etika berkomunikasi 1

advertisement
ETIKA BERKOMUNIKASI 1
oleh
Drs. Faris Ihsan, M.Si 2
Abstraksi
Komunikasi sudah merupakan kebutuhan manusia, bahkan
kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih banyak ditentukan pada
kemampuan dia berkomunikasi. Apabila kita simak alur cerita politik
di tanah air ini, ibarat orang yang sedang memainkan peran
sandiwara. Peran berpihak kepada rakyat jika memang diperlukan
untuk menarik simpati rakyat dan peran berseberangan dengan
rakyatnya diperlukan untuk mencari keuntungan dengan prinsip
opportunisme. Kebebasan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi,
keinginan tujuan baik di bidang politik ataupun bisnis harus dilakukan
dengan aturan hukum dan etika komunikasi. Etika berkomunikasi,
tidak hanya berkaitan dengan tutur kata yang baik, tetapi juga
harus berangkat dari niat tulus yang diekspresikan dari ketenangan,
kesabaran dan empati kita dalam berkomunikasi.
Kata Kunci : Komunikasi, Etika, Aspirasi
A. Pendahuluan
Eforia pemilihan umum presiden (pilpres) tahun 2014 telah melanda
berbagai pelosok tanah air semakin mendekat dan iklim politik mulai
terasa pada
setiap
kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan.
Wacana
kehendak publik untuk memperbaiki kehidupannya semakin menguat.
Berpengalaman pada pilpres tahun 2009, masyarakat kini semakin
dewasa, cerdas dan diekspresikan dengan
menggunakan berbagai
saluran, baik verbal maupun non verbal. Pesan yang ingin disampaikan
melalui komunikasi, bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya.
Komunikasi akan lebih bernilai positif, jika para peserta komunikasi
1. Telah dikoreksi oleh Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB
2. Widyaiswara Madya pada BKD dan Diklat Provinsi NTB
1
mengetahui dan menguasai teknik berkomunikasi yang baik, dan
beretika. Ragam motif yang melatarbelakangi semangat setiap orang
untuk mau terlibat dalam diskusi atau mengkampanyekan calon
presiden dan wakil presiden pilihannya, mulai dari motif yang bersifat
personal hingga yang bersifat sosial, yang seringkali dikombinasikan
dengan pertimbangan psikologis dan atau ideologis, ekonomis serta
berbagai pertimbangan lainnya.
Dinamika politik pemilihan presiden menjadi trending topic di media
massa maupun f ace to face
partai
politik
didukung
communication, mulai dari manuver
dalam menentukan
siapa yang akan diusung dan
untuk bakal calon presiden dan calon wakil presiden,
penggalangan massa pendukung dari berbagai elemen organisasi dan
kelompok serta aktivitas yang dilakukan oleh calon presiden dan
wakilnya. Proses dan dinamika yang berlangsung dalam pemilihan
presiden dan pemilihan wakil rakyat ini sangat menarik untuk dikaji
dari berbagai
pelajaran
perspektif keilmuan.
berharga kepada
Aktivitas politik ini memberikan
rakyat Indonesia
untuk lebih cerdas
menilai bakal calon pernimpin bangsa yang menyampaikan
misi
serta harapan-harapan
kampanye.
Semestinya
yang
indah terutama
pada
visi
masa
ada pelajaran politik yang berharga dalam
menyikapi agenda demokrasi per­ lima tahun ini, sehingga pada
saatnya rakyat tidak salah dalam menentukan
seharusnya mendapat
pemimpin
pilihan siapa yang
mandat untuk menjadi wakil rakyat dan
bangsa. Etika
berkomunikasi,
tidak
hanya
berkaitan
dengan tutur kata yang baik, tetapi juga harus berangkat dari niat
2
tulus yang diekspresikan dari ketenangan, kesabaran dan empati kita
dalam
berkomunikasi.
