BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Pendidikan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Manajemen Pendidikan Karakter
1. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu manajemen
dan pembelajaran.Secara bahasa (etimologi) manajemen berasal dari
kata kerja “to manage” yang berarti mengatur.(Hasibuan, 2007:1)
Adapun menurut istilah terminologi terdapat banyak pendapat
mengenai pengertian manajemen salah satunya menurut George. R
Terry manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakantindakan
perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan,
dan
pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui
pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya. (Athoillah, 2010:16)
Sedangkan menurut Hanry L. Sisk mendefinisikan Management is
the coordination of all resources throughthe processes of planning,
organizing, directing and controlling in order to attain sted objectivies.
Artinya manajemen adalah pengkoordinasian untuk semua sumbersumber
melalui
proses-proses
perencanaan,
pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengawasan di dalam ketertiban untuk tujuan.(Sisk,
1969:6)
11
Selanjutnya, mengenai pembelajaran berasal dari kata “instruction”
yang berarti “pengajaran”. Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu
proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar,
dan anak dengan pendidik (Mansur, 2007:163).
Menurut Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
pendidikan. Pembelajaran adalah proses interaktif peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari
beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa manajemen
pembelajaran merupakan usaha untuk mengelola pembelajaran yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran guna
mencapai
tujuan
pembelajaran
secara
efektif
dan
efesien
(jdih.kemenkeu.go.id diakses pada tanggal 25 maret 2016 20.30).
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter secara kebahasaan ialah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat atau
watak Kata karakter diambil dari bahasa Inggris character, artinya
watak, sifat, peran, huruf, sedangkan Charecteritic artinya sifat yang
khas. (Haedar, 2013:10)
Menurut Pusat Kurikulum Kemendiknas, Karakter adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internaisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan
12
sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap dan bertindak
(Prasetyo, 2012:13).
Menurut Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Agama
Republik Indonesia mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan
sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat difenisikan
pada perilaku individu yang unik, dalam arti secara khusus ciri ini
membedakan antara individu dengan individu lainnya (Mulyasa,
2012:4).
Pengertian secara khusus, karakter adalah nilai-nilai yang khas
baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik kepada lingkungan) yang terpatri dalam diri dan
terwujud dalam perilaku. (Anas Salehudin., 2013:41)
Sementara pengertian pendidikan karakter menurut Kemendiknas
adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter bangsa
pada diri peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara
yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Wibowo, 2012:35)
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling),
dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek
ini, pendidikan karakter tidak akan efektif. (Azzet, 2011:27).
13
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa kepribadian dengan
nilai-nilai kebaikan yang terdapat dalam setiap individu dari hasil
proses kebiasaan yang tertanam dalam diri indivudu menjadi ciri-ciri
yang membedakan antara individu dengan individu lainnya.
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan karakter
bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh
tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan
berkarakter menyisip pendidikan berkarakter tersebut dalam proses
pendidikan tersebut dalam proses pendidikannya. 18 karakter menurut
Diknas adalah: Religi, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca,peduli lingkungan, peduli sosial dan bertanggung
jawab (Fauzi, 2013:7).
Piaget pada awal pengamatannya terhadap perkembangan kognitif
anak pada tahun 1932 mulai mengkaji masalah perkembangan moral.
Berdasarkan pengamatannya pada sejumlah anak berusia 4-12 tahun,
Piaget berkesimpulan bahwa kemampuan memahami isu-isu moral
seperti kebohongan, pencurian, hukuman, dan keadilan berlangsung
berdasarkan tahapan pertama pada usia 4-7 tahun disebut sebagai
heternomous morallity, tahapan kedua pada usia 7-10 tahun disebu
transisi, tahapan ketiga pada usia 10 tahun dan selanjutnya disebut
autonomous morality (Pranoto, 2011:2).
14
Proses perkembangan moral anak yang dipaparkan oleh Piaget
sesuai dengan konsep dasarnya mengenai perkembangan kognitif.
Anak memahami isu moral melalui proses yang bertahap sesuai sesuai
dengan fenomena sosial dan relasi anak dengan lingkungannya.
