1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan merupakan sumber protein yang sangat potensial dan sangat
diperlukan oleh manusia, selain itu protein adalah komponen terbesar setelah air
yang terdapat pada daging ikan. Tingginya kandungan protein dan kadar air pada
tubuh ikan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikrobia, oleh karena
itu ikan adalah komoditi yang mudah rusak atau cepat mengalami kemunduran
mutu. Hal inilah yang menyebabkan ikan disebut sebagai perishable food atau
bahan makanan yang cepat membusuk (Hadiwiyoto, 1993).
Untuk memperpanjang daya simpan ikan banyak upaya yang dapat
dilakukan melalui pengawetan, yaitu dengan cara penggaraman, pengeringan,
pemindangan, pengasapan, peragian dan pendinginan ikan baik secara tradisional
maupun secara modern. Selain itu terdapat suatu cara yang telah lama digunakan
untuk pengawetan ikan yaitu dengan cara fermentasi.
Pengawetan bahan makanan dengan cara fermentasi pada dasarnya hanya
memupuk kegiatan mikrobia yang diharapkan keberadaannya, serta menghambat
mikrobia kontaminan atau mikrobia lainnya yang dianggap akan merusak produk
fermentasi.
Salah satu contoh produk fermentasi makanan adalah bekasam. Bekasam
atau bekasem ikan merupakan ikan awetan yang diolah dengan cara penggaraman
dan peragian. Produk ikan awetan ini banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan
Sumatera Selatan, sedang di daerah Kalimantan Tengah lebih dikenal dengan
1
2
nama wadi. Jenis ikan yang biasa dipakai dalam pembuatan bekasam adalah ikan
lele, ikan mas, tawes, gabus, nila dan mujair.
Fermentasi bekasam ikan dapat dilakukan secara tradisional dan pada
umumnya berlangsung secara spontan (tanpa inokulum). Oleh karena itu mikrobia
dapat tumbuh sesuai dengan perubahan lingkungannya. Hal ini menyebabkan
kualitas produk fermentasi menjadi kurang baik dan sering terkontaminasi oleh
mikrobia patogen dan perusak, sehingga masa simpan produk tersebut menjadi
lebih pendek dan dapat berbahaya untuk dikonsumsi. Kelemah-kelemahan inilah
yang perlu diperbaiki sehingga dapat dibuat produk bekasam dengan kualitas yang
baik.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatan mutu produk yaitu dengan
meningkatkan jumlah bakteri yang diharapkan untuk berperan dalam proses
fermentasi, yang dapat dilakukan dengan penambahan kultur atau starter. Dalam
hal ini bakteri yang berperan dalam proses fermentasi adalah kelompok bakteri
asam laktat.
Dengan adanya penambahan kultur bakteri asam laktat diharapkan kualitas
produk dalam segi keawetan meningkat dan dapat dikurangi tingkat cemaran
bakteri baik bakteri perusak maupun bakteri patogen. Selama proses fermentasi,
bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat sebagai produk utama, dan asam
yang dihasilkan dapat menurunkan pH sehingga menghambat perkembangan
bakteri yang hidup pada suasana netral maupun alkalis. Selain itu bakteri asam
laktat juga mampu menghasilkan senyawa-senyawa lain yang tergolong sebagai
senyawa antimikrobia seperti hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin,
3
sehingga makanan hasil fermentasi oleh bakteri asam laktat mempunyai masa
simpan lebih lama atau lebih awet.
Proses fermentasi bekasam ikan mujair diawali dengan penggaraman yang
bertujuan untuk menurunkan jumlah bakteri perusak maupun bakteri patogen.
Selain itu bakteri yang bersifat halofil atau tahan terhadap kondisi garam dan
acidofil atau tahan terdapat kondisi asam, diharapkan masih dapat tumbuh karena
akan berperan dalam proses fermentasi selanjutnya. Di dalam fermentasi tersebut
ditambahkan sumber karbohidrat yaitu nasi yang bertujuan sebagai sumber karbon
bagi pertumbuhan mikrobia yang diharapkan, sehingga dapat menunjang dalam
proses fementasi. Konsentrasi garam yang digunakan adalah sebanyak 10 %, hal
ini dilakukan karena pada proses pembuatan bekasam ingin diketahui pengaruh
bakteri asam laktat dan bukan pengaruh garam. Konsentrasi garam sebesar 10%
dapat menekan dan membunuh bakteri pembusuk pada ikan. Telah diketahui
bahwa garam merupakan pengawet yang sangat baik. Semakin tinggi konsentrasi
yang digunakan maka produk yang dihasilkan akan semakin baik, tetapi akan
mengurangi rasa produk yang dihasilkan, selain itu produk akan memiliki rasa
yang sangat asin, akibatnya akan mengurangi tingkat kesukaan para konsumen.
Kultur bakteri asam laktat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Lactobacillus plantarum FNCC-027, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif
yang menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya (hampir 90%), serta
kemampuannya
dalam
menghasilkan
senyawa
antimikrobia
menghambat bakteri perusak maupun bakteri patogen pada ikan.
yang
dapat
4
Jenie et al. (1999) dalam penelitiannya menyatakan bahwa L. plantarum
pi 902 yang diisolasi dari makanan tradisional di Indonesia dapat menghasilkan
senyawa antimikrobia seperti bakteriosin yang efektif menghambat bakteri
patogen dan perusak seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus
cereus, Listeria monocytogenes, Pseudomonas fluorescens dan Salmonella. Selain
itu L. plantarum dapat membentuk cita rasa yang khas bagi produk fermentasi.
B. Tujuan
Mengetahui dinamika populasi bakteri selama proses fermentasi 12 hari
bekasam ikan mujair dengan penambahan kultur bakteri asam laktat, dan
memperoleh bekasam yang lebih berkualitas dengan cemaran bakteri pembusuk
dan patogen yang rendah.
Download