberapa bulan awal temperatur
menjadi sangat dingin, turun sampai dengan -18oC untuk 6-9 bulan. Hal tersebut akan
membunuh hewan-hewan yang tidak tahu cara berhibernasi.
Mekanisme terakhir adalah dari Profesor Lewis dan rekan-rekannya. Mereka
berpendapat bahwa sejumlah besar energi dari fireball yang terbentuk saat memasuki
atmosfer merubah nitrogen menjadi sejumlah besar nitrogen oksida. Terbentuklah hujan
asam yang jatuh ke lautan. Foraminifera-foraminifera yang komposisi dasarnya kalsium
karbonat akan larut ke dalam air yang memiliki kandungan asam.
Teori tumbukan Alvarez kemudian diperkuat oleh penemuan kawah yang disebut
kawah Chicxulub di semenanjung Yukatan, Mexico. Adalah seorang ahli geofisika Glen
Penfield yang melakukan survey magnetik dengan magnetometer, untuk mencari
26
keberadaan minyak, di perairan teluk sebelah utara semenanjung Yucatan. Survey tersebut
bersamaan dengan pengambilan sampel di Gubbio oleh Walter Alvarez. Saat survey inilah
didapatkan adanya gangguan magnetik di wilayah tersebut. Dari sana didapatkan gambar
setengah lingkaran yang asing jika dibandingkan permukaan alami sekeliling teluk.
Kemudian Penfield meminjam peta hasil dari survey yang lebih luas (mencakup
semenanjung Yucatan). Digabungkan, dua peta tersebut membentuk lingkaran penuh.
Lingkaran tersebut memiliki diameter 160 km dengan pusat di desa kecil di pinggir pantai
bernama Chicxulub. Setengah dari lingkaran tersebut berada di darat dan setengahnya di
bawah air, terkubur lebih dari 1 km dari lapisan sedimen batu gamping. Lingkaran tersebut
sekarang dikenal dengan nama kawah Chicxulub.
Gambar 3. Kawah Chicxulub. Warna biru menandakan nilai
gravitasi terlemah sementara merah adalah yang terkuat. Kawah
Chicxulub lingkaran berwarna biru dan hijau yang mengelilingi kota
Chicxulub menunjukkan adanya palung (warna biru) dan beberapa
cincin konsentris (warna hijau) yang mengelilingi suatu pusat
(lingkaran hijau). V. L. Sharpton, LPI
Pada tahun 1990, Penfield dan Alan Hildebrand mengambil sampel dari kawah
Chicxulub. Dari sampel tersebut ditemukan adanya kwarsa kejut, tanda dari adanya
27
tumbukan. Penemuan lainnya adalah dari Virgil Sharpton dan tim dari Lunar and Planetary
Institute, Houston. Tim tersebut menemukan bahwa kawah tersebut memiliki tonjolan di
pusatnya yang dikelilingi empat cincin. Diameter tonjolan di pusat kawah tersebut D ≈ 80
km, cincin terdalam memiliki D ≈ 130 km dan cincin terluar D ≈ 195 km (Pater dan
Lissauer 2005). Kawah Chicxulub inilah yang kemudian ditetapkan sebagai kawah hasil
tumbukan dengan benda langit yang memusnahkan hampir seluruh kehidupan di masa
Cretaceous sekaligus memperkuat teori tumbukan Alvarez.
2.2.4. Kemusnahan P-T (Permian-Triassic Extinction)
Mundur ke sekitar 250 juta tahun lalu saat 90% spesies laut dan 70% vertebrata
darat musnah. Dugaan awal penyebab kemusnahan tersebut adalah aktivitas vulkanik
Dugaan yang mengacu pada letusan vulkanik lekukan Siberia (Siberian Traps) di Siberia
yang menyebabkan banjir basalt besar-besaran 250 juta tahun yang lalu. Namun kemudian
ditemukan bukti-bukti bahwa peristiwa kemusnahan yang lebih besar dari peristiwa
kemusnahan massal K/T tersebut disebabkan oleh tumbukan benda langit. Sebuah tim yang
dipimpin oleh Luann Becker (UC Santa Barbara) menemukan bukti-bukti struktur
tumbukan yang dinamakan kawah Bedout. Dengan menggunakan
40
Ar/39Ar untuk
menentukan umur, Becker et al. (2004) mendapatkan angka 250,1 ± 4,5 juta tahun untuk
kawah tersebut, yang merupakan selang masa P-T.
Kawah Bedout terletak di sebelah barat laut pantai Australia, merupakan bagian
dari lembah Roebuck yang membentuk batas benua Australia. Pertama kali ditemukan
dalam data seismik eksplorasi perusahaan minyak di tahun 1996 oleh ahli geologi J. Gorter.
Disusul kemudian dengan survey seismik oleh Australian Geological Survey (AGSO) dan
Japan National Oil Company (JNOC), dan dua pengeboran yang dinamakan Bedout-1 dan
Lagrange-1.
Penemuan dari Becker et al. (2004) yang menumbuhkan dugaan kawah Bedout
merupakan hasil tumbukan adalah penemuan batu-batuan breccia dengan kandungan kaca.
Kaca-kaca tersebut mengalami perubahan menjadi klorit, karbon dan oksida besi. Bedout
breccia memiliki karakter dengan breccia yang ditemukan di perbatasan K-T kawah
Chicxulub. Didapatkan juga feldspar-feldspar yang menunjukkan proses kristalisasi yang
berlangsung cepat, juga kaca-kaca berbentuk bola dan kaca-kaca silikat yang hanya ada
28
pada peristiwa tumbukan. Selain itu ditemukan fragmen ejecta tumbukan berukuran >200
μm yang hanya ditemukan di batas P-T di sekitar lokasi kawah Bedout.
Gambar 4. Bumi pada 251 juta tahun yang lalu, masih berupa satu daratan luas, yang disebut
pangea, dikelilingi oleh lautan luas. Bujur sangkar menunjukkan posisi kawah Bedout.
(http://www.mala.bc.ca/~earles/bedout-jun04.htm)
Ada beberapa kemiripan lain antara Bedout dengan Chicxulub. Gorter menemukan
anomali gravitasi yang negatif pada Bedout dengan gravitasi di wilayah sekelilingnya
positif. Karakteristik yang juga menjadi awal penemuan kawah Chicxulub. Bedout
diperkirakan memiliki diameter hampir 200 km, sebanding dengan kawah Chicxulub.
