TAE - Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

advertisement
Perbandingan Efektivitas Trans Arterial Embolization (TAE) dengan
Intervensi Bedah dalam Menghentikan Perdarahan akibat Ruptur Spontan
pada Pasien dengan Karsinoma Hepatoseluler: Sebuah Laporan Kasus
Berbasis Bukti
Melisa Diah Puspitasari*
*Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Divisi Hepatologi
Abstrak
Latar Belakang: Kejadian ruptur spontan pada Karsinoma Hepatoselular (KHS)
merupakan kondisi yang dapat mengancam nyawa. Modalitas terapi yang dapat
dilakukan antara lain dengan tindakan Trans-arterial Embolization (TAE) ataupun
dengan intervensi bedah untuk menghentikan perdarahan tersebut. Belum banyak
data yang membandingkan efektivitas antara kedua terapi tersebut untuk
menghentikan perdarahan akibat ruptur spontan pada KHS.
Metodologi: Artikel ini menggunakan bentuk laporan kasus berbasis bukti dengan
menggunakan studi-studi klinis yang ada. Pertanyaan klinis yang digunakan adalah
“Pada pasien dengan [karsinoma hepatoseluler], bagaimanakah efektivitas [Trans
arterial Embolization] bila dibandingkan [intervensi bedah] dalam menghentikan
[perdarahan akibat ruptur spontan]?” Semua studi yang dianggap layak ditelaah
dengan menggunakan kriteria dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM).
Hasil: Pencarian dengan kata kunci tersebut menghasilkan 3 studi yang kami
anggap layak untuk dimasukkan dalam telaah ini. Ketiga studi tersebut
menunjukkan keunggulan intervensi bedah bila dibandingkan dengan TAE dalam
hal luaran kesintasan yang lebih tinggi.
Kesimpulan: Terapi dengan intervensi bedah menunjukkan hasil yang lebih baik
dalam hal luaran kesintasan bila dibandingkan dengan TAE. Namun, kesintasan
tersebut dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya kondisi sebelum
terjadinya ruptur, fungsi liver saat terjadinya ruptur dan tingkat keparahan
perdarahan akibat ruptur, dan bukan hanya dipengaruhi oleh modalitas yang
dipilih dalam penatalaksanaan kasus tersebut.
1
Latar Belakang
Karsinoma hepatoseluler (KHS) berada pada peringkat ke-5 keganasan
yang tersering di seluruh dunia dan merupakan keganasan ke-3 terbanyak yang
menyebabkan kematian. KHS sering dijumpai di negara berkembang dan
insidensinya di Negara-negara Barat mulai meningkat.1
Ruptur spontan pada KHS merupakan komplikasi yang mengancam
nyawa.2 Kejadian ruptur spontan pada KHS dalam literatur disebutkan bervariasi
antara 5-26%. 3, 4 Terdapat perbedaan insidensi terkait dengan kondisi geografis. Di
Asia, insidensi terjadinya ruptur spontan pada KHS sebesar 12,4% di Thailand dan
14,5% di Hong Kong. Di Jepang sendiri, ruptur spontan pada KHS merupakan 10%
penyebab dari kematian pada KHS. Hal ini bertolak belakang dengan insidensi
terjadinya ruptur spontan pada KHS di negara-negara barat yang lebih sedikit
jumlahya, misalnya di Inggris insidensi kejadian ruptur spontan pada KHS kurang
dari 3%.4
Karena kejadian ruptur spontan pada KHS bukan merupakan hal yang
sering terjadi, sehingga sering terjadi kesalahan dalam diagnosis walaupun kejadian
tersebut ditemukan pada daerah dengan endemisitas KHS yang tinggi seperti Hong
Kong, dimana diagnosis ruptur spontan ditegakkan saat laparotomi pada 20%
kasus. Gejala klinis dan tanda pasien dengan ruptur spontan pada KHS antara lain
berupa
nyeri
abdomen
mendadak,
distensi
abdomen,
syok,
anemia,
hemoperitoneum, ataupun terdapatnya cairan ascites berwarna darah pada saat
abdominal parasintesis.4, 5
Terdapat beberapa tatalaksana dalam mengatasi ruptur spontan pada KHS.