Bentuk
komunikasi
yang demikian akan
menghasilkan komunikasi dua arah yang bercirikan penghargaan,
perhatian dan dukungan secara timbal balik dari pihak-pihak yang
berkomunikasi. Komunikasi yang beretika, kini menjadi persoalan
penting dalam penyampaian aspirasi. Dalam keseharian eksistensi
penyampaian aspirasi masih sering dijumpai sejumlah hal yang
mencemaskan dari perilaku komunikasi yang kurang santun. Etika
komunikasi sering terpinggirkan, karena etika berkomunikasi belum
membudaya
sebagai
urat
nadi
kehidupan
bermasyarakat
dan
bernegara.
Komunikasi merupakan keterampilan paling penting dalam hidup kita,
seperti halnya bernafas, banyak orang beranggapan bahwa komunikasi
sebagai sesuatu yang
tertantang
untuk
otomatis
terjadi,
sehingga
orang
tidak
belajar berkomunikasi secara efektif dan beretika.
Hal yang paling penting dalam komunikasi, bukan sekadar pada apa
yang dikatakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita
mentransfer pesan serta menerima pesan. Komunikasi harus dibangun
dari diri kita yang paling dalam sebagai fondasi integritas yang kuat.
B. Prinsip Etika
Etika merupakan seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, referensi,
acuan, penuntun apa yang harus dilakukan dalam menjalankan
tugasnya,
tapi
juga
sekaligus
berfungsi sebagai standar untuk
menilai apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepak terjangnya dalam
3
menjalankan tugas dinilai baik atau buruk. Oleh karenanya, dalam etika
terdapat sesuatu nilai yang dapat memberikan penilaian bahwa
sesuatu tadi dikatakan baik, atau buruk. Etika
(2007)
“seperangkat
nilai-nilai
dan
menurut
norma-norma
Bertens
moral
yang
menjadi pegangan dari seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Darwin dalam Johannesen
(1996) mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati
bersama oleh suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun perilaku
individu
dalam
berhubungan
dengan
individu
lain
masyarakat.
Selanjutnya Darwin juga mengartikan Etika Birokrasi (Administrasi
Negara) adalah sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau
penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi. Dengan mengacu
kedua pendapat ini, maka etika mempunyai dua fungsi, yaitu pertama
sebagai pedoman, acuan, referensi bagi administrasi negara (birokrasi
publik)
dalam
menjalankan
tugas
dan
kewenangannya
agar
tindakannya dalam birokrasi sebagai standar penilaian apakah sifat,
perilaku, dan tindakan birokrasi publik dinilai abik, buruk, tidak tercela,
dan terpuji. Seperangkat nilai dalam etika birokrasi yang dapat
digunakan sebagai acuan, referensi, penuntun, bagi birokrasi publik
dalam menjalan tugas dan kewenangannya antara lain, efisiensi,
membedakan milik pribadi dengan milik kantor, impersonal, merytal
system, responsible, accountable, dan responsiveness.
Akuntabilitas
administrasi
negara
dalam
pengertian
yang
luas
melibatkan lembaga- lembaga publik (Agencies) dan birokrat untuk
mengendalikan bermacam-macam harapan yang berasal dari dalam
4
dan dari luar organisasinya. Strategi untuk mengendalikan harapanharapan dari akuntabilitas administrasi publik tadi akan melibatkan
dua faktor kritis,
mengendalikan
yaitu bagaimana kemampuan mendefinisikan dan
harapan-harapan
yang
diselenggarakan
oleh
manajemen pemerintahan. Kedua derajat kontrol keseluruhan terhadap
harapan-harapan yang telah didefiniskan para birokrat tadi.
C. Aspirasi Masyarakat
Harus kita akui bahwa semangat kita untuk menentukan pilihan pada
satu pasang capres-cawapres terkadang masih didominasi oleh
keinginan untuk memperoleh kepuasan personal. Dalam
kehidupan,
semua orang baik pejabat negara, pemimpin partai maupun warga
negara biasa, mengalami berbagai permasalahan dalam kehidupannya
sehari-hari.