Kwarsa kejut berukuran 150-550 μm ditemukan di Fraser Park, Australia, dan berukuran
sampai 250 μm di Graphite Peak, Antartika. Distribusi kwarsa kejut tersebut, dimana
ukurannya akan mengecil dengan makin jauhnya jarak dari pusat tumbukan, juga terjadi di
Chicxulub. Sementara itu ditemukan juga fragment-fragment meteorit di batas P-T
Graphite Peak, Antartika, berukuran 50 sampai 400 μm. Pada batas P-T di China
(Meishan) dan Jepang (Sasayama) ditemukan bungkahan logam Fe-Ni-Si, oksida, dan
spherule-spherule berukuran ~30 sampai 200 μm. Ukuran spherule yang sama dengan
fraksi oksida Mg-Ni-Fe dan oksida Si-Ca-Al juga ditemukan di batas K-T. Dari sinilah
ditarik kesimpulan bahwa kemusnahan pada masa P-T disebabkan oleh tumbukan benda
langit yang berukuran sekitar 10 km dengan posisi tumbukan di kawah Bedout.
Perbedaan dengan Chicxulub adalah pada Bedout tidak ditemukan adanya iridium.
Namun diperkirakan tidak semua tumbukan akan memiliki unsur iridium, hanya kebetulan
29
saja penumbuk pada Chicxulub kaya akan iridium. Perbedaan lainnya debu-debu peristiwa
K-T ditemukan di seluruh dunia sementara pada Bedout hanya terkonsentrasi di belahan
Bumi selatan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh letak tumbukan, Bedout terletak jauh
di belahan bumi selatan sementara Chicxulub terletak di ekuator, walaupun masih harus
diteliti lebih jauh lagi (Becker et al. 2004).
2.3. Sumber-sumber Penumbuk: Meteorid, Komet, Asteroid.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa ruang antar planet banyak
berisikan partikel-partikel ataupun benda-benda mulai dari yang ukurannya mikroskopik
sampai dengan asteroid-asteroid dan komet-komet yang berukuran mencapai kilometer.
Saat Bumi mengelilingi Matahari, Bumi akan melewati partikel-partikel tersebut. Hal
tersebut menyebabkan adanya kemungkinan terjadinya tumbukan antara Bumi dan
partikel-partikel tersebut. Di sini akan diberikan penjelasan mengenai penumbukpenumbuk tersebut secara umum.
2.3.1. Meteorid
Meteorid adalah partikel-partikel padat berukuran lebih kecil dari 10 m yang
melayang di ruang angkasa. Dalam seharinya, Bumi biasanya ditumbuk oleh 110 ton
perkubik meteorid. Meteorid tersebut berupa interplanetary dust particles (partikel-partikel
debu antar planet). Partikel-partikel debu tersebut memiliki ukuran mikrometer
(merupakan meteorid terkecil). Sumbernya terutama sekali berasal dari komet, dengan
sumber lainnya adalah dari tumbukan antar asteroid di sabuk utama, tumbukan antar nearEarth asteroid, dan partikel antar bintang.
Saat memasuki atmosfer Bumi, meteorid memunculkan kilatan cahaya di langit,
yang disebut meteor. Kilatan terjadi karena saat memasuki atmosfer meteorid kehilangan
energi kinetik awal, yang berubah menjadi panas, saat mendekati molekul-molekul udara
dan mencapai temperatur penguapan sekitar 100 km dari permukaan Bumi. Proses tersebut
biasa terjadi untuk meteorid yang memiliki diameter 100 μm sampai 3 mm. Jika meteorid
mencapai Bumi maka disebut meteorit. Umumnya yang akan menjadi meteorit adalah
meteorid yang berukuran besar, lebih dari 1 cm. Asal meteorid-meteorid berukuran besar
tersebut umumnya dari tumbukan-tumbukan asteroid di sabuk utama. Meteorit berukuran
30
lebih kecil dari 1 mm disebut mikrometeorit, dengan sumber utamanya debu-debu dari
komet.
Meteorit-meteorit dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok-kelompok dan subsub kelompok berdasarkan persamaan dalam susunan atau komposisi kimia, mineral, juga
strukturnya. Kelompok-kelompok tersebut kemungkinan juga mewakili berbagai bendabenda asal yang terbentuk pada kondisi dan lingkungan yang berbeda-beda di awal sejarah
tata surya. Ada yang tidak mengalami perubahan sejak terbentuk. Beberapa telah melewati
periode-periode perubahan yang mengubah struktur internal dan komposisinya.
ƒ Klasifikasi meteorit awal. Klasifikasi awal ini hanya berdasarkan kepada komposisi.
Pada klasifikasi ini, meteorit dibagi ke dalam tiga kelompok besar.
- Meteorit-meteorit besi (iron meteorite): meteorit-meteorit dengan kandungan logam
terutama sekali besi, nikel dan elemen-elemen siderophile (elemen-elemen yang
memiliki persamaan fase-fase logam, seperti Fe, Ni, Co, Cu, P, logam-logam kelompok
platinum).
- Meteorit-meteorit batu (stony meteorite): tidak memiliki banyak kandungan logam,
sukar dibedakan dengan batuan terestrial.
- Meteorit-meteorit batu-besi (stony-iron meteorite): memiliki kandungan logam dan
batu-batuan yang hampir sebanding.
ƒ Klasifikasi berdasarkan komposisi mineral dan tekstur.
- Akondrit (achondrit): berasal dari benda yang mengalami diferensiasi (tahap pemisahan
berdasarkan kerapatan massa). Benda mengalami masa pelelehan, elemen besi bersama
elemen-elemen siderophile berkumpul di pusat. Komposisi bulknya kaya akan elemenelemen lithophile dan/atau chalcophile. Elemen-elemen yang cenderung terkonsentrasi
saat fase silikat dan oksida dari pelelehan. Beberapa akondrit berasal dari Bulan dan
Mars.
- Kondrit (chondrit)/asteroid primitif: mengandung silikat, logam, mineral. Diberi nama
kondrit karena mengandung kondrul (chondrule), yaitu bola-bola kecil silikat.
Beberapa kondrul berbentuk kaca, menunjukkan pendinginan yang berlangssung luar
biasa cepat. Kondrit tersusun dari material-material yang langsung terkondensasi dari
awan gas pembentuk matahari dan debu-debu antar bintang, mengalami modifikasi
pada kasus-kasus tertentu oleh proses pengenceran (menandakan pernah terdapat air
31
dalam bentuk cair) dan/atau proses termal (menandakan kalau benda tersebut pernah
cukup hangat pada suatu waktu).
Kondrit dibagi lagi menjadi tiga kelas, yaitu:
• Kondrit karbon (Carbonaceous chondrite): paling kaya akan unsur-unsur yang
mudah menguap juga mengandung karbon. Dibagi menjadi empat subkelompok: CI,
CM, CO, CV. CI merupakan kondrit yang mengalami proses pengenceran, kondrul
bebas, kaya unsur yang mudah menguap. Tipe CM mengalami proses pengenceran,
mengandung minikondrul. CV mengandung kondrul berukuran besar, mengalami
proses pengenceran parsial, mengandung CAI (gabungan fraksi-fraksi kalsium,
aluminium, titanium). CO mengandung minikondrul dan logam.
