Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Pengaruh dan Penerapan
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pengaruh penerapan manajemen
mutu terpadu terhadap kinerja perusahaan ini, ada baiknya diketahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan pengaruh dan penerapan. Pengertian pengaruh
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:849), adalah sebagai berikut:
“Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda)
yang ikut membentuk suatu watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang”.
Sementara definisi pengaruh menurut Badudu-Zain dalam bukunya
“Kamus Umum Bahasa Indonesia” (1994:1031), adalah sebagai berikut:
1.
Daya yang menyebabkan sesuatu terjadi.
2.
Sesuatu yang dapat membentuk, atau mengubah sesuatu yang lain.
3.
Tunduk atau mengikuti karena kuasa atau ketekunan orang lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau
timbul dari sesuatu (orang, benda) yang menyebabkan sesuatu terjadi yang dapat
membentuk ataupun mengubah sesuatu yang lain.
Pengertian penerapan menurut Kamus Istilah Manajemen (1994:155),
adalah sebagai berikut:
“Penerapan adalah pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di
bidang manajemen”.
9
10
Dengan demikian pengertian penerapan pada penelitian ini adalah tindakan
pelaksanaan atau pemanfaatan keterampilan dan pengetahuan baru di bidang
manajemen untuk suatu kegunaan ataupun tujuan khusus.
2.2
Tinjauan Total Quality Management
Proses peningkatan kualitas (proses perbaikan kualitas) memerlukan
komitmen umtuk perbaikan yang melibatkan secara seimbang antara aspek
manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik). Total Quality Management
(TQM) dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus (continuous improvement).
Vincent Gaspersz (2011).
Berikut akan dipaparkan mengenai Total Quality Management berkaitan
dengan pengertian, unsur-unsur, prinsip-prinsip, manfaat, dan faktor-faktor
penyebab kegagalan atau kendala dalam Total Quality Management.
2.2.1
Pengertian Total Quality Management
Pengertian Total Quality Management yang dikemukakan para ahli pada
dasarnya sama, yaitu merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas
sebagai strategi usaha dan berorientasi pada pelanggan dengan melibatkan seluruh
anggota organisasi. Menurut W. Edward Deming (1987) sebagai perintis, Total
Quality Management adalah komitmen budaya organisasi untuk memuaskan
pelanggan melalui penggunaan suatu sistem terpadu terhadap alat-alat, tehniktehnik, dan pelatihan. Total Quality Management meliputi perbaikan secara terus-
11
menerus atas proses-proses organisasional yang menghasilkan produk yang
berkualitas.
Vincent Gasperz (2001:6) mengemukakan bahwa:
“Total Quality Management didefinisikan sebagai suatu cara
meningkatkan performansi secara terus-menerus (continous performance
improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional
dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan
modal yang tersedia”.
Selanjutnya Amin Wijaya Tunggal (2001:1), mengatakan bahwa:
"Total Quality Management merupakan suatu pengelolaan organisasi
secara menyeluruh agar organisasi memperoleh keunggulan pada semua dimensi
produk dan jasa yang penting bagi pelanggan dan bahwa kualitas mencakup
keseluruhan organisasi pada setiap organisasi yang pada akhirnya kualitas akan
didefinisikan pelanggan”.
Menurut Mulyadi (1998:181), yaitu:
“Total Quality Management merupakan suatu system manajemen yang
berfokus kepada orang yang bertujuan untuk meningkatkan secara berkelanjutan
kepuasan customers pada biaya yang sesungguhnya secara berkelanjutan terusmenerus”.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat penulis jelaskan bahwa Total
Quality Management adalah suatu alat manajemen dalam meningkatkan kualitas
mutu dalam suatu perusahaan yang bertujuan memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan secara terus-menerus atas produk atau jasa, manusia,
proses, dan lingkungan.
Total Quality Management berusaha menjaga
keseimbangan diantara pencapaian tujuan ekonomi dan tujuan masyarakat.
2.2.2
Unsur-Unsur Total Quality Management
Menurut Banker (1993:41) ada empat unsur total quality management,
yaitu:
12
1.
2.
3.
4.
Menghargai karyawan.
Reward untuk karyawan.
Standar kualitas.
Output yang dihasilkan.
Dari komponen-komponen tersebut, berikut penjelasannya:
1.
Menghargai karyawan
Menurut Reader dan Heizer (2000) manajemen perusahaan melibatkan
karyawan pada setiap proses yang diproduksi. Menghargai karyawan dapat
dilakukan dengan mencakup tindakan:
a. Membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan
b. Mendorong penyedia untuk bersikap terbuka dan sebagai motivator
c. Memindahkan tanggungjawab manajerial dan staf kepada bagian produksi
d. Membangun organisasi dengan sikap mental yang tinggi
e. Menggunakan teknik-teknik formal seperti pembentukan tim (team
building) dan Gugus Kendali Mutu (quality control).
2. Reward untuk karyawan
Suroso (2003) menyatakan bahwa untuk memberikan penghargaan dapat
digunakan beberapa alat manajemen kinerja, yaitu gaji pokok atau
tunjangan tetap/pembayaran kinerja. Semakin banyak prestasi kinerja
karyawan semakin banyak reward yang diberikan. Bekerja adalah untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan melalui gaji yang diperoleh dari
organisasi, dengan gaji yang diperolehnya tenaga kerja dapat memenuhi
kebutuhannya. Dalam hal besarnya pemberian gaji ini selalu ada
perbedaan pendapat antara pemberi gaji dengan penerima gaji. Tenaga
kerja menghendaki gaji yang setinggi mungkin dan kerja yang sedikit
13
mungkin. Sebaliknya perusahaan menghendaki gaji yang sedikit mungkin
dengan jam kerja yang panjang (Siregar, 1997).