Pendapat Piaget didukung oleh Kohlberg bahwa pemahaman moral
anak berupa penalaran moral anak terhadap fenomena sosial yang
senantiasa berhubungan dengan norma sosial. (Pranoto, 2011:3).
Pendidikan karakter atau budi pekerti dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral,
pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan, baik memelihara apa yang
baik dan mewujudkan dan menebarkan kebaikan dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
2. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Karakter
Dalam proses pelaksanaannya, manajemen mempunyai tugastugas khusus yang harus dilaksanakan. Tugas-tugas itulah yang biasa
disebut sebagai fungsi-fungsi manajemen.
Menurut George R. Terry terdapat 4 fungsi manajemen, yang
dalam dunia manajemen dikenal sebagai POAC; Yaitu: planning
(Perencanaan),
organizing
(Pengorganisasian),
actuating
(penggerakan/pengarahan) dan controlling (pengendalian) (Mulyono,
2008 : 23).
15
1.
Perencanaan Pembelajaran
Perencanaan adalah proses penetapan dan pemanfaatan
sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat menunjang
kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan dilaksanakan
secara efisien dan efektif dalam mencapai tujuan. Dalam konteks
pembelajaran perencanaan dapat diartikan sebagai proses
penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran,
penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, serta penilaian
dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Majid, 2005 :
17).
PP RI no. 19 th. 2005 tentang standar nasional pendidikan
pasal 20 menjelaskan bahwa; ”Perencanaan proses pembelajaran
memiliki silabus, perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurangkurangnya tujuan
pembelajaran, materi ajar,
metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar”.
Pengajaran harus direncanakan untuk mempermudah proses
belajar mengajar agar lebih bermakna. Sebagai perencana, guru
hendaknya dapat mendiagnosa kebutuhan para siswa sebagai
subyek belajar, merumuskan tujuan kegiatan proses pembelajaran
dan menetapkan strategi pengajaran yang ditempuh untuk
merealisasikan tujuan yang telah dirumuskan. (Majid, 2005 : 104)
16
Perencanaan
proses
pembelajaran
memiliki
silabus,
perencanaan, pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurangkurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran,
sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Hasibuan, 2007 : 1).
Agar dalam pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan baik
untuk itu guru perlu menyusun komponen perangkat perencanaan
pembelajaran antara lain:
1) Menentukan Alokasi Waktu dan Minggu efektif
Menentukan
alokasi
waktu
pada
dasarnya adalah
menetukan minggu efektif dalam setiap semester pada
satu tahun ajaran. Rencana alokasi waktu berfungsi untuk
mengetahui berapa jam waktu efektif yang tersedia untuk
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran dalam satu tahun
ajaran. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar minimal yang
harus dicapai sesuai dengan rumusan
standard isi
yang
ditetapkan (Sanjaya, 2011 : 49).
2) Menyusun Program Tahunan (Prota)
Program tahunan (Prota) merupakan rencana program
umum setiap mata pelajaran untuk setiap kelas, yang
dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan,
yakni dengan menetapkan alokasi dalam waktu satu tahun
ajaran untuk mencapai tujuan (standar kompetensi dan
17
kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Program ini perlu
dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun
ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan
program-program berikutnya (Mulyasa E. , 2007 : 251).
3) Menyusun Program Semesteran
Program semester (Promes) merupakan penjabaran dari
program
tahunan. Jika Program tahunan disusun untuk
menentukan jumlah jam yang diperlukan untuk mencapai
kompetensi dasar, maka dalam program semester diarahkan
untuk menjawab minggu keberapa atau kapan pembelajaran
untuk mencapai kompetensi dasar itu dilakukan (Sanjaya,
2011 : 53)
4) Menyusun Silabus Pembelajaran
Silabus adalah bentuk pengembangan dan penjabaran
kurikulum menjadi rencana pembelajaran atau susunan
materi pembelajaran yang teratur pada mata pelajaran tertentu
pada kelas tertentu.