Diantaranya TAE dan intrvensi bedah untuk menghentikan perdarahan. Kelebihan
TAE dalam tatalaksana pada pasien KHS dengan ruptur spontan telah disebutkan
dalam beberapa penelitian sebelumnya. TAE dapat mengontrol perdarahan pada
fase akut dan kemudian selanjutnya pasien dapat menjalani reseksi hati.
2
Hingga saat ini belum banyak penelitian yang membandingkan efektivitas
antara TAE dengan intervensi bedah dalam menghentikan perdarahan pada
kejadian ruptur pasien dengan KHS. Studi ini bertujuan untuk membandingkan
secara langsung efektivitas dalam hal luaran kesintasan antara kedua modalitas
tersebut.
Kasus Klinis
Seorang wanita usia 31 tahun dengan keluhan utama rasa tidak nyaman di perut
kanan sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perut sisi kanan atas dirasa makin
mengeras. Keluhan kuning, demam, sesak nafas, mual dan muntah disangkal,
namun terdapat penurunan berat badan 8 kg dalam 1 tahun terakhir. Pasien tidak
memiliki riwayat sakit kuning. Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat
hepatomegali, teraba massa keras di perut kanan atas yang menonjol ke permukaan.
Dari gambaran USG didapatkan adanya nodul di hati sebesar 14 cm. Pemeriksaan
laboratorium pada pasien menunjukkan kadar AFP dan LDH yang tinggi.
Pemeriksaan CT scan abdomen 3 fase menjelaskan bahwa nodul hati dapat
merupakan karsinoma hepatoseluler. Pemeriksaan lebih lanjut berupa biopsi hati
dilakukan pada pasien karena hasil CT scan yang masih meragukan. Hasil biopsi
tersebut menyatakan bahwa nodul di hepar merupakan karsinoma hepato seluler.
Pasien didiagnosis menderita karsinoma hepatoseluler stadium BCLC B.
Mengingat ukuran KHS pasien tersebut sangat besar, terdapat risiko terjadinya
ruptur spontan pada pasien tersebut.
Pertanyaan Klinis
Bagaimanakah efektivitas TAE dibanding intervensi bedah dalam
menghentikan perdarahan akibat ruptur spontan pada pasien KHS dalam hal
meningkatkan luaran kesintasan?
3
Metodologi
Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari PubMed,
ScienceDirect dan Cochrane pada tanggal 21 Agustus 2014 dengan menggunakan
kata kunci “[transcatheter arterial embolization OR TAE] AND surgical AND
ruptured hepatocellular carcinoma”. Hasil pencarian ditampilkan dalam gambar 1.
Penapisan awal dilakukan dengan memasukan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kami hanya mengikutsertakan studi pada pasien dewasa yang ditulis dalam bahasa
Inggris. Penapisan berikutnya dikerjakan dengan membaca abstrak masing-masing
artikel untuk menilai apakah studi tersebut menjawab pertanyaan penelitian kami.
Kami lalu membaca naskah lengkap dari 5 artikel yang tersisa. Dua studi kami
eksklusikan karena tidak membandingkan TAE dan intervensi bedah. Pada
akhirnya kami memasukan 3 studi ke dalam artikel ini.
Studi tersebut kemudian ditelaah dengan menggunakan kriteria validitas
dan relevansi dari Center of Evidence Based Medicine (CEBM).
4
Gambar 1. Alur Pencarian dan Seleksi Artikel
Tanggal pencarian:
21 Agustus 2014
PubMed
Cochrane
ScienceDirect
[transcatheter arterial embolization OR TAE]
AND surgical AND ruptured hepatocellular
carcinoma
74
Kriteria inklusi:
 Bahasa Inggris
 Studi pada
populasi
dewasa
50
Kriteria eksklusi:
 Laporan kasus
 Studi pada
hewan
 Studi pada
populasi anakanak
1
Pembatasan pencarian
52
Kriteria
seleksi:
 TAE dan
intervensi
bedah
digunakan
sebagai
intervensi
utama
Penapisan keterkaitan studi
5
Penapisan judul dan abstrak
3
Telaah Kritis
Kriteria
Liu
Zhu
Jin
+
+
+
Pemantauan yang cukup lengkap dan panjang
+
+
+
Kriteria luaran yang objektif
+
+
+
Penyesuaian untuk faktor-faktor prognostik
-
-
-
Total nilai validitas
3
3
3
Domain
+
+
+
Dampak klinis
+
+
+
Total nilai aplikabilitas
2
2
2
Sampel representatif yang jelas dan berada pada
bilitas
Aplika-
Validitas
tahap yang sama dalam perjalanan penyakit mereka
5
Hasil
Didapatkan 3 studi yang membandingkan efektivitas TAE dengan intervensi bedah
dalam meningkatkan kesintasan pada pasien KHS dengan ruptur spontan. Ketiga
studi ini merupakan studi kohort. Rangkuman ketiga studi ini dapat dilihat di tabel
1.