3. Standar kualitas
Menurut Mizuno (1994:91) standar kualitas suatu produk dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu :
a. Pemeriksaan Kualitas
Merupakan suatu tindakan yang diambil untuk mengetahui apakah produk
tersebut sudah tepat dan sesuai dengan yang diharapkan dan diinginkan
konsumen atau tidak.
b.
Pengendalian Kualitas
Adalah suatu tindakan atas kualitas produk bila terdapat yang tidak sesuai
dengan pemeriksaan kualitas dengan cara membawa produk itu ke dalam
kondisi sesuai yang diinginkan.
c.
Pemastian Kualitas
Merupakan tindakan untuk memastikan apakah suatu produk telah sesuai
dengan yang diharapakan dan diinginkan sehingga konsumen merasa puas
akan produk yang hendak dibelinya.
4. Output yang dihasilkan
Soekartawi (1987) menjelaskan bahwa tersedianya sarana atau faktor
produksi (input) belum berarti produktifitas yang diperoleh perusahaan
akan tinggi. Namun bagaimana karyawan melakukan usahanya secara
efisien adalah upaya yang sangat penting. Efisiensi teknis akan tercapai
bila karyawan mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikian rupa
sehingga produksi tinggi tercapai. Bila hasil kerja karyawan mendapat
keuntungan besar pada perusahaannya dikatakan bahwa alokasi faktor
produksi efisien secara alokatif. Cara ini dapat ditempuh dengan membeli
faktor produksi pada harga murah dan menjual hasil pada harga relatif
tinggi. Bila karyawan mampu meningkatkan produksinya dengan harga
sarana produksi dapat ditekan tetapi harga jual tinggi, maka karyawan
14
tersebut melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga atau melakukan
efisiensi ekonomi.
2.2.3
Prinsip-prinsip Total Quality Management
Menurut Hensler dan Brunell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993:
165), ada empat prinsip utama dalam Total Qulaity Management, yaitu:
1.
2.
3.
4.
Kepuasan Pelanggan.
Respek Terhadap Setiap Orang.
Manajemen Berdasarkan Fakta.
Perbaikan Berkesinambungan.
Adapun penjelasan mengenai prinsip-prinsip tersebut, sebagai berikut:
1.
Kepuasan Pelanggan.
Tujuan utama dari implementasi Total Qulaity Management dan peralatan
strategis lainnya adalah untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Dalam
konteks ini, fokus pada pelanggan dipandang sebagai seberapa besar
perhatian dan usaha organisasi untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Survey dari Sinclair dan Zairi (1995) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan hal yang terpenting yang akan mendorong
organisasi kearah perbaikan. Kepuasan pelanggan memiliki dampak yang
besar pada implementasi Total Quality Management agar terjadi
peningkatan kualitas produk dan layanan (Fefry Indra Arza, 2008).
2.
Respek Terhadap Setiap Orang.
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap
karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan
kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber
15
daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang di
dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk
terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan (Nasution,
2002).
3.
Manajemen Berdasarkan Fakta.
Perusahaan yang berkelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya,
bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan hanya sekedar
pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal
ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa
perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang
bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu,
dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi
dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua,
variasi atau variabilitas kinerja manusia. Dan statistik dapat memberikan
gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari
setiap
sistem
organisasi.
Dengan
demikian,
manajemen
dapat
memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan
(Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, 2003).
4.
Perbaikan Berkesinambungan.
Perbaikan berkesinambungan adalah perbaikan berulang pada segala
ukuran. Dalam organisasi, apabila terjadi persoalan kritis terhadap sistem
atau jasa, perlu melakukan perubahan berulang yang berkadar kreativitas.
Selanjutnya apabila yang terjadi adalah penyimpangan rutin dari standar
16
yang ada, perlu dilakukan perubahan berulang yang kecil atau inkrimental.
Dengan demikian perbaikan berkesinambungan sama sekali tidak
mengabaikan inovasi dan kreativitas. Dalam organisasi perlu dilakukan
perbaikan inkrimental, inovasi dan kreativitas secara berkelanjutan
(Soewarso Hardjosoedarmo, 2002). Menurut Tenner dan Toro (1994:3233) disebut sebagai process improvement.
2.2.4
Manfaat Total Quality Management
Penerapan Total Qulaity Management yang efektif membawa pengaruh
positif yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi organisasi itu sendiri.
Menurut Hessel yang dikutip oleh M. N Nasution (2002: 353) beberapa manfaat
penerapan Total Qulaity Management bagi organisasi antara lain:
1.
2.
3.
4.
Proses desain produk menjadi lebih efektif, yang akan berpengaruh pada
kinerja kualitas, yaitu keandalan produk, product features, dan
serviceability.
Penyimpangan yang dapat dihindarkan pada proses produksi
mengakibatkan produk yang dihasilkan sesuai dengan standar, meniadakan
pekerjaan ulang, mengurangi waktu kerja, mengurangi kerja mesin, dan
menghemat penggunaan material.
Hubungan jangka panjang dengan pelanggan akan berpengaruh positif
bagi kinerja organisasi, antara lain dapat merespon kebutuhan pelanggan
dengan lebih cepat, serta mengantisipasi perubahan kebutuhan dan
keinginan pelanggan.
Sikap pekerja yang baik menimbulkan partisipasi dan komitmen pekerja
pada kualitas, rasa bangga bekerja sehingga akan bekerja secara optimal,
perasaan tanggung jawab untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Zulian Yamit (2001:186) berpendapat bahwa pelaksanaan Total Qulaity
Management tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan saja, melainkan juga
bermanfaat bagi pelanggan dan staff atau karyawan perusahaan. Manfaat Total
Qulaity Management bagi pelanggan antara lain:
17
1.
2.
3.
Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih
diperhatikan.
Kepuasan pelanggan terjamin.
