“INDONESIA BEBAS PASUNG 2017” A. Pendahuluan - Inovasi

advertisement
“INDONESIA BEBAS PASUNG 2017”
(Pemodelan Inovasi Pemerintah Daerah Menuju Bebas Pasung)
Suripto1 dan Siti Alfiah2
A. Pendahuluan
Indonesia mencanangkan bebas pasung 2017, sebagaimana disampaikan Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa bahwa, “hingga Desember 2017 Indonesia akan bebas kasus
pemasungan orang sakit jiwa. Semua dinas sosial di kawasan yang terdata banyak kasus
pemasungan sudah diperintahkan untuk menggiatkan upaya ini”3. Hal ini tentunya tidak
terlepas dari tinggi Angka pasung di Indonesia, Data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
menunjukkan bahwa gangguan jiwa berat yang pernah dipasung sebesar 14,3 persen.
Tindakan pemasungan dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kayu atau
rantai pada kaki, tetapi juga tindakan pengekangan yang membatasi gerak,
pengisolasian, termasuk mengurung dan penelantaran, yang menyertai salah satu
metode pemasungan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Persentase Rumah Tangga
yang Memiliki ART Gangguan Jiwa Berat yang Pernah Dipasung menurut Provinsi seperti
pada Tabel 1.
Tabel. 1 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki ART Gangguan Jiwa Berat yang Pernah
Dipasung menurut Provinsi, Riskesdas 2013
Provinsi
RT yang ARTnya Pernah
Provinsi
RT yang ARTnya Pernah
Dipasung(%)
Dipasung(%)
Aceh
13,3
Nusa
tenggara
barat
31,4
Sumatera utara
17,2
Nusa tenggara timur
24,4
Sumatera barat
13,9
Kalimantan barat
4,0*
Riau
17,8*
Kalimantan tengah
27,0*
Jambi
41,8*
Kalimantan selatan
28,5
1
Peneliti Madya Pusat Inovasi Tata Pemerintahan (INTAN) – DIAN LAN.
2
Mahasiswa Universitas Gajah Mada
3
http://www.dw.com/id/indonesia-canangkan-bebas-pemasungan-orang-sakit-jiwa-2017/a-19150983
Sumatera selatan
14,4
Kalimantan timur
9,6*
Bengkulu
13,9*
Sulawesi utara
20,2*
Lampung
21,1*
Sulawesi tengah
9,8
Bangka belitung
5,1*
Sulawesi selatan
17,6
Kepulauan riau
5,9*
Sulawesi tenggara
19,6*
Gorontalo
18,4*
DKI Jakarta
26,7*
Jawa Barat
10,4
Sulawesi barat
Jawa tengah
7,3
Maluku
DI yogyakarta
7,7
Maluku utara
8,7*
Jawa timur
16,3
Papua barat
1,6*
Banten
Bali
10,3*
15,9
Papua
Indonesia
8,8*
28,6*
50,0**
14,3
Sumber: Kementerian Kesehatan RI. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013
Selanjutnya, Persentase Puskesmas Melaksanakan Penemuan dan Penanganan Kasus
Gangguan Jiwa dan Masalah Psikososial dilihat pada data tahun 2011 seperti pada
Grafik 1..
120
100
80
60
40
20
0
Sumber: Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Kebijakan dan Program Keswa Kemenkes RI.4
Grafik 1 Persentase Puskesmas Melaksanakan Penemuan dan Penanganan Kasus
Gangguan Jiwa dan Masalah Psikososial (n=5.499) Tahun 2011
4
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Kebijakan dan Program Keswa Kemenkes RI.Diakses melalui
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/manajemen_informasi
/Rakonter2012/KEBIJAKAN%20DAN%
20PROGRAM%20KESWA%20SEMARANG_PDF.pdf, pada tanggal 29 April 2016.
Grafik 1 menggambarkan persentase puskesmas melaksanakan penemuan dan
penanganan kasus gangguan jiwa dan masalah psikososial (n=5.499) di 33 Provinsi
Indonesia pada tahun 2011. Upaya rehabilitatif kesehatan jiwa ditujukan untuk
mencegah atau mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi
okupasional, serta mempersiapkan dan memberi kemampuan orang dengan gangguan
jiwa (ODGJ) agar pasien dapat mandiri di masyarakat. Tahun 2014 jumlah Provinsi yang
telah berpartisipasi dalam Program Indonesia Bebas Pasung berjumlah 32 Provinsi dari
34 Provinsi. Jumlah Puskesmas yang memberi pelayanan keswa adalah 4182 dari 9005
Puskesmas (46,44%). Jumlah Rumah Sakit Umum yang memberikan pelayanan keswa
baik rawat jalan dan atau rawat inap berjumlah 249 dari 445 RSU Kabupaten/Kota
(55,95%).5 Sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1966 tentang
Kesehatan Jiwa menyatakan bahwa “pasien dengan gangguan jiwa yang terlantar harus
mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan.” Kurangnya
pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan gangguan kejiwaan, serta minimnya
pelayanan kesehatan jiwa yang dapat diakses dan terjangkau menyebabkan hak ODMK
(Orang Dengan Masalah Kejiwaan) dan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) sering
terabaikan secara sosial.
UU No.3 Tahun 1966 menyebutkan bahwa “Gangguan jiwa merupakan bentuk dari
penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran
dalam bertingkah laku yang diakibatkan oleh menurunnya semua fungsi kejiwaan, yang