Komponen dalam menyusun silabus memuat antara lain
identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standard
kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), materipelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator, pencapaian
kompetensi,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar (Makmun,
2010:217)
18
5) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun untuk
setiap Kompetensi dasar (KD) yang dapat dilaksanakan
dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen-komponen
dalam menyusun RPP meliputi: a) Identitas Mata Pelajaran;
b) Standar Kompetensi; c) Kompetensi Dasar; d) Indikator
Tujuan Pembelajaran;
e)
Materi
Ajar;
f)
Metode
Pembelajaran; g) Langkah-langkah Pembelajaran; h) Sarana
dan Sumber Belajar; i) Penilaian dan Tindak Lanjut (Mulyasa
E. , 2007 : 257). Melalui perencanaan pembelajaran yang
baik, guru dapat mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan siswa dalam belajar.
2.
Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan proses berlangsungnya
belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan di
sekolah. Jadi pelaksanaan pengajaran adalah interaksi guru
dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran
kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran.
Dalam pelaksanaan ini memuat kegiatan pengelolaan dan
kepemimpinan serta pembelajaran yang dilakukan guru di kelas
dan pengelolaan peserta didik. Selain itu juga memuat kegiatan
pengorganisasian yang dilakukan oleh kepala sekolah seperti
pembagian pekerjaan ke dalam berbagai tugas khusus yang harus
19
dilakukan guru, juga menyangkut fungsi-fungsi manajemen
lainnya.
Oleh karena itu dalam hal pelaksanaan pembelajaran
mencakup dua hal yaitu, pengelolaan kelas dan peserta didik serta
pengelolaan guru. Dua jenis pengelolaan tersebut secara rinci
akan diuraikan sebagai berikut:
a) Pengelolaan kelas dan peserta didik
Pengelolaan kelas adalah satu upaya memperdayakan
potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung
proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran
(Djamarah, 2000 : 173). Berkenaan dengan pengelolaan kelas
sedikitnya terdapat tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu
ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan tempat
duduk, yaitu ruang belajar, pengaturan sarana belajar, susunan
tempat duduk, penerangan, suhu, pemanasan sebelum masuk
ke
materi
yang
pengembangan
akan
dipelajari
kompetensi)
dan
(pembentukan
bina
suasana
dan
dalam
pembelajaran.
b) Pengelolaan guru
Pelaksanaan sebagai fungsi manajemen diterapkan oleh
kepala sekolah bersama guru dalam pembelajaran agar siswa
melakukan
aktivitas
belajar
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan. Sehubungan dengan
20
itu, peran kepala sekolah memegang peranan penting untuk
menggerakkan para guru dalam mengoptimalkan fungsinya
sebagai manajer di dalam kelas.
Guru adalah orang yang bertugas membantu murid untuk
mendapatkan pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya. Guru sebagai salah satu komponen
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), memiliki posisi
sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi
utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan dan
mengevaluasi pembelajaran. Guru harus dapat menempatkan
diri dan menciptakan suasana kondusif, yang bertanggung
jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak.
Dalam rangka mendorong peningkatan profesionalitas
guru, secara tersirat Undang;-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 35 ayat 1 mencantumkan
standar nasional pendidikan meliputi: isi, proses, kompetensi
lulusan,
tenaga
kependidikan,
sarana
dan
prasarana,
pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.
Kompetensi
yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya, kompetensi
tersebut
akan
pengetahuan
dari
terwujud
dalam
perbuatan
penguasaan
secara profesional
menjalankan tugasnya sebagai guru.
21
bentuk
dalam
Penerapan pendidikan di sekolah setidaknya dapat
ditempuh melalui empat alternatif strategi secara terpadu.
Pertama, mengintegrasikan konten pendidikan karakter yang
telah dirumuskan kedalam seluruh mata pelajaran. Kedua,
mengintegrasikan pendidikan karakter kedalam kegiatan seharihari di sekolah. Ketiga, mengintegrasikan pendidikan karakter
kedalam kegiatan yang diprogramkan atau direncanakan.
Keempat, membangun komunikasi kerjasama antar sekolah
dengan orang tua peserta didik (Wiyani, 2012 : 57).
