PENGARUH PROPORSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU

advertisement
PENGARUH PROPORSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU
BAKSO IKAN LELE YANG DIBERI ASAP CAIR
SECARA SENSORI
(Skripsi)
OLEH :
WAHYU AGUSTINA
11110029
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada Jurusan Agroteknologi
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN (STIPER)
DHARMA WACANA METRO
2015
ABSTRAK
PENGARUH PROPORSI TEPUNG TAPIOKA TERHADAP MUTU
BAKSO IKAN LELE YANG DIBERI ASAP CAIR SECARA SENSORI
Oleh
WAHYU AGUSTINA
Ikan lele selain harganya yang relatif murah dan mudah didapat, lele juga
mempunyai struktur tulang atau duri yang sangat cocok untuk dijadikan makanan
olahan seperti bakso ikan lele. Ikan lele merupakan sumber protein yang baik,
mengandung lemak baik dan rendah kolesterol sehingga aman untuk dikonsumsi.
Bakso adalah produk olahan yang tidak tahan lama dalam penyimpanan. Ada
sebagian bakso yang beredar dipasaran menggunakan pengawet formalin agar
produk tahan lama, sementara penggunaan formalin dilarang oleh pemerintah
karena dapat menyebabkan penyakit kanker. Asap cair dapat berfungsi sebagai
pengawet yang merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran
dari
bahan-bahan
yang
banyak
mengandung
lignin,
selulosa,
hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Asap cair juga mengandung senyawa
fenol yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan, bersama dengan kandungan
formaldehid dan asam-asam organik lainnya secara sinergis akan mencegah dan
mengontrol pertumbuhan mikroba. Bakso yang diberi asap cair diharapkan dapat
memperpanjang masa simpan, sehingga produk lebih awet.
3
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui : (1) Proporsi tepung tapioka dan ikan lele
terbaik terhadap mutu bakso ikan lele, (2) Konsentrasi asap cair terbaik terhadap
mutu bakso ikan lele.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 di Laboratorium STIPER
Dharma Wacana Metro. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) sederhana terdiri dari sembilan perlakuan
[Pick
yang
the date]
diulang tiga
kali. Perlakuan terdiri dari proporsi tepung tapioka dan daging ikan lele (p)
dengan penambahan asap cair (c) yang terdiri dari : A= 10% tepung tapioka : 90%
ikan lele + 0% asap cair, B= 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair,
C= 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair, D= 20% tepung tapioka :
80% ikan lele + 0% asap cair, E= 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap
cair, F= 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair, G= 30% tepung
tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair, H= 30% tepung tapioka
: 70% Agustina
ikan lele +
Wahyu
1% asap cair, I= 3% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair. Data yang
diperoleh diuji dengan Analisis Ragam yang sebelumnya dilakukan Uji
Homogenitas Ragam dengan Uji Barlett dan Ketidakaditifan dengan Uji Tuckey
yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk
mengetahui perbedaan pengaruh pada tiap perlakukan. Tetapi untuk data
kabohidrat, kadar protein, dan kadar air tidak dilakukan analisis data, karena
hanya diambil satu sampel untuk masing-masing perlakuan. Sampel bakso yang
akan dilakukan analisis laboraturium diambil setelah bakso direbus sesuai dengan
perlakuan asap cair.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka 30% dan ikan lele
70% menghasilkan bakso ikan lele yamg lebih baik, berdasarkan peubah warna,
aroma, tekstur, dan rasa. Ada kecendrungan kosentrasi asap cair yang baik
terhadap mutu bakso ikan lele adalah kosentrasi asap cair 2% ditunjukkan oleh
peubah warna, aroma, tekstur, dan rasa.
4
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Skripsi
:
Pengaruh Proporsi Tepung Tapioka terhadap Mutu
Bakso Ikan Lele yang Diberi Asap Cair Secara
Sensori
Nama Mahasiswa
:
Wahyu Agustina
No. Pokok Mahasiswa :
11110029
Jurusan
:
Agroteknologi
Agroteknologi
Program Studi
:
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Rakhmiati, M.T.A.
NIP. 19630408 198903 2 001
Ir. Yatmin, M.T.A.
NIP. 19630216 199003 1 003
2. Ketua Jurusan
Ir. Syafiuddin, M.P.
NIP. 19630309 198903 1 003
5
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
......…………….
Ketua
: Ir. Rakhmiati, M.T.A.
Penguji Utama
: Dr. Ir. Etik Puji Handayani, M.Si. ......…………….
Anggota
: Ir. Yatmin, M.T.A.
....………………
2. Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro
Ir. Rakhmiati, M.T.A.
NIP. 19630408 198903 2 001
Tanggal lulus ujian : 12 Desember 2015
RIWAYAT HIDUP
6
Penulis dilahirkan di Hargomulyo pada tanggal 14 Agustus 1992, putri pertama
dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mario dan Ibu Suharni. Penulis memulai
pendidikannya di Taman Kanak-kanak (TK) LKMD Girikarto pada tahun 1997.
Setelah tamat di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Girikarto pada tahun 2005, penulis
melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Sekampung
sampai tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Menengah Atas (SMA) Utama Wacana Metro Jurusan (IPS) sampai tahun 2011
dan pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswi Jurusan Agroteknologi
di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Dharma Wacana Metro hingga
sekarang.
7
MOTTO
Sukses tidak diukur dengan menggunakan kekayaan, sukses adalah
sebuah pencapaian yang kita ingin kan.
Kecerdasan bukanlah tolak ukur kesuksesan, tetapi dengan menjadi
cerdas kita bisa menggapai kesuksesan.
8
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya kecilku ini
kepada orang-orang yang aku sayangi:
Bapak & Ibu tercinta, adik & tunangan
ku abang Ahmad Zaini yang tak pernah
henti mendo’akan & memberi
semangat tanpa lelah.
9
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Tepung Tapioka terhadap Mutu Bakso Ikan Lele
yang Diberi Asap Cair Secara Sensori”. Dengan ketulusan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ir. Rakhmiati, M.T.A., sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
(STIPER) Dharma Wacana Metro, sekaligus pembimbing I (satu) yang telah
memberikan bimbingan dan meluangkan waktu sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Yatmin, M.T.A., selaku pembimbing II (dua) atas bimbingan dan
sarannya selama menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Etik Puji Handayani, M.Si., selaku penelaah atas kesediaannya
menguji dan memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Ir. Syafiuddin, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi yang telah
memberikan pengarahan hingga terselesainya skripsi ini.
5. Keluarga tercinta, Ibu, Bapak, dan adik atas kasih sayang dan dukungannya
yang begitu besar.
6. Abang Zaini atas ketulusan do’a dan perjuangannya yang begitu besar.
7. Teman-teman seperjuangan di kampus Dharma Wacana Metro (Okta, Dewi,
Adit DP, Ratih, dan semuanya) terima kasih atas bantuan dan motivasinya.
10
Semoga Allah memberikan limpahan rahmat dan kebaikan kepada kalian semua.
Amiin.
Metro, 09 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
11
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
MOTTO ......................................................................................................
PERSEMBAHAN ......................................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
i
ii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xiii
xv
xx
I.
PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang dan Masalah..........................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ..........................................................................
3
1.3 Dasar Pengajuan Hipotesis.............................................................
3
1.4 Hipotesis ........................................................................................
5
II. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
6
2.1 Bakso Ikan Lele ............................................................ ................
6
2.2 Tepung Tapioka .............................................................................
8
2.3 Bahan-bahan Pembantu ................................................................. 12
2.3.1 Putih Telur ......................................................................... 12
2.3.2 Bumbu-bumbu .................................................................. 13
2.4 Asap Cair ....................................................................................... 14
2.4.1 Komposisi Asap Cair ........................................................ 15
III. BAHAN DAN METODE ................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 18
3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 18
3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 20
12
3.5 Peubah yang Diamati ....................................................................
3.5.1 Analisis Kadar Karbohidrat ..............................................
3.5.2 Analisis Kadar Protein ......................................................
3.5.3 Analisis Kadar Air ............................................................
3.5.4 Uji Organoleptik ...............................................................
23
23
24
26
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 28
4.1
Hasil Penelitian ........................................................................... 28
4.1.1 Sebelum Penyimpanan ..............................................................
a. Aroma .................................................................................
b. Rasa ....................................................................................
c. Warna .................................................................................
d. Tekstur ................................................................................
28
28
29
30
31
4.1.2 Perubahan Selama Penyimpanan pada Suhu Ruang .................
a. Aroma .................................................................................
b. Rasa ....................................................................................
c. Warna .................................................................................
d. Tekstur ................................................................................
32
32
33
35
37
4.1.3 Perubahan Selama Penyimpanan pada Suhu Dingin .................
a. Aroma .................................................................................
b. Rasa ....................................................................................
c. Warna .................................................................................
d. Tekstur ................................................................................