• Kondrit biasa (Ordinary chondrite): merupakan kondrit paling umum. Pembagian
sub kelompoknya berdasar perbandingan Fe/Si. Sub kelompok H memiliki
kandungan Fe yang tinggi, L memiliki kandungan Fe yang rendah, LL memiliki
kandungan Fe dan logam rendah dengan kebanyakan kandungan besi berada dalam
keadaan oksidasi.
• Kondrit enstatite (Enstatite chondrite): mineral yang dominan adalah (MgSiO3).
Enstatite chondrite dikelompokkan lagi berdasarkan kelimpahan besi, dengan
notasi EH dan EL. EH memiliki kandungan total logam yang tinggi, sangat
tereduksi, mengandung mini kondrul. EL memiliki kandungan logam yang lebih
rendah, sangat tereduksi, dengan ukuran kondrul sedang.
Kondrit juga dibagi menjadi tipe petrographic 1, yang merupakan meteorit primitif
paling kaya bahan yang mudah menguap, sampai 6 yang memiliki kesetimbangan
secara termal. Tipe 7 terkadang dimasukkan untuk menandakan meteorit yang
mengalami pelelehan parsial.
- Meteorit-meteorit besi: dikelompokkan lagi berdasarkan kelimpahan nikel dan elemenelemen yang cukup mudah menguap seperti germanium dan gallium. Perbedaan
komposisi diketahui dari perbedaan sturktur yang teramati. Pola kristalisasi pada
meteorit jenis ini juga bergantung pada laju pendinginannya.
- Meteorit-meteorit batu-besi: dikelompokkan menjadi dua, Pallasit dan mesosiderit.
Pallasit tersusun dari campuran besi dan nikel yang mengandung olivin berukuran
umumnya ~ 5 mm. Mesosiderit mengandung campuran logam dan batuan magma.
32
Kerapatan massa rata-rata meteorit beragam, mulai dari 2,3 g cm-3 untuk akondrit
berpori yang kaya unsur-unsur mudah menguap sampai antara 7-8 g cm-3 untuk meteorit
besi. Sampel-sampel meteorit yang telah dikoleksi dan dikatalogkan dicantumkan pada
tabel III. Kebanyakan adalah meteorit-meteorit batu terutama kondrit. Terdapat juga
meteorit yang diperkirakan berasal dari Bulan (breccia anorthosit) dan Mars (kelas
shergotit, nakhlit, chassigni). Fall mengacu pada meteorit-meteorit yang didapatkan,
menyusul pengamatan terhadap meteor yang jatuh. Find adalah meteorit-meteorit yang
ditemukan di lapangan tanpa dapat diasosiasikan dengan fall.
Meteor terdiri dari dua jenis, yaitu meteor sporadis dan hujan meteor.
Pengelompokkan ini berdasarkan waktu, arah dan lokasi kedatangan serta sumbernya.
a). Meteor-meteor sporadis (sporadic meteors)
Sporadis meteor adalah meteor yang dapat dilihat tiap malam, berdatangan dari
berbagai arah di langit. Disebut sporadis karena kemunculannya yang acak, dengan waktu
dan lokasi kemunculannya tidak dapat diprediksikan. Setiap malam, yang bersih dari awan
dan tanpa sinar Bulan, dapat disaksikan lebih dari setengah lusin meteor sporadis tiap
jamnya. Meteor sporadis memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan lebih besar dari
kecepatan orbit Bumi 29,9 km/det.
Falls
Frekuensi Fall
%
Finds
Antartik
Finds
non-Antartik
Kondrit
803
86,1
1700
8497
Kondrit karbon
33
3,5
28
160
Akondrit
73
7,8
49
391
Meteorit Martian
4
0.4
2
6
Meteorit bulan
0
2
11
Batu-besi
12
1,3
57
29
Besi
45
4,8
681
65
Tabel III. Kelas meteorit dan jumlahnya (tahun 1997). (Data dari McSween 1999 dalam Pater
dan Lissauer 2005).
Awalnya meteor sporadis dianggap berasal dari komet karena memiliki
eksentrisitas besar dan kecepatan tinggi. Namun orbitnya sendiri tidak dapat diketahui
secara pasti. Penelitian Duncan Steel dan Spaceguard Survey (Roma, Italia) dari Australia
33
Selatan (Adelaide) di tahun 1960an, untuk menentukan orbit partikel berukuran 1-3 mm,
menemukan kebanyakan dari partikel tersebut memiliki eksentrisitas (e) sebesar 0,7,
inklinasi (i) < 15o, sumbu setengah panjang (a) antara 1,5 AU sampai 3,0 AU. Nilai a
tersebut menunjukkan wilayah orbit antara Yupiter dan Mars, yang merupakan wilayah
utama keberadaan asteroid. Orbit tersebut juga mirip dengan orbit asteroid yang melintasi
Bumi. Penelitian tersebut juga menunjukkan dua sumber utama meteor. Berpusat di dekat
bidang ekliptik dan menyebar sampai 30o dari bidang ekliptika. Berada di wilayah yang
berhadapan dengan Matahari (posisi helion) dan 180o dari Matahari (antihelion).
Antihelion sejauh ini merupakan sumber terkuat.
Komposisi dan kerapatan massa partikel juga dapat membantu membedakan suatu
partikel berasal dari komet atau asteroid. Spektrum dengan dispersi lemah, dibuat
menggunakan kamera dengan medan pandang luas dilengkapi prisma obyektif,
menunjukkan keberadaan hidrogen, nitrogen, dan oksigen yang kemungkinan adalah gasgas atmosfer. Tetapi spektrum yang muncul kebanyakan adalah garis-garis ionisasi logam
seperti besi, kalsium, silikon, magnesium, sodium yang merupakan unsur-unsur utama
meteorit kondrit. Penelitian 150 mikrometeorit berukuran 3-40 μm oleh Brownlee di tahun
1978 menunjukkan juga bahwa mikrometeorit-mikrometeorit tersebut memiliki kandungan
Fe, Mg, Si, S, Ca, dan Ni dengan kelimpahan yang hampir sama pada CI dan CM kondrit
karbon.