1) Mengintegrasikan keseluruhan pelajaran
Pengembangan
nilai-nilai
pendidikan
budaya
dan
karakter bangsa diintegrasikan kedalam setiap pokok
bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai tersebut
dicantumkan dalam silabus dan RPP.
2) Mengintegrasikan kedalam kegiatan sehari-hari
a) Menerapkan keteladanan
Pembiasaan keteladanan adalah kegiatan dalam
bentuk perilaku sehari-hari yang tidak diprogramkan
karena dilakukan tanpa mengenal batasan ruang dan
waktu. Keteladanan ini merupakan perilaku sikap guru,
tenaga pendidikan dan peserta didik dalam memberikan
contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga
dapat menjadi tauladan bagi peserta didik lain.
22
b) Pembiasaan Rutin
Pembiasaan rutin merupakan salah satu kegiatan pendidikan
karakter yang terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari di sekolah,
seperti upacara bendera, senam, do’a bersama, ketertiban,
pemeliharaan kebersihan (Jum’at bersih) (Wiyani, 2012 : 140).
Pembiasaan ini akan efektif dalam pembentukan karakter peserta
didik secara berkelanjutan dengan pembiasaan yang biasa mereka
lakukan secara rutin tersebut.
3) Mengintegrasikan kedalam program sekolah
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter pada peserta
didik dapat dilakukan melalui kegiatan sehari-hari disekolah.
a. Kegiatan Rutin
Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang akan dilakukan terus
menerus dan konsisten setiap saat. Seperti contoh, upacara
bendera, do’a bersama, beribadah bersama dan memberi salam
pada guru, tenaga kependidikan dan teman. Nilai-nilai peserta
didik yang diharapkan dalam kegiatan rutin di sekolah adalah :
a) Religius
b) Kedisiplinan
c) Peduli lingkungan
d) Peduli sosial
e) Kejujuran
f) Cinta tanah air
23
b. Kegiatan Spontan
Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan
pada saat itu juga. Kegiatan ini biasa dilakukan pada saat guru atau
tenaga kependidikan mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik
dari peserta didik,yang harus dikoreksi pada saat itu juga (Wibowo,
2012 :88)
c. Membangun Komunikasi dengan orang tua peserta didik
a)
Kerja sama sekolah dengan orang tua peserta didik
Peran semua unsur sekolah agar terciptanya suasan yang
kondusif
akanmemberikan
iklim
yang
memungkinkan
terbentuknya karakter. Oleh karena itu, peran seluruh unsur
sekolah menjadi elemen yang sangat mendukung terhadap
terwujudnya suasana kondusif tersebut. Sehingga kerjasama antar
kepala sekolah, guru kelas dan staff harus kuat dan semuanya
memiliki kepedulian yang sama terhadap karakter di sekolah.
Konsep lingkungan pendidikan, maka kita mengenal tiga macam
lingkungan yang dialami oleh peserta didik dalam masa
kebersamaan antara lain lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat sekitarnya (Hidayatullah, 2010 : 53).
b) Kerjasama sekolah dengan lingkungan
Penciptaan suasan yang kondusif juga dimulai dengan
kerjasama yang baik antar sekolah dengan lingkungan sekitar.
Veithzal menyebutkan jika sekolah memiliki lingkungan (iklim)
24
belajar yang aman, tertib dan nyaman, menjalin kerjasama intent
dengan orang tua peserta didik dan lingkungan sekitar, maka
proses belajar mengaja dapat berlangsung dengan nyaman
(enjoyable learning). Dengan demikian pelaksanaan program
pendidikan akan berjalan secara efektif, dengan penciptaan iklim
sebagaimana yang tertera diatas (Veithzal Rivai, 2009 : 621)
3.
Evaluasi Pembelajaran
Istilah evaluasi berasal dari bahasa inggris yaitu “evaluation”.