38
38
40
42
43
4.2 Pembahasan .................................................................................... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 52
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 52
5.2 Saran .............................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53
LAMPIRAN ............................................................................................... 57
13
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Susuna dankomposisi kimia ian lele per 100 gram .............................
8
2. Komposisikimiatepungtapioka dalam 100 gram .................................
10
3. Skalaujihedonik....................................................................................
27
4. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung
tapiokadanpenambahan asap cair sebelum penyimpanan ....................
28
5. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka
dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan ....................
29
6. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung
tapiokadan penambahan asap cair sebelum penyimpanan ....................
30
7. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung
tapiokadan penambahan asap cair sebelum penyimpanan ....................
31
8. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam
padasuhu ruang ...................................................................................... 32
9. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka
dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada suhu
ruang ......................................................................................
34
10. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam
padasuhu ruang ......................................................................................
11. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung
36
14
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam
padasuhu ruang ......................................................................................
37
12. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di
refrigerator..............................................................................................
39
13. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso dengan proporsi tepung tapioka
dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di
refrigerator..............................................................................................
41
14. Kesukaan panelis terhadap warna bakso dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di
refrigerator..............................................................................................
42
15. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6 hari di
refrigerator..............................................................................................
DAFTAR GAMBAR
44
15
Tabel
Halaman
1. Diagramalirpembuatanbakso ikan lele ................................................
2. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah
penyimpananselama20jam pada suhu ruang ......................................
22
33
3. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah
penyimpananselama20jam pada suhu ruang ......................................
35
4. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah
penyimpananselama20jam pada suhu ruang ......................................
36
5. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah
penyimpananselama20jam pada suhu ruang ......................................
38
6. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah
penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................
40
7. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah
penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................
41
8. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah
penyimpananselama6hari di refrigerator .............................................
43
9. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah
penyimpananselama6hari di refrigerator ............................................
44
16
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Masalah
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan jenis makanan dan hasil laut
yang sangat potensial untuk memenuhi gizi. Salah satu sumber protein hewani
yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan lele. Selain harganya relatif
terjangkau dan mudah didapat, lele juga mempunyai struktur tulang atau duri yang
sangat cocok untuk dijadikan makanan olahan seperti bakso (Anonim, 2009).
Bakso merupakan produk lumatan daging yang umumnya berbentuk menyerupai
bola. Bakso dapat dibuat dari berbagai jenis daging seperti sapi, ikan, ayam dan
sebagai bahan tambahannya adalah tepung tapioka dan bumbu (garam, merica,
dan bawang putih). Ikan yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
bakso memiliki nilai gizi yang tinggi, tidak terlalu amis, dan masih segar. Salah
satu jenis ikan air tawar yang dapat digunakan dalam pembuatan bakso ikan
antara lain adalah ikan lele (Suprapti, 2007).
17
Ikan lele selain harganya yang relatif murah dan mudah didapat, lele juga
mempunyai struktur tulang atau duri yang sangat cocok untuk dijadikan makanan
olahan seperti bakso ikan lele. Ikan lele merupakan sumber protein yang
baik,mengandung lemak
baik
dan rendah kolesterol sehingga aman untuk
dikonsumsi. Ikan lele juga mengandung vitamin D dan zat besi untuk mendukung
pertumbuhan.
Mutu bakso sangat tergantung dengan perbandingan tepung tapioka dan daging
(sapi,
ayam,
ikan)
yang
digunakan.
Tepung
tapioka
bermanfaat sebagai
pembentuk tekstur, pengikat air, memperbaiki kekenyalan dan elastisitas produk
hal ini disebabkan kandungan gluten dari setiap jenis tepung yang berbeda-beda,
dimana semakin tinggi kadar gluten tepung yang digunakan maka semakin baik
tekstur bakso yang dihasilkan.
Bakso adalah produk olahan yang tidak tahan lama dalam penyimpanan. Ada
sebagian bakso yang beredar dipasaran menggunakan pengawet formalin agar
produk tahan lama,sementara penggunaan formalin dilarang oleh pemerintah
karena dapat menyebabkan penyakit kanker. Oleh sebab itu harus dicari alternatif
pencegah formalin salah satunya adalah asap cair.
Asap
cair merupakan hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran
dari
bahan-bahan
yang
banyak
mengandung
lignin,
selulosa,
hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Asap cair juga mengandung senyawa
fenol yang tinggi yang berperan sebagai antioksidan, bersama dengan kandungan
formaldehid dan asam-asam organik lainnya secara sinergis akan mencegah dan
18
mengontrol pertumbuhan mikroba. Bakso yang diberi asap cair diharapkan dapat
memperpanjang masa simpan , sehingga produk lebih awet.
1.2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi perlakuan
terbaik antara proporsi tepung tapioka dan ikan lele yang menghasilkan mutu
bakso ikan lele terbaik yang diawetkan dengan asap cair.
1.3
Dasar Pengajuan Hipotesis
Bakso adalah makanan yang disukai masyarakat Indinesia, tetapi seiring dengan
harga daging sapi yang semakin melambung, ikan menjadi opsi lain sebagai
subtitutor daging sapi. Rasa bakso ikan tidak kalah enaknya jika dibandingkan
dengan bakso daging sapi. Ikan lele mengandung gizi yang tinggi dengan tekstur
daging yang sesuai untuk pengolahan bakso serta berdaging tebal dan mempunyai
daya elasistisitas. Sebagai
persyaratan bahan baku ikan yang di gunakan untuk
pengolahan bakso, semakin segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu
bakso yang dihasilkan.
Bakso yang bermutu adalah bakso yang mempunyai komposisi yang tepat antara
tepung tapioka dan ikan lele. Suprapti (2003) mengungkapkan tepung tapioka
dapat berfungsi sebagai bahan perekat dan bahan pengisi adonan bakso. Dosis
yang digunakan untuk pembuatan bakso adalah 100-400 g tepung tapioka untuk
setiap 1 kg daging sapi/ikan giling. Dikatakan pula bahwa untuk menghasilkan
bakso yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang dipergunakan sebaiknya
15% dari berat daging. Menurut Wibowo (2009) ukuran tepung tapioka yang
19
sesuai untuk ditambahkan pada pengolahan bakso lele adalah sebanyak 10 % dari
berat daging.
Hasil penelitian Zulkarnain (2013) bahwa penggunaan tepung tapioka 25%
mencapai hasil bakso yang lebih baik terhadap bentuk seragam, bulat, warna,
aroma, tekstur kenyal, rasa gurih dan rasa dominan daging ikan lele. Dengan
demikian penggunaan tepung tapioka 25% memberikan pengaruh secara nyata
terhadap semua indikator dan menghasilkan bakso yang baik.
Bakso ikan merupakan produk yang mudah rusak karena kandungan gizi yang
tinggi. Bakso yang beredar di pasaran banyak yang menggunakan pengawet yang
di larang oleh pemerintah karena berbahaya bagi kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya. Bakso yang tidak diberi pengawet hanya tahan 12 jam.
Pemberian asap cair dapat memperpanjang masa simpan bakso sampai dengan 6
hari (Himawati, 2010).
Distilat
asap
tempurung
kelapa
memiliki kemampuan mengawetkan bahan
makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap cair tempurung
mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat
perkembangan bakteri yang cukup aman sebagai pengawet alami, antara lain
asam, fenolat dan karbonil (Sugiyono dan Dadang dalam Akhirudin, 2006).
Hasil penelitian Gumanti (2006) melaporkan bahwa mie basah yang dicampur
dengan asap cair tempurung kelapa konsentrasi 0,09% dalam adonannya dapat
awet hingga 2 hari pada suhu kamar. Mahendradatta dan Tawali (2006) juga
melaporkan bahwa ikan kembung yang direndam dalam redistilat asap cair
20
tempurung kelapa sebesar 1,55 mg per 100 g selama 30 detik dan dikombinasikan
dengan penambahan bumbu-bumbu, dapat meminimalkan kandungan histamin
selama 20 hari penyimpanan pada suhu dingin (5ºC).
1.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah kombinasi terbaik antara
proporsi tepung tapioka dan ikan lele yang menghasilkan mutu bakso ikan lele
terbaik yang diawetkan dengan asap cair.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakso Ikan Lele
Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari daging atau ikan yang
dihaluskan, dicampur dengan tepung, dibentuk bulat-bulat sebesar kelereng atau
lebih besar dan dimasak dalam air panas hingga bakso tersebut mengapung.
