bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Proteksi
Pada suatu sistem tenaga listrik, meliputi pelayanan umum, industri, komersil,
perumahan maupun sistem lainnya, mempunyai maksud yang sama yaitu
menyediakan energi listrik untuk peralatan pemakai dengan aman, dapat diandalkan
dan seekonomis mungkin. Oleh karena itu, untuk tercapainya sistem tenaga listrik
yang baik dan andal, setiap perencanaan sistem tenaga listrik harus memperhatikan
pada kondisi yang tidak normal seperti sistem dapat mengalami gangguan, human
eror atau adanya bencana alam.
Untuk mengatasi keadaan yang tidak normal tersebut perlu direncanakan suatu
sistem pengaman yang dilakukan terhadap peralatan-peralatan listrik yang terpasang
pada sistem tenaga listrik tersebut. Seperti pada jaringan transmisi/distribusi seperti
overvoltage relay/undervoltage relay, OCR/GFR, fuse Cut out, arrester, PMS,
pemutus tenaga (PMT), recloser.
2.2 Proteksi Sistem Tenaga Listrik
Proteksi terhadap suatu sistem tenaga listrik adalah sistem pengaman yang
dilakukan terhadap peralatan- peralatan listrik, yang terpasang pada sistem tenaga
listrik tersebut.
Adapun fungsi dari sistem proteksi adalah:
 Untuk melokalisir ataupun untuk mengurangi kerusakan peralatan listrik
akibat adanya gangguan (kondisi abnormal) semakin cepat reaksi
6
7
perangkat proteksi yang digunakan, maka akan semakin sedikitlah
pengaruh gangguan terhadap kemungkinan kerusakan alat;
 Untuk mempercepat melokalisir luas/zone daerah yang terganggu sehingga
menjadi sekecil mungkin;
 Untuk dapat memberikan pelayanan listrik dengan keandalan yang tinggi
kepada konsumen, dan juga mutu listriknya baik;
 Untuk mengamankan makhluk hidup terhadap bahaya yang ditimbulkan
oleh listrik.
Pengaman-lebur (fuse) adalah contoh alat pengaman yang paling sederhana
yang jika dipilih dengan tepat dapat memenuhi fungsi tersebut. Untuk pengamanan
bagian sistem yang lebih penting, digunakan sistem proteksi yang terdiri dari
seperangkat peralatan proteksi yang komponen-komponen terpentingnya adalah :
 Relay Proteksi : sebagai elemen perasa yang mendeteksi adanya gangguan
atau keadaan abnormal lainnya (fault detection ).
 Pemutus Tenaga (PMT) : sebagai pemutus arus gangguan di dalam sirkit
tenaga untuk melepaskan bagian sistem yang terganggu. Dengan perkataan
lain “membebaskan sistem dari gangguan” (fault clearing ). PMT
menerima perintah (sinyal trip ) dari relay proteksi untuk membuka.
 Trafo Tegangan : untuk meneruskan tegangan dengan perbandingan
tertentu dari sirkit primer (sirkit tenaga ) ke sirkit sekunder (sirkit relay)
dan memisahkan sirkit sekunder dari sirkit primernya.
Dalam sistem proteksi pembagian tugas dapat diuraikan menjadi :
8
 Proteksi utama, berfungsi untuk mempertinggi keandalan, kecepatan kerja,
dan fleksibilitas sistem
proteksi dalam melakukan proteksi terhadap
sistem tenaga.
 Proteksi pengganti, berfungsi jika proteksi utama menghadapi kerusakan
atau kegagalan untuk mengatasi gangguan yang terjadi.
 Proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian pada waktu tertentu,
sebagai pembantu proteksi utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan
2.2.1 Penyebab Terjadinya Kegagalan Proteksi
Jika proteksi bekerja sebagaimana mestinya, maka kerusakan yang
parah akibat gangguan mestinya dapat dihindari/dicegah sama sekali, atau
apabila gangguan itu disebabkan karena sudah adanya kerusakan
(insulation break down di dalam peralatan), maka kerusakan itu dapat
dibatasi sekecilnya.