Menurut Wand dan Gerald W. Brown evaluasi adalah suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Evaluasi merupakan suatu upaya untuk mengetahui berapa
banyak hal-hal yang telah dimiliki oleh siswa dari hal-hal yang
telah diajarkan oleh guru (Hamalik, 2008 : 156)
Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan
nilai belajar siswa melalui kegiatan peniliaian dan atau
pengukuran hasil belajar hasil belajar, tujuan utama evaluasi
untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa
setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran, dimana tingkat
keberhasilan yang tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai
berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama
kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi maka hasilnya
dapat
difungsikan
untuk
(Permendiknas No 41, 2007).
25
berbagai
keperluan
tertentu
Sehingga evaluasi hasil belajar menetapkan baik buruknya
hasil
dari
kegiatan
pembelajaran.
Sedangkan
evaluasi
pembelajaran menetapkan baik buruknya proses dari kegiatan
pembelajaran.
Untuk
mengukur
tingkat
keberhasilan
pelaksanaan
pendidikan karakter ditingkat satuan pendidikan dilakukan
melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan
kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian
keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah berikut :
1. Mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan
atau disepakati.
2. Menyusun berbagai instrumen penilaian.
3. Melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator.
4. Melakukan analisis dan evaluasi
Melakukan tindak lanjut (Kemdiknas, 2011 : 47)
Penilaian pendidikan karakter ada peserta didik dilakukan
oleh semua guru. Penilian dilakukan setiap saat, baik dalam jam
pelajaran maupun diluar jam pelajaran, di kelas maupun di luar
kelasdengan cara pengamatan. Untuk keberlangsungan pelaksaan
pendidikan karakter, perlu penilaian keberhasilan dengan
menggunakan indikator-indikator berupa perilaku semua warga
dan kondisi sekolah yang teramati. Penilaian ini dilakukan secara
terus menerus melalui berbagai strategi (Wiyani, 2012 : 90)
26
4. Tujuan Pendidikan Karakter
Adapun tujuan pendidikan karakter sejalan dengan UndangUndang Dasar 1945 Pasal 3 (3) : “Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan
suatu
sistem
pendidikan
nasional,
yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kegidupan bangsa, yang diatur dengan undang”.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dirumuskan dalam pasal 3 disebutkan bahwa
diantara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi
peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak
mulia. UU Sidiknas tahun 2003 itu, dirumuskan tujuan pendidikan
karakter agar tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,
namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan
lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang
bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama (Anas Salehudin., 2013 :
42)
Menurut Kemendiknas (2010): Pendidikan Karakter bertujuan
untuk mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa
yaitu pancasila, meliputi:
a. Mengembangkan potensi pesrta didik agar menjadi manusia
yang berhati baik, berfikiran baik dan berperilaku baik.
b. Membangun bangsa yang berkarakter pancasila.
27
c. Mengembangkan potensi warga negara agar memiliki sikap
percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta
mencintai umat manusia. (Kusnaedi, 2013 : 19)
Zubaedi merumuskan tiga fungsi utama pendidikan karakter,
yaitu:
a.
Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi
Pendidikan
karakter
berfungsi
membentuk
dan
mengembangkan potensi peserta didik agar berpikiran baik,
berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah
hidup pancasila.
b.
Fungsi perbaikan dan penguatan.
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat
peran
keluarga,
satuan
pendidikan,
masyarakat
dan
pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab
dalam
pengembangan
potensi
warga
negara
dan
pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri dan
sejahtera.
c.
Fungsi penyaring
Pendidikan karakter berfungsi memilih budaya bangsa sendiri
dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai
budaya
(Hasbullah, 2006 : 32)
28
dan
karakter
bangsa
bermartabat
Dapat dipahami bahwa tujuan dari pendidikan karakter yaitu
membentuk kepribadian yang baik bagi anak, baik dalam aspek
kehidupannya. Dengan tujuan tersebut maka pendidikan karakter
berfungsi sebagai pembentukan dan penilaian baik buruknya bagi
kehidupan anak.
5. Metode Pendidikan Karakter
Licona dalam Muchlas Samawi dan Hariyanto (2012 : 159-167),
pendidikan
karakter
berlangsung
efektif
maka
guru
dapat
mengimplementasikan berbagai metode.metode tersebut :
a.