meliputi proses berfikir, emosi, kemauan, dan perilaku psikomotorik, termasuk bicara.
Ada beberapa faktor umum yang membuat seseorang mengalami gangguan jiwa,
diantaranya pertama, faktor ekonomi yang biasanya terjadi karena adanya kesulitan
dalam perekonomian keluarga maupun dirinya sendiri. Kedua, faktor budaya, dengan
adanya aturan-aturan dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan pola pikirnya. Ketiga,
faktor keturunan, hal ini berawal dari adanya faktor genetik dari keluarganya yang akan
menjadi pemicu terbentuknya gangguan jiwa. Keempat, faktor keluarga, yakni adanya
5
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. 2015. Indonesia Bebas Pasung: Pencapaian Program. Diakses melalui http://sehatjiwa.kemkes.go.id/detailkegiatandirektorat/7, pada tanggal 22 April 2016.
konflik didalam keluarga itu sendiri, adanya diskriminasi yang dialaminya ketika berada
didalam lingkup keluarganya juga dapat memicu seseorang mengalami gangguan jiwa.6
Ironisnya yang terjadi dimasyarakat, mereka yang mengalami gangguan jiwa masih
mendapatkan perlakuan diskriminatif, mendapatkan stigma, dan tersingkir dari
lingkungannya. Banyaknya penderita gangguan jiwa berat yang tidak mendapat
penanganan secara medis dikarenakan oleh faktor-faktor seperti kekurangan biaya,
rendahnya pengetahuan keluarga dan masyarakat sekitar terkait dengan gejala
gangguan jiwa, dan sebagainya. Sehingga masih banyak penderita gangguan jiwa yang
dipasung oleh anggota keluarganya, agar tidak mencederai dirinya dan/atau menyakiti
orang lain di sekitarnya. Di Indonesia, lebih dari 57,000 orang dengan disabilitas
psikososial (kondisi kesehatan kejiwaan), setidaknya sekali dalam hidup mereka pernah
dipasung – dibelenggu atau dikurung di ruang tertutup.7
Dengan memperhatikan kebijakan bebas pasung 2017 dan masih tingginya kasus
pemasungan gangguan jiwa di
Indonesia, maka
dibutuhkan trobosan dalam
mencapainya. Beberapa pemerintah daerah telah membuat trobosan dalam penanganan
ODGJ, sehingga sangat penting dan membantu dalam membuat system penangangan
bebas pasung secara nasional. Pemodelan Inovasi ini sangat penting untuk menjadi
referensi bagi pemerintah daerah yang belum melaksakan bebas pasung. Dalam
pemodelan inovasinya, paper ini menggunakan pendekan
Flow-Oriented Modelling
dengan harapan akan lebih membantu dalam memahami sistem secara logika, tersruktur
dan jelas. Dengan demikian, pemodelan ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi
pemerintah dan institusi kesehatan pemerintah daerah khususnya dalam menangani
kasus gangguan jiwa di Indonesia.
6
Dewi, Dian Suluh Kusuma. Strategi Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam Penanganan Penderita Kesehatan
Jiwa. Diakses melalui http://eprints.umpo.ac.id/1347/, pada tanggal 29 April 2016.
7
Human Rights Watch. 2016. Hidup di Neraka: Kekerasan Terhadap Penyandang Disabilitas Psikososial di
Indonesia. Diakses melalui http://www.hrw.org, pada tanggal 29 April 2016.
B. Tinjauan Literatur
Pengertian Kesehatan Jiwa
Kesehatan Jiwa dimaknai sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya8. Dengan pengertian tersebut maka,
dapat dipahami bahwa setiap individu yang “tidak dapat berkembang” secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial maka dapat dikatakan Orang yang memiliki masalah
kejiwaan, atau sering disebut sebagai Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Setiap
individu ODMK berpotensi mengalami gangguan jiwa atau disabilitas psikososial yang
berpengaruh pada gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan seperti depresi,
bipolar disorder, skizofrenia, dan katatonia. Istilah ini mengungkapkan interaksi antara
perbedaan psikologis dan batasan perilaku secara sosial atau kultural serta stigma
masyarakat yang disematkan pada orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa.9
Selanjutnya, dari sudut pandang psikologi kesehatan, gangguan atau penyakit adalah
hasil dari proses-proses fisiologis dan sebagian besar terpisah dari proses-proses
psikologis dan sosial.10 Halgin & Whitborn (2007) menjelaskan 4 dimensi yang menjadi
kriteria seseorang digolongkan mengalami gangguan kejiwaan, yaitu:
a. Tekanan (Distress)
pengalaman sakit emosional atau fisikal merupakan hal biasa dalam kehidupan
sehari-hari. Namun, depresi dalam atau kecemasan berlanjut dapat menjadi begitu
hebat sehingga seseorang tidak mampu menjalankan tugas-tugas kesehariannya.
b. Kerusakan (Impairment)