Tabel 1. Rangkuman Studi yang dianalisis
Liu dkk
Zhu dkk
Jin dkk2
154 pasien
200 pasien
54 pasien
TAE
42 pasien
105 pasien
6 pasien
Intervensi Bedah
35 pasien
33 pasien
25 pasien
Konservatif
53 pasien
62 pasien
23 pasien
Pasien dengan KHS
Pasien dengan KHS
Pasien dengan KHS
yang mengalami
yang mengalami ruptur
yang mengalami
ruptur spontan
spontan
ruptur spontan
Tidak dikerjakan
Tidak dikerjakan
Tidak dikerjakan
5,6 minggu (MST/
Waktu median
Angka kesintasan
Median Survival
kesintasan (MST) 4
(survival rates) 36%
Time) pada kelompok
bulan pada kelompok
(2 bulan), 20% (4
TAE,
TAE, 12 bulan pada
bulan), 20% (6
35,6 minggu (MST)
kelompok intervensi
bulan) pada
pada kelompok
bedah
kelompok TAE,
Variabel
Jumlah Peserta
Domain
Randomisasi
Kesintasan
intervensi bedah
60% (2 bulan), 60%
(4 bulan), 60% (6
bulan) pada
kelompok intervensi
bedah
6
Pada studi Liu dkk yang dipublikasikan pada tahun 2001 mencoba
menggambarkan penelitian pada satu sentra mengenai penatalaksanaan pasien
dengan ruptur pada KHS, luaran sesaat dari kejadian ruptur dan hasil jangka
panjang dari terapi definitif tumor dalam jangka waktu 10 tahun. Dari 1716 pasien
yang masuk dalam periode penelitian, kejadian ruptur spontan KHS terjadi pada
154 pasien (9%). Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang stabil hanya
diberikan terapi konservatif berupa terapi pengganti cairan dan darah (67 pasien)
Pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang tidak stabil TAE menjadi pilihan
(53 pasien). Bila ada kecurigaan ke arah peritonitis dilakukan intervensi bedah (35
pasien). Angka mortalitas 30 hari pada ketiga kelompok tersebut berturut-turut
sebesar 49%, 36% dan 34%. Sedangkan median survival ketiga kelompok tersebut
sebesar 6,1 minggu; 5,6 minggu dan 35,6 minggu.
Tabel 2. Hasil terapi segera pada ruptur KHS spontan4
Studi yang dilakukan oleh Jin dkk tahun 2013 pada 54 pasien KHS dengan
ruptur spontan, 6 pasien (11,1%) menjalani operasi, 25 (46,3%) menjalani TAE dan
23 pasien (42,6%) mendapat terapi suportif. Angka kesintasan untuk bulan ke-2,ke4 dan ke-6 berturut-turut secara signifikan (p<0,01) lebih tinggi pada kelompok
yang menjalani operasi (60%, 60%,60%), dan yang menjalani TAE (36%, 20%,
20%), dibandingkan yang mendapat terapi suportif saja (8,7%, 0%, 0%). (gambar
2)
7
Gambar 2. Kesintasan kumulatif untuk setiap perlakuan pada penelitian Jin dkk.