Manfaat pelaksanaan Total Qulaity Management bagi staff atau karyawan
perusahaan menurut Zulian Yamit (2001:186) antara lain:
1.
2.
3.
2.2.5
Adanya pemberdayaan karyawan. Perusahaan selalu melibatkan karyawan,
mengajak berdiskusi dan berpendapat. Mereka juga diserahkan tanggung
jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan
mendapatkan penghargaan atas prestasi yang diraih.
Karyawan menjadi lebih terlatih dan berkemampuan.
Dengan adanya pemberdayaan karyawan tersebut merasa dirinya lebih
dihargai dan diakui oleh perusahaan.
Faktor-faktor Penyebab Kegagalan Total Quality Management
Total quality management merupakan suatu pendekatan baru menyeluruh
yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional,
komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan atau bisa disebut juga kendala
pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa faktor
penyebab kegagalan atau kendala yang sering dilakukan menurut Menurut Malayu
Hasibuan (2002:225) antara lain:
1.
2.
Kendala dari bawahan.
a. adanya ketidaksetujuan.
b. merasa dimanfaatkan oleh pimpinan.
c. merasa sebagai beban tambahan.
d. adanya sikap mengapa saya harus menolong/membantu perusahaan.
e. tidak dijalankan/dilakukan di tempat kerjanya.
f. tidak ada waktu berkelompok (circle).
Kendala dari atasan.
a. atasan tidak mendukung gagasan Total Qulaity Management.
b. sangat sibuk, tidak ada waktu.
c. kurangnya kewenangan yang dimiliki.
d. belum memahami secara jelas konsep Total Qulaity Management.
18
e. atasan menganut sentralisasi wewenang.
2.3
Kinerja Perusahaan
2.3.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Menurut Indra Bastian (2005:267) dimaksud dengan kinerja adalah:
“Ukuran
pencapaian
kuantitatif
suatu
sasaran
dan
kualitatif
atau
tujuan
yang
yang
menggambarkan
telah
ditetapkan,
tingkat
dengan
memperhitungkan indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak”.
Menurut Hansen, Mowen (2003:396) kinerja adalah:
“Activity performance measures exist in both financial and non financial
form. There measures are designed to assess how well an activity was performed
and the result achieved. They are also designed to reveal if constant improvement
is being realized. Measure of activity performance center on three major
dimension, efficiency, quality, and time”.
Pengertian di atas mengemukakan bahwa aktivitas kinerja diukur secara keuangan
dan non keuangan. Ukuran tersebut dirancang untuk menilai seberapa baik
aktivitas dilakukan dan hasil yang dicapai. Ukuran tersebut juga dirancang untuk
memperlihatkan peningkatan yang sedang direalisasikan. Ukuran dari aktivitas ini
terpusat dalam tiga dimensi utama, yaitu efisiensi, kualitas, dan waktu.
Pengertian kinerja menurut Kae H. Chung dan Leon C. Magginson
(2000:67) yaitu:
“Performance is a function of ability and motivation. An employee’s
satisfaction increase when he or she is able to perform the job effectively, when
performance equitably, and when the rewards match the employee’s needs”.
19
Pengertian di atas mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan dan motivasi. Kepuasan karyawan muncul ketika mereka mampu
mengerjakan tugasnya dengan efektif, saat hasil kerjanya secara ekuitas
terbayarkan, dan ketika yang terbayarkan tersebut sesuai engan apa yang
dibutuhkannya.
Pengertian kinerja perusahaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002:570) adalah:
“Suatu yang mencapai prestasi yang ingin diperhatikan dan kemampuan
kerja”.
Menurut Husein Umar (2005:1) dimaksud dengan perusahaan adalah:
“ Sebuah organisasi yang memproses perubahan keahlian dan sumber daya
ekonomi menjadi barang dan/atau jasa yang ditujukan bagi pemuasan kebutuhan
para pembeli serta diharapkan akan memberikan laba bagi para pemiliknya”.
Menurut Edy Sukarno (2002:23) yang dimaksud dengan kinerja perusahaan
adalah:
“Tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam
rantai nilai yang ada pada rantai perusahaan, hasil pengukuran tersebut kemudian
digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi
pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaipenyesuai atas aktifitas perencanaan dan pengendalian”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas bahwa penilaian kinerja adalah suatu
proses dimana organisasi mengevaluasi secara sistematis efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran atau
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan segala potensi
yang dimiliki oleh individu untuk mencapai pengembangan organisasi. Kinerja
20
akan dapat memberikan arti apabila ia telah diukur dengan suatu tolak ukur
tertentu yang telah ditentukan sebelumnya sehingga dapat ditentukan tingkat
keberhasilannya.
2.3.2 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja yang baik dilakukan untuk mencapai target ideal, karena itu
diperlukan penilaian yang dapat membandingkan pencapaian kinerja yang
sebenarnya dengan target yang sebelumnya sudah ditentukan. Seberapa jauh
tujuan organisasi tercapai dengan kinerja yang sudah berjalan dan terlaksana.
Pengertian penilaian kinerja sendiri menurut Mangkunegara (2000:69) adalah:
“Merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi
yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai
dan kualitas, atau status dari beberapa objek barang dan jasa”.
Pengertian pengukuran kinerja (performance appraisals) menurut Simamora
(2004:215-216) adalah:
“Proses dengan organisasi dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan kinerja
individu”.
Pengertian dari pengukuran kinerja menurut Atkinson (2001:51) adalah:
“The role of performance measurement in helping organization members
to manage the value chain”. Atkinson pun berpendapat bahwa suatu penilaian
kinerja sebaiknya didukung oleh beberapa indikator, yakni:
21
1.
2.
3.
4.
“Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada
perspektif pelanggan
Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang
menekankan pada pelanggan
Memperhatikan semua aktivitas kinerja secara komprehensif yang
mempengaruhi pelanggan
Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota
organisasi mengenai permasalahan dan peluang untuk melakukan
perbaikan”.