Masyarakat lebih mengenal bakso sebagai makanan sepinggan yang dihidangkan
dengan pelengkap lain seperti mie, sayuran, pangsit, dan kuah. Makanan ini
sangat populer dan digemari oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya
penjual mie bakso, mulai dari restoran sampai ke warung-warung kecil dan
gerobak dorong. Harga satu porsi mie bakso sangat bervariasi tergantung dari
kualitas baksonya. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan-bahan
mentahnya, terutama jenis dan mutu ikan, jumlah tepung yang digunakan, atau
perbandingannya dalam adonan dan faktor-faktor lain, seperti pemakaian bahanbahan tambahan dan cara pemasakannya.
Bakso ikan merupakan bakso yang mulai digemari oleh masyarakat, karena bahan
baku pembuatannya yaitu daging ikan selain halal juga telah umum dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Bakso ikan terkenal dengan aromanya yang khas.
Bakso
ikan
paling enak
dinikmati.
Jenis ikan yang bagus adalah ikan
22
yang memiliki duri menyebar dan mudah dikeluarkan durinnya, serta yang
memiliki serat yang banyak. Contoh ikan yang bagus untuk diolah menjadi bakso
adalah ikan tenggiri, ikan kakap, ikan lele. Pabrik bakso ikan lebih banyak
menggunakan ikan kuniran dikarenakan harganya yang murah. Akan tetapi dalam
penelitian ini saya menggunakan ikan lele sebagai bahan bakunya. Jenis daging
yang digunakan biasanya berupa fillet ikan segar dan fillet ikan beku.
Daging ikan lele mengandung minyak tak jenuh yang sangat tinggi sehingga
mendukung metabolisme dalam tubuh. Ikan lele dapat merangsang perkembangan
otak anak, karena kandungan gizi daging ikan lele sangat tinggi serta mengandung
banyak vitamin A.
Lemak dalam daging ikan lele mengandung Poli Asam Lemak Tidak Jenuh
(PUFA) yang terdiri dari Omega-3 dan Omega-6. Lemak tidak jenuh tidak
disintesa tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan. Lemak ikan lele juga
dapat menurunkan LDL (Low Density Lipid) kolesterol dalam plasma darah.
Kandungan lemaknya jauh lebih rendah dari daging ayam dan sapi.
Persyaratan bahan baku (ikan) yang terpenting adalah kesegarannya. Semakin
segar ikan yang digunakan, semakin baik pula mutu bakso yang dihasilkan.
Berbagai jenis ikan yang digunakan untuk membuat bakso.
23
Tabel 1. Susunan dan komposisi kimia ikan lele per 100 gram
Susunan
Komposisi
Kalori
712 (kalori)
Protein
15-19 ( gram)
Lemak
4-10 (gram)
Karbohidrat
0-1,7 (gram)
Air
67-80 (gram)
Abu
9 (mg)
Kalsium
11 (mg)
Fosfor
168 (mg)
Besi
1,1 (mg)
Kalsium
-
Sumber
: Lovell dan Ammerman, 1997
Keterangan : tanda (-) tidak dilakukan analisis
2.2 Tepung Tapioka
Bahan pengisi merupakan bahan bukan daging yang biasa ditambahkan dalam
pembuatan bakso.
Fungsi bahan pengisi adalah memperbaiki sifat emulsi,
mereduksi penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat fisik dan cita rasa,
serta menurunkan biaya produksi, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan
flavorw, meningkatkan karakteristik fisik dan kimiawi serta sensori produk
(Tazwir, 1992; Soeparno, 1998). Menurut Badan Standarisasi Nasional (1995),
penggunaan bahan pengisi dalam adonan bakso maksimum 50% dari berat
daging.
24
Tepung tapioka memiliki kandungan pati 88,01% lebih tinggi dari tepung
maeizena 54,19%
sedangkan tepung beras memiliki kandungan pati 25% dan
tepung ketan dengan kandungan 17-23% (Jayana dkk., 2011). Pati memegang
peranan penting dalam menentukan tekstur makanan, di mana campuran granula
pati dan air bila dipanaskan akan membentuk gel. Pati yang berubah menjadi gel
bersifat irreversible di mana molekul-molekul pati saling melekat membentuk
suatu gumpalan sehingga viskositasnya semakin meningkat (Handershot, 1970
dalam Maharaja, 2008).
Bahan pengisi dapat meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai
kemampuan menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung
berpati dapat mengabsorpsi air dua sampai tiga kali lipat dari berat semula.
Karena sifat tersebut, adonan bakso menjadi lebih besar. Bahan pengisi yang biasa
digunakan adalah tapioka (Ockerman, 1983; Pandisurya, 1983).
Tepung tapioka merupakan salah satu bahan penunjang dalam pembuatan bakso.
Tepung tapioka diperoleh dari hasil ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
utilissima) yang umumnya terdiri dari tahap pengupasan, pencucian, pemarutan,
pemerasan,
penyaringan,
pengendapan,
pengeringan
dan
penggilingan
(Pandisurya, 1983).
Tapioka adalah pati yang berasal dari ekstraksi umbi ketela pohon (Manihot
utilissima Pohl.) yang telah mengalami pencucian dan pengeringan. Tapioka
mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin (Makfoeld, 1982). Suprapti
(2007) juga menyatakan bahwa tapioka dibuat secara langsung dari singkong yang
25
masih segar. Tepung ini biasanya berwarna putih agak kekuning-kuningan dan
mempunyai tekstur yang licin dan dengan suhu gelatinisasi 52-64ºC.
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada
berbagai macam produk seperti kerupuk, biskuit atau kue kering, jajanan atau kue
tradisional,
dekstrin,
alkohol,
dan lem.
Selain itu,
tepung tapioka dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan pemadat dan pengisi,
bahan pengikat pada industri makanan olahan, dan juga sebagai bahan penguat
benang (warp seizing) pada industri tekstil (Suprapti, 2007).
Tabel 2. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 gram
Komposisi
Jumlah
Kalori (kal)
362.0
Protein (g)
0.5
Lemak (g)
0.3
Karbohidrat (g)
86.9
Air (g)
12.0
Fosfor (mg)
0.0
Kalsium (mg)
0.0
Besi (mg)
0.0
Bdd (%)
100.0
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996
Tepung tapioka yang terbuat dari pati singkong nyaris tidak mengandung protein
dan gluten. Tepung tapioka sering digunakan untuk pengental pada tumisan
26
karena efeknya bening dan kental saat dipanaskan. Tidak cocok untuk gorengan
karena menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama. Selain
sebagai pengental, juga dipakai untuk mengenyalkan bakso, pengganti sagu pada
empek-empek dan juga sebagai bahan baku kerupuk. Ada juga yang membuat
cendol berbahan baku tepung tapioka. Pada skala industri, tepung tapioka
termodifikasi dipakai untuk mengentalkan atau sebagai penstabil pada aneka saos
(Lia, 2006).
Tapioka mempunyai gugus hidrofil, mengikat air, air terikat kuat sehingga pada
saat pemanasan hanya sedikit yang teruapkan. Molekul air membentuk hidrat
dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N, seperti
karbohidrat, protein, atau garam. Molekul air tersebut merupakan air terikat kuat.
Bila tapioka dimasukkan dalam air dingin, maka akan terjadi pembengkakan
granula tapioka dan volumenya membesar setelah dipanaskan. Maka air yang
berada di sekitar granula akan masuk ke dalam granula. Air yang terikat pada
struktur gel tapioka akan lebih mudah menguap karena hanya merupakan air
bebas yang terserap sebagai air imbibisi pada saat perebusan (Winarno, 1997).
Pati dapat memberikan tekstur,
(kemampuan
untuk
merasa,
kekentalan, dan meningkatkan palatabilitas
mencicipi,
mengecap
makanan)
dari berbagai
makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat dan sebagai
bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan kristal glukosa (Buckle dkk.,
2009). Pati pengisi akan menjadi gula pereduksi yang apabila kontak dengan
protein akan mempercepat pencoklatan (Muchtadi, 1989). Reaksi pencoklatan non
enzimatis terjadi antara protein yang mengandung asam-asam amino dengan gula
27
pereduksi akan
menghasilkan
senyawa
melanoidin yang berwarna cokelat
(Winarno, 1992).
Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan
karbohidrat utama yang dikonsumsi manusia di seluruh dunia. Amilopektin pada
umumnya terdapat dalam jumlah lebih besar. Sebagian besar pati mengandung
antara 15-35% amilosa. Dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan amilopektin
tersusun dalam bentuk semi kristal yang menyebabkan tidak larut dalam air dan
memperlambat proses pencernaannya oleh amilase pankreas.
Bila dipanaskan dengan air, struktur kristal rusak dan rantai polisakarida akan
mengambil posisi acak.
Hal ini yang menyebabkannya mengembang dan
memadat (gelatinisasi). Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektin
yang terutama sebagai penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses
pemasakan pati disamping menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan
dan memecah sel, sehingga mempermudah proses pencernaannya. Dalam proses
pencernaan semua bentuk pati dihidrolisa menjadi glukosa (Almatsier, 2004).