Kerapatan massa dapat dihitung dengan melakukan fotografi terhadap laju
perlambatan meteor. Meteorid-meteorid dengan kerapatan tinggi memiliki gaya kohesi
yang kuat, cenderung tetap bersatu dengan laju perlambatan lebih kecil. Sementara itu
interplanetary dust particles memiliki kerapatan rendah 1 g/cm3. Telah ditemukan partikelpartikel dengan kerapatan 2,5 g/cm3 atau lebih besar dan satu dengan kerapatan besi 7,7
g/cm3.
b). Hujan meteor (meteor shower)
Hujan meteor merupakan peningkatan frekuensi meteor yang terjadi dalam periode
beberapa jam dalam suatu hari tertentu atau beberapa hari dalam sebulan. Waktu dan lokasi
kemunculannya dapat diprediksi. Hujan meteor disetujui berasal dari debu-debu komet.
Terjadi saat Bumi melintasi kumpulan partikel-partikel yang bergerak dalam orbit
heliosentris yang sama. Partikel-partikel tersebut berada pada orbit komet periodik yang
perihelionnya berada di dalam orbit bumi dan orbitnya melintasi orbit Bumi.
34
Saat mendekati perihelionnya, komet mengeluarkan semburan, melepaskan debudebu yang terperangkap di dalam es tersublimasi. Terbentuklah ekor debu komet yang
sangat panjang menghasilkan gumpalan-gumpalan partikel yang bergerak bersama-sama
dibelakang komet. Tetapi partikel-partikel tersebut kemudian bertebaran akibat gangguan
gravitasi benda-benda keplanetan lain yang melintas dekat orbit komet. Makin lama
partikel-pertikel tersebut menyebar makin tidak merata di sekitar orbit komet. Inilah yang
menjadi sumber hujan meteor.
Jika dilihat di langit, hujan meteor tampak bermunculan dari suatu wilayah kecil
dilangit, sekitar satu atau dua derajat, pada arah rasi bintang tertentu. Wilayah kecil
tersebut dinamakan radian. Hujan meteor diberi nama sesuai rasi bintang tempat
kedudukan radiannya.
Nama
Aktivitas
Maksimum
Jumlah/jam
Kecepatan
(Km/det)
Komet sumber
Quadrantids
Lyrids
η Aquarids
δAquarids
Perseids
Draconis
Orionids
Taurids
Leonids
Geminids
Ursids
3/4 Januari
21/22 April
3-5 Mei
29/30 Juli
11/12 Agustus
8/9 Oktober
20/21 Oktober
7/8 November
16-18 November
13/14 Desember
22 Desember
100
12
20
30
60
Variabel
25
12
Variabel
60
10
40,2
45,8
63,2
39,9
57,3
19,6
64,0
28,1
68,2
33,1
32,2
?
Thatcher (1861 1)
Halley
?
Swift-Tuttle
Giacobini-Zinner
Halley
Encke
Tempel-Tuttle
Asteroid 3200 Phaeton
Mechain-Tuttle
Tabel IV. Hujan meteor yang menghujani Bumi dengan partikel-partikel tiap tahunnya. Meteor-meteor
tampak berdatangan dari suatu wilayah langit pada rasi bintang tertentu (radian) sehingga diberi nama
sesuai dengan rasi bintang lokasi radiannya (Norton 2002).
2.3.2. Komet
Ada kepercayaan yang mengatakan bahwa penampakkan komet adalah pertanda
buruk. Kemunculan komet Ikeya-Seki tahun 1965 di Indonesia dikaitkan dengan peristiwa
G30S/PKI. Saat komet Halley menampakkan dirinya ke bangsa Normandia, di tahun 1066,
35
mereka menganggap itu pertanda akan jatuhnya sebuah kerajaan. Ternyata beberapa tahun
kemudian Normandia dikuasai oleh William Si Penakluk. Juga bagi raja Harold dari
Inggris, saat William Si Penakluk kemudian menginvasi Inggris dari Normandia. Mungkin
tidak akan bisa diketahui apakah kejadian-kejadian tersebut hanyalah kebetulan atau
memang komet adalah pembawa tanda buruk. Namun komet dapat menimbulkan akibat
buruk bagi Bumi bila terjadi tumbukan antara keduanya, seperti yang telah ditunjukkan
oleh tumbukan antara komet Shoemaker-Levy dengan Yupiter.
Komet berasal dari kata latin coma yang artinya adalah rambut. Nama yang
diberikan mengacu pada penampakan komet yang paling menonjol, yaitu ekornya yang
sangat panjang. Tycho Brahe di tahun 1577 merupakan orang pertama yang melakukan
pengamatan komet secara detail. Brahe kemudian menyimpulkan bahwa komet berada
lebih jauh dari Bulan karena tidak ditemukan adanya pergeseran paralaks. Tokoh lain di
bidang komet adalah Edmund Halley, orang yang melakukan perhitungan orbit parabolik
komet dari 24 komet yang teramati sampai tahun 1698 dengan menggunakan teori gravitasi
Newton. Dari perhitungan tersebut Halley berhasil memprediksikan kemunculan kembali
komet Halley di tahun 1758. Fred L. Whipple merupakan orang yang mengajukan teori
yang paling diterima mengenai komposisi penyusun komet di tahun 1950. Menurutnya inti
komet merupakan gumpalan bola salju kotor terbuat dari es yang tersusun dari H2O, CO2,
NH3, dan CH4. Eugene-Carolyn Shoemaker dan Jean Louis Pons merupakan orang-orang
yang paling banyak menemukan komet. Masing-masing menemukan lebih dari 30 dan 26
komet. Sejak tahun 1980an sekitar 20-25 komet ditemukan tiap tahunnya.
Bagian-bagian penyusun komet adalah nukleus atau inti komet, coma, awan
hidrogen, ekor debu, dan ekor ion. Nukleus atau inti komet biasanya memiliki diameter
hanya beberapa km saja, sekitar 1 sampai 40 km, massanya sekitar 1014-1019 g dengan
kerapatan 0,1-1,1 g/cm3. Komposisi bahan penyusunnya adalah H2O (80%), CO (3-7%),
CO2 (3%), CH3OH (1-6%), juga CH3CN, (H2CO)n, dan HCN. Bahan-bahan penyusun
tersebut merupakan bahan penyusun es pada inti komet. Selain itu terdapat juga butir-butir
Mg yang kaya silikat dan bahan-bahan organik. Bagian coma menyelubungi inti komet.
Coma merupakan awan gas dan debu yang umumnya berjari-jari 104-105 km. Komposisi
penyusunnya adalah H2O, CO, CO2, OH, H2CO, CH3OH, CH3CN, CN, C2, C3. Inti dan
coma diselubungi oleh awan hidrogen yang jari-jarinya bisa mencapai 107 km.