Menurut Gery dan Dessler (2001:14), ada 5 faktor yang popular dalam hal
pengukuran kinerja, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
“Kualitas pekerjaan: akurasi ketelitian, penampilan, dan penerimaan
keluaran
Kuantitas pekerjaan: volume keluaran dan kontribusi
Supervisi yang diperlukan: adanya saran, arahan perbaikan
Kehadiran: regulasi, dapat diandalkan dan terpercaya, tepat waktu
Konservasi: pencegahan pemborosan, kerusakan dan pemeliharaan.”
Berdasarkan penjelasan di atas, penilaian kinerja tidaklah hanya terbatas
pada penilaian keuangan. Penilaian kinerja yang baik menilai dari sisi keuangan
juga non keuangan. Sistem penilaian seperti ini dinamakan Balance Scorecard,
sehingga balance scorecard menjadi alat ukur kinerja yang ideal.
2.3.3
Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian perusahaan khususnya kinerja sering dilakukan untuk tujuan-
tujuan di bawah ini, menurut Diah Kusuma Wardani (2008) tujuan penelitian
kinerja adalah:
1.
Agar perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki nilai lebih dari
perusahaan lain.
2. Untuk keperluan merger dan akuisisi, yaitu untuk mengetahui berapa nilai
perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing perusahaan.
22
3.
4.
Untuk kepentingan usaha, yang bertujuan untuk mengetahui apakah nilai
usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya.
Memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau tambahan
modal.
Menurut Mulyadi (2002:420) manfaat dari penilaian kinerja adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum.
Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana alasan
mereka menilai kinerja mereka.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Menurut Supriyono (2006: 424) jika didesain dan diimplementasikan
dengan baik, pengukuran kinerja dapat memberikan manfaat penting pada
perusahaan sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
2.3.4
Menelusuri kinerja dibandingkan dengan harapan-harapan para konsumen.
Menjamin keterkaitan antara rangkaian para konsumen internal dan para
pemasok internal.
Mengidentifikasi pemborosan dalam berbagai bentuk dan mengarah
kepada pengurangan atau pengeliminasian pemborosan.
Membuat tujuan strategis lebih kongkrit.
Membangun consensus untuk mengubah perilaku yang mendukung
pencapaian keselarasan tujuan.
Memungkinkan keterkaitan antara akuntansi aktivitas dengan ukuranukuran kinerja.
Memusatkan perhatian pada driver-driver biaya. Driver-driver biaya dapat
menjelaskan faktor sebab-akibat antara aktivitas dan biaya.
Pengertian Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja merupakan proses untuk menentukan seberapa baik
aktivitas-aktivitas
bisnis
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
strategis,
mengeliminasi pemborosan-pemborosan, dan menyajikan informasi tepat waktu
untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono, 2006:
23
22). Hansen dan Mowen (1995) membedakan pengukuran kinerja secara
tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan
membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya
standar
sesuai
dengan
karakteristik
pertanggungjawabannya,
sedangkan
pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya.
Menurut Hiro Tugiman (1999: 1) mengatakan bahwa:
“Langkah awal penilaian kinerja adalah memilih alat ukur yang cocok,
dimana alat ukur yang cocok adalah yang dipilih sesuai dengan perhatian
manajemen pada semua aktivitas perusahaan”. Dengan demikian maka
pengukuran menurut Hiro Tugiman (1999:1) meliputi seluruh aktivitas dari
berbagai level organisasi atau perusahaan. Aktivitas organisasi dapat dilihat dari
dua aspek, yaitu:
a.
Eksternal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada stakeholders.
b.
Internal effectiveness yang pengukurannya berbasis pada efisiensi dan
produktivitas.
Anderson dan Clancy (1991) mendefinisikan pengukuran kinerja adalah:
“Feedback from the accountant to management that provides informations
about how well the actions represent the plans; it also identifies where managers
may need to take corrections or adjusments in future planning ang cantrolling
activities”.
Berdasarkan pengertian-pengertian pengukuran kinerja diatas penulis
menarik kesimpulan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu mekanisme
untuk menilai keberhasilan organisasi dalam pelaksanaan startegi yang telah
ditetapkan. Pengukuran kinerja memberikan informasi yang dibutuhkan oleh
manajemen untuk melakukan evaluasi ulang terhadap rencana, strategis, dan titik-
24
titik dimana perusahaan harus mengambil inisiatif perubahan penyesuaian atas
aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.3.5 Tolak Ukur Pengukuran Kinerja
Memaksimalkan
pengukuran
kinerja,
pengukuran
kinerja
harus
mempunyai tolak ukur yang dapat dijadikan persyaratan agar dapat disebut ukuran
kinerja yang efektif. Sellenheim (1991:15) memberikan tolak ukur kinerja,
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Dipicu oleh kebutuhan pelanggan.
Harus luwes untuk berubah.
Harus mudah dan sederhana.
Harus mencakup financial dan non financial.
Menyediakan dukungan yang baik.
Vitale dan Mavrinac (1995:44-47) mengemukakan tujuh buah indikator
dalam menilai efektifitas sistem pengukuran kinerja organisasi, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kinerja yang baik atas aspek non finansial diikuti dengan aspek finansial.
Perusahaan mampu memperoleh pelanggan baru serta dapat
mempertahankan pelanggan yang telah ada.
Laporan pengukuran kinerja mendapat perhatian dan memiliki kegunaan
bagi manajer.
Informasi finansial yang dihasilkan dapat dipahami manajer
Kinerja finansial yang baik ikut tercermin dalam harga saham.
Secara terbuka, dilakukan perubahan-perubahan atas tolak ukur yang
digunakan.
Tolak ukur kinerja yang digunakan diselaraskan dengan strategi
perusahaan.