Naruki dan Kanoni (1992) juga menyatakan bahwa amilopektin dapat membentuk
gel yang liat apabila dipanaskan dan dapat membentuk produk yang lekat.
2.3 Bahan-Bahan Pembantu
2.3.1 Putih Telur
Penggunaan bahan pengikat pada beberapa produk bertujuan untuk mengurangi
penyusutan
pada
waktu
pengolahan,
mempertahankan
gizi,
merangsang
28
pembentukan cita rasa, meningkatkan daya mengikat air, memperbaiki sifat irisan,
dan mengurangi biaya produksi (Aini, 2009).
Menurut Iswanto (1989), penggunaan bahan pengikat seperti tepung tempe,
tepung kedelai, dan putih telur dalam pembuatan bakso memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kekerasan dan elastisitas objektif serta sifat organoleptik
seperti rasa, kekenyalan, kekerasan, dan aroma. Kekerasan dan elastisitas objektif
bakso serta kesukaan panelis cenderung menurun dengan bertambahnya jumlah
bahan pengikat, karenanya penggunaan bahan pengikat umumnya dibatasi. Putih
telur merupakan bahan pengikat yang umum digunakan dalam pembuatan bakso.
2.3.2 Bumbu-Bumbu
Bumbu adalah suatu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan bakso untuk
memperbaiki cita rasa produk. Selain memberikan rasa dan aroma pada masakan,
bumbu
mempunyai pengaruh
sebagai bahan pengawet terhadap
makanan.
Penggunaan bumbu yang tepat dan benar pada suatu masakan akan menghasilkan
makanan yang baik dan enak (Tarwotjo dkk., 1998).
Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006),
garam dapur berfungsi untuk
memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai pengawet. Tekstur, warna,
dan
rasa
dapat diperbaiki dengan menggunakan garam sebanyak
2-3%.
Konsentrasi garam dapur yang digunakan biasanya 2,5% dari berat daging dan
konsentrasi bumbu penyedap sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2009).
29
Bawang putih (Allium sativum) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk
meningkatkan cita rasa produk, meningkatkan selera makan serta meningkatkan
daya awet bahan makanan. Kandungan bawang putih antara lain 60,9-67,8% air;
3,5-7% protein; 0,3% lemak; 24,0-27,4% karbohidrat, dan 0,7% serat, juga
mengandung mineral dan beberapa vitamin dalam jumlah tidak besar (Palungkun
dan Budiarti, 1999; Wibowo, 1999).
Merica atau lada (Paper nigrum) termasuk divisi Spermatophyta yang sering
ditambahkan
dalam
bahan
pangan
sebagai
penyedap
masakan
dan
memperpanjang daya awet makanan. Cita rasa pedas dan aroma yang khas dapat
terbentuk dengan penambahan lada. Senyawa kimia yang terdapat dalam lada
adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum, dan minyak lada
(Hasiltjandra, 2013; Rismunandar, 1993).
2.4 Asap cair
Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang
dibuat dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis. Asap cair hasil
pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis (Darmaji dkk., 1998).
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya
senyawa asam, fenolat dan karbonil. Seperti yang dilaporkan Darmadji (1996)
yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair
dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam
10,2%. Asap memiliki kemampuan untuk pengawetan bahan makanan telah
dilakukan di Sidoarjo untuk bandeng asap karena adanya senyawa fenolat, asam
dan karbonil (Tranggono dkk., 1997).
30
Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada
bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak.
Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam
kondisi yang normal. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau
berupa bahan olahan (Imam, 2008).
Menurut Boedihardjo (1987) dalam Imam (2008), tujuan para pembuat makanan
mengawetkan produknya, antara lain karena daya tahan kebanyakan makanan
memang sangat terbatas dan mudah rusak (perishable), dengan pengawetan
makanan
dapat
disimpan
lebih
lama
sehingga
menguntungkan
pedagang,
beberapa zat pengawet seperti garam, keragenan, buah picung, kitosan, asap cair,
dll berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen
ingin membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk
menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi
makanan sekaligus menjaga nilai gizi makanan.
Asap cair merupakan suatu hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil
pembakaran tidak langsung maupun langsung dari bahan bahan yang banyak
mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain, bahan baku yang banyak
digunakan adalah kayu, bongkol kelapa sawit, ampas hasil penggergajian kayu
(Amritama, 2007).
2.4.1 Komposisi Asap Cair
31
Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya
pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari
400
senyawa
kimia
dalam asap
telah berhasil diidentifikasi.
Komponen-
komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis
kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim
dan
tanah.
Komponen-komponen
tersebut
meliputi
asam
yang
dapat
mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang
bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang
merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan
(Astuti,
2000).
Selain
itu
Fatimah
(1998)
menyatakan golongan-golongan
senyawa penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol (0,2-2,9%), asam (2,89,5%), karbonil (2,6-4,0%) dan tar (1-7%). Kandungan senyawa-senyawa
penyusun asap cair sangat menentukan sifat organoleptik asap cair serta
menentukan kualitas produk pengasapan. Komposisi dan sifat organoleptik asap
cair sangat tergantung pada sifat kayu, temperatur pirolisis, jumlah oksigen,
kelembaban kayu, ukuran partikel kayu serta alat pembuatan asap cair (Girard,
1992).
Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling
menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk. (1998) menyatakan
bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai
pada temperatur pirolisis 600ºC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang
dihasilkan pada temperatur 400ºC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang
terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis
yang lebih tinggi.
32
Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi:
1. Senyawa-senyawa fenol
Senyawa
fenol
diduga
berperan
sebagai
antioksidan
sehingga
dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam
asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992),
kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Beberapa
jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan
siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya
hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus
hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugusgugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).
2. Senyawa-senyawa karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma
karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara
lain adalah vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa-senyawa asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk
citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat,
propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis
33
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses
pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan
senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard,
1992). Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA
selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis,
waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara
dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya
partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses
tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
5. Senyawa benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310ºC dan dapat menyebabkan kanker kulit
jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi
memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003)
34
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus di Laboratorium STIPER Dharma
Wacana Metro, Jl. Kenanga No. 3 Mulyojati 16C Metro Barat Kota Metro,
Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: kompor gas, penggiling
daging, timbangan, baskom, panci, alat tumbuk bumbu, telenan, sendok, pisau,
spatula, serok, kain saring, pipet ukur, alat tulis, dan perlengkapan lain yang
diperlukan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: asap cair tempurung
kelapa grade 1, ikan lele, tepung tapioka merek Pak Tani, putih telur, susu bubuk
(Dancow), bawang putih, lada atau merica, dan garam halus.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) sederhana
yang diulang tiga kali. Perlakuan terdiri dari proporsi tepung tapioka dan daging
ikan lele (p) dengan penambahan asap cair (c) yang terdiri dari :
35
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Ragam yang sebelumnya dilakukan Uji
Homogenitas Ragam dengan Uji Barlett dan Ketidakaditifan dengan Uji Tuckey
yang kemudian dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5% untuk
mengetahui perbedaan pengaruh pada tiap perlakukan.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Berikut ini adalah proses pembuatan bakso ikan lele :
1. Pembersihan
Pembersihan
dilakukan
dengan
membersihkan kotoran ikan,
membuang
kepala ikan,membuang duri serta membuang kulit ikan, dengan menggunakan
pisau secara perlahan, kemudian dilakukan pemisahan tulang dan daging ikan.
2. Penggilingan
Setelah dibersihkan daging ikan lele digiling menggunakan alat penggiling
(Meat Grinder), yang dilakukan hingga ikan lele halus.
36
3. Penimbangan Bahan
Pada tahap ini masing-masing bahan ditimbang sesuai perlakuan yaitu A (100
gr tepung : 900 gr ikan lele, tanpa asap cair), B (100 gr tepung : 900 gr ikan
lele, 60 ml asap cair), C (100 gr tepung : 900 gr ikan lele, 120 ml asap cair), D
(200 gr tepung : 800 gr ikan lele, tanpa asap cair), E (200 gr tepung : 800 gr
ikan lele, 60 ml asap cair), F (200 gr tepung : 800 gr ikan lele, 120 ml asap
cair), G (300 gr tepung : 700 gr ikan lele, tanpa asap cair), H (300 gr tepung :
700 gr ikan lele, 60 ml asap cair), dan I (300 gr tepung : 700 gr ikan lele, 120
ml asap cair). Setiap perlakuan ditambahkan 25 gr garam halus, 1 sdm susu
bubuk, bawang putih dan merica secukupnya, serta 1 butir putih telur ayam.
4. Pencampuran
Bahan-bahan meliputi daging ikan lele, tepung tapioka, putih telur, dan
bumbu-bumbu yang telah disiapkan dicampur menjadi adonan sampai
homogen.