Metode bercerita, mendongeng (telling story)
Metode ini hampir sama dengan metode ceramah, tetapi guru
lebih leluasa berimprovisasi. misalnya dalam hal perubahan
mimik wajah, gerak tubuh, mengubah intonasi suara seperti
keadaan yang hendak dilukiskan dan sebagainya. Jika perlu
menggunakan alat bantu sederhana seperti boneka. Ditengahtengah mendongeng para siswa boleh saja berkomentar atau
bertanya, tempat dudukpun bebas, karena suasana yang dibuat
santai. Hal yang penting guru harus membuat simpulan bersama
siswa karakter apa saja yang diperankan tokoh potagonis yang
dapat ditiru oleh para siswa, dan karakter para tokoh antagonis
yang harus dihindari dan tidak ditiru para siswa.
29
b. Metode diskusi dan berbagai variannya
Kata diskusi dari bahasa latin discussion, discussum atau
discusi
yang
maknanya
memeriksa,
memperbincangkan,
mempercakapkan pertukaran pikiran, atau membahas. Diskusi
didefinisikan sebagai proses bertukar pikiran antara dua orang
atau lebih tentang suatu masalah untuk mencapai tujuan tertentu.
Dengan kata lain, diskusi adalah pertukaran pikiran (sharing of
opinion) antara dua orang atau lebih yang bertujuan memperoleh
kesamaan pandang tentang sesuatu masalah yang dirasakan
bersama. Berdasarkan pengertian diskusi diatas maka suatu dialog
dapat disebut diskusi jika memenuhi kriteria; antara dua orang
atau lebih, adanya suatu masalah yang perlu dipecahkan bersama
dan adanya suatu tujuan atau kesepakatan bersama untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
c. Metode simulasi (bermain peran/role playing)
Stimulasi artinya peniruan terhadap sesuatu, jadi bukan
sesuatu yang terjadi sesungguhnya. Orang yang bermain drama
atau memerankan sesuatu adalah orang yang sedang menirukan
atau membuat simulasi tentang sesuatu. Dalam pembelajaran
suatu simulasi dilakukan dengan tujuan agar peserta didik
memperoleh
keterampilan
tertentu,
baik
yang
bersifat
professional maupun yang berguna bagi kehidupan sehari-hari.
30
d. Metode atau model pembelajaran kooperatif
Berdasarkan pendapat sejumlah ahli, metode ini dianggap
paling umum dan paling efektif bagi implementasi pendidikan
karakter. Namun, pemilihan materi terkait dengan pengembangan
karakter akan lebih memperkuat efektivitas metode ini dalam
implementasi pendidikan karakter. Pembelajaran kooperatif
merupakan
pembelajaran
yang
efektif
bagi
bermacam
karakteristik dan latar belakang social siswa, karena mampu
meningkatkan prestasi akademis siswa baik bagi siswa yang
berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata dan mereka yang
tergolong lambat belajar. Strategi ini meningkatkan hasil belajar,
mendorong untuk saling menghargai dan menjalin persahabatan
diantara berbagai kelompok siswa bahkan dengan mereka yang
berasal ras dan golongan etnis yang berbeda. Pada kenyataanya
makin berbeda karakteristik social budaya siswa makin tinggi
manfaat yang akan dicapai oleh siswa. Bangsa Indonesia, bangsa
yang terdiri dari berbagai ras dan suku bangsa seperti Indonesia
banyak keuntungan dari peneapan pembelajaran kooperatif. Para
ahli banyak yang sepakat bahwa metode pembelajaran kooperatif
cocok bagi implementasi pendidikan karakter.
6.
Peran Lingkungan dalam Pendidikan Karakter
Dalam pendidikan karakter terdapat lingkungan yang menjadi
pilar dalam menerapkan nilai dari pendidikan karakter tersebut
31
karena lingkungan tersebut antara berpengaruh kepada pendidikan
karakter anak. Lingkungan tersebut antara lain,lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan pemerintah.