2.3.6 Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memasuki standar perilaku yang
25
telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan (Wibowo, 2011:229).
Menurut Lynch dan Cross (1993:10) manfaat dari suatu sistem pengukuran
kinerja adalah sebagai berikut:
1.
Serve as the links in the chain of internals costumers
and supplier.
2.
3.
4.
Identify waste in it’s various quises-delays, defects,
mistakes and surpluses, and lead to reduction of waste.
Make fuzzy strategic objective concrete, this
accelerating the rate at which organization learn.
Build consensus forchanges by rewarding the right
behavior.
Menurut Mulyadi (2001:416) menyebutkan manfaat dari pengukuran kinerja,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan
efisien melalui pemotifasian karyawan secara maksimum.
Membantu
pengambilan
keputusan
yang
bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, transfer, dan
pemberhentian.
Mengidentifikasi
kebutuhan
pelatihan
dan
pengembangan karyawan untuk menyediakan kinerja, seleksi, dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai
bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
Menyediakan
suatu
dasar
bagi
distribusi
penghargaan.
Menurut Hongren and Datar (2001:890) pengukuran secara garis besar
berdasarkan kriteria dan informasi yang dihasilkan, dapat menjadi dua yaitu
pengukuran kinerja keuangan (financial performance measures) dan pengukuran
kinerja non keuangan (non financial performance). Kedua pengukuran tersebut
menjabarkan tentang kinerja dari semua produk dan aktivitas jasa yang dihasilkan
oleh sebuah perusahaan dalam satuan mata uang.
26
Syarat bagi ukuran kinerja yang baik, antara lain berkaitan dengan tujuan
organisasi, seimbang antara jangka panjang dan jangka pendek, mencerminkan
aktivitas kunci manajemen, memberi efek pada tindakan karyawan, mudah
dipahami oleh karyawan, dipergunakan sebagai dasar evaluasi kinerja dan
penentuan balas jasa, rasional, objektif, dan dapat diukur, serta dipergunakan
secara konsisten dan teratur (Wibowo, 2011:231).
2.3.7
Pengukuran Kinerja melalui Pendekatan Balance Scorecard
Konsep scorecard (ukuran kinerja) model lama mulai ditinggalkan, karena
dianggap hanya mengejar tujuan profit jangka pendek semata. Pimpinan Badan
Usaha yang hanya mengejar anggotanya untuk memacu pencarian laba yang
optimal biasanya menerapkan scorecard yang hanya berdimensi profitabilitas
(Gunawan, 2000).
Aspek-aspek eksternal organisasi kurang diperhatikan, seperti tingkat
kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, employee retention dan lain sebagainya,
sehingga organisasi yang hanya berorientasi pada profit tidak dijamin
kelanggengannya dalam persaingan global yang menunjukkan suatu persaingan
yang hypercompetitive. Oleh karena muncul pemikiran baru yang dipelopori oleh
Kaplan dan Norton (1996) untuk memperkenalkan konsep balance scorecard
sebagai suatu surement system yang mencoba untuk menyeimbangkan alat ukur
lama yang hanya berdimensi pada profitabilitas dengan dimensi-dimensi yang
baru seperti aspek kualitas yang memiliki elemen-elemen penyeimbangnya.
Dengan scorecard yang balanced ini diharapkan dapat mengintegrasikan energi,
27
kemampuan dan pengetahuan organisasi yang spesifik (specific knowledge &
assets specifity) dari organisasi agar dapat mencapai long-term strategic goals
(Nanang Sasongko, 2009).
Perusahaan menggunakan fokus pengukuran balance scorecard dengan
keunggulan sebagai berikut (Kaplan&Norton, 1996:9):
1.
2.
3.
4.
Balance scorecard tidak hanya memperhatikan kinerja untuk tujuan jangka
pendek tetapi juga memperhatikan kinerja untuk tujuan jangka panjang.
Balance scorecard mencakup ukuran-ukuran financial dan non financial
yang mencerminkan keterkaitan dalam suatu hubungan sebab akibat dan
bukan semata-mata kumpulan ukuran-ukuran yang kompleks.
Dengan tetap mempertahankan pendekatan pada tujuan financial, balance
scorecard juga penggerak untuk mencapai hasil financial sambil
memperhatikan kemajuan dalam membangun kapabilitas dan intangible
asset yang diperluaskan untuk pertumbuhan di masa mendatang.
Balance scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran kinerja, karena
balance scorecard dapat digunakan sebagai kerangka bagi proses
manajemen strategis. Artinya, balance scorecard dapat digunakan untuk
mengklarifikasi, mengkomunikasikan dan mengelola strategi perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas bahwa balance scorecard digunakan sebagai
alat ukur kinerja keuangan maupun non keuangan dan digunakan sebagai alat
klarifikasi, komunikasi serta mengelola strategi perusahaan. Dengan adanya alat
ukur balance scorecard, maka kinerja perusahaan tersebut akan mencapai tujuan
jangka pendek dan tujuan jangka panjangnya.
2.3.7.1 Definisi Balance Scorecard
Menurut Anthony and Govindarajan (2000:368), memberikan pengertian
balance scorecard sebagai berikut:
“Balance scorecard adalah suatu alat sistem untuk memfokuskan
perusahaan, meningkatkan komunikasi antar tingkatan manajemen, menentukan
tujuan organisasi dan memberikan umpan balik yang terus-menerus guna
keputusan yang strategis”.
28
Menurut Mulyadi (2001:1) pengertian balance scorecard adalah sebagai berikut:
“Balance scorecard adalah alat mengukur strategi secara komprehensif
dengan pola manajemen strategi”.
Hansen dan Mowen (2006:509) memberikan pengertian balance scorecard
sebagai berikut:
“Balance
scorecard
adalah
sistem
manajemen
strategi
yang
mendefinisikan sistem akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan strategi”.