Proteksi yang benar harus dapat bekerja cukup cepat, selektif dan
andal sehingga kerusakan peralatan yang mungkin timbul akibat busur
gangguan atau pada bagian sistem/peralatan yang dilalalui arus gangguan
dapat dihindari dan kestabilan sistem dapat terjaga. Sebaliknya jika
proteksi gagal bekerja atau terlalu lambat bekerja, maka arus gangguan ini
berlangsung lebih lama, sehingga panas yang ditimbulkannya dapat
mengakibatkan kebakaran yang hebat, kerusakan yang parah pada
peralatan instalasi dan ketidak stabilan sistem. Kegagalan atau kelambatan
kerja proteksi dapat disebabkan antara lain oleh :
 Relainya telah rusak atau tidak konsisten bekerjanya.
 Setelan (setting) relaynya tidak benar (kurang sensitif atau kurang cepat).
9
 Baterainya lemah atau kegagalan sistem DC suply sehingga tidak mampu
mentripkan PMT-nya.
 Hubungan kontak kurang baik pada sirkit tripping atau terputus.
 Kemacetan mekanisme tripping pada PMT-nya karena kotor, karat, patah
atau meleset.
 Kegagalan PMT dalam memutuskan tegangan gangguan yang bisa
disebabkan oleh tegangan gangguanya terlalu besar melampaui kemampuan
pemutusan (interupting capability), atau kemampuan pemutusannya telah
menurun, atau karena ada kerusakan.
 Kekurang sempurnaan rangkaian sistem proteksi antara lain adanya
hubungan kontak yang kurang baik.
 Kegagalan saluran komunikasi relay proteksi.
 Trafo tegangan terlalu jenuh.
2.3 Definisi Relay Proteksi
Relay proteksi adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat
merasakan atau mengukur adanya gangguan atau mulai merasakan adanya ketidaknormalan pada peralatan atau bagian sistem tenaga listrik dan segera secara otomatis
membuka Pemutus Tenaga (PMT) untuk memisahkan peralatan atau bagian dari
sistem yang terganggu dan memberi isyarat berupa lampu atau alarm (buzzer).
Relay pengaman dapat merasakan atau melihat adanya gangguan pada peralatan
yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan besaran-besaran yang
diterimanya misalnya arus, tegangan, daya, sudut fasa, frekuensi, impedansi dan
sebagainya dengan besaran yang telah ditentukan, kemudian mengambil keputusan
untuk seketika ataupun dengan perlambatan waktu membuka PMT ataupun hanya
memberi tanda tanpa membuka PMT.
10
PMT harus memiliki kemampuan untuk memutus arus hubung singkat
maksimum
yang melewatinya dan juga harus mampu menutup rangkaian dalam
keadaan hubung singkat dan kemudian membuka kembali. PMT biasanya dipasang
pada generator, trafo daya, saluran transmisi, saluran distribusi dan sebagainya
supaya masing-masing bagian sistem dapat dipisahkan sedemikian rupa sehingga
sistem lainnya tetap beroperasi secara normal.
Pada sistem tegangan menengah dan tegangan rendah ada kalanya sekering
digunakan sebagai relay dan pemutus tenaga bersamaan. Disamping tugas diatas,
relay juga berfungsi menunjukkan lokasi dan macam gangguannya. Dengan data
tersebut memudahkan analisa dari gangguannya. Dalam beberapa hal, relay hanya
memberi tanda adanya gangguan atau kerusakan, jika dipandang gangguan atau
kerusakan tersebut tidak membahayakan.
Dari uraian diatas, maka relay proteksi pada sistem tenaga listrik adalah:
a. Merasakan, mengukur dan menentukan bagian sistem yang terganggu serta
memisahkan secepatnya sehingga sistem lainnya tidak terganggu dan dapat
beroperasi secara normal;
b. Mengurangi kerusakan yang lebih parah dari peralatan atau bagian sistem
yang terganggu;
c. Mengurangi pengaruh gangguan terhadap bagian sistem yang lain yang
tidak terganggu didalam sistem tersebut serta mencegah meluasnya
gangguan;
d. Memperkecil bahaya bagi manusia.
Sistem pengaman yang baik harus mampu:
1. Melakukan koordinasi dengan sistem pengaman yang lain;
2. Mengamankan peralatan dari kerusakan yang lebih luas akibat gangguan;
11
3. Membatasi kemungkinan terjadinya kecelakaan;
4.
Secepatnya membebaskan pemadaman karena gangguan;
5. Membatasi daerah pemadaman akibat gangguan;
6. Mengurangi frekuensi pemutusan permanen karena gangguan.
2.4 Syarat-Syarat Relay Proteksi
Untuk melaksanakan fungsi-fungsi diatas, maka relay proteksi harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
Dapat diandalkan (Realible)
Dalam keadaan normal (tidak ada gangguan) relay tidak boleh bekerja.