5. Pembentukan
Adonan
yang
telah
siap
kemudian
dibentuk
menjadi
bulatan-bulatan
berdiameter 3 cm. Bakso dibentuk dengan tangan lalu bulatan-bulatan bakso
diambil menggunakan sendok.
6. Perebusan
Bulatan-bulatan bakso yang telah siap kemudian dimasukkan ke dalam 1000
ml air dengan suhu 70ºC yang telah diberi asap cair dengan konsentrasi sesuai
perlakuan. Bulatan bakso direbus sampai muncul ke permukaan. Jika bulatan
bakso sudah menyembul ke permukaan air rebusan dalam panci itu artinya
bakso ikan sudah matang, perebusan dilakukan selama ± 3 menit.
37
7. Pendinginan
Bakso ikan lele yang sudah matang kemudian diangkat dari air rebusan dan
didinginkan dengan cara memasukkannya ke dalam wadah yang sudah diisi
air dingin. Setelah ditiriskan ± 3 menit, bakso dapat diuji secara sensori oleh
panelis.
8. Uji organoleptik pertama
Uji
organoleptik
atau
uji
indera
merupakan
cara
pengujian
dengan
meggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Pengujian ini dilakukan pada produk setelah
pembuatannya selesai. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting
dalam penerimaan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
pembusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainya dari produk.
9. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan dengan dua tempat yang pertama diletakkan dalam
suhu kamar dan yang kedua diletakkan di dalam refigerator dengan suhu 5ºC.
10. Uji organoleptik kedua
Uji organoleptik kedua dilakukan setiap 4 jam sekali untuk bakso yang
disimpan pada suhu kamar dan setiap hari untuk bakso yang disimpan di
dalam refigerator. Masing-masing perlakuan diamati sampai produk tidak
layak untuk dikonsumsi.
38
Ikan lele segar
Kepala, duri, kulit
pembersihan
ikan
Penggilingan
Penimbangan
Penggilingan
Pencampuran I
Pembentukan
Bakso
Perebusan
Pendinginan
Tanpa Asap cair , 1 %
dan
2%
Uji Organoleptik 1
Penyimpanan
Uji Organoleptik 2
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Bakso Ikan lele.
3.5 Peubah Yang Diamati
Peubah yang diamati yaitu bakso ikan lele dengan proporsi tepung yang berbeda
dan penambahan asap cair berbagai konsentrasi yang dilakukan uji secara
organoleptik dengan parameter warna, aroma, tekstur, dan rasa. Kemudian
dilanjutkan dengan uji kimia yang meliputi analisis karbohidrat, analisis protein
dan analisis kadar air. Tetapi untuk data kabohidrat, kadar protein, dan kadar air
tidak dilakukan analisis data, karena hanya diambil masing-masing satu sampel
untuk perlakuan 10% tepung tapioka, 20% tepung tapioka, 30% tepung tapioka.
39
Sampel bakso yang akan dilakukan analisis laboratorium diambil setelah bakso
direbus sesuai dengan perlakuan asap cair. Lalu dilanjutkan dengan pengamatan
secara organoleptik terhadap umur simpan bakso ikan lele.
3.5.1
Analisis Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997)
Dalam analisis kadar karbohidrat seringkali ditujukan untuk menentukan jumlah
karbohidrat tertentu, misalnya kadar laktosa, kadar gula pereduksi, kadar dekstrin
dan kadar pati. Kadar Karbohidrat suatu bahan pangan sring ditentuka dengan
cara menghitung selisih dari angka 100 dengan menghitung komponen bahan lain
(kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu). Cara penentuan kadar
karbohidrat semacam ini disebut sebagai metode “Carbohydrate by Difference”.
Sebanyak 5 gram sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan kedalam gelas
piala 250 ml, ditambah 50 ml air dan diaduk dengan pengaduk magnetik selama
satu jam. Suspens disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air sampai
fltrat mencapai 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat terlarut selanjutnya
dibuang. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring kedalam gelas
piala 500 ml disertai pencucian dengan 200 ml air, dan ditambah 20 ml HCl ±
25%, ditutup dengan pendingin balik, dan dipanaskan selama 2,5 jam. Setelah
dingin larutan dinetralkan dengan NaOH 45%, dan diencerkan dengan air hingga
mencapai volume 500 ml. Campuan tersebut disaring lagi dengan kertas saring.
Kadar
gula
dalam filtrat ditentukan sebagai Glukosa.
dilakukan seperti penetapan/penentuan kadar gula pereduksi.
Penentuan glukosa
40
3.5.2
Analisis Kadar Protein (AOAC, 2000)
Analisis Kadar Protein dilakukan dengan metode Kjeldahl yaitu peneraan jumlah
protein secara empiris berdasarkan jumlah N didalam bahan. Setelah bahan
dioksidasi,
Amonia (hasil konversi senyawa N) bereaksi dengan asam menjadi
Amonium Sulfat. Dalam kondisi basa amonia diuapkan dan kemudian ditangkap
dengan larutan asam. Jumlah N ditentukan dengan titrasi HCl atau NaOH.
Berdasarkan prinsip tersebut diatas, prosedur analisis dalam Kjeldahl dapat dibagi
dalam 3 (tiga) tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
a. Tahap Destruksi
Sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga bahan terdestruksi
menjadi unsur-unsurnya.
Hasil akhir
pada
tahap
destruksi ini adalah
terbentuknya amonium sulfat. Untuk mempercepat destruksi perlu ditambah
katalisator :
Campuran Na2 SO 4 dan HgO (20:1)
K2 SO4
Cu SO 4
Reaksi pada saat destruksi adalah sebagai berikut :
(CHON) + On + H2 SO 4 CO 2 + H2 O+ (NH4 )2 SO 4
b. Tahap Destilasi
Amonium sulfat hasil destruksi dipecah menjadi amonia (NH3). Dengan cara
menambah NaOH dan pemanasan. Selanjutnya NH3 ditangkap dengan asam
41
standar, sampai detilat tidak bereaksi basis. Larutan asam standar yang dapat
digunakan yaitu: HCl atau asam borat 4%.
c. Tahap Titrasi
Apabila digunakan HCl (sebagai penampung destilat), maka sisa HCl yang
tidak bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan NaOH (0,1 N). Persentase N dapat
dihitung dengan rumus dibawah ini :
% N = mL NaOH (blanko-sampel) x A
Berat sampel (gr) x 1000
Dimana A= Normalitas NaOH x 14.008 x 100%
Apabila digunakan asam borat sebagai penampung destilat, maka jumlah asam
borat yang bereaksi dengan NH3 dititrasi dengan HCl (0,02 – 0,1 N).
Persentase N dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.
% N = mL HCl (sampel-blanko) x B
Berat sampel (g) x 1000
Dimana B = Normalitas HCl x 14.008 x 100%
Setelah diperoleh persentase N, maka kadar protein sampel dapat dihitung
dengan cara mengalikannya dengan faktor konversi N.
Kadar Protein = % N x Faktor Konversi
3.5.3
Analisis Kadar Air (AOAC, 2000)
Analisis Kadar Air dilakukan dengan Metode Oven (Thermogravimetri). Metode
pengeringan dengan oven didasarkan atas prinsip perhitungan selisih bobot bahan
(sampel) sebelum dan sesudah pengeringan. Selisih bobot tersebut merupakan air
yang teruapkan dan dihitung sebagai kadar air bahan.
42
Metode
ini dapat digunakan untuk
mengandung
senyawa
volatil
semua produk
(mudah
menguap)
pangan kecuali yang
atau
produk
yang
terdekomposisi/rusak pada pemanasan 100ºC.
Prinsip metode ini adalah mengeringkan sampel dalam oven 100-105ºC sampai
bobot konstan dan selisih bobot awal dan bobot akhir dihitung sebagai kadar air.
Prosedur dan perhitungan kadar air adalah sebagai berikut :
Bahan/sampel (± 2-5 gram) di oven beberapa jam (4-6 jam), ditimbang, dioven
kembali dan ditimbang hingga konstan. Bobot dianggap konstan apabila selisih
penimbangan tidak lebih dari 0,2 mg. Selanjutnya kadar air dapat dihitung, baik
berdasarkan bobot kering atau “Dry Basis” (DB) ataupun berdasarkan bobot basah
“Wet Basis” (WB).