Melalui balance scorecard memungkinkan para manajer perusahaan
mengukur bagaimana unit bisnis melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan di masa depan. Melalui balance
scorecard memungkinkan mengukur apa yang yang telah diinvestasikan dalam
pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur demi perbaikan kinerja
di masa depan.
2.3.7.2 Empat Perspektif Balance Scorecard
Gagasan untuk mengembangkan aspek keuangan dan non keuangan
melahirkan apa yang disebut dengan balance scorecard. Balance scorecard
mempunyai empat perspektif yang dijadikan alat ukur dalam menilai kinerja
perusahaan, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan
dan pembelajaran.
A.
Perspektif Keuangan
29
Perspektif keuangan dalam konsep balance scorecard tetap mendapatkan
perhatian, karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi
yang diambil. Tujuan keuangan digunakan sebagai fokus pada indikator dan
tujuan dalam semua scorecard pada perspektif lain.
Sasaran keuangan bisa sangat berbeda pada tiap-tiap tahapan serta
kehidupan bisnis. Dalam hal ini, Hoque (1997) mengidentifikasikan tiga ukuran
perspektif keuangan, yaitu:
1.
Laba Usaha
Pengukuran laba bukan saja penting untuk menentukan prestasi
perusahaan tetapi penting juga penting sebagai informasi bagi pembagian
laba dan penentuan kebijakan investasi. Oleh karena itu, laba menjadi
informasi yang dilihat oleh banyak seperti profesi akuntansi, pengusaha,
analis keuangan, pemegang saham, ekonom, fiskus, dan sebagainya
(Harahap, 2001: 259).
2.
Pertumbuhan Penjualan
Yaitu perusahaan mempunyai produk atau jasa dengan pertumbuhan
potensial yang penting. Tujuan strateginya adalah meningkatkan penjualan.
Sumber daya perusahaan difokuskan pada pengembangan produk sehingga
arus kas negatif dan ROI (Return On Invesment) rendah. Sasaran keuangan
dari bisnis yang berbeda pada tahap ini, seharusnya menekankan
pengukuran pada tingkat pertumbuhan revenue atau penjualan dalam pasar
yang telah ditargetkan (Kaplan dan Norton dalam Pasla, 1996:42).
3.
Pengembalian Investasi
30
Return On Investment (ROI) adalah pengukuran kemampuan perusahaan
secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah
keseluruhan aktiva yang tersedia diperusahaan (Lukman Syamsudin,
2004:63).
B.
Perspektif Pelanggan
Penilaian kinerja yang kedua dari balance scorecard adalah pelanggan.
Dalam era globalisasi, kinerja ini dianggap penting karena mengingat semakin
ketatnya persaingan mempertahankan para pelanggan lama dan merebut para
pelanggan baru. Sebelum tolak ukur kinerja pelanggan ditetapkan, Hansen dan
Mowen menyarankan agar perusahaan menetapkan terlebih dahulu menentukan
segmen para calon pelanggan yang berada dalam segmen tersebut, sehingga tolak
ukurnya dapat lebih terfokus.
Menurut Hoque (1997) cara mengukur perspektif pelanggan dilihat dari
beberapa aspek, sebagai berikut:
1.
Keluhan pelanggan
Keluhan dari pelanggan tidak hanya harus ditanggapi dengan efektif
namun perusahaan juga harus secara aktif mencari tahu keluhan pelanggan.
Karena menurut penelitian, dari 1 keluhan yang disampaikan ada 25
keluhan yang tidak disampaikan ( Allen F. Wysocki,2001).
2.
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah respon pemenuhan dari konsumen. Kepuasan
merupakan hasil penelitian dari
konsumen bahwa pelayanan telah
31
memberikann tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih
atau kurang (Husein Umar, 2005 : 14).
3.
Waktu merespon kepada pelanggan
Hubungan yang baik dimulai dengan kesesuaian antara kebutuhan
pelanggan dan kemampuan perusahaan. Perlu adanya komunikasi dengan
pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses dimulai
dari mengidentifikasi dan menargetkan pelanggan yang tepat. Perusahaan
perlu selektif tentang segmen yang ditargetkan jika perusahaan ingin
membangun hubungan yang baik dengan pelanggan. perusahaan
(Lovelock dan Wirtz, 2006:366).
4.
Waktu dari pemesanan sampai ke pengiriman
Membuat dan mencetak pesanan dan mengirimkannya ke pelanggan, agar
proses pembelian dapat berjalan dengan baik sesuai dengan jadwal dan
spesifikasi yang diinginkan. Melakukan input biaya- biaya yang timbul
untuk pengiriman barang yang dibebankan kepada penerima barang (Allen
F. Wysocki,2001).
5.
Pengembalian kembali karena kualitas yang buruk
Beberapa cara untuk meminimalisir terjadinya pengembalian barang salah
satunya dengan meningkatkan kualitas, menurut Hansen dan Mowen
(2003: 963) mendefinisikan kualitas yang baik secara spesifik ke dalam 8
(delapan) dimensi kualitas, yaitu :
a. Performance: merujuk pada konsistensi dan baiknya suatu produk.
b. Aesthetics: berupa daya tarik produk berdasarkan penampilannya.
32
c. Serviceability: kemampuan produk untuk memberikan jasa.
d. Features: karakteristik pelengkap yang membedakan suatu produk
dengan produk lain yang bisa memberikan kesan berbeda.
e. Reliability: keandalan suatu produk jika digunakan selama waktu
tertentu.
f. Durability: tingkat keawetan produk yang digambarkan dengan
umur ekonomis produk atau seberapa lama produk memberi
manfaat ekonomis.
g. Conformance: kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah
ditentukan.
h. Fitness for use: kesesuaian produk dengan fungsi-fungsinya seperti
yang diiklankan.