36
Tekanan radiasi mendorong partikel-partikel debu dari coma ke arah berlawanan
dari Matahari, membentuk ekor debu yang berwarna kekuning-kuningan. Ekor debu ini
bisa mencapai 106-107 km. Partikel-partikel pada ekor debu berukuran mulai dari 0,1
sampai 100 mikron tersusun dari silikat dan bahan-bahan organik. Saat jarak heliosentris
partikel debu membesar, maka gerakannya akan melambat, membuat ekor debu menjadi
melengkung ke arah berlawanan dari gerakan komet. Ekor ion komet berwarna kebirubiruan, memanjang ke arah yang berlawanan dari Matahari. Panjangnya bisa mencapai 106108 km. Warna kebiru-biruan dihasilkan oleh emisi ion-ion CO+. Selain itu terdapat juga
ion-ion H2O+, CO2+, OH+, H3O+.
Berdasarkan periode dan sumbernya, komet dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok komet periode panjang dan komet periode pendek. Kedua kelompok ini
memiliki sumber, karakteristik orbit, kandungan bahan yang menguap yang berbeda.
(1). Komet periode panjang
Kelompok ini memiliki periode (P) > 200 tahun. Contoh komet kelompok ini
antara lain komet C/1965 S1 Ikeya-Seki, C/1996 B2 Hyakutake, C/1973 E1 Kohoutek,
dan C/1975 VI West. Eksentrisitas (e) orbit komet-komet periode panjang umumnya
~1, inklinasi (i) orbitnya tinggi, dan sumbu setengah panjangnya (a) diperkirakan
sebesar 102-105 AU. Kelompok komet ini kembali lagi ke lintasannya setelah ribuan
bahkan jutaan tahun (atau bahkan tidak sama sekali) sehingga sulit dideteksi dan
dikatalogkan. Sumber dari kelompok komet ini adalah awan Oort.
Awan Oort merupakan awan, yang terdiri dari materi berukuran kecil-kecil yang
mengelilingi tata-surya, berbentuk bola, berjari-jari sekitar 50.000 AU. Diperkirakan
awan Oort ini memiliki massa total 1025-1027 kg dan mengandung sampai dengan 1013
komet. Teori awan Oort ini diusulkan oleh seorang astronom Belanda Jan Oort di tahun
1950.
Awan Oort tersebut sering kali mengalami gangguan dari bintang-bintang terdekat,
awan molekul raksasa lainnya di dekat piringan galaksi saat close encounter, dan juga
gelombang kejut dari suatu ledakan seperti pada peristiwa supernova. Gangguan
tersebut menyebabkan sebagian materi di awan Oort terlempar ke luar dari tata surya,
sebagian akan jatuh ke bidang tata surya menjadi komet yang mendekati Matahari.
Karena bentuk awan Oort yang berupa bola, orbit komet berperiode panjang sulit untuk
37
ditentukan karena memiliki orientasi orbit yang acak di bola langit, tidak hanya
terbatas pada bidang ekliptik.
(2). Kelompok komet berperiode pendek, dengan P < 200 tahun. Contoh komet-komet
kelompok ini antara lain: 1P Halley, 2P Encke, 8P Tuttle, 109P Swift-Tuttle. Kometkomet kelompok ini memiliki i rendah dengan rata-rata i = 19o, rata-rata e = 0,6, dan
rata-rata a = 5,8 AU. Kelompok ini terbagi lagi menjadi dua kelompok besar: keluarga
Yupiter dengan periode kurang dari 20 tahun dan keluarga Halley dengan periode 20
sampai 200 tahun.
Sumber dari komet periode pendek adalah sabuk Kuiper. Sabuk Kuiper adalah
wilayah berbentuk piringan yang terletak setelah planet Neptunus memanjang dari 30
AU sampai 1000 AU dari Matahari. Berisikan gumpalan-gumpalan es dengan
senyawa-senyawa organik, mirip dengan komet. Diberi nama berdasarkan Gerard
Kuiper orang yang pertama kali menggagaskan keberadaan wilayah tersebut pada
tahun 1951. Terkadang disebut juga sabuk Edgeworth-Kuiper untuk menghormati
astronom amatir Kenneth Edgeworth yang pada satu-satunya papernya, dipublikasikan
di Journal of the British Astronomical Association di tahun 1942, menggagas
keberadaan wilayah berisikan benda-benda langit mirip komet yang berada setelah
planet luar. Diperkirakan sabuk kuiper memiliki massa 1022-1026 kg dan mengandung
sekitar 108 -1012 komet.
Anggota sabuk Kuiper baru ditemukan untuk pertama kalinya di tahun 1992.
Berdiameter sekitar 200 km dan terletak 42 AU dari Matahari, 1992 QB1 ditemukan
oleh Dave Jewitt dan Jane Luu. Anggota-anggota sabuk Kuiper disebut juga Kuiper
Belt object (KBO) atau Edgeworth Kuiper Belt object, dan dinamakan juga TransNeptunian Objects (TNOs).
KBO biasanya berukuran sangat kecil (10-50 km), namun diperkirakan terdapat
35.000 KBO yang berdiameter lebih dari 100 km. Beberapa KBO bahkan memiliki
diameter ribuan kilometer seperti Quaoar (1250 km), Orcus (1600 km), dan 2005 FY9,
2003 EL61, Eris (2003) UB313 yang diperkirakan lebih besar dari Pluto (2390 km).
Pluto sendiri dianggap sebagai KBO, dengan status barunya sebagai planet katai. KBO
juga tidak terlalu terang dan bergerak lambat sehingga membutuhkan ratusan tahun
untuk berevolusi. Orbit KBO yang berada pada a > 45 AU stabil sepanjang umur tata
surya, sementara beberapa KBO yang berada pada a < 41 AU memiliki resonansi 3:2
38
terhadap Neptunus, seperti Pluto. Kelompok tersebut disebut plutino. Ada juga yang
disebut scattered KBO (SKBO), yaitu KBO yang memiliki eksentrisitas besar dengan
perihelion (q) lebih kecil dari 40 AU dan aphelion (Q) bisa mencapai sekitar 200 AU.
Orbit dari KBO tekadang mengalami gangguan oleh interaksi planet-planet raksasa
menyebabkan KBO tersebut dapat melintasi orbit Neptunus memungkinkan terjadinya
close encounter. Proses tersebut dapat menyebabkan KBO terlempar keluar dari tata
surya, menjadikan orbitnya melintasi planet raksasa lainnya, atau ke bagian dalam tata
surya. Penelitian mengenai wilayah KBO menunjukkan orbit dengan aAU < 35 dan 40 <
aAU < 42 tidak stabil terhadap gangguan dari Neptunus dan Uranus. Orbitnya akan
berevolusi ke arah dalam tata surya dan menjadi sumber komet periode pendek.