Permasalahan
yang
muncul
terutama
bagi
warga
negara, mendorong mereka untuk melakukan tuntutan, protes dan
dukungan (aspirasi dan kepentingan). Meningkatnya keberanian untuk
mengekspresikan keinginan dan cita-cita anggota masyarakat sebagai
konskuensi komunikasi politik yang lebih dialogis dan transparan. Kini
anggota
masyarakat
lebih berani dan tajam mengungkapkan
berbagai keinginannya kepada pemimpinnya. Selain menyampaikan
aspirasi, masyarakat memerlukan informasi mengenai apa yang terjadi
disekelilingnya, agar
mengambil
keputusan
ia
memperoleh
dalam
bekal
yang
menjalani agenda
cukup
hidup
untuk
masing-
masing. Informasi dapat diperoleh, bila sistem yang menyebarkannya
dapat berfungsi dengan baik sehingga setiap orang mendapat
5
kesempatan memperoleh apa yang diperlukan masing-masing. Selain
itu, informasi tersebut haruslah memenuhi kebutuhan pihak yang
memerlukannya.
D. Komunikasi Isu
Seiring dengan terbukanya saluran kebebasan berekspresi masyarakat
di era informasi, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi
yang menjadikan masyarakat semakin terdidik dan kritis dalam melihat
dan menilai isu atau peristiwa. Oleh karena itu sensitif terhadap isu dan
melakukan antisipasi perubahan yang bisa membawa konsekuensi bagi
organisasi kiranya perlu dilakukan oleh pihak manajemen yang ingin
memenangkan pasar atau menjalankan aktivitas organisasi dengan
lingkungan yang dinamis. Pihak manajemen yang menerapkan strategi
komunikasi yang baik sebagai bagian dari proses manajemen isu bisa
menjadikan isu sebagai titik balik yang justru memperkuat reputasi
perusahaan atau organisasi. Praktisi public relations memiliki peran
penting untuk membentuk strategi komunikasi yang cemerlang dengan
mempertimbangkan tiga faktor utama yaitu pengetahuan komunikator,
pengharapan bersama dan kultur partisipatif. Kemampuan teknis yang
dipadukan dengan kemampuan manajerial yang dalam sebuah
perencanaan stratejik penanganan isu akan menjadi nilai tambah
organisasi. David. M. Dozier dalam Bertens (2007) menjelaskan tiga
faktor tersebut sebagai faktor pembentuk Communication Ecellence.
Ada
beberapa
aktivitas
manajemen
komunikasi
yang
perlu
dikembangkan dalam tim manajemen isu di organisasi, yakni :
6
1. Pemantauan lingkungan untuk mengidentifikasikan isu
2. Riset untuk mengembangkan analisa dari isu potensial
3. Memberikan advice atas isu kepada koalisi dominan
4. Perencanaan stratejik terhadap isu atau perubahan
5. Mengelola komunikasi program aksi sebagai respon atas isu
Kelima hal tersebut akan menghasilkan kualitas kebijakan yang tertuang
dalam perencanaan stratejik manajemen isu. Pesan komunikasi
dirancang untuk tiap target pubik agar dapat dipastikan publik
mendukung pencapaian sasaran dan objectives program yang sesuai
dengan kepentingan publik. James Gruning dalam Rakhmat (1993)
mengidentifikasi teologi objectives pesan komunikasi sebagai berikut :
1. Message exposure, menyiapkan materi komunikasi untuk media
massa dan menyebarkan pesan lain melalui beragam media yang
dikelola seperti press release dan social media.
2. Accurate dissemination of The Message, berdasarkan kenyataan
publik mengetahui pesan dan menerima sebagian atau seluruh
pesan
3. Acceptance of The Message, berdasarkan kenyataan publik tidak
hanya menerima tapi mempercayai validitas pesan
4. Attitude
change,
meyakinkan
publik
hingga
mereka
juga
berkomitment verbal terhadap pesan
5. Change in overt behavior, pesan bukan hanya dapat diterima dan
dipahami publik tetapi mereka sudah pada tingkat merubah
perilakunya.