C.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menunjukkan bahwa, pihak manajemen
mengidentifikasikan proses-proses penting dalam mencapai tujuan perusahaan.
Fokus pada perspektif proses bisnis internal adalah mencapai kepuasan pelanggan
dan memperbesar tingkat pencapaian pada sasaran keuangan. Menurut Hoque
(1997) pendekatan balance scorecard membagi pengukuran dalam perspektif
proses bisnis internal menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Tingkat kerugian materi
Bahan (material) dari bermacam-macam jenis digunakan oleh organisasi
dalam usaha untuk menghasilkan keluaran. Karakteristik dari bahan-
33
bahan yang dipakai tersebut memenuhi persyaratan atau kebutuhan dengan
standar kualitas terbaik untuk mencegah adanya kerugian pada bahan
(David Bain, 1992:116).
2. Efisiensi tenaga kerja
Menurut N. Gregory Mankiw (2006 : 212 ), Efisiensi tenaga kerja
mencerminkan pengetahuan masyarakat tentang metode-metode produksi.
Ketika teknologi mengalami kemajuan, efisiensi tenaga kerja meningkat.
Sebagai contoh, efisiensi tenaga kerja meningkat ketika produksi liniperakitan mentransformasikan sistem manufaktur pada awal abad kedua
puluh, dan meningkat lagi ketika komputerisasi diperkenalkan diakhir
abad kedua puluh. Efisiensi tenaga kerja juga meningkat ada
pengemabangan dalam kesehatan , pendidikan, atau keahlian angkatan
kerja.
3.
Efisiensi bahan baku
Dalam
proses
produksi
suatu
perusahaan
manufaktur
biasanya
membutuhkan bahan baku untuk menghasilkan suatu produk. Untuk
melakukan efisiensi bahan baku sebaiknya perusahaan menentukan bahan
baku apa yang akan digunakan. Menurut Carter usry (2002 : 40) jenis
bahan baku ada dua macam, yaitu:
1.
Bahan baku langsung
Semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk
jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya
produk.
34
2.
Bahan baku tidak langsung
Bahan baku yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu produk
tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung karena
bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk atau karena
secara jumlah tidak signifikan.
D.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Berdasarkan teori Hoque (1997), merincikan bahwa dalam perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan ada tiga yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Adanya produk yang rusak/cacat yang dikirim
Produk cacat merupakan produk gagal yang secara teknis atau
ekonomis masih dapat diperbaiki menjadi produk yang sesuai dengan
standar mutu yang ditetapkan tetapi membutuhkan biaya tambahan.
Pengertian produk cacat menurut Bustami & Nurlela (2007;136) adalah
produk yang dihasilkan dalam proses produksi, dimana produk yang
dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan,
tetapi masih bisa diperbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu.
Sedangkan produk rusak menurut Kholmi & Yuningsih (2009), adalah
barang yang dihasilkan tidak dapat memenuhi standar yang telah
ditentukan dan tidak dapat diperbaiki secara ekonomis.
2. Jumlah produk baru
Produk baru pada dasarnya dibuat dengan inovasi-inovasi baru agar
konsumen tertarik untuk mencoba produk baru tersebut. Menurut Kotler
35
(2002) inovasi produk adalah gabungan dari berbagai macam proses
yang saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, inovasi
bukan hanya konsep mengenai ide-ide baru atau penemuan-penemuan
baru. Banyaknya produk baru yang dibuat dengan inovasi berbeda
merupakan pilihan bagi konsumen untuk menentukan mana yang sesuai
dengan kebutuhan.
3. Waktu untuk memasarkan produk baru
Target pemasaran dari suatu perusahaan untuk produk baru memerlukan
tiga tahap utama (Kotler, 2002:279), yaitu:
1. Mengidentifikasi dan membagi sekelompok pembeli berdasarkan
pilihan dan kebutuhan yang beragam (market segmentation)
2. memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki (market
segmentation)
3. menetapkan dan mengkomunikasikan kelebihan produk dari
perusahaan lain untuk setiap segmen (positioning).
4. Waktu pengiriman tepat waktu
Bertanggung
jawab
atas
kelancaran
pesanan,
pengiriman
dan
pengembalian pembelian barang (Sofjan Assauri, 2008:228).
2.3.7.3 Manfaat Balance Scorecard
Kaplan dan Norton (2000:17) mengemukakan beberapa manfaat dari
konsep pengukuran kinerja balance scorecard yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
Mengklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi.
Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan.
Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi
perusahaan.
Mengaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan
anggaran tahunan.
Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
36
f.
g.
2.4
Melaksanakan peninjauan ulang strategis secara periodik dan sistematis.
Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan
memperbaiki strategi.
Kerangka Pemikiran
Persaingan yang semakin ketat, dimana semakin banyak produsen yang
terlibat dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, menyebabkan
setiap perusahaan harus berorientasi pada kinerja perusahaan sebagai tujuan utama.
Untuk memenangkan persaingan, perusahaan harus mampu memberikan yang
terbaik kepada pelanggan, misalnya dengan memberikan produk yang mutunya
lebih baik, harganya lebih murah, penyerahan produk yang lebih cepat dan
pelayanan yang lebih baik daripada para pesaingnya (J. Supranto, 2001: 1).
Atas dasar hal tersebut, maka tidak dapat dipungkiri pengembangan dan
peningkatan kualitas suatu jasa merupakan prioritas dan tantangan yang harus
dihadapi dalam persaingan dunia usaha yang kompetitif. Salah satu usaha
organisasi yang diterapkan dalam peningkatan kualitas suatu jasa adalah
penerapan peran Total Quality Management (TQM) atau di Indonesia dikenal
dengan istilah Manajemen Mutu Terpadu.