Kadar Air (% DB) =W3/W2 X100
Kadar Air (%WB) =W3/W1 X100
Total Bahan Padat (%)=W2/W1 X100
W1= Bobot sampel awal (gr)
W2=Bobot Sampel Kering (gr)
W3= Kehilangan berat/selisih bobot (gr)
3.5.4
Uji Organoleptik
Uji Organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap
bakso ikan lele. Pada pengujian ini terdapat 20 orang panelis yang memberikan
penilaiannya berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Parameter yang diamati
adalah warna, aroma, tekstur dan rasa pada bakso ikan lele. Penentuan Uji
43
Orgenoleptik dilakukan dengan Uji Kesukaan atau Uji Hedonik. Sampel Uji
diberikan secara acak dengan memberikan
kode pada bahan yang akan diuji
dengan 20 panelis umum. Masing-masing panelis diberi 1 butir bakso, sehingga
total bakso yang akan diuji oleh panelis sebanyak 360 bakso dengan rincian 180
bakso uji organoleptik untuk suhu kamar, 180 bakso uji organoleptik untuk suhu
penyimpanan di dalam refrigerator. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria
sebagai berikut:
Tabel 3. Skala Uji Hedonik
Skala Hedonik
Skala Numerik
Sangat tidak suka
1
Tidak suka
2
Agak tidak suka
3
Agak suka
4
Suka
5
Sangat suka
6
Suka sekali
7
44
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1
Sebelum Penyimpanan
a. Aroma
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap aroma bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 10).
Tabel 4. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Aroma
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
4,57 ef
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
4,60 ef
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
3,80 bcd
D = 20% tepung tapioka: 80% ikan lele + 0% asap cair
4,40 def
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
3,97 cde
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
3,18 b
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
4,75 f
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
3,30 bc
45
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
2,23 a
BNT 0,05 = 0,73
Keterangan :
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
46
Berdasarkan uji BNT (Tabel 4) menunjukkan bahwa proporsi 30% tepung tapioka
: 70% ikan lele tanpa penambahan asap cair lebih disukai oleh panelis, tetapi
panelis juga masih menyukai aroma bakso sampai dengan proporsi 10% tepung
tapioka : 90% ikan lele dengan penambahan asap cair sebanyak 1%. Sedangkan
aroma bakso yang tidak disukai panelis adalah bakso yang dibuat dengan proporsi
30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair.
b. Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap rasa bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 12).
Tabel 5.
Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Rasa
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
4,90 e
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
4,40 d
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
4,05 cd
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
4,78 e
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
4,18 cd
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
3,90 c
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
4,38 d
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
3,53 b
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
3,05 a
47
BNT 0,05 = 0,36
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak
suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 5) menunjukkan bahwa rasa bakso ikan lele yang
lebih disukai oleh panelis adalah bakso ikan lele dengan proporsi 10% dan 20%
tepung tapioka tanpa asap cair. Dan rasa bakso yang tidak disukai oleh panelis
proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penamabahan 2% asap cair.
c.
Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda tidak mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap warna bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 16).
Tabel 6. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele dengan proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap sebelum penyimpanan
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Warna
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
4,88
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
4,72
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
4,70
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
4,65
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
4,65
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
4,72
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
4,90
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
4,75
48
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
4,65
Keterangan : 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= agak
suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali
Berdasarkan Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa warna bakso ikan lele tidak
dipengaruhi oleh berbagai proporsi tepung tapioka dan ikan lele dengan
penambahan asap cair yang berbeda.
49
d. Tekstur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap tekstur bakso ikan lele sebelum penyimpanan (Lampiran 20).
Tabel 7. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele dengan proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair sebelum penyimpanan
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Tekstur
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
4,20 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
4,35 a
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
4,43 a
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
4,93 b
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
5,03 b
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
4,90 b
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
4,75 b
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
4,77 b
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
4,92 b
BNT 0,05 = 0,31
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa tekstur bakso ikan lele
lebih disukai oleh panelis adalah bakso ikan lele dengan penambahan tepung
tapioka 20% dan 30% dengan tanpa asap cair dan asap cair 1% dan 2%. Tetapi
panelis tidak menyukai bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan
lele dengan dan tanpa penambahan asap cair.
50
4.1.2
Perubahan Selama Penyimpanan Suhu Ruang
Penyimpanan pada suhu ruang bakso ikan lele mulai mengalami kerusakan setelah
20 jam penyimpanan.
a. Aroma
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap aroma bakso ikan lele setelah disimpan selama 20 jam pada suhu ruang
(Lampiran 22).
Tabel 8. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20
jam pada suhu ruang
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Aroma
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,60 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,95 b
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,97 b
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
2,02 bc
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
2,35 cd
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
2,38 d
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
2,20 d
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
2,65 d
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
2,63 d
BNT 0,05 = 0,42
51
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 8) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama
20 jam pada suhu ruang panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada
berbagai proporsi tepung tapioka dan kosentrasi asap cair. Panelis sangat tidak
suka terhadap aroma bakso ikan lele proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele
tanpa penambahan asap cair.
Aroma bakso ikan lele pada
suhu ruang
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0
Gambar 2.
4 Penyimpanan
8
12ke- (jam)
16
20
10% tepung tapioka : 90%
lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele+ 0% asap cair
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang
Gambar 2 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma bakso ikan lele. Selama penyimpanan pada suhu ruang aroma bakso ikan
lele tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam.
b. Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap rasa bakso ikan lele selama penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang
(Lampiran 26).
52
Tabel 9. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele berbagai proporsi tepung
tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20 jam pada
suhu ruang
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Rasa
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele+ 0% asap cair
1,43 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele+ 1% asap cair
1,80 b
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,85 bc
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele +0 % asap cair
2,08 cd
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
2,18 d
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
2,18 d
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
2,18 d
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
2,47 e
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
2,53 e
BNT 0,05 = 0,31
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 9) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan selama
20 jam pada suhu ruang panelis sudah tidak menyukai rasa bakso ikan lele pada
berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka terhadap
rasa bakso ikan lele proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa
penambahan asap cair.
53
rasa bakso ikan lele pada suhu
ruang
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
Gambar 3.
4 Penyimpanan
8
12
16
ke- (jam)
20
10% tepung tapioka : 90%
lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 0% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 1% asap cair
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang
Gambar 3 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang rasa bakso ikan lele mulai tidak
disukai oleh panelis pada setelah penyimpanan 20 jam.
c. Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap warna bakso ikan lele selama penyimpanan 20 jam pada suhu ruang
(Lampiran 30).
Tabel 10. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Warna
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,58 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,83 b
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,85 b
54
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
1,85 b
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
1,87 b
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
1,75 a
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
1,83 b
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
1,90 b
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
1,83 b
BNT 0,05 = 0,16
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 10) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan
selama 20 jam panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada berbagai
proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka terhadap warna
bakso ikan lele pada proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa
penambahan asap cair, begitu juga pada proporsi 20% tepung tapioka : 80% ikan
lele dengan penambahan 2% asap cair.
warna bakso ikan lele pada
suhu ruang
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
0
Gambar 4.
4Penyimpanan
8
12 (jam)16
ke-
20
10% tepung tapioka : 90%
+ 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
+ 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele+ 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
+ 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
+ 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
+ 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
+ 0% asap cair
ikan lele
ikan lele
ikan
ikan lele
ikan lele
ikan lele
ikan lele
Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang
55
Gambar 4 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap warna
bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang warna bakso ikan lele mulai
tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang.
d. Tekstur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap tekstur bakso ikan lele selama penyimpanan 20 jam pada suhu ruang
(Lampiran 34).
Tabel 11. Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele dengan proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 20
jam pada suhu ruang
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Tekstur
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,52 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,87 b
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,93 b
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
1,97 b
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
2,17 bc
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
2,08 b
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
2,05 b
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
2,52 cb
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
2,67 d
BNT 0,05 = 0,45
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
56
Berdasarkan uji BNT (Tabel 11) menunjukkan bahwa setelah penyimpanan
selama 20 jam panelis sudah mulai tidak menyukai bakso ikan lele pada berbagai
proporsi tepung tapioka dan asap cair. Panelis sangat tidak suka bakso ikan lele
proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair. Panelis
agak tidak suka tekstur bakso ikan lele proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan
lele dan 2% asap cair.
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
Tekstur bakso ikan lele
pada suhu ruang
10% tepung tapioka : 90%
lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 2% asap cair
0
4Penyimpanan
8
12 (jam)16
ke-
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
20
Gambar 5. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang
Gambar 5 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap
tekstur bakso ikan lele. Selama penyimpanan suhu ruang tekstur
bakso ikan lele
mulai tidak disukai oleh panelis setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu
ruang.
4.1.3
Perubahan Selama Penyimpanan Suhu Dingin (Refrigerator)
Penyimpanan pada suhu dingin, bakso ikan lele sudah mulai tidak disukai oleh
panelis setelah 6 hari disimpan pada refrigerator.
a. Aroma
57
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap aroma bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator
(Lampiran 38).