7
E. Komunikasi Krisis
Krisis bisa dibilang ibarat sebuah petaka atau bencana yang dapat
muncul secara alami ataupun juga dari sebuah hasil kesalahan,
intervensi bahkan niat jahat manusia. Krisis juga dapat berupa
kehancuran yang “nyata dan tidak nyata”. Bagi organisasi atau institusi
peristiwa hilangnya kredibilitas dan rusaknya reputasi adalah sebuah
krisis. Akibat dari peristiwa ini dapat disebabkan mungkin hasil dari
respon manajemen atas kehancuran nyata bahkan mungkin dari
kesalahan manusia (human error). Ketika krisis itu memiliki dampak
keuangan
atau
financial
risk
yang
cukup
besar
maka
akan
mempengaruhi banyak konstituen atau stakeholders didalam lebih satu
area bisnis. Pada pembahasan komunikasi krisis, sebelum kita memulai
untuk merencanakan komunikasi dalam suatu krisis, perlu dipahami ada
beberapa hal yang harus dilakukan dalam berbagai kondisi krisis, yakni :
1. Identify your crisis.
Sebuah kasus yang pernah terjadi pada awal bulan oktober 1982
oleh Jhonson & jhonson’s, dimana terjadi penarikan kapsul tylenol
J&J
karena
peristiwa
meninggalnya
tujuh
orang
setelah
mengonsumsi kapsul tersebut yang dilapisi sianida. Sontak
setelah beberapa hari laporan peristiwa itu, J&J yang menguasai
hampir 40 persen pasar (untuk obat pereda sakit) langsung
mengalami penurunan penjualan hampir 90 persen’. Dari peristiwa
ini banyak pakar komunikasi krisis, pemasaran dan psikologi
menduga bahwa respon cepat dan penuh kepedulian dari
perusahaan
tersebut
menjadi
sebuah
kemenangan
bagi
8
perusahaan. Lantas apa yang telah mereka lakukan? Pertama,
Jhonson & jhonson’s tidak hanya berekasi terhadap apa yang
sedang terjadi. Mereka juga menerima serangan isu itu dan
menarik produk yang berpotensi mematikan itu. Kedua, mereka
memanfaatkan niat baik yang telah mereka bangun selama
bertahun-tahun dengan stakeholders, mulai dari dokter dan media
untuk menyelamatkan merek tersebut. Ketiga, perusahaan
bereaksi dengan cara yang lebih memperlihatkan rasa kepedulian
dan manusiawi daripada sekedar melihat insiden tersebut dari
perspektif hukum dan keuangan. Perusahaan menggerakkan
ribuan karyawannya untuk melakukan kunjungan secara personal
ke rumah sakit dan ke dokter serta apoteker di seluruh negeri
yang dilakukan lebih dari satu juta kunjungan agar dapat
mengembalikan kepercayaan terhadap merek dari perusahaan
mereka.
Dari
insiden
yang
diceritakan
diatas,
sebagai
communication practitioners atau praktisi komunikasi korporat
dapat ditarik hal penting ialah diperlukan sebuah aturan main atau
“a role to play” untuk bekerja yang benar dalam kondisi krisis.
Praktisi
komunikasi
harus
melakukan
identifikasi
berbagai
kemungkinan krisis dan mengembangkan planning kontigensi
dalam
krisis.
Timothy
Coombs
dalam
Rakhmat
(1993)
mendefinisikan kondisi krisis dalam dua dimensi, yaitu : internalexternal
dan
intentional-unintentional.
Maksudnya
“Internal-
external” adalah ketika krisis dihasilkan dari sesuatu yang telah
dihasilkan oleh organisasi itu sendiri atau juga bisa disebabkan
9
oleh seseorang atau kelompok yang berada diluar organisasi.
Sedangkan “intentional-unintentional” adalah suatu dimensi yang
berhubungan dengan pengontrolan dari penyebab krisis terjadi.