Salah satu cara yang dilakukan untuk memaksimumkan daya saing dalam
suatu perusahaaan yaitu perlu menerapkan suatu teknik Total Quality Mangement
(TQM). Apabila perusahaan menggunakan Total Quality Mangement (TQM),
maka akan mengurangi biaya operasi dan meningkatkan penghasilan sehingga
laba semakin meningkat. Beberapa penelitian bidang akuntansi seperti Goetsch
dan Davis dalam Nasution (2001:29) menyatakan bahwa kinerja perusahaan yang
rendah, disebabkan oleh ketergantungannya terhadap sistem akuntansi manajemen
37
perusahaan tersebut yang gagal dalam menentukan sasaran-sasaran yang tepat.
Para manajer akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerja operasioanal
perusahaan, jika mereka menerima pengukuran kinerja yang tinggi dalam bentuk
informasi yang diperlukan, yang memberi umpan balik untuk perbaikan dan
pembelajaran (Fandy Tjiptono, 2003).
Pengaruh dari penerapan total quality management terhadap kinerja
perusahaan telah ditemukan banyak bukti nyata di lapangan bahwa yang
menerapkan atau melaksanakan total quality management secara konsisten dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Melalaui penerapan total quality management
perusahaan akan mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga
yang bersaing. Total quality management yang berfokus pada perbaikan kualitas
secara berkesinambungan akan mendorong perusahaan dalam memperbaiki posisi
persaingan dan meningkatkan produk yang bebas dari kerusakan (Sri Mulyani,
2009).
Secara teoritis total quality management dapat meningkatkan kinerja
perusahaan, mengurangi resiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan
keputusan yang menguntungkan sendiri. Umumnya Total Quality Management
dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya yang
akan berdampak terhadap kinerjanya. Dari beberapa penelitian dan penjelasan di
atas telah memberikan indikasi bahwa Total Quality Management berpengaruh
besar terhadap kinerja perusahaan (Hasan & Kerr, 2003).
Berikut ini merupakan ringkasan dari beberapa peneliti terdahulu tentang
pegaruh penerapan Total Quality Management terhadap kinerja perusahaan:
38
Tabel 2.4
Hubungan Total Quality Management (TQM) dengan Kinerja
No
1.
Judul Peneliti/Tahun
Faktor-Faktor Kritis Aplikasi
TQM pada Perguruan Tinggi
Di Indonesia, Vol. 8, No. 1,
September 2008, Hal. 53-64
Peneliti
Fefri Indra Arza
Hasil Penelitian
Dilihat dari besarnya persentase pengaruh penerapan
TQM terhadap kinerja organisasi dapat dilihat dari
koefisien determinasi yang bernilai 0,172. Dan juga
dapat dilihat nilai probabilitas (p-value) 0,00 yang lebih
kecil dari tingkat signifikasi (α)0,05, sehingga hipotesis
bahwa penerapan TQM berpengaruh positif terhadap
kinerja organisasi dapat diterima.
2.
Quality management
Practices and their impact on
performance, 2006
Lakhal et al.
Mereka melakukan penelitian tentang pengaruh Quality
Management Practice terhadap kinerja (kinerja
keuangan, kualitas produk, dan kinerja operasional).
Data dikumpulkan dengan menggunakan survei
terhadap 133 perusahaan sektor apparel di Tunisia (Sri
Lanka). Hasil penelitian Lakhal (2006) menunjukkan
bahwa manajemen Kualitas dengan pendekatan TQM
memiliki hubungan positif langsung dan tak langsung
dengan kinerja melalui variabel sarana praktek
(infrastructure Practice) dan praktek
3.
Pengaruh Penerapan
Manajemen Mutu Terpadu
Terhadap Kinerja Operasi
Perusahaan, 2009
Daniel Julimar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penerapan menejemen mutu terpadu terhadap kinerja
operasi perusahaan. Hasil analisis korelasi Rank
Spearman menghasilkan hubungan yang positif, dimana
berdasarkan kriteria, antara variabel independen dan
variabel dependen, keduanya termasuk dalam hubungan
yang cukup signifikan. Kesimpulan yang dapat ditarik
bahwa
penerapan
menejemen
mutu
terpadu
berpengaruh terhadap kinerja operasi perusahaan.
4.
Management Practices and
Performance reporting in the
sri Lanka Apprrel Sector,
Journal Vol. 22 No. 3, pp. 303318, 2007
Kapuge dan
Smith
Penelitian ini mengkaji tentang
implementasi TQM pada perusahaan apparel di Sri
Lanka. Penelitian ini menyatakan bahwa terjadi
perbedaan pelaporan kinerja yang signifikan antara
perusahaan yang menerapkan TQM dengan perusahaan
yang tidak menerapkan TQM pada perusahaan sektor
Apparel di Sri Lanka. Hasil penelitian mereka juga
menunjukkan bahwa dengan menerapkan praktek
manajemen
dengan
pendekatan
TQM
akan
mempengaruhi kinerja perusahaan secara signifikan.
5.
The Link Between Total Quality
Management Practice and
Organizational Percormance,
International Journal of
Quality & Reliability
Management, Vol. 16 No. 3,
1999
Terziovski dan
Samson
Total Quality Management berhubungan signifikan
positive dengan dimensi kinerja organisasi (growth in
sales)
6.
The Relationship
Between Total Quality
Management Practices And
Organisational Performance In
ServiceOrganisations, 2003
Hasan dan
Kerr
Penelitian tersebut menguji hubungan antara TQM
dengan kinerja organisasi pada perusahaan jasa di
Australia. Dengan menggunakan analisis model
multiple regression, ditemukan bahwa dimensi dari
“role of top management” dan “customer satisfaction”
merupakan faktor paling penting yang berpengaruh
pada kinerja organsasi.
39
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
“Terdapat pengaruh yang signifikan penerapan Total Quality Management (TQM)
terhadap kinerja perusahaan”.
Download