Pada penelitian Zhu dkk, dari 200 pasien dengan kejadian ruptur spontan
pada KHS, 105 pasien menjalani reseksi hepar, 33 pasien menjalani TAE dan 62
pasien diberikan tatalaksana konservatif. Waktu median kesintasan dari semua
pasien KHS yang mengalami ruptur spontan sebesar 6 bulan (bervariasi dari 1-72
bulan dan kesintasan pada 1,3, dan 5 tahun secara keseluruhan berturut-turut
sebesar 32,5%, 10% dan 4%. Waktu median kesintasan pada kelompok intervensi
bedah sebesar 12 bulan (1-72 bulan), 4 bulan pada kelompok TAE, dan 1 bulan
pada kelompok yang hanya mendapat tatalaksana konservatif.
Diskusi
Ruptur spontan pada Karsinoma Hepatoseluler (KHS) merupakan kejadian
yang jarang terjadi, namun mengancam nyawa.6 Hal ini dilaporkan terjadi pada 5%
pasien KHS di negara Barat, 2,9-14% di Jepang, 12,4% di Thailand dan 14,5% di
Hong Kong.
Walaupun penyebab pasti dari ruptur spontan pada KHS belum diketahui,
namun lokasi yang terletak pada subkapsular, ukuran tumor yang besar, kadar
hemoglobin yang rendah, kadar AFP yang tinggi, nekrosis tumor dan pertumbuhan
tumor yang cepat, terdapatnya metastasis ekstra hepatik, hipertensi portal dan
peningkatan tekanan vena lokal akibat obstruksi aliran vena oleh invasi tumor yang
menyebabkan peningkatan tekanan intra massa tumor, dikaitkan dengan
patogenesis penyebab kejadian tersebut.4,
5, 7-11
Penelitian lain menyebutkan
kejadian ruptur spontan pada KHS dapat disebabkan akibat disfungsi pembuluh
8
darah kadar fibrinogen yang normal atau rendah dan penonjolan tumor lebih dari 1
cm dari permukaan liver.12
Gejala klinis dan tanda pasien dengan ruptur spontan pada KHS adalah nyeri
abdomen mendadak, distensi abdomen, syok, anemia, hemoperitoneum, maupun
terdapatnya cairan ascites berwarna darah pada saat abdominal parasintesis.
Presentasi klinis tersebut kadang salah terdiagnosis menjadi apendisitis akut
ataupun perforasi pada ulkus peptikum. USG dan CT Scan merupakan pemeriksaan
penunjang yang dapat mendiagnosis ruptur pada KHS dan dapat juga untuk
mengevaluasi aliran darah di portal. Temuan khas yang didapatkan pada CT scan
pasien dengan ruptur spontan pada KHS adalah ekstravasasi material kontras
sebagai tanda perdarahan aktif ataupun disrupsi dinding massa tumor.
Gambar 3. Gambaran CT scan pada perdarahan akibat ruptur spontan KHS (A) Non
kontras, gambaran cairan perihepatik yang hiperdens akibat perdarahan intraperitoneal
pada massa hepar luas di segmen VI dan VII (B dan C) fase arteri dan vena menunjukkan
extravasasi material kontras pada rongga perihepatik akibat perdarahan aktif pada rupture
spontan KHS.5
9
Selama tahun 1970-1980an, pilihan tatalaksana untuk ruptur spontan pada
KHS adalah dengan melakukan reseksi pada tumor dan ligasi arteri hepatika,
namun prosedur ini menyebabkan angka kematian yang tinggi.5 Meskipun pada
awalnya prosedur TAE diperkenalkan sebagai terapi paliatif pada pasien yang tidak
dapat dilakukan reseksi, banyak yang menggunakan prosedur ini untuk perdarahan
pada KHS.5 TAE biasanya dilakukan dengan menggunakan partikel Gelfoam (spon
gelatin yang dapat menyerap) atau Ivalon yang dicampur dengan kontras sampai
perdarahan tersebut terhenti.5
TAE dilaporkan sangat efektif dalam menghentikan perdarahan dan
mencapai hemostasis meskipun dalam keadaan hemoperitoneum yang berat.13 TAE
juga merupakan prosedur yang aman bahkan untuk lansia dan pada pasien dengan
fungsi liver yang kurang baik (Child Pugh B atau C), dengan angka mortalitas