Pada titik intentional, krisis terjadi dengan “disengaja” dari
beberapa aktor ; dan unintentional adalah pada saat krisis terjadi
“tidak disengaja” dari beberapa aktor. Keempat hal yang
disebutkan Timothy Coombs menghasilkan empat type mutual
exclusive crisis.
2. Anticipating and preparation for your crisis
Beberapa bidang kegiatan lebih rentan terhadap krisis daripada
yang lain. Namun semua organisasi publik, swasta dan nirlaba
dapat beresiko jika krisis muncul. Heimstead dalam Johannesen
(1996) mengatakan, “every organization should prepare a risk
analysis for a potential crisis, event those crisis not directly
affecting your company”, bagaimana organisasi mengetahui
apakah mereka lebih cenderung mengalami krisis atau tidak?.
Salah satu cara benar untuk mempersiapkan organisasi pada
kondisi krisis ialah dengan memahami apa yang mungkin menjadi
“end-game” atau dengan kata lain memahami krisis dari “warning
time” dari sebuah krisis. Larry smith dalam Johannesen (1996)
mengidentifikasikan hal ini kedalam empat dasar type crisis yaitu :
1. Perceptual crisis : krisis terjadi pada saat tidak disadari bahwa
akan terjadi hal buruk, tetapi publik telah mempersepsikan telah
terjadi sesuatu yang salah, maka bencana itu akan benar-benar
terjadi pada organisasi 2. Bizzare crisis : krisis terjadi pada saat
10
tidak dapat diperkirakan atas apa yang telah dilakukan. 3. Sudden
crisis : Krisis terjadi secara mendadak, tanpa peringatan (gejala),
berdampak pada perusahaan 4. Smoldering crisis : Krisis serius
yang terjadi dalam institusi, sebenarnya dapat teridentifikasi sejak
awal dapat terjadi karena: 1. Masalah internal,
2. Indikasi
tindakan hukum yang merugikan institusi, 3. Masalah pelanggaran
karena buruknya perencanaan.
Selanjutnya apakah yang dilakukan Public Relations dalam
Menangani Krisis, yakni: 1. Melakukan Pendalaman Data dan
Fakta sebelum krisis terjadi melalui riset mendalam mengenai isu
yang berkembang 2. Menyiapkan Paket Informasi (Information
Sheets) standar yang akan diberikan oleh Public Relations
kepada semua stakeholder termasuk pola pendekatan yang
dilakukan untuk menyalurkan informasi tersebut seperti media
relations, government relations,
3. Membuat batasan isu dan
dampaknya dengan menganalisis dampak yang mungkin timbul di
masyarakat . Selanjutnya mengembangkan informasi secara
efektif dan efisien agar jangan sampai publik kesulitan menangkap
pesan yang kita sampaikan 4. Siapkan Tim Crisis Centre 5.
Menunjuk Unofficial Spoke Persons Crisis Center, sebaiknya tak
hanya melibatkan internal perusahaan tetapi juga pihak lain yang
direkrut untuk menyelesaikan krisis. Biasanya sebagai expertise
judgement, opinion leader statemen.
11
2. Building a plan for your crisis
Krisis pasti akan terjadi cepat atau lambat bahkan secara tiba-tiba
dan diluar sengaja. Selaku Public Relations Officer jika tidak
dipersiapkan rencana dalam menghadapi krisis maka malapetaka
akan
membahayakan
organisasi
bahkan
semua
pihak
disekitarnya. Jason Mudd, APR dalam ebooknya (sumber:
www.axiapr.com) berjudul managing public relatin in a crisis
memaparkan sepuluh langkah prencanaan menghadapi krisis,
yakni : 1. Identify Your Crisis Communications Team 2. Identify
Spokespersons
3.
Spokesperson
Training
4.