Tabel 12. Kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6
hari di refrigerator
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Aroma
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,38 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,47 ab
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,60 bc
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
1,60 bc
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
1,58 bc
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
1,63 bc
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
1,67 c
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
1,68 c
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
2,00 d
BNT 0,05 = 0,15
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 12) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele
selama penyimpanan 6 hari di refrigerator sudah tidak disukai oleh panelis.
Panelis sangat tidak suka aroma bakso ikan lele dengan proporsi 10% tepung
tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair, tetapi tidak berbeda nyata
dengan bakso yang ditambahkan 1% asap cair. Panelis tidak suka terhadap aroma
58
bakso yang dibuat dari 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan
2% asap cair.
aroma bakso ikan lele pada
refrigerator
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1
2Penyimpanan
3
4 (hari)5
ke-
6
10% tepung tapioka : 90%
lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 0% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 1% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 2% asap cair
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
Gambar 6. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap aroma bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator
Gambar 6 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap
bakso ikan lele. Aroma bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah
penyimpanan 6 hari di refrigerator.
b. Rasa
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap rasa bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator
(Lampiran 42).
Tabel 13. Kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan 6 hari di
refrigerator
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
A = 10% tepung
B = 10% tepung
C = 10% tepung
D = 20% tepung
tapioka
tapioka
tapioka
tapioka
: 90% ikan
: 90% ikan
: 90% ikan
: 80% ikan
lele
lele
lele
lele
+ 0% asap cair
+ 1% asap cair
+ 2% asap cair
+ 0% asap cair
Rasa
1,33 a
1,33 a
1,33 a
1,33 a
59
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
1,33 a
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
1,33 a
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
1,33 a
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
1,33 a
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
1,88 b
BNT 0,05 = 0,31
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 13) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele
selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak
suka rasa bakso ikan lele berbagai proporsi tepung tapioka dan asap cair, kecuali
pada proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap
cair.
rasa bakso ikan lele pada
refrigerator
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
1
Gambar 7.
2
3
4 ke- (hari)
5
Penyimpanan
6
10% tepung tapioka : 90%
lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
lele + 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
lele + 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
lele + 0% asap cair
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
ikan
Grafik nilai kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator
Gambar 7 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan
lele. Rasa bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis pada penyimpanan 6
hari di refrigerator.
c. Warna
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
60
terhadap warna bakso ikan lele setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator
(Lampiran 46).
Tabel 14. Kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah penyimpanan 6 hari
di refrigerator
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Warna
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,38 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,55 ab
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,60 abc
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
1,67 abc
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
1,73 bc
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
1,40 a
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
1,80 bc
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
1,85 bc
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
1,92 c
BNT 0,05 = 0,30
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak
suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 14) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele
selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak
suka warna bakso ikan lele dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele
berbagai konsentrasi asap cair, demikian juga pada bakso dengan proporsi 80%
tepung tapioka : 20% ikan lele tanpa asap cair, serta bakso yang ditambakan 2%
asap cair.
61
warna bakso ikan lele
pada refrigerator
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1
2 Penyimpanan
3
4ke- (hari)
5
6
10% tepung tapioka : 90%
ikan lele + 0% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
ikan lele + 1% asap cair
10% tepung tapioka : 90%
ikan lele+ 2% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
ikan lele + 0% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
ikan lele + 1% asap cair
20% tepung tapioka : 80%
ikan lele + 2% asap cair
30% tepung tapioka : 70%
ikan lele + 0% asap cair
Gambar 8. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator
Gambar 8 di atas menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap
bakso ikan lele. Warna bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah
penyimpanan selama 6 hari di refrigerator.
d.
Tekstur
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa proporsi tepung tapioka dengan
kosentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis terhadap rasa
bakso ikan lele selama penyimpanan 6 hari di refrigerator (Lampiran 50)
Tabel 15.
Kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele berbagai proporsi
tepung tapioka dan penambahan asap cair setelah disimpan selama 6
hari di refrigerator
Proporsi Tepung tapioka dan kosentrasi asap cair
Tekstur
A = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
1,38 a
B = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
1,40 a
C = 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
1,52 a
D = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0 % asap cair
1,43 a
62
E = 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
1,50 a
F = 20% tepung tapoka : 80% ikan lele + 2% asap cair
1,55 ab
G = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
1,57 ab
H = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
1,80 bc
I = 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
1,85 c
BNT 0,05 = 0,21
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata
pada uji BNT 5% (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak
tidak suka, 4= agak suka, 5= suka, 6= sangat suka, 7= suka sekali)
Berdasarkan uji BNT (Tabel 15) menunjukkan bahwa aroma bakso ikan lele
selama penyimpanan 6 hari sudah tidak disukai oleh panelis. Panelis sangat tidak
suka tekstur bakso ikan lele dengan proporsi 10% dan 20% tepung tapioka dengan
berbagai konsentrasi asap cair serta proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele
tanpa asap cair. Panelis tidak suka terhadap aroma bakso yang dibuat dari 30%
tepung tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair.
10% tepung tapioka:90%ikan
lele+0%asap cair
tekstur bakso ikan lele
pada refigerator
5.00
4.00
10% tepung tapioka:90%ikan
lele+1%asap cair
3.00
2.00
10% tepung tapioka:90%ikan
lele+ 2% asap cair
1.00
20%tepung tapioka:80%ikan
lele+0% asap cair
0.00
1
2Penyimpanan
3
ke-4 (hari) 5
6
Gambar 9. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan lele setelah
penyimpanan selama 6 hari pada refrigerator
Gambar 9 menunjukkan penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso ikan
lele. Tekstur bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis pada penyimpanan 6
hari di refrigerator.
63
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukakan bahwa proporsi tepung tapioka dan ikan lele
dengan konsentrasi asap cair yang berbeda mempengaruhi kesukaan panelis
terhadap aroma, rasa, dan tekstur bakso ikan lele baik sebelum disimpan pada
suhu ruang maupun suhu dingin.
Aroma bakso ikan lele yang lebih disukai oleh panelis sebelum penyimpanan
adalah bakso yang terbuat dari 10% tepung tapioka : 90% ikan lele yang
ditambahkan 0% dan 1% asap cair dengan nilai kesukaan antara 4,57-4,60 (suka).
Panelis tidak menyukai bakso ikan lele yang dibuat dengan proporsi 30% tepung
tapioka : 70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. Hal ini diduga bahwa
asap cair mengandung komponen flavor dari senyawa-senyawa fenolik yang
memberi aroma yang khas pada bakso ikan lele sehingga dapat menutupi aroma
amis dari ikan lele (Muratore dkk., 2005). Sedangkan aroma bakso ikan lele yang
tidak disukai oleh panelis setelah disimpan pada suhu ruang dan refrigerator
adalah bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa
penambahan asap cair dengan nilai kesukaan antara 1,38-1,60 (sangat tidak suka).
Proporsi ikan lele yang besar menyebabkan nutrisi dalam bakso ikan lele semakin
besar, sehingga menyebabkan bakso cepat rusak yang ditandai dengan lendir dan
aroma tidak sedap (Kok, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasa bakso ikan lele yang lebih disukai oleh
panelis sebelum disimpan adalah bakso dengan proporsi 10% dan 20% tepung
tapioka tanpa penambahan asap cair dengan nilai kesukaan 4,90 dan 4,78 (suka).
64
Sedangkan rasa bakso ikan lele yang tidak disukai oleh panelis adalah proporsi
30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair. Penambahan
asap cair mempengaruhi penerimaan panelis terhadap rasa bakso. Hal ini diduga
karena asap cair mengandung fenol, karbonil, dan asam. Asam pada asap cair
sangat mempengaruhi citra rasa (Darmaji, 2002). Sedangkan rasa bakso ikan lele
yang tidak disukai oleh panelis setelah disimpan di suhu ruang selama 20 jam
adalah bakso yang terbuat dari 10% tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa
penambahan asap cair dengan nilai kesukaan 1,43 (sangat tidak suka), dan bakso
yang telah disimpan di refrigerator selama 6 hari adalah bakso ikan lele berbagai
proporsi tepung tapioka dan asap cair, kecuali pada proporsi 30% tepung tapioka :
70% ikan lele dengan penambahan 2% asap cair. Walaupun aroma, warna dan
tekstur baik tetapi jika konsumen tidak menyukai rasanya maka konsumen tidak
akan menerima produk pangan tersebut (Rampengan dkk., 1985).
Hasil penelitian menunjukkan kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan lele
tidak dipengaruhi oleh proporsi dan penambahan asap cair. Hal ini di duga warna
coklat keabuan pada produk olahan terjadi karena denaturasi protein akibat
pemanasan (Lawire, 1995). Penambahan proporsi tepung tapioka 10 %, 20 %, dan
30% tidak
mempengaruhi warna yang ditimbulkan oleh bakso ikan lele.