Tetapi bila suatu saat terjadi gangguan yang mengharuskan relay bekerja, maka
relay tidak boleh gagal bekerja untuk mengatasi gangguan tersebut. Kegagalan
kerja relay dapat mengakibatkan kerusakan yang berat bagi alat atau bagian
sistem yang diamankan atau gangguan menjadi meluas sehingga daerah yang
mengalami pemadaman akan meluas. Disamping itu, relay tidak boleh salah
bekerja, sehingga menimbulkan pemadaman yang tidak seharusnya ataupun
menyulitkan analisa gangguan yang terjadi. Dalam hal ini yang harus dapat
diandalkan tidak hanya relaynya sendiri tetapi mulai dari trafo serta
rangkaiannya, baterai dan pemutus tenaganya.
Keandalan relay proteksi mulai dari perancangan, pengerjaan, bahan yang
digunakan dan perawatannya. Khusus pada relaynya sendiri, untuk relay
elektromekanik, bahan yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi. Oleh
karena itu setelah operasi atau pengujian untuk mendapatkan keandalan yang
tinggi diperlukan perawatan untuk menentukan apakah karakteristik relay
masih tetap atau memerlukan penyetelan kembali. Catatan hasil pengujian pada
saat ini perlu dibandingkan dengan hasil pengujian periode yang lalu, hal ini
12
untuk mengetahui karakteristik relay masih stabil atau tidak sehingga dapat
menentukan
keandalan relay.
b.
Selektif
Relay bertugas mengamankan peralatan atau bagian sistem dalam daerah
pengamannya. Letak PMT sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari sistem
dapat dipisahkan. Maka tugas relay adalah mendeteksi adanya gangguan yang
terjadi
pada daerah pengamanannya dan memberi perintah untuk membuka
PMT
untuk memisahkan bagian dari sistem pada daerah yang terganggu.
Dengan demikian bagian sistem lainnya yang tidak terganggu jangan sampai
dilepas, dan masih beroperasi secara normal sehingga tidak terjadi pemutusan
pelayanan. Dengan kata lain pengamanan dinyatakan selektif bila relay dan
PMT yang bekerja hanyalah pada daerah yang terganggu saja. Salah satu cara
untuk mendapatkan pengamanan yang selektif atau dengan pertingkatan waktu
kerja pada masing-masing relay.
c.
Waktu Kerja Relay Cepat
Relay proteksi harus dapat bekerja cepat karena:
 Kerusakan peralatan yaitu tembusnya isolasi dapat disebabkan karena
terjadinya tegangan lebih yang terlalu lama ataupun rusak terbakar
karena dialiri arus gangguan yang terlalu lama. Dengan demikian relay
proteksi harus bekerja dengan cepat.
 Tidak boleh melampaui waktu penyesuaian kritis (Critic Clearing
Time). Untuk sistem yang besar, kecepatan kerja relay proteksi
diperlukan karena untuk menjaga agar kestabilan sistem tidak
terganggu. Gangguan tiga fasa berpengaruh pada kemampuan sistem
untuk mempertahankan kestabilan, sehingga waktu penyelesaian
gangguan harus secepatnya diselesaikan dibandingkan dengan gangguan
satu fasa ke tanah.
13
 Gangguan hubung singkat yang permanen akan menyebabkan tegangan
jatuh dan menggangu industri. Namun demikian, relay tidak boleh
bekerja terlalu cepat (kurang dari 10 ms). Hal ini untuk mencegah relay
salah kerja karena transien yang disebabkan oleh surja petir, dalam hal
ini arrester diberi kesempatan kerja lebih dulu.
 Disamping itu bila dikehendaki waktu kerja relay diperlambat
sehubungan masalah selektifitas, maka relay tersebut harus dilengkapi
alat untuk memperlambat waktu kerja yaitu relay waktu. Dengan
demikian relay proteksi ini harus bekerja secepatnya namun
pengamanannya masih harus selektif.
d.
Peka (Sensitif)
Relay dikatakan peka (selektif) apabila dapat bekerja dengan masukan
dari besaran yang dideteksi kecil. Jadi relay dapat bekerja pada awal kejadian
gangguan atau dengan kata lain gangguan dapat diatasi pada awal kejadian. Hal
ini memberikan keuntungan dimana kerusakan peralatan yang diamankan
akibat gangguan menjadi kecil. Namun demikian relay-relay harus stabil
artinya:
 Relay harus dapat membedakan antara arus gangguan dan arus beban
maksimum.