Establish
Communications Protocols 5. Identify and Know Your Audiences
6. Anticipate Crises 7. Plan to Assess the Situation 8. Identify Key
Messages 9. Plan Communications Methods 10. Ride Out the
Storm
3. How to communicate during your crisis
Kunci utama dalam membuat pesan ialah jangan pernah
membiarkan krisis mengalami perubahan bahkan lari dari
kenyataan. Setiap organisasi haruslah dapat bersiap-siap untuk
memprediksi krisis. Pelatihan menghadapi prisis terus menerus
perlu dilakukan agar mampu merespon krisis dengan benar.
Beberapa hal yang mesti diperhatikan saat merespon krisis yang
sifatnya tidak dapat diduga kapan terjadinya, antara lain :
a. Dont Panic never say “no coment”
b. Gather internal stakeholders to develope a respon plan and key
message ; call a group of key (example: product recall)
12
c. When responding to question from the public or the media, be
sure that you are responding to your question only.
d. Never speculate, if don’t know for sure and detail question.
Offer to find the answer to aprroriate spokesperson.
e. Control the message, That information not at all public should
be share. Just share on a “need to know” basis only.
f. If inaccurate or misleading information is reported by the media,
dont automatically move to correct that information. Just tell
“your side´of the story.
g. Tell it all, tell it now, don’t let stories drag on. May be best if you
share information early and completely.
F. Etika Komunikasi
Selama rentang waktu pernilihan
wakil rakyat dan diikuti dengan
pernilihan presiden, masyarakat Indonesia selalu disuguhi drama politik
yang menarik untuk disimak. Apabila kita simak alur cerita politik di
tanah air ini, ibarat orang yang sedang memainkan peran sandiwara.
Peran berpihak kepada rakyat jika memang diperlukan untuk menarik
simpati rakyat dan peran berseberangan dengan rakyatnya diperlukan
untuk mencari keuntungan dengan prinsip opportunisme. Penulis
teringat dengan bait lagu yang pemah dipopulerkan oleh Ahmad Albar,
"Dunia ini panggung, sandiwara, ceritanya mudah berubah, kisah
Mahabrata atau tragedi dari Yunani, setiap insan punya satu peran yang
harus kita mainkan, ada peran wajar dan ada peran berpura-pura ...".
13
Dalam banyak hal, kehidupan ini memang mirip dengan bait lagu
tersebut, dunia panggung sandiwara terutama dunia politik.
Dalam interaksi 'politik, hampir tiap saat kita disuguhi drama politik yang
menarik untuk disimak, seperti telenovela. Seakan­akan para pemimpin
dan wakil rakyat adalah pejuang yang siap tempur untuk membela
rakyatnya, drama-drama
yang dimainkan begitu melankolis, berliku-
liku dan penuh intrik. Namun semuanya seperti fatamorgana, hambar
dan pahit dalam kehidupan. Goffman membagi kehidupan perilaku
manusia ke dalam dua wilayah,yaitu; pertama, wilayah depan (front
stage) disebut juga panggung depan, merupakan 'arena dimana
seseorang berpenampilan sesuai dengan perannya. Kedua, wilayah
belakang (back stage) yaitu tempat untuk mempersiapkan perannya di
wilayah depan, disebut juga panggung belakang. Layaknya pertunjukan
drama, setting merupakan faktor pendukung yangfundamental demi
terbentuknya sebuah pertunjukan drama yang diinginkan. Kadangkala
aktor berkata A, pada kesempatan yang lain bisa berkata B
tergantung settingnya.
Dunia politik adalah dunia yang penuh dengan dinamika dan intrik.
pelakunya adalah pribadi yang cair, dinamis dan opportunis. Kalau tidak
siap masuk dalam panggung politik, tinggal menunggu waktu untuk
terpinggirkan atau jadi korban politik. Kalau ada pemain pemula, mereka
akan belajar dengan cepat dari pengalaman politik yang mereka jalani
dan pengalaman politik dari senior mereka. Aktor panggung Politik
menteljemahkan dinamika politik berdasarkan frame individu dan
collective frame (partai). Dunia politik tidak hanya hitam dan putih tetapi
14
juga ada abu-abu. Dalam politik tidak ada kawan abadi atau lawan abadi
yang ada hanya kepentingan abadi.