Sedangkan karbonil pada asap cair yang bereaksi dengan protein pada produk
olahan tidak berpengaruh terhadap warna suatu produk (Himawati, 2010).
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau
derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan dinilai enak dan
teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang bagus atau memberi
65
kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka kurang dinikmati
untuk
dikonsumsi.
Penentuan
mutu
suatu
bahan
pangan
pada
umumnya
tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur bakso ikan lele yang lebih disukai
oleh panelis sebelum disimpan adalah bakso yang terbuat dari 20% dan 30%
tepung tapioka dengan berbagai konsentrasi asap cair dengan nilai kesukaan 4,755,03 (suka). Hal ini diduga tepung tapioka dapat meningkatkan kekenyalan bakso
ikan lele. Menurut Wibowo, (1999) kualitas bakso ditentukan oleh banyak
sedikitnya campuran tepung tapioka yang ditambahkan, semakin tepat proporsi
tepung tapioka yang digunakan kualitas bakso semakin baik. Tepung tapioka
memiliki elastisitas yang tinggi dan mampu mengikat partikel-partikel air pada
bakso sehingga dapat mengeyalkan tekstur bakso. Sedangkan tekstur bakso ikan
lele yang agak disukai oleh panelis adalah bakso dengan proporsi 10% tepung
tapioka berbagai konsentrasi asap cair dengan nilai kesukaan 4,20-4,42 (agak
suka). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kadar air pada bakso ikan lele yang
menyebutkan bahwa kadar air tertinggi terdapat pada bakso yang terbuat dari 10%
tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair yaitu 68,22%. Kadar
air dapat mempengaruhi kekenyalan atau tekstur bakso. Semakin tinggi kadar air
maka bakso yang dihasilkan kurang kenyal. Menurut Kurniawan dkk., (2012)
bahwa semakin tinggi kadar air maka bakso yang dihasilkan kurang kenyal karena
air
dalam
bakso
akan
meningkatkan
meyebabkan menurunnya kekenyalan.
kekompakan
matrik
gel
sehingga
66
Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap produk bakso ikan lele misalnya dari
tingkat
kelembutan,
keempukan,
dan
kekerasan,
dan
sebagainya.
Panelis
cenderung lebih menyukai tekstur yang lembut, empuk dan tidak keras.
Sebaliknya, panelis akan memberi skor yang lebih rendah terhadap bakso ikan lele
yang teksturnya lembek. Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati
dengan mulut (pada waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan
dengan jari (Kartika, dkk., 1988).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan terjadi penurunan
secara sensori baik itu penyimpanan dalam suhu kamar maupun pada suhu dingin
(refrigerator). Penyimpanan dengan suhu ruang bakso ikan lele mulai tidak
disukai oleh panelis setelah disimpan selama 20 jam. Tetapi bakso ikan lele tanpa
asap cair sudah mulai tidak disukai setelah penyimpanan 12 jam. Sedangkan pada
suhu dingin (refrigerator) bakso ikan lele mulai tidak disukai oleh panelis setelah
6 hari penyimpanan. Kandungan nutrisi yang tinggi dan kadar air/aw (80%/0,99)
pada daging ikan menyebabkan bakso memiliki masa simpan yang singkat yaitu
12-24 jam pada penyimpanan suhu kamar, dan 4-5 hari pada suhu refrigerator
(Kok, 2007).
Kandungan air tertinggi terdapat pada bakso dengan proporsi 10% tepung tapioka
: 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair, sedangkan kadar air terendah pada
proporsi 30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair
yaitu 56,24%. Kadar air merupakan salah satu parameter mutu bakso yang
penting, karena bakso merupakan produk makanan basah sehingga kadar air
mempengaruhi umur simpannya (Winarno, 1997). Tingginya kadar air disebabkan
67
karena semakin meningkatnya protein seiring dengan bertambahnya penggunaan
ikan lele dan semakin sedikitnya tepung tapioka. Menurut Prince dan Schweigrt
(1971) dalam Puspitasari (2008), protein merupakan substansi pengikat air paling
penting, dengan bertambahnya protein pada bakso maka ikatan protein-air akan
kuat sehingga lepasnya air dari jaringan dapat dicegah sehingga kadar air bakso
dapat dipertahankan. Kadar air bakso menurut SNI 01-3818 tahun 1995 maksimal
70%, jadi bakso ikan lele yang dihasilkan telah memenuhi SNI.
Bakso dengan proporsi ikan lele yang tinggi (90%) menghasilkan kandungan
protein yang tinggi yaitu 11,41-12,22% dibandingkan dengan bakso yang dibuat
dengan proporsi ikan lele yang lebih rendah (80% dan 70%) yaitu 8,47-10,22%.
Kadar protein bakso ikan lele cenderung meningkat dengan berkurangnya
proporsi tepung tapioka. Sesuai dengan syarat SNI 01-3818 tahun 1995 bahwa
persyaratan kadar protein pada bakso minimal 9%.
Kadar lemak bakso tertinggi terdapat pada bakso yang terbuat dari proporsi 10%
tepung tapioka : 90% ikan lele tanpa penambahan asap cair yaitu 3,19%
sedangkan kadar lemak terendah pada 30% tepung tapioka : 70% ikan lele dengan
penamabahan 1% asap cair yaitu 1,40%. Kadar lemak bakso menurut SNI 013818 tahun 1995 maksimal 2%. Menurut Triyantini dkk. (1986) dalam Puspitasari
(2008), menyatakan bahwa kadar lemak bakso tergantung dari macam daging
yang dibuat bakso.
Dalam SNI 01-3818 tahun 1995 syarat kadar abu maksimal adalah 3%. Bakso
ikan lele yang dihasilkan masih memenuhi standar SNI yaitu 1,36-1,83%.
68
Besarnya kadar abu produk pangan tergantung pada besarnya kandungan mineral
bahan yang digunakan.
Sedangkan kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada bakso dengan proporsi
30% tepung tapioka : 70% ikan lele yang ditambahkan 2% asap cair. Tingginya
karbohidrat disebabkan karena penyusun utama tapioka adalah pati yaitu 85%
(Fennema, 1985 dalam Puspitasari, 2008).
Gambar 2 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai
kesukaan panelis terhadap aroma semakin menurun. Menurut Dharmadji (1992),
nilai
kesukaan
panelis
terhadap
aroma
mengalami
penurunan
selama
penyimpanan. Penurunan tersebut disebebkan oleh aroma busuk akibat kerusakan
protein dan kerja mikroba. Penggunaan asap cair yang lebih baik adalah
kosentrasi 2% penyimpanan bertahan 20 jam pada suhu ruang dengan nilai
kesukaan 2,63 sedangakan pada suhu dingin (refigerator) penyimpanan bertahan
selama 6 hari dengan nilai kesukaaan 2,00.
Gambar 3 dan Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai
kesukaan panelis terhadap rasa semakin menurun. Penurunan rasa tersebut
disebabkan oleh degradasi protein oleh aktifitas mikroba menjadi asam organik
dan air yang mengakibatkan penyimpangan rasa bakso ikan lele. Penggunaan asap
cair pada kosentrasi 2% dapat mempertahakan bakso ikan lele hingga 20 jam pada
suhu ruang dengan nilai kesukaan 2,53 dan pada suhu dingin (refigerator) hingga
6 hari dengan nilai kesukaaan 1,88.
69
Gambar 4 dan Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai
kesukaan panelis terhadap warna semakin menurun. Menurut Lawrie (1995),
perubahan warna menjadi coklat keabuan terjadi karena denaturasi protein akibat
pemanasan. Warna bakso mengalami penurunan selama penyimpanan, perubahan
yang dapat dilihat dari luar seperti pembentukan lendir,busuk dan perubahan
lainnya.
Kebusukan
tersebut
disebabkan
oleh
aktifitas
mikroba
yang
menyebabkan timbulnya lendir. Penggunaan asap cair pada kosentrasi 2% dapat
mempertahankan bakso ikan lele hingga 20 jam pada suhu ruang dengan nilai
kesukaan 1,83 sedangakan pada suhu dingin (refigerator) penyimpanan bertahan
selama 6 hari dengan nilai kesukaaan (1,92) masih dapat diterima oleh panelis.
Gambar 5 dan Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan nilai
kesukaan panelis terhadap tekstur semakin menurun. Tekstur bakso ikan lele
sudah tidak dapat diterima oleh panelis karena berdasarkan uji sensori pada hari
ke-6, tekstur pada bagian luar bakso ikan lele terasa keras dan kering. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Martinez dkk. (2007) yang menyatakan bahwa suhu
dingin (4±1ºC) dan lamanya penyimpanan akan menyebabkan kerusakan sel
daging ikan terutama sarkolemanya, sehingga daging kehilangan daya mengikat
air. Selanjutnya air akan banyak