Contohnya adalah 2060 Chiron dan 5145 Pholus, yang orbitnya sangat tidak stabil dan
melintasi orbit Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Tipikal q nya 8 AU dan 11 AU,
sementara Q diantara 19 dan 36 AU, e ~ 0,4-0,6. KBO-KBO tersebut berukuran cukup
besar, dengan jari-jari 10 < R < 100 km. Kelompok tersebut diberi nama Centaur.
Beberapa anggota Centaur memiliki sifat-sifat komet (citranya sedikit kabur
menunjukkan adanya coma yang terdifusi), seperti Chiron (berdiameter 170 km). Jika
orbit Chiron mengalami gangguan, yang menjadikan orbitnya mendekati Matahari,
Chiron bisa menjadi sebuah komet.
Komposisi kimiawi komet periode panjang dan komet periode pendek sama, tetapi
komet periode panjang mengandung lebih banyak bahan yang mudah menguap. Ini
dikarenakan komet periode pendek melepaskan sejumlah besar bahan-bahan yang mudah
menguap saat mendekati matahari sementara komet periode panjang jarang sekali
mengunjungi daerah dalam tata surya, sehingga kandungan materi es terjaga.
2.3.3. Asteroid
Sejarah penemuan asteroid diawali oleh Johannes Kepler saat ia menjadi asisten
Tycho Brahe. Saat itu, dari hasil observasi Tycho Brahe mengenai kedudukan planetplanet, Kepler mendapatkan bahwa jarak antara Mars dan Jupiter sangat jauh, jika melihat
perbandingan jarak di antara planet-planet lainnya. Merkurius berada pada jarak 0,387 AU
dari Matahari, Venus 0,732 AU, Bumi 1 AU, dan Mars 1,5 AU. Jadi antara satu planet
dengan planet berikutnya ada penambahan jarak sekitar 0,321 AU. Sementara itu Yupiter
berada pada jarak 5,2 AU dari Matahari. Jarak tersebut dua kali dari jarak yang seharusnya.
39
170 tahun kemudian, pada tahun 1766, barulah dirumuskan persamaan empiris
yang menggambarkan hubungan jarak antar planet tersebut. Persamaan tersebut dikenal
dengan nama hukum Titius-Bode, yaitu:
Y = 0.4 + 0.3 × (2n −1 )
(1.10)
dengan Y adalah jarak planet dari Matahari dalam satuan astronomi (AU), n = 0,1,2,... dan
seterusnya untuk planet-planet berikutnya. Hukum ini cukup akurat sampai pada planet
Uranus (planet ke tujuh dalam tata-surya). Namun pada n = 4, di antara planet Mars dan
Jupiter tidak terdapat satu planet pun. Beranjak dari hukum Titius-Bode tersebutlah
dimulai pencarian planet yang orbitnya berada di antara Mars dan Yupiter.
Pada tahun 1801 Guiseppe Piazzi, seorang astronom Italia, menemukan benda
langit yang kemudian diberi nama Ceres. Dilihat melalui teleskop bentuknya sangat kecil,
tidak berbentuk piringan seperti yang terlihat pada planet-planet. Disusul kemudian dengan
penemuan benda langit serupa yang dinamakan Pallas di tahun 1802 dan Vesta di tahun
1807 oleh Heinrich William Olbers, dan Juno di tahun 1804 oleh Karl Harding. Atas usul
William Herschel benda-benda langit tadi di beri nama asteroid. Kata asteroid berasal dari
bahasa Yunani yang artinya ‘mirip bintang’ karena bila dilihat melalui teleskop asteroid
tampak seperti bintang. Sementara itu, Planet yang diperkirakan berada di antara Mars dan
Yupiter tidak pernah ditemukan.
Asteroid diperkirakan merupakan planet yang gagal terbentuk. Jadi berhubungan
dengan pembentukan tata surya sekitar 4,6 milyar tahun lalu. Diperkirakan asteroid
terbentuk dari planetisimal, seperti halnya planet terestrial. Saat bertambah besar calon
planet tersebut kemudian mengalami akresi dan pemanasan radioaktif yang menyebabkan
melelehnya sebagian material. Terjadilah differensiasi, material-material yang lebih berat
menyusun inti sementara bagian mantel tersusun dari material yang lebih ringan. Tetapi
bahan pembentuk planet tersebut gagal mengalami akresi lanjut untuk membentuk planet.
Ini diperkirakan karena gangguan akibat pembentukan planet Yupiter. Gaya kohesi calon
planet tersebut dikalahkan oleh gaya gravitasi planet Yupiter dan hancur, tersebar di tata
surya terutama di sekitar Bumi dan Yupiter.
Asteroid-asteroid terutama sekali ditemukan di antara orbit antara planet Mars dan
Yupiter (2 AU sampai 4 AU). Daerah tersebut kemudian disebut main asteroid belt (sabuk
utama asteroid). Empat asteroid awal yang ditemukan merupakan asteroid-asteroid sabuk
utama dan berukuran besar. Ceres berdiameter 913 km, Pallas 523 km, Vesta 501 km, dan
40
Juno 244 km. Semakin kecil ukuran asteroid populasinya semakin besar. Binzel et al.
(2000) memberikan perkiraan populasi asteroid di sabuk utama lebih besar dari diameter D
(km):
N (> D) = 9,1×106 D −2,52
(1.11)
Diketahui juga kemudian oleh Daniel Kirkwood jika asteroid-asteroid di sabuk
utama asteroid tidak terdistribusi merata. Ada daerah dalam sabuk utama asteroid dimana
jumlah asteroid menjadi sangat sedikit bahkan hampir nol, misalnya pada daerah 2,5, 2,83,
dan 3,28 AU. Selain itu, periode orbitnya juga merupakan fraksi dari periode orbit Yupiter
(11,86 tahun). Misalnya asteroid-asteroid pada jarak 3,28 AU memiliki periode 5,94 tahun,
satu setengah kali periode Yupiter, maka setiap dua tahun sekali asteroid-asteroid pada
jarak 3,28 AU tersebut akan mengalami close encounter dengan Yupiter. Hubungan
gravitasi yang demikian dinamakan resonansi. Sementara celah-celah tersebut kemudian
diberi nama celah Kirkwood.
Namun tidak semua orbit yang beresonansi menghasilkan celah, tetapi justru
menghasilkan asteroid-asteroid yang mengelompok. Hal ini ditemukan oleh Maxmillian
Wolf, seorang astronom Jerman, di tahun 1906. Ia menemukan untuk pertama kalinya,
sebuah asteroid yang merupakan kelompok asteroid Troyan. Asteroid tersebut kemudian
dinamakan Achilles. Asteroid-asteroid Troyan berada di orbit Yupiter (resonansi 1:1), 60o
sebelah barat dan timur (di depan dan belakang) Yupiter. Umumnya asteroid-asteroid
Troyan ini berukuran 15 km atau lebih kecil, dengan yang terbesar adalah 624 Hector (~
300 × 150 km).