Komunikasi
merupakan
suatu
hal
yang
amat
penting
dalam
kehidupan manusia. Kita tidak bisa, tidak berkomunikasi. Kita belajar
menjadi manusia melalui komunikasi. Komunikasi sudah merupakan
kebutuhan manusia, bahkan kesuksesan seseorang sekarang ini, lebih
banyak ditentukan pada kemampuan dia berkomunikasi. Komunikasi
melibatkan
interaksi
antar
anggota
masyarakat.
Manusia
mempunyai keistimewaan dibanding makhluk lain, yaitu kemampuan
berpikir. Dengan kemampuan berpikir inilah, manusia sadar akan
dirinya, siapa saya dan apa yang harus saya perbuat dan sebagainya,
sehingga manusia akan berpikir
Manusia akan berpikir dan
sebelum
melakukan
tindakan.
menimbang, apakah perbuatan yang
dilakukannya sesuai dengan harkat kemanusiannya atau justru
sebaliknya. Etika merupakan kajian tentang bagaimana seharusnya
manusia itu berbuat, apakah perbuatan itu baik dan buruk. Sebagai
salah satu kajian dari filsafat, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa
yang baik dan buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Dalam interaksi diperlukan norma-norma atau aturan-aturan yang
berfungsi untuk pengendalian yang tujuannya adalah untuk tercapainya
ketertiban dalam masyarakat. Salah satu, upaya mewujudkan tertibnya
masyarakat adalah adanya etika komunikasi yakni kajian tentang baik
buruknya suatu tindakan komunikasi yang dilakukan manusia, suatu
pengetahuan
rasional
yang
mengajak
manusia
agar
dapat
berkomunikasi dengan baik. Komunikasi menandakan pula adanya
15
interaksi
antar-anggota
masyarakat,
karena
komunikasi
selalu
melibatkan setidaknya dua orang. Dalam interaksi selalu diperlukan
norma-norma atau aturan-aturan yang berfungsi untuk pengendalian
atau social control. Tujuannya untuk menciptakan masyarakat yang
tertib. Salah satu bentuk untuk mewujudkan tertibnya masyarakat
adalah adanya etika, yakni filsafat yang mengkaji baik-buruknya suatu
tindakan yang dilakukan manusia. Etika berkomunikasi juga dikenal
sebagai suatu pengetahuan rasional yang mengajak manusia agar
dapat berkomunikasi dengan baik. Dalam perspektif komunikasi, upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemilihan umum,
barangkali bisa terealisasi, ketika etika komunikasi bisa terpenuhi
sebagaimana gagasan Karl Wallace dalam Johannesen (1996) yakni
pedoman etika yang berakar dalam nilai-nilai demokrasi, antara lain
bahwa komunikator harus menumbuhkan kebiasaan bersikap adil
dalam memilih dan menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka.
Komunikasi tidak boleh menyelewengkan atau menyembunyikan data
yang mungkin dibutuhkan untuk mengevaluasi argumen komunikator
yang adil. Para komunikator, misalnya calon pemimpin, hendaknya
mengajarkan kejujuran
dalam
komunikasi,
melalui
tranparansi
pesan yang dilontarkan. Komunikator harus terbiasa mengutamakan
kepentingan
umum
daripada kepentingan pribadi. Apa yang menjadi
keinginan dan cita-cita bersama warga daerahnya lebih didahulukan,
artinya seorang calon presiden dan calon wakil presiden dituntut
secara etis untuk memikirkan nasib dan kebersamaan dengan pihak
lain dalam wilayah pemilihannya.
16
Komunikator
menanamkan
kebiasaan
menghormati
perbedaan
pendapat dengan mendorong berbagai ragam argumen dan pendapat.