Seringkali tekanan berlebihan menyebabkan seseorang tidak dapatberfungsi optimal
atau bahkan mencapai fungsi rata-rata .
8
Pasal 1 ayat 1 UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
9
10
World Network of Users and Survivors of Psychiatry. 2009. “Manual on Implementation of the Convention
on the Rights of Persons with Disabilities.”. Diakses melalui http://www.chrusp.org/home /resources,
pada tanggal 29 April 2016
Alberry, Ian P. dan Munaffo, Marcus. 2011. Psikologi Kesehatan: Panduan Lengkap Dan Komprehensif
Bagi Studi Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Setia
c. Resiko terhadap diri sendiri atau orang lain
Resiko disini mengacu pada bahaya dan ancaman terhadap kesejahteraan
seseorang.
d. Perilaku yang secara sosial atau budaya tidak dapat diterima.
Kriteria abnormalitas dipandang dari sudut kewajaran norma yang digunakan oleh
suatu kelompok sosial atau budaya.
Sistem Pengelolaan Disabilitas Psikososial
Secara umum Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah menjamin hak dasar dan
menentang adanya diskriminasi untuk semua warganya. Selanjuntya, Undang-undang
No.4 Tahun 1997 pasal 1 telah dijabarkan hak-hak penyandang disabilitas, yang
memastikan pemberian hak dan kesempatan yang sama untuk penyandang disabilitas
dalam semua aspek kehidupan termasuk pendidikan dan pekerjaan. Namun dalam
kenyataaannya, penyandang disabilitas khusunya disabilitas psikososial sebagaimana
dijelaskan pendahuluan sering mendapatkan diskriminasi. Dalam UUD 1945 pasal 28G
ayat 2 bahkan telah ditegaskan bahwa” Setiap orang berhak untuk bebas dari
penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak
memperoleh suaka politik dari negara lain”. Ketentuan pasal 28G ayat 2 menyatakan
pemasungan merupakan salah satu bentuk penyiksaan karena orang yang dipasung
dirampas kebebasannya dan merasakan sakit baik fisik maupun psikis. Pasal 28 ayat 1
menyatakan hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini
diperkuat dengan
beberapa regulasi sebagai pedoman dalam penanganan dan
perlakuan terhadap penderita gangguan jiwa sebagaimana yang tercantum dalam UU
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bab IX pasal 144 - 151 dan UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia pasal 34, 42 dan pasal 54 namun masih banyak
ditemukan kasus penanganan yang salah yaitu dengan cara penelantaran, pemasungan
hingga tindak kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa (Dirjen BUK Kemenkes
RI, 2013). Selain itu, pada tahun 2011, Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-Hak
Penyandang
Disabilitas
dan
memberlakukan
UU
No.9
Tahun
2011
untuk
mengintegrasikan konvensi tersebut ke dalam legislasi nasional sebagai upaya
menyelaraskan peraturan perundangan di Indonesia sesuai konvensi tersebut.
Dalam upaya Kesehatan Jiwa, berdasarkan pasal 2 UU No. 18 tahun 2014 dengan
berazaskan
keadilan,
perikemanusiaan,
manfaat,
transparansi,
akuntabilitas,
komprehensif, pelindungan dan nondiskriminasi. Dan, penyelenggaraan pelayanan
kesehatan
jiwa
dengan
menerapkan
prinsip-prinsip
keterjangkauan,
keadilan,
perlindungan hak asasi manusia, terpadu, terkoordinasi, berkelanjutan, efektif, membina
hubungan lintas sektor, melakukan pembagian wilayah pelayanan, dan bertanggung
jawab terhadap kondisi kesehatan jiwa seluruh populasi di wilayah kerjanya.11
Pengelolaan dan penyelenggaraan upaya kesehatan Jiwa bertujuan :
a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain
yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa
b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan
c. memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi ODMK dan
ODGJ berdasarkan hak asasi manusia
d. memberikan
pelayanan
kesehatan
secara
terintegrasi,
komprehensif,
dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi
ODMK dan ODGJ
e. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya Kesehatan
Jiwa
f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
g. memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh haknya
sebagai Warga Negara Indonesia.
11
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 406/Menkes/SK/VI/2009 Tentang Pedoman
Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Perhatian pemerintah dalam penanganan disabilitas psikososial telah di atur sejak tahun
1977, Surat Menteri Dalam Negeri Nomor PEM.29/6/15 tanggal 11 Nopember 1977
yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia meminta
kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan
jiwa dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa. Surat tersebut juga berisi instruksi untuk para Camat
dan Kepala Desa agar secara aktif mengambil prakarsa dan langkah-langkah dalam
penanggulangan pasien gangguan jiwa yang ada didaerah mereka. Pemasungan yang
dimaksud adalah salah satu bentuk pengekangan yang secara tradisional, tanpa akses
pada perawatan kesehatan jiwa dan layanan pendukung lain, untuk membatasi orang
yang dianggap atau mengalami disabilitas psikososial di dalam atau di luar rumah.
Pengekangan ini berupa mengikat orang atau menguncinya di kamar, gudang, atau
kurungan atau kandang hewan selama beberapa jam tapi bisa pula berhari-hari hingga
bertahun-tahun. Pasung biasanya dipraktikkan oleh keluarga yang percaya bahwa
saudaranya yang menyandang disabilitas psikososial kerasukan roh jahat, atau khawatir
dia bisa melukai diri atau orang lain, atau dia bisa kabur. Pasung juga digunakan di pusatpusat perawatan tradisional atau keagamaan di Indonesia sebagai bentuk pengekangan,
hukuman, atau “pengobatan.” Di sebuah rumah sakit, bentuk pembelengguan fisik
biasanya tidak disebut pasung karena secara teknis dilakukan dalam tempo singkat,
bersamaan dengan pemberitan obat oral atau suntik, dan dalam pengawasan seorang
psikiater.12
Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa dilakukan secara umum dilakukan dengan
4 jenis upaya yakni : promotif, preventif, kuratif; dan rehabilitatif13. Upaya kesehatan
secara kuratif merupakan kegiatan pemberian pelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang
mencakup proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ dapat
berfungsi kembali secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga, dan masyarakat. Upaya
kuratif Kesehatan Jiwa ditujukan untuk: penyembuhan atau pemulihan, pengurangan
12
13
Human Rights Watch. 2016. Hidup di Neraka: Kekerasan Terhadap Penyandang Disabilitas Psikososial
di Indonesia. Diakses melalui http://www.hrw.org, pada tanggal 29 April 2016.
UU No. 18 Tahun 2014 Pasal 4 Ayat 1
penderitaan, pengendalian disabilitas dan pengendalian gejala penyakit. Penanganan
ODGJ dapat dilakukan dengan cara rawat jalan atau rawat inap. Upaya kesehatan
secara Rehabilitatif merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
Kesehatan Jiwa yang ditujukan untuk mencegah atau mengendalikan disabilitas,
memulihkan fungsi social, memulihkan fungsi okupasional, dan mempersiapkan dengan
memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Dalam Upaya rehabilitatif ODGJ
dilakukan dengan cara rehabilitasi psikiatrik dan/atau psikososial dan rehabilitasi sosial.
Sistem Pelayanan Kesehatan Jiwa
Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa, Pemerintah membangun sistem
pelayanan Kesehatan Jiwa yang berjenjang dan komprehensif.
Sistem pelayanan
Kesehatan Jiwa terdiri dari dari dua jenis yakni pelayanan Kesehatan Jiwa dasar dan
pelayanan Kesehatan Jiwa rujukan. Pelayanan Kesehatan Jiwa dasar
merupakan
pelayanan Kesehatan Jiwa yang diselenggarakan terintegrasi dalam pelayanan kesehatan
umum di Puskesmas dan jejaring, klinik pratama, praktik dokter dengan kompetensi
pelayanan Kesehatan Jiwa, rumah perawatan, serta fasilitas pelayanan di luar sektor
kesehatan dan fasilitas rehabilitasi berbasis masyarakat14. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
meliputi Puskesmas dan jejaring, klinik pratama, dan praktik dokter dengan kompetensi
pelayanan Kesehatan Jiwa, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa; dan rumah perawatan.
Sedangkan Pelayanan Kesehatan Jiwa rujukan meliputi pelayanan Kesehatan Jiwa di
rumah sakit jiwa, pelayanan Kesehatan Jiwa yang terintegrasi dalam pelayanan
kesehatan umum di rumah sakit, klinik utama, dan praktik dokter spesialis kedokteran
jiwa15.
14
UU No. 18 Tahun 2014 Pasal 33
15
UU No. 18 Tahun 2014 Pasal 33
C. Inovasi Pelayanan Kesehatan Jiwa
Sebagaimana telah digambarkan data kondisi kesehatan jiwa di Indonesia pada
pendahuluan, beberapa pemerintah daerah telah melakukan trobosan-trobosan dalam
pelayanan kesehatan jiwa diantaranya yaitu Kabupaten Muara Enim, Provinsi Jawa Timur
dan Inovasi Kabupaten Indragiri Hilir. Dari berbagai trobosan tersebut, dapat dilihat
model dari system Kerja pelayanan tersebut sebagai berikut :
Inovasi Bebas Pasung Muara Enim
Inovasi Pemerintah Kabupaten Muara Enim dalam menangani ODGJ khususnya untuk
kasus
pasung
diperkenalkan
dengan
nama
“Inovasi
Bebas
Pasung”.
Dalam
Penyelenggaraan pelayanan ini dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut :

Tim kesehatan Jiwa atau kader-kader desa melibatkan kepala desa, perangkat desa
lainnya, kader kesehatan desa dan Tokoh masyarakat. Tim ini bertugas memantau
kondisi pasien dan juga melaporkan jika ditemukan pasien baru di desa atau
ditemuan adanya pemasungan dan bersama Tim Kesehatan di Puskesmas
melakukan pembebasan pasung.

Bersama semua tim yang ada di desa serta di bantu dengan pihak puskesmas
melakukan pembebasan pasung ODGJ. Pembebasan pasung ini berdasarkan hasil
laporan dari kader-kader yang ada di desa. Kemudian pasien diperiksa langsung oleh
dokter untuk menindaklanjuti pengobatan penyembuhan pasien, apakah pasien
dilakukan pengobatan melalui pengobatan dirumah atau dirujuk ke Rumah Sakit.

Pasien dengan kondisi yang memprihatinkan dirujuk ke RS untuk dilakukan
pengobatan hingga pasien membaik dan stabil. Jika pasien sudah stabil akan
dikembalikan ke keluarga masing-masing dan dilakukan pengobatan dirumah.

Program pengobatan pasien ODGJ di Kabupaten Muara Enim yang merupakan
program Puskesmas, bekerja sama dengan bidan desa agar distribusi obat dapat
dijangkau tanpa terkecuali dan agar obat dapat dikonsumsi pasien secara
berkesinambungan dengan memberikan kewenangan kepada bidan desa yang telah
dilatih terlebih dahulu untuk mendistribusikan obat. Pasien mendapat pengobatan
gratis. Setiap bidan desa mendapatkan surat perintah tugas (SPT) yang berisi
pelimpahan kewenangan dari Pimpinan Puskesmas. Obat-obat yang diberikan
disesuaikan dengan resep yang diberikan oleh dokter puskesmas. Bidan desa hanya
meneruskannya saja. Setiap 3 bulan dokter puskesmas akan mengadakan kunjungan
ke desa untuk memantau kemajuan pengobatan pasien gangguan jiwa. Dengan
kegiatan ini, obat dapat terdistribusi dengan baik. Pasien dengan latar belakang
ekonomi yang menengah ke bawah bisa mendapatkan obat tanpa harus
mengeluarkan biaya transportasi ke puskesmas atau Rumah Sakit. Pengobatan yang
dilakukan di rumah, akan dipantau terus oleh kader-kader desa.
Gambaran Model Invoasi OGDJ Bebas Pasung Kabupaten Muara Enim seperti pada
Gambar 1
Sumber : Diolah dari data lapangan Laboratorium inovasi
Gambar 1 Pemodelan Inovasi Bebas Pasung Kabupaten Muara Enim
Inovasi MLM Jawa Timur
Inovasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menangani ODGJ khususnya untuk kasus
pasung diperkenalkan dengan nama “MLM Pasung“ Cara Cepat Jawa Timur Bebas
Pasung””. Dalam Penyelenggaraan pelayanan ini dilakukan dengan beberapa hal sebagai
berikut :

Petugas kesehatan Rumah Sakit Jiwa dibantu oleh Tim Medis melakukan investigasi
ke desa-desa untuk dilakukannya pembebasan pasung. Pembebasan pasung ini
berdasarkan hasil laporan dari masyarakat setempat dan investigasi yang dilakukan
oleh petugas rumah sakit. Kemudian pasien diperiksa langsung oleh dokter untuk
menindaklanjuti pengobatan penyembuhan pasien, apakah pasien dilakukan
pengobatan melalui pengobatan dirumah atau dirujuk ke Liponsos atau pondok yang
khusus menangani pasien sakit jiwa. 16

Pasien dengan kondisi yang memprihatinkan dirujuk ke Liponsos atau pondok yang
khusus menangani pasien sakit jiwa untuk dilakukan pengobatan hingga pasien
membaik dan stabil. Jika pasien sudah stabil akan dikembalikan ke keluarga masingmasing dan dilakukan pengobatan dirumah. Biaya rehabilitasi pasien secara gratis
tidak dipungut biaya.

Pengobatan dilakukan melalui rawat jalan di Puskesmas atau RSUD setempat yang
melibatkan secara langsung dokter spesialis penyakit jiwa. Pengobatan dilakukan
secara gratis, tidak dipungut dengan biaya.