dalam waktu singkat sebesar 18%. Tidak dijumpai kematian akibat tindakan TAE
dan angka mortalitas selama dirawat berkisar antara 26-29%, lebih rendah
dibandingkan dengan angka kematian paska intervensi bedah atau yang hanya
diatasi dengan tindakan suportif saja. 3, 5
Disebutkan dalam sebuah penelitian paska prosedur TAE, pasien dapat
mengalami sindroma paska embolisasi (85%) yang dapat diatasi dengan sendirinya,
yaitu berupa gejala demam, nyeri abdomen, mual, peningkatan ALT yang dapat
kembali normal dalam waktu satu sampai dua minggu paska TAE.5
Hemostasis memang merupakan tujuan utama dalam tatalaksana awal
pasien dengan ruptur spontan pada KHS, namun beberapa ahli bedah
merekomendasikan hepatektomi darurat pada fase akut sebagai terapi utama
bilamana kondisi pasien memungkinkan. Dipikirkan bahwa kesintasan yang lebih
baik pada pasien akan terganggu oleh operasi yang tertunda.14 Angka kematian
dalam 30 hari dilaporkan sebesar 35% pada saat ini dan jauh menurun dibandingkan
sebelumnya yang mencapai angka 43%. Hasil luaran yang tidak terlalu bagus dari
reseksi hepar yang dilakukan secara darurat diakibatkan karena ketidaktahuan akan
status fungsi hepar disaat itu dan adanya syok akibat perdarahan. Hal tersebut
10
menyebabkan fungsi hepar makin memburuk dibandingkan sebelum terjadi ruptur
ataupun setelah kondisi menjadi stabil. Koagulopati dapat menambah komplikasi
dari tindakan hepatektomi darurat karena terjadinya kehilangan darah yang sangat
banyak. Oleh karena hal tersebut, tidaklah mengherankan bila separuh angka
kematian akibat tindakan hepatektomi darurat untuk mengatasi kejadian ruptur
spontan pada KHS adalah akibat kegagalan hati. Evaluasi yang menyeluruh
mengenai penyakit dasar sebelum operasi merupakan hal yang tidak mungkin
dilakukan. Lokasi pasti dari tumor dan penyakit lain yang terkait juga biasanya
masih belum jelas. Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan luaran
kesintasan yang tidak tinggi pada pasien yang menjalani reseksi hepar darurat.4
Hampir semua artikel menyebutkan bahwa TAE sulit untuk dibandingkan
secara langsung dengan prosedur bedah, karena perbedaan kondisi klinis dari setiap
pasien dalam studi. Sebagai contoh pasien dengan reseksi liver yang mendapat
keberhasilan terapi memiliki lokasi tumor yang terjangkau dan fungsi liver yang
masih baik. Sehingga untuk alasan ini studi dan analisis yang membandingkan
kedua modalitas tersebut sangatlah sulit.4, 15
Dari pengalaman beberapa penulis yang melakukan studi menyatakan
bahwa TAE diindikasikan untuk pasien dengan fungsi liver yang buruk (Child C)
atau pada kasus KHS yang multifokal ataupun yang melibatkan kedua lobus hepar.
Sebagai alternatif, TAE dapat digunakan sebagai terapi sementara sebelum
dilakukan tindakan reseksi bedah. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian yang
dilakukan Bassi dkk bahwa pasien dengan Child C yang menjalani TAE, memiliki
angka kematian paska tindakan yang sangat tinggi. Hal tersebut menegaskan bahwa
fungsi liver yang buruk menentukan kesintasan, terlepas dari modalitas terapi yang
diberikan. Kelemahan TAE yang perlu diperhatikan juga antara lain perdarahan
berulang, abses hati dan metastasis peritoneum.15
Setelah kondisi pasien stabil dan dilakukan evaluasi klinis lebih lanjut,
hepatektomi maupun TAE lanjutan dapat meningkatkan luaran kesintasan.3,
11
4
Disebutkan dalam suatu penelitian angka median kesintasan pasien yang dilakukan
hepatektomi sebesar 25,7 bulan dan pasien yang menjalani TAE sebesar 9,7 bulan.4
.