 Relay tidak boleh bekerja karena adanya inrush current, yang besarnya
seperti arus gangguan yaitu 3 sampai dengan 5 kali arus beban
maksimum, yaitu pada saat pemasukan trafo daya.
 Relay harus dapat membedakan antara adanya gangguan atau ayunan
beban.
14
e.
Ekonomis dan Sederhana
Dalam menentukan relay proteksi yang akan digunakan harus ditinjau
tekno-ekonomisnya. Misalnya untuk sistem ditribusi tegangan menengah yang
radial tidak diperlukan relay yang rumit dan sangat cepat bekerjanya, atau
misalnya trafo distribusi yang hanya 1000 kVA tidak perlu menggunakan relay
differensial
cukup dengan relay Bucholz. Namun misalnya pengaman untuk
sistem tegangan ekstra tinggi, tidak boleh hanya dengan pengaman yang
sederhana, misalnya hanya dengan relay arus lebih saja, tetapi juga harus
menggunakan relay jarak.
2.5 Proteksi Tegangan Lebih
Proteksi tegangan lebih merupakan suatu proteksi atau pencegahan sistem
jaringan listrik dari peristiwa gangguan beban tidak seimbang yang mengakibatkan
tegangan lebih sehingga merusak bagian dari sistem yang dapat mengganggu
sambungan ke konsumen dan kestabilan sistem itu sendiri. Untuk pertimbangan
tersebut dibutuhkan sistem proteksi yang mampu bereaksi cepat dan handal dalam
mengatasi gangguan. Dalam sistem proteksi jaringan listrik dikenal dengan relay
tegangan lebih (over voltage relay).
Tegangan konsumen dapat terlindungi dari fluktuasi tegangan dengan
perlindungan proteksi jaringan menggunakan relay tegangan. Meskipun begitu
pengaman ini tidak tepat untuk tegangan impuls karena terlalu lambat, sehingga
perlindungan surge arrester juga dibutuhkan secara berbeda.
Dalam sistem penyediaan tenaga listrik, secara umum tegangan listrik dititik
suplai diizinkan bervariasi (+5%) dan (-10%) sesuai standar PLN, sedangkan dalam
15
ANSI C84.1 diizinkan (+4%) dan (-10%) dalam kondisi normal sedangkan kondisi
tertentu (darurat) diizinkan (+6%) dan (-13%).
2.6 Komponen Proteksi Tegangan Lebih
2.6.1 Pemutus Tenaga/ Circuit Breaker
Pemutus tenaga (PMT) atau Circuit Breaker (CB) adalah suatu peralatan
listrik
yang dapat menghubungkan atau memutuskan rangkaian listrik dalam
keadaan normal (tidak ada gangguan) atau tidak normal (ada gangguan) yang
dilengkapi dengan alat pemadam busur api.
Dalam keadaan tidak normal (terjadi gangguan) CB adalah merupakan
saklar otomatis yang dapat memisahkan bagian yang terganggu dengan bagian
yang tidak terganggu, dimana untuk mengerjakan/ mengoperasikan CB dalam
keadaan tidak normal ini umumnya digunakan suatu rangkaian trip (tripping
coil) yang mendapat sinyal dari suatu rangkaian relay proteksi.
Pemutus tenaga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Dalam keadaan tertutup harus sanggup dialiri arus beban penuh untuk
waktu-waktu yang panjang.
b. Bila dikehendaki, CB harus dapat membuka dalam keadaan berbeban
atau bila terjadi sedikit beban lebih.
c. Harus dapat memutus secara cepat arus beban yang mungkin mengalir
bila terjadi gangguan hubung singkat.
d. Bila kontak dalam keadaan terbuka, celah (celah udara) harus tahan
terhadap tegangan rangkaian.
16
e. Untuk membebaskan gangguan dari sistem, maka kalau ada gangguan
harus segera reclosing (menutup kembali) dan reopening (membuka
kembali).
f. Harus tahan terhadap arus hubung singkat untuk beberapa saat sampai
gangguan dibebaskan oleh peralatan pengaman lainnya yang lebih dekat
dengan titik gangguan.
g. Harus dapat memutuskan arus yang sangat kecil, seperti arus
magnetisasi trafo daya atau saluran yang sifatnya induktif atau kapasitif.
h. Harus tahan terhadap efek pembusuran pada kontak-kontaknya, gaya
elektrodinamis dan panas yang timbul pada waktu terjadi hubung
singkat.