Setelah pasien sembuh, pemerintah mengadakan dan memberikan pelatihan serta
pemberdayaan dengan melakukan kerja sama dengan pihak rumah sakit bagi pasien
ODGJ. Hal ini dilakukan agar penanganan ODGJ berkelanjutan dan salah satu upaya
kesembuhan.
Gambaran Model “MLM Pasung“ Cara Cepat Jawa Timur Bebas Pasung”” Provinsi Jawa
Timur seperti pada Gambar 2.
16
Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Kediri. 2015. Pemkab Kediri Ikuti Gelar Budaya Kerja
Tingkat Provnsi Jawa Timur 2015. Diakses melalui http://humas.kedirikab.go.id/index.php/2015/11/04/
pemkab-kediri-ikuti-gelar-budaya-kerja-tingkat-provinsi-jawa-timur-2015/, pada tanggal 22 April 2016.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gambar 2 Pemodelan Inovasi MLM Pasung Provinsi Jawa Timur
Inovasi Desa Siaga Sehat Kabupaten Indragiri Hilir
Inovasi Desa Siaga Sehat
merupakan Inovasi dalam memberikan pelayanan ODGJ
khususnya untuk kasus pasung, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam
menyelenggarakan pelayanan ini dilakukan dengan beberapa hal sebagai berikut :

Petugas kesehatan Puskesmas kabupaten Indragiri Hilir dibantu oleh Tim Medis yang
bertugas di Puskemas Pembantu (Pustu) Kelurahan mendatangi langsung rumah
pasien ODGJ, serta melakukan pembebasan pasung. Pembebasan pasung ini
berdasarkan hasil laporan dari masyarakat setempat dan investigasi yang dilakukan
oleh petugas puskesmas. Kemudian pasien diperiksa langsung oleh dokter untuk
menindaklanjuti pengobatan penyembuhan pasien,

Pengobatan dilakukan dengan cara datang dari rumah-kerumah, yang dilakukan
dengan melibatkan secara langsung dokter spesialis penyakit jiwa.17 Pengobatan
dilakukan secara gratis, tidak dipungut dengan biaya.18 Pengobatan dilakukan dengan
melakukan pemyuntikan dan pemberian obat yang dilakukan secara rutin setiap
bulannya hingga pasien benar-benar sembuh.19 Keberlanjutan Program Kesehatan
Jiwa

Setelah pasien sembuh, pemerintah mengadakan dan memberikan pelatihan
membuat kerajinan tangan bagi pasien ODGJ yang melibatkan berbagai organisasi
dan kesibukan lainnya, sehingga penyakitnya tidak kambuh lagi. Hal ini dilakukan
agar penanganan ODGJ berkelanjutan dan salah satu upaya dari kesembuhan.20
Gambaran Model Desa Siaga Sehat Kabupaten Indragiri Hilir seperti pada Gambar 3.
17
Anonim. 2016. Warga Sambut Baik Program Pemerintah yang Melakukan Pengobatan ODGJ dari Rumah
Kerumah. Detak Riau News, 21 Februari 2016. Diakses melalui http://detakriaunews.com/berita-wargasambut-baik-program-pemerintah-yang-melakukan-pengobatan-odgj-dari-rumah-kerumah-.html, pada tanggal
22 April 2016.
18
Midrayani, Netty dan Syahroni Alby. 2016. Kasus ODGJ Ditemukan di Indragiri Hilir, Riau. Antara Nwes,
kamis 3Maret 2016. Diakses melalui http://www.antaranews.com/berita/548333/312-kasus-odgj-ditemukandi-indragiri-hilir-riau, pada tanggal 22 April 2016.
19
Pratama. 2016. Puskesmas Tembilahan Kembali Lakukan Pengobatan ODGJ, Keluarga Pasien Ucapkan
Terima Kasih. Haria Riau, jumat 25 Maret 2016. Diakses melalui http://harianriau.co/news/detail/1253/
puskesmas-tembilahan-kembali-lakukan-pengobatan-odgj-keluarga-pasien-ucapkan-terima-kasih,
pada
tanggal 29 April.
20
Anonim. 2016. Dinkes Inhil: Penanganan ODGJ Masih Bekerja Persektor. Riau One, Kamis 7 April 2016.
Diakses melalui http://riauone.com/advertorial/Dinkes-Inhil--Penanganan-ODGJ-Masih-Bekerja-Persektor-,
pada tanggal 29 April 2016.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gambar 3 Pemodelan Inovasi Desa Siaga Kabupaten Indragiri Hilir
D. Pemodelan Inovasi Bebas Pasung Pemerintah Daerah
Sebagaimana dijabarkan diatas, penanganan disabilitas psikososial khususnya pasung
secara literature dan best practices pemerintah daerah sangat bervariasi. Dalam
pengembangan model Inovasi bebas pasung dengan dua langkah yakni : Pemetaan
Literatur dan Inovasi Pemda, Pemodelan Inovasi Bebas Pasung.
Identifikasi Aktivitas dan Aktor
Dari literatur diatas, dapat diidentifikasi dan dipetakan aktifitas, aktor dan metode dan
tempat pelayanan kesehatan jiwa seperti pada Tabel 2.
Tabel. 2 Identifikasi dan pemetaan Literatur Aktifitas, Aktor, Metode dan Fasiltias
Aktifitas
Aktor
Menyerakahkan
perawatan ODGJ
Metode
Fasilitas
Masyarakat
Aktif mengambil
prakarsa dan langkah
Camat dan Kepala Desa
Pelayanan Kuratif
Rawat Jalan dan Rawat
Inap
Pelayanan Rehabilitatif
rehabilitasi psikiatrik
dan sosial
Pelayanan kesehatan
jiwa dasar
Integrasi dengan
pelayanan umum
Puskesmas, klinik,
praktik dokter, rumah
perawatan, fasilitas
pelayanan kesehatan
dan rehabilitasi mandiri
Pelayanan kesehatan
rujukan
Integrasi dengan
pelayanan umum
Rumah sakit jiwa, klinik
utama dan dokter
spesialis kedokteran
jiwa
Sumber : diolah dari berbagai regulasi kesehatan jiwa
Selanjutnya, hasil identifikasi dan petaan aktifitas, aktor pelayanan Inovasi bebas pasung
di beberapa pemerintah daerah seperti pada Tabel 3.
Tabel. 3 Identifikasi Aktifitas dan Aktor Inovasi Bebas Pasung di Pemda.
Aktivitas
Memantau kondisi ODGJ
Melaporkan ke Puskesmas
Melakukan Investigasi ODGJ
Aktor
Tim (Kepala Desa &
Perangkat, Kader
Kesehatan/bidan
desa, Tokoh
Masyarakat
Petugas RS dan Tim
Medis
Muara
Enim
Jatim
V
V
V
Indragiri
Hilir
Melakukan Investigasi ODGJ
Membebaskan ODGJ yang dipasung
Petugas Puskesmas
dan Tim Medis
V
Tim dan Dokter
V
V
V
Memeriksa kondisi ODGJ
Dokter
V
V
V
Memberikan Pengobatan di rumah atau
Rujukan ke RS
Dokter
V
Memberikan Pengobatan di RS atau
Liponsos
Dokter
Pengobatan dengan medatangi ke rumah
Distribusi obat
Rawat jalan
V
Dokter spesialis
Bidan desa
Puskesmas/RSUD
Pelatihan dan Pemberdayaan
V
V
V
V
V
Sumber : diolah dari berbagai Inovasi pemerintah daerah : bebas pasung
Pemodelan Inovasi Bebas Pasung Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil identifikasi dan pemetaan literature dan prakek Inovasi bebas pasung
pemerintah daerah, maka penanganan ODGJ meliputi dua jenis yakni pelayanan kuratif
dan pelayanan rehabilitatif. Pelayanan kuratif merupakan upaya menstabilkan kondisi
kejiwaan pasien mulai dari mendiagnosa, pengurangan/pemulihan serta pengendalian.
Dalam pelayanan kuratif ini sangat penting peran dari keluarga/masyarakat, kepala
desa/lingkungan, kader kesehatan, dokter spesialis dalam mendukung keberhasilan
stabilisasi DOGJ. Selain itu, dukungan fasilitas Pelayanan Kesehatan meliputi Puskesmas
dan jejaring, klinik pratama, dan praktik dokter dengan kompetensi pelayanan Kesehatan
Jiwa, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa; dan rumah perawatan. Pada Pelayanan
Kuratif ODGJ ini, Beberapa hal yang sangat penting di perhatikan antara lain sebagai
berikut :