Artinya
proses
membiasakan
pemilu
betul-betul
perbedaan
argumen
dijadikan
momentum
dan pilihan
namun
untuk
saling
menghormati, sehingga berimplikasi positif bagi kepuasan batin
individual lengkap dengan risiko pilihannya. Membiasakan menerima
beragam perbedaan dengan bijak adalah fundamen mahal bagi
terwujudnya bangunan demokrasi.
Lubis (2007) mengemukakan, dalam perspektif politik diperlukan
empat pedoman etika, yaitu:
1. Menumbuhkan kebiasaan bersikap adil dengan memilih dan
menampilkan fakta dan pendapat secara terbuka,
2. Mengutamakan motivasi umum dari pada motivasi pribadi,
3. Menanamkan kebiasaan menghormati perbedaan pendapat.
Selanjutnya, Nilsen (dalam Haryatmoko, 2007), menyatakan bahwa
untuk mencapai etika
komunikasi, perlu
diperhatikan sifat-sifat
berikut :
1. Penghormatan
terhadap
seseorang
sebagai
person
tanpa
memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara
2. Penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud dan integritas orang
lain,
3. Sikap suka memperbolehkan, keobjektifan, dan keterbukaan pikiran
yang mendorong kebebasan berekspresi
4. Penghormatan terhadap bukti dan pertimbangan yang rasional
terhadap berbagai alternatif
17
5. Terlebih dahulu mendengarkan dengan cermat dan hati-hati
sebelum menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan.
Dalam menyampaikan informasi, peranan media massa sangatlah
berpengaruh. Pemberitaan media massa yang berisikan tuntutan,
protes dan dukungan dari masyarakat, seringkali menyebabkan efek
yang besar terhadap lingkungan masyarakat dan kebijakan yang
akan diambil. Misalnya, demonstrasi anarkis yang selalu ditayangkan
berulang-ulang di stasiun televisi, dapat menyebabkan orang takut dan
trauma. Begitu juga tuntutan yang disertai kata- kata yang kasar,
dapat membuat orang benci dan tidak simpati.
Media mempunyai kebebasan dalam memberitakan, tetapi tentu saja
kebebasan yang dipunyainya bukanlah kebebasan yang mutlak.
Kebebasan itu harus disertai dengan tanggung jawab sosial, bukan
justru menyalahgunakan kebebasan.
Berkaitan
dengan
perilaku
media ini, kita memerlukan etika komunikasi.
Menurut Haryatmoko (2007), ada tiga pertimbangan mengapa perlu
penerapan etika komunikasi :
1. Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap
publik. Media mudah memanipulasi dan mengalienasi khalayak.
Dengan demikian etika komunikasi mau melindungi publik yang
lemah.
2. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan
antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab.
3. Mencoba menghindari sedapat mungkin, dampak negatif dari
logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan
18
makna, yang penting adalah mempertahankan kredibilitas pers di
depan publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang
mendapat perhatian.
G. Kesimpulan
Dalam berkomunikasi, kita perlu memperhatikan etika berkomunikasi
baik untuk keperluan politik, bisnis ataupun kemasyaraktan, agar tetap
tercipta ketenteraman dan kedamaian hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
Daftar Pustaka
Bertens, K, 2007, Etika, Seri Filsafat Atma Jaya, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Haryatmoko, 2007, Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan dan
Pornografi, Kanisius, Yogyakarta.
Jason Mudd, APR, Managing public relatin in a crisis, www.axiapr.com
(diakses 5 November 2014)
Johannesen, Richard L., 1996, Ethics in Human Communication, Prospect
Heights III, Waveland Press, England
Lubis, Mochtar,2007, Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri, Bhratara Karya
Aksara, Jakarta
Rakhmat, Jalaluddin, 1993, Audientia, Jurnal Komunikasi, Rosda Karya,
Bandung.
Akses Internet :
Website BKD dan Diklat Provinsi NTB : http:///bkddiklat.ntbprov.go.id (diserahkan
ke Tim Editor Website BKD dan Diklat Provinsi NTB tanggal 28 November 2014).
19
Download