Kesimpulan
Ruptur spontan merupakan komplikasi fatal dari KHS dengan angka mortalitas 30
hari sebesar 38% dan median kesintasan sebesar 8,9 minggu. Meskipun kesintasan
yang lebih tinggi dapat diperoleh pada pasien dengan tindakan bedah dibandingkan
yang menjalani TAE, kematian dini dari kejadian ruptur dipengaruhi oleh kondisi
sebelum terjadinya ruptur, fungsi liver saat terjadinya ruptur dan tingkat keparahan
perdarahan akibat ruptur, dan bukan hanya dipengaruhi oleh modalitas yang dipilih
dalam penatalaksanaan kasus tersebut.
Daftar Pustaka
1.
U S. Diagnosis, Prognosis & Therapy of Hepatocellular Carcinoma. In:
Mauss S BT, Rockstrob J, Sarrazin C, Wedemeyer H, editor. Hepatology a
Clinical Textbook. 5th ed. Hannover: Flying; 2014. p. 380-8.
2.
Jin YJ, Lee JW, Park SW, Lee JI, Lee DH, Kim YS,et al. Survival outcome
of patients with spontaneously ruptured hepatocellular carcinoma treated
surgically or by transarterial embolization. World J Gastroenterol
2013;19(28):4537-44.
3.
Li WH, Cheuk EC, Kowk PC, Cheung MT. Survival after transarterial
embolization for spontaneous ruptured hepatocellular carcinoma. J
Hepatobiliary Pancreat Surg 2009;16:508-12.
4.
Liu CL, Fan ST, Lo CM, Tso WK, Poon RTP, Lam CM, et al. Management
of spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma: single-center
experience. J Clin Oncol. 2001;19:3725–32.
5.
Castells L, Morreiras M, Quiroga S, Castells AA, Segarra A, Esteban R, et
al. Hemoperitoneum as a First Manifestation of Hepatocellular Carcinoma in
Western Patients with Liver Cirrhosis Effectiveness of Emergency
Treatment with Transcatheter Arterial Embolization. Dig Diseases and Sci.
2001;46(3):555-62.
12
6.
Miyoshi A, Kitahara K, Kohya N, Noshiro H, Miyazahi K. Outcomes of
patients with spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma.
Hepatogastroenterology. 2011;58:99-102.
7.
Rosseto A, Adani GL, Risaliti A, Baccarani U, Bresadola V, Lorenzin D, et
al. Combined approach for spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma.
World J Hepatol 2010;2(1):49-51.
8.
Jing L, Huang L, Liu CF, Cao J, Yan JJ, Xu F, et al. Risk factors and surgical
outcomes for spontaneous rupture of BCLC stages A and B hepatocellular
carcinoma: A case-control study. World J Gastroenterol 2014;20(27):91217.
9.
Kim HC, Yang DM, Jin W, Park SJ. . The various manifestations of ruptured
hepatocellular carcinoma: CT imaging findings. Abdom Imaging.
2008;33:633-42.
10.
Tan FL, Tan YM, Chung AY, Cheow PC, Chow PK, Ooi LL. Factors
affecting early mortality in spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma.
ANZ J Surg. 2006;76:448-52.
11.
Al-Mashat FM, Sibiany AM, Kashgari RH, Maimani AA, Al-Radi AO,
Balawy IA, et al. Spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma. Saudi
Med J. 2002;23:866-70.
12.
Zhu LX, Geng XP, Fan ST. Spontaneous rupture of hepatocellular carcinoma
and vascular injuryZhu LX1, Geng XP, Fan ST. Arch Surg 2001;136(6):6827.
13.
Lau KY, Wong TP, Wong WW, Tan LT, Chan JK, Lee AS. Emergency
embolization of spontaneous ruptured hepatocellular carcinoma: correlation
between survival and Child-Pugh classification. Australas Radiol.
2003;47(3):231-5.
14.
Vergara V, Muratore A, Bouzari H. Spontaneous rupture of hepatocellular
carcinoma: Surgical resection and long term survival. Eur J Surg Oncol.
2000;26:770-2.
15.
Bassi N, Carratozzolo E, Bonariol L, Ruffolo C, Bridda A, Padoan L,et al.
Management of ruptured hepatocellular carcinoma: Implications for therapy.
World J Gastroenterol 2010;16(10):1221-5.
13
Download