Partisipasi masyarakat untuk melaporkan ODGJ terutama yang dipasung dan
menyerahkan ke fasilitas kesehatan jiwa untuk dilakukan pemulihan atau stabilitasi
kejiwaan. Dalam tahap ini sangat penting untuk memberikan kesadaran kepada
masyarakat terkait dengan ODGJ, untuk itu media sosialisasi ODGJ dan pasung sangat
penting untuk dilakukan.

Selain partisipasi masyarakat, “Sistem Jemput Bola” dari tim kesehatan pemerintah
daerah juga sangat penting, hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan
kepada ODGJ.

Investigasi ODGJ dilakukan oleh Tim Kesehatan pemda yang Dokter spesialis,
perangkat desa, petugas rumah sakit / puskesmas / dinas kesehatan untuk
membebaskan dan memutuskan langkah rehabilitasi berikutnya.

Pemeriksaan kondisi ODGJ oleh dokter spesialis untuk menentukan system
pengobatannya.

ODGJ dengan kondisi parah yang membahayakan diri sendiri/orang lain mendapatkan
rujukan untuk perawatan penstabilan jiwa di Rumah sakit Jiwa atau rumah/pondok
ODGJ sampai pada kondisi tertentu dan dapat dilakukan perawatan di rumah.

ODGJ dengan kondisi ringan yang tidak membahayakan diri sendiri/orang lain dapat
dilakukan pengobatan dirumah. Pengobatan dirumah pada umumnya keluarga pasien
mendatangi fasiltias kesehatan seperti rumah sakit/puskesmas untuk memeriksaan
secara ritun dan pengambilan obat. Namun, pola seperti ini sering kali kurang efektif
untuk keluarga miskin karena mereka sering kali terkendala dengan biaya
tranportasinya ke fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, untuk kasus seperti itu,tim
kesehatan dapat memberikan pelayanan antar obat ke pasien dan pemeriksaan
rumah di rumah dengan melibatkan bidan desa / kader kesehatan.
Rehabilitatif ODGJ sangat penting untuk mencegah atau mengendalikan disabilitas,
memulihkan fungsi sosial, memulihkan fungsi okupasional, dan mempersiapkan dengan
memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di masyarakat. Beberapa hal yang sangat
penting di perhatikan antara lain sebagai berikut :
.