2.6.2 Trafo Tegangan (PT)
Potential Transformer atau transformator tegangan adalah trafo satu fasa
yang menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan rendah yang dapat diukur
dengan volt meter yang berguna untuk indikator, rele dan alat sinkronisasi.
Salah satu jenis trafo tegangan adalah trafo tegangan magnetik. Prinsip kerjanya
sama seperti trafo daya.
a. Transformator tegangan magnetik
Transformator ini pada umumnya berkapasitas kecil yaitu antara 10 –
150 VA. Faktor ratio dan sudut fasa trafo tegangan sisi primer dan
tegangan sekunder dirancang sedemikian rupa supaya faktor kesalahan
menjadi kecil. Salah satu ujung kumparan tegangan tinggi selalu
diketanahkan.
Trafo tegangan kutub tunggal yang dipasang pada jaringan tiga fasa di
samping belitan pengukuran, biasanya dilengkapi lagi dengan belitan
tambahan yang digunakan untuk mendeteksi arus gangguan tanah. Belitan
17
tambahan dari ketiga trafo tegangan dihubungkan secara seri seperti pada
gambar 2.1
Gambar 2.1 Rangkaian Belitan Tambahan Trafo Tegangan
Pada kondisi normal tidak muncul tegangan pada terminal Vab, tetapi
jika terjadi gangguan tanah pada salah satu fasanya, maka tegangan yang
tidak terganggu naik sebesar √3 dari tegangan semula sehingga pada
terminal Vab akan dibangkitkan tegangan sebesar 3 Vn.
Tegangan ini akan memberi penguatan pada relai gangguan fasa ke
tanah. Tegangan pengenal belitan gangguan tanah biasanya dipilih
sedemikian rupa sehingga saat gangguan tanah Vab mencapai harga yang
sama dengan tegangan sekunder fasa-fasa.
b. Trafo Tegangan Kapasitip
Karena alasan ekonomis maka trafo tegangan menggunakan pembagi
tegangan dengan menggunakan kapasitor sebagai pengganti trafo tegangan
induktif.
18
Klasifikasi trafo tegangan juga dibedakan menurut konstruksinya dan
pemasangannya.
a. Berdasarkan konstruksi
 Trafo tegangan induktif: trafo tegangan jenis ini terdiri dari lilitan
primer dan sekunder dan tegangan pada lilitan primer akan
menginduksikan ke lilitan sekunder.
 Trafo tegangan kapasitif: terdiri dari rangkaian kondensator yang
berfungsi sebagai pembagi tegangan pada sisi tegangan tinggi dari
trafo pada tegangan menengah yang menginduksikan tegangan ke
lilitan sekunder.
 Trafo tegangan 1 fasa, 2 fasa dan 3 fasa.
b. Berdasarkan pemasangan
 Pemasangan dalam (indoor)
 Pemasangan luar (outdoor)
Ada beberapa fungsi transformator tegangan (PT) yakni:
a. Mentransformasikan dari tegangan tinggi ke tegangan rendah guna
pengukuran atau proteksi.
b. Mengisolasi rangkaian sekunder terhadap rangkaian primer.
c. Memungkinkan standarisasi rating tegangan untuk peralatan sisi
sekunder.
2.6.3 Relay Tegangan Lebih (Over Voltage Relay)
Relay tegangan lebih (over voltage relay) bekerja berdasarkan kenaikan
tegangan mencapai atau melebihi nilai settingnya.
19
Relay tegangan lebih bekerja dengan menggunakan tegangan sebagai
besaran
ukur. Relay akan bekerja jika mendeteksi adanya lonjakan tegangan
melampaui batas yang telah ditetapkan. Prinsip kerjanya adalah mendeteksi
tegangan antar fasa melalui transformator tegangan. Apabila tegangan lebih
melampaui batas tertentu, maka relay akan memberikan sinyal kepada PMT.
Cara kerja relay tegangan lebih dalam system pembangkit yaitu
mengamankan generator. Berikut adalah gambar diagram satu garis prinsip
kerja relay tegangan lebih. Lihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis Prinsip Kerja Relay Tegangan Lebih
Keterangan : CB = Circuit Breaker
TC = Tripping Coil
PT = Potential Transformer
G59 = Relay Tegangan Lebih Generator
20
Dalam gambar dapat dilihat generator dihubungkan pada trafo. Lalu trafo
dihubungkan
kepada relay tegangan lebih yang keluaran dari relay
dihubungkan pada PMT/CB yang berfungsi untuk memutuskan jaringan
apabila terjadi gangguan. Apabila dalam generator terjadi gangguan tegangan
lebih yang salah satu akibatnya seperti salah satu fasanya ada yang terputus,
maka relay tegangan lebih akan mendeteksi oleh adanya sensor tegangan pada
relay
yang dihubungkan dengan trafo. Dan keluaran pada relay dihubungkan
dengan
tripping coil yang ada pada PMT/CB yang secara otomatis tripping coil
akan bekerja memutuskan jaringan sesuai dengan settingan yang diinginkan.