Asteroid Troyan merupakan asteroid yang membuat ahli matematika Joseph
Lagrange memunculkan postulat mengenai titik Lagrangian. Titik lagrangian merupakan
lima titik, pada sistem dua benda bermassa, dimana benda ketiga atau kelompok bendabenda kecil bisa berada di titik-titik tersebut, mengorbit pada pusat massa yang sama
dengan dua benda bermassa tadi. Asteroid Troyan berada di titik Lagrangian, L4 dan L5
pada sistem Matahari-Yupiter dengan orbit yang stabil.
Selain itu ada juga kelompok asteroid Hilda, dengan jarak 4 AU, yang berada pada
resonansi 3/2 terhadap orbit Yupiter. Selain itu, terdapat juga asteroid 279 Thule yang
berada pada resonansi 4/3 yang berjarak 4,26 AU.
Terdapat asteroid-asteroid yang memiliki orbit yang tidak stabil karena dipengaruhi
oleh gravitasi Yupiter. Terutama sekali untuk asteroid-asteroid yang berada pada daerah
41
resonansi, frekuensi gangguan gravitasi oleh Yupiter yang dialami akan lebih besar
daripada yang tidak berada pada daerah resonansi. Hal ini berlaku untuk celah Kirkwood,
khususnya yang berada di 2,5, 2,83, dan 3,28 AU (resonansi 3/1, 5/2, 2/1).
Gambar 5. Distribusi asteroid-asteroid sabuk utama antara 2 AU sampai 4
AU, yang menunjukkan adanya celah-celah dimana populasi asteroid
berkurang (celah Kirkwood). Plot jarak asteroid-asteroid terhadap periode
orbitnya, menunjukkan bahwa celah-celah tersebut mengikuti fraksi
sederhana dari periode orbit Yupiter. (Norton 2002)
Gangguan oleh gravitasi planet Yupiter tersebut, dalam jangka waktu jutaan tahun,
akan menyebabkan eksentrisitas orbit asteroid membesar menjadikan orbitnya elips,
meninggalkan daerah resonansi menuju zona stabil, dan kemudian meningkatkan
kemungkinan bertumbukan dengan asteroid lain di sabuk utama. Bila terjadi hal yang
demikian, maka memungkinkan asteroid untuk meninggalkan daerah sabuk utama dan
melintasi orbit Mars dan Bumi. Asteroid-asteroid tersebut membentuk kelompok asteroid
lainnya, yang dikenal sebagai near-Earth asteroid. Asteroid-asteroid inilah yang menjadi
ancaman bagi Bumi. Dengan orbit yang melintas orbit Bumi, membuat near-Earth
asteroid memiliki kemungkinan untuk menumbuk Bumi.
Selain berdasarkan orbitnya, asteroid juga dapat dikelompokkan berdasarkan
kompisisi mineralnya. Pengetahuan mengenai taksonomi asteroid berdasarkan komposisi
mineral ini akan sangat berguna saat akan melakukan perhitungan diameter dan massa
asteroid, yang memerlukan pengetahuan albedo dan kerapatan massa. Tiap-tiap kelas
42
asteroid tersebut memiliki albedo dan kerapatan massa yang berbeda-beda. Taksonomi
asteroid tersebut dapat dilihat pada tabel V.
Tipe Taksonomi
Kemungkinan Komposisi Mineral
D, P
Karbon, silikat kaya bahan-bahan organik
C, B, F, G
Karbon, bahan-bahan organik, silikat hidrat
M
Logam-logam, enstatite
S
Olivin, piroksen, logam-logam
Q
Olivin, piroksen, logam-logam
V
Piroksen, feldspar
E
enstatite, silikat dengan kandungan besi sedikit
X
Tidak diketahui (X menandakan ciri-ciri spektrum tidak terklasifikasi
Tabel V. Tipe Taksonomi asteroid dengan kemungkinan komposisi mineralnya (Harris 2004)
2.4. Near earth asteroid (NEA) dan Potentially hazardous asteroid (PHA)
Asteroid yang pertama kali ditemukan meninggalkan sabuk asteroid adalah asteroid
yang disebut Mars-crossing asteroid, asteroid yang lintasan orbitnya berada di bagian
dalam orbit Mars dengan perihelion biasanya berada di dalam orbit Bumi. Asteroid yang
yang bernama asteroid 433 Eros tersebut ditemukan di tahun 1898. Selanjutnya di tahun
1932 ditemukan asteroid 1221 Amor yang merupakan sub kelas Mars-crosser dengan
perihelion 1,08 AU. Eros kemudian masuk dalam kelas Amor tersebut. Masih di tahun
1932 ditemukan asteroid yang perihelionnya berada di dalam orbit Bumi. Asteroid yang
bernama 1862 Apollo tersebut bahkan melintasi orbit Venus. Asteroid-asteroid tersebut
membentuk kelas Amor dan kelas Apollo, yang secara kolektif disebut Earth-approaching
(asteroid yang mendekati Bumi) atau Earth-crossing asteroid (asteroid yang melintasi
Bumi). Penemuan asteroid 2062 Aten di tahun 1976 oleh Eleanor Helin merupakan kelas
Earth-crossing terakhir yang ditemukan. Jarak rata-ratanya terhadap matahari berada di
dalam orbit Bumi. Asteroid-asteroid Amor, Apollo, dan Aten inilah yang membentuk kelas
NEA (near-Earth asteroid). Beberapa definisi NEA antara lain:
1). NEA adalah asteroid-asteroid yang memiliki jarak perihelion q kurang dari 1,3 AU.
NEA ini dikelompokkan lagi menjadi kelompok Aten, Apollo, Amor. Pengelompokkan
ini berdasarkan pada jarak perihelion (q), aphelion (Q), dan setengah sumbu
panjangnya (a).
43
• Kelompok Aten, dinamakan berdasarkan asteroid 2062 Aten, adalah NEA dengan
setengah sumbu panjang orbitnya lebih kecil dari setengah sumbu panjang orbit
bumi (a < 1,0 AU, Q > 0,983 AU).
• Kelompok Apollo yang dinamakan berdasarkan asteroid 1862 Apollo memiliki
setengah sumbu panjang orbitnya lebih besar dari setengah sumbu panjang orbit
bumi (a > 1,0 AU, q < 1,017 AU).
• Kelompok Amor adalah asteroid dengan orbit yang berada di luar orbit bumi
tetapi masih berada didalam orbit Mars (a > 1,0 AU, 1,017 AU < q < 1,3 AU).