ODGJ yang telah telah “sembuh/stabil” perlu di jaga supaya tidak “kambuh” kembali.
Oleh karena itu, ODGJ yang telah sembuh tetap perlu mendapatkan ruang konsutasi
kejiwaan serta pengembangan kepribadian. Konsultasi ini tentunya tidak hanya untuk
ODGJ saja tetapi juga untuk keluarga dan lingkungannya.

ODGJ salah satunya disebabkan karena faktor “menganggur” dan tidak memiliki
kesibukan. Olah karena itu, pemberikan ketrampilan kepada ODGJ yang telah stabil
menjadi sangat penting, sehingga mereka dapat mandiri dalam bermasyarakat.

Evaluasi secara ODGJ secara berkala.
Model Inovasi bebas pasung pemerintah daerah seperti pada Gambar 4.
Gambar 4 Pemodelan Inovasi Bebas Pasung Pemerintah Daerah
Daftar Pustaka
Anonim. 2016. Dinkes Inhil: Penanganan ODGJ Masih Bekerja Persektor. Riau One,
Kamis 7 April 2016. Diakses melalui http://riauone.com/advertorial/Dinkes-Inhil-Penanganan-ODGJ-Masih-Bekerja-Persektor-, pada tanggal 29 April 2016.
Anonim. 2016. Warga Sambut Baik Program Pemerintah yang Melakukan Pengobatan
ODGJ dari Rumah Kerumah. Detak Riau News, 21 Februari 2016. Diakses melalui
http://detakriaunews.com/berita-warga-sambut-baik-program-pemerintah-yangmelakukan-pengobatan-odgj-dari-rumah-kerumah-.html, pada tanggal 22 April
2016.
Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Kediri. 2015. Pemkab Kediri Ikuti
Gelar Budaya Kerja Tingkat Provnsi Jawa Timur 2015. Diakses melalui
http://humas.kedirikab.go.id/index.php/2015/11/04/pemkab-kediri-ikuti-gelarbudaya-kerja-tingkat-provinsi-jawa-timur-2015/, pada tanggal 22 April 2016.
Dewi, Dian Suluh Kusuma. Strategi Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam Penanganan
Penderita Kesehatan Jiwa. Diakses melalui http://eprints.umpo.ac.id/1347/, pada
tanggal 29 April 2016.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2012. Kebijakan dan Program Keswa Kemenkes
RI.Diakses
melalui
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/manajemen_informasi/Rakonter
2012/KEBIJAKAN%20DAN%20PROGRAM%20KESWA%20SEMARANG_PDF.pdf,
pada tanggal 29 April 2016.
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa. 2015. Indonesia Bebas Pasung: Pencapaian Program.
Diakses melalui http://sehat-jiwa.kemkes.go.id/detailkegiatandirektorat/7, pada
tanggal 22 April 2016.
Halgin, Richard P. & Whitbourne, Susan Krauss.2007. Abnormal Psychology: Clinical
Perspective on Psychological Disorders. Boston: McGraw Hill.
Human Rights Watch. 2016. Hidup di Neraka: Kekerasan Terhadap Penyandang
Disabilitas Psikososial di Indonesia. Diakses melalui http://www.hrw.org, pada
tanggal 29 April 2016.
Humas MenpanRB. 2016. Deputi Pelayanan Publik Kunjungi TOP 99 Di Jatim. Diakses
melalui
http://www.menpan.go.id/berita-terkini/4548-deputi-pelayanan-publikkunjungi-top-99-di-jatim, pada tanggal 22 April 2016.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 406/Menkes/SK/VI/2009
Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Midrayani, Netty dan Syahroni Alby. 2016. Kasus ODGJ Ditemukan di Indragiri Hilir, Riau.
Antara
Nwes,
kamis
3Maret
2016.
Diakses
melalui
http://www.antaranews.com/berita
/548333/312-kasus-odgj-ditemukan-diindragiri-hilir-riau, pada tanggal 22 April 2016.
Pratama. 2016. Puskesmas Tembilahan Kembali Lakukan Pengobatan ODGJ, Keluarga
Pasien Ucapkan Terima Kasih. Haria Riau, jumat 25 Maret 2016. Diakses melalui
http://harianriau.co/news/detail/1253/puskesmas-tembilahan-kembali-lakukanpengobatan-odgj-keluarga-pasien-ucapkan-terima-kasih, pada tanggal 29 April
2016.
World Network of Users and Survivors of Psychiatry. 2009. “Manual on Implementation of
the Convention on the Rights of Persons with Disabilities.”. Diakses melalui
http://www.chrusp.org/home /resources, pada tanggal 29 April 2016
Undang-Undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
Download