Gambar 2.3 Rangkaian Pendeteksi Tegangan Lebih
Keterangan
: A, B, C
6, 7
: jaringan 3 fasa
: terminal input ke relay tegangan lebih
21
Kekuatan frekuensi tegangan lebih mungkin jika kontrol generator cacat
atau
memiliki respon tidak memadai. Jika kontrol tegangan dilakukan secara
manual, tiba-tiba berubah di beban akan mengakibatkan peningkatan tegangan.
Hilangnya beban dapat menyebabkan tegangan tinggi di unit yang terletak jauh
di dalam sistem. Hal ini terutama berlaku dari unit pembangkit listrik tenaga air
yang kecil. Karena itu tidak mungkin untuk governor untuk menutup celah
kecil
unit pembangkit listrik tenaga air yang besar, cukup cepat untuk
mencegah
tegangan lebih yang disebabkan hilangnya beban. Hasilnya adalah
overspeed, yang berhubungan dengan tegangan lebih. Tegangan lebih jenis ini
tidak mungkin pada unit tenaga uap, karena mereka memiliki kontrol lebih
ketat terhadap overspeed dan dirancang untuk membatasi overspeed nilai-nilai
yang rendah.
2.6.3.1 Fungsi Diagram Blok Relay Tegangan Lebih
Pada relay tegangan lebih BE4-27/59 pada dasarnya prinsip
kerjanya hampir menyerupai dengan relay tipe BE1-27/59. Namun yang
membedakannya adalah adanya settingan waktu yang bisa di atur pada
relay BE1-27/59. Sedangkan pada relay BE4-27/59 hanya ada set
tegangan 100%, 105%, 110%, 115%, 120%, dan 125% dari tegangan 380
Volt. Adapun fungsi diagram blok pada relay tipe BE1-27/59 pada
gambar 2.3
22
Gambar 2.4 Fungsi Diagram Blok Relay Tegangan Lebih Tipe BE1-27/59
Pada relay BE4-27/59 fungsi dari timer tidak digunakan namun
digantikan
menjadi
sensor
setting
tegangan
100%,
105%,
110%,115%,120%, dan125%. Pada relay BE4-27/59 tidak ada setting
waktunya. Tegangan masuk di monitored voltage yang oleh monitored
voltage tegangan diturunkan. Lalu tegangan masuk pada low-pass filter
yang berfungsi untuk menghaluskan tegangan. Setelah itu masuk pada
full-wave rectifier untuk mengubah tegangan AC menjadi DC. Setelah itu
23
masuk pada OV(Over Voltage) comparator untuk membandingkan
adanya tegangan lebih apa tidak. Timer digantikan menjadi sensor setting
tegangan. Setelah itu diteruskan pada kontak output pada relay.
2.6.3.2 Karakteristik Waktu Kerja
Gambar 2.5 Karakteristik Waktu Kerja Relay Tegangan Lebih
24
2.6.3.3 Aplikasi Relay Tegangan Lebih
Sistem tenaga listrik didesain untuk beroperasi dengan tegangan
yang relatif tetap. Banyak yang memanfaatkan listrik yang dirancang
untuk beroperasi pada tingkat tegangan masukan yang tetap dengan
beberapa toleransi. Gangguan tegangan pada sistem tenaga dapat
membuat kerusakan pada sistem. Perlindungan relay yang memonitor
tegangan dan memberikan sinyal keluaran ketika tegangan melebihi
setting yang telah ditentukan. Beberapa aplikasi ini salah satunya adalah
sebagai pengaman motor.
Overvoltage relay diterapkan untuk memastikan tegangan tidak
melebihi batas yang didirikan oleh para produsen mesin untuk tepat
operasi. Tegangan lebih menyebabkan tingkat isolasi peralatan yang
sangat tertekan dan dapat menyebabkan dielectric hancur, sehingga
mengakibatkan flashover ke tanah.
Download