Gambar 2.1
Lingkungan Pendidikan Karakter
keluarga
sekolah
Masyarakat
Pemerintah
a. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga yang disebut juga lingkungan
pertama, dalam keluarga anak lambat laun membentuk
konsepsi tentang pribadinya, melalui internal dalam keluarga,
anak tidak hanya mengidentifikasi dirinya dengan orang
tuanya, melainkan juga mengidentifikasi dirinya dengan
kehidupan masyarakat sekitarnya. (Ngalim, 2007: 123)
Keluarga sebagai wahana pembelajaran dan pembiasaan nilainilai kebaikan yang dilakukan oleh orang tua dan orang
dewasa lain di keluarga, sehingga melahirkan keluarga yang
berkarakter. (Kusnaedi, 2013:27)
32
b. Lingkungan Sekolah
Lingkungan sekolah yang disebut juga lingkungan kedua,
usaha pendidikan disekolah, merupakan kelanjutan dari
pendidikan dalam keluarga. Sekolah ini merupakan lembaga
dimana proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan
sosialnya, dan diselenggarakan secara formal. (Burhanudin,
1997 : 68) Lingkungan sekolah sebagai wahana pembinaan dan
pengembangan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai
pendekatan,
seperti
pengitegrasian
dalam
semua
mata
pelajaran, pengembangan budaya sekolah, melalui kegiatan
kulikuler dan ekstrakulikuler, pembiasaan perilaku dalam
kehidupan sehari-hari
dilingkungan sekolah.
(Kusnaedi,
2013:32).
c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan Masyarakat yang disebut juga lingkungan
ketiga. Pendidikan di masyarakat, ialah pendidikan yang
diselenggarakan diluar keluarga dan sekolah. Pendidikan di
masyarakat diperlukan karena keluarga dan sekolah tidak
mampu memberikan kemapuan-kemampuan kepada anak
sesuai dengan tuntutan pada masa modern ini. Sehingga
pendidikan di masyarakat merupakan suatu keharusan dalam
33
memberikan pengetahuan dan keterampilan khusus serta
praktis, yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di
masyarakat.(Burhanudin, 1997:15)
d. Pemerintah
Penetapan pemerintah sebagai salah satu pilar dalam
pendidikan karakter dalam hal ini pemerintah dituntut
mendukung gerakan pendidikan karakter tersebut dengan
mengeluarkan
kebijakan-kebijakan
yang
mendukung
tumbuhnya sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai
karakteristik bangsa tersebut. (Kusnaedi, 2013:28)
B. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini (Golden Age)
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun
(Undang-undang Sisdiknas tahun 2003) dan 0-8 tahun menurut pakar
pendidikan anak. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik.
Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. . (al-hallwani,
2003 : 70).
Anak usia dini menurut National Assosiation in Education for Young
Children (NAEYC) adalah anak yang berada pada rentang usia lahir
sampai 8 tahun. Anak usia dini memiliki potensi genetik dan siap untuk
34
dikembangkan melalui pemberian berbagai rangsangan. Sehingga
pembentukan perkembangan selanjutnya dari seorang anak sangat
ditentukan pada masa-masa awal perkembangan anak. (Rahmadonna,
2013:1)
Periode emas (golden age) merupakan periode kritis bagi anak
dimana perkembangan yang didapatkan pada periode ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan pada periode berikutnya hingga
masa dewasanya. Sehingga apapun yang terekam dalam benak anak,
akan tampak pengaruhnya dengan nyata pada kepribadiannya nanti
ketika mereka dewasa. Oleh karena itu tidaklah heran jika sekaran makin
disadari betapa pentingnya pendidikan untuk anak usia dini karena
perkembangan kepribadian, sikap mental dan intelektual sangat
ditentukan dan banyak dibentuk pada anak usia dini. (al-hallwani, 2003 :
76).
2. Tujuan Anak Usia Dini (Golden Age)
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan
untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini adalah:
1) Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah
serta mencintai sesamanya.
35
2) Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk
gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu
menerima rangsangan sensorik.
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa
pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat
bermanfaat untuk berfikir dan belajar
4) Anak mampu berfikir logis, kritis, memberikan alasan,
memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial,
peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan
budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif
dan kontrol diri.
6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi
serta menghargai karya kreatif. (Rahmadonna, 2013 :5)
36
Download