Kelompok ini dinamakan berdasarkan asteroid 1221 Amor.
(http://neo.jpl.nasa.gov/neo.html)
2). NEA adalah asteroid-asteroid yang bisa melintas sampai pada jarak < 1,3 AU dari
matahari. NEA ini dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
• Amor, kelompok NEA yang melintasi orbit Mars tetapi tidak melintasi orbit
Bumi. Contoh: 433 Eros.
• Apollo, melintasi orbit bumi dengan periode orbit lebih besar dari satu tahun.
Contoh: 1620 Geographos.
• Aten, melintasi orbit bumi dengan periode orbit kurang dari satu tahun. Contoh:
2340 Hathor.
Kebanyakan NEA ini dipercayai merupakan anggota sabuk asteroid yang terlempar
keluar karena tumbukan dengan asteroid lain dan/atau oleh gaya gravitasi planet Jupiter.
Beberapa NEA kemungkinan juga merupakan sisa-sisa dari komet yang sudah mati.
NEA ini diperkirakan dipengaruhi oleh interaksi gravitasi dengan matahari atau dengan
planet-planet terestrial, atau oleh tumbukan dengan benda-benda langit lainnya.
(http://www.nasm.edu/ceps/etp/asteroids/AST_near.html)
3). NEA adalah asteroid-asteroid yang mendekati orbit bumi sampai pada jarak 0,3 AU.
NEA ini dikelompokkan lagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
• Aten: a < 1,0 AU, aphelion Q > 0,983 AU, dengan orbit memotong orbit bumi.
• Apollo: a ≥ 1,0 AU, perihelion q ≤ 1,017 AU, dengan orbit memotong orbit bumi.
• Amor: a > 1,0 AU, 1,017 < q ≤ 1,3 AU, dengan orbitnya bisa berevolusi menjadi
orbit yang memotong bumi.
(Allen 2000)
Sementara itu PHA (potentially hazardous asteroid) dapat didefinisikan sebagai:
44
1). PHA selama ini didefinisikan berdasarkan parameter yang mengukur potensi sebuah
asteroid untuk memiliki ancaman mendekati bumi. Secara spesifik, semua asteroid,
dengan Earth Minimum Orbital Intersection Distance (MOID) 0,05 AU atau lebih kecil,
dan magnitudo mutlaknya (H) sebesar 22,0 atau lebih kecil bisa dimasukkan ke
golongan PHA. Magnitudo mutlak 22,0 setara dengan diameter 150 m, jika albedo
asteroid diasumsikan 13%.
“Potensi” untuk mendekati bumi ini tidak berarti PHA tersebut akan menabrak bumi.
Hanya berarti ada kemungkinan tabrakan dengan bumi bisa terjadi. Dengan memonitor
dan mengup-date orbitnya, bisa diprediksikan statistik kemungkinan mendekatnya dan
ancamannya untuk menabrak bumi.
(http://neo.jpl.nasa.gov/pha.html)
2). PHA adalah Near-Earth asteroid dengan ukuran dan orbit yang memiliki kemungkinan
ancaman mendekati bumi. Sebuah asteroid dapat dikategorikan sebagai PHA apabila
Minimum Orbital Intersection Distance (MOID) terhadap bumi kurang dari 0,05 AU
dan magnitudo mutlaknya lebih terang dari 22,0. Dengan definisi tersebut, ukuran
diameternya biasanya lebih besar dari 150 meter. Dengan ukuran sebesar itu bisa
menyebabkan terjadi kemusnahan regional di daratan atau tsunami besar bila objek
PHA tersebut jatuh ke lautan, jika menabrak bumi. Peristiwa yang rata-rata
kejadiannya sekitar satu kali tiap 10.000 tahun atau kurang.
( http://en.wikipedia.org/wiki/Potentially_hazardous_asteroid)
3). PHA adalah asteroid dengan orbit dekat dengan orbit Bumi sehingga memungkinkan
untuk menumbuk Bumi, berukuran cukup besar sehingga dapat menimbulkan
kerusakan yang signifikan. Secara umum, batas yang ditetapkan untuk jarak minimum
perpotongan orbit (MOID) sebesar 0,05 AU. Ukuran minimumnya, didefinisikan dalam
magnitudo absolut H = 22, sebanding dengan diameter 110 m jika albedonya 0,25 dan
240 m jika albedonya 0,05.
(Philip’s Astronomy Encyclopedia 2002)
NEA dan PHA merupakan istilah yang lebih sempit dari NEO (near-Earth object)
dan PHO (potentially hazardous object). NEO adalah asteroid-asteroid atau komet-komet
yang memiliki q < 1,3 AU (http://neo.jpl.nasa.gov/neo.html). Sementara Atkinson et al.
(2000) mendefinisikan NEO sebagai asteroid-asteroid dan komet-komet yang orbitnya
memotong orbit Bumi dalam jarak < 0,3 AU, sementara PHO adalah asteroid-asteroid atau
45
komet-komet yang orbitnya mendekati Bumi < 0,05 AU (7,5 juta km dari Bumi atau 20
kali jarak Bumi-Bulan), dengan diameter minimal 150 meter. Definisi PHO menurut SDT
(2003) adalah NEO dengan MOID < 0,05 AU. MOID adalah jarak terdekat yang mungkin
terjadi antara dua benda yang orbitnya berosilasi. Diperkirakan sekitar 21% dari NEO
adalah PHO, dengan kemungkinan NEO yang memiliki MOID lebih kecil dari jarak BumiBulan sebesar 1% dan MOID lebih kecil dari radius Bumi sebesar 0,025% (SDT 2003).
Sebagai tambahan dari populasi formal NEO adalah IEO (interior Earth object) yaitu
benda-benda langit yang berada didalam orbit Bumi, Q < 0,983 AU (SDT 2003).
Berdasarkan Chapman (2004), NEO tersusun dari 37 ± 8% asteroid yang berasal
dari daerah resonansi sekular v6 yang membentuk bagian dalam sabuk asteroid. Resonansi
sekular v6 ini terjadi saat frekuensi presesi longitude perihelion asteroid sama dengan 1/6
frekuensi sekular sistem keplanetan (SDT 2003). Para penyusun lainnya adalah 23 ± 9 %
dari daerah resonansi 3:1 dengan planet Yupiter, 33 ± 3% dari resonansi yang disebabkan
oleh efek Yarkovsky (efek yang ditimbulkan oleh distribusi temperatur yang tidak sama
pada permukaan suatu benda langit sehingga dapat merubah orbitnya. Ini berlaku untuk
benda-benda langit yang berukuran meter sampai kilometer), 6 ± 4% dari komet periode
pendek, dan komet periode panjang atau komet-komet baru sangatlah kecil sebesar ~1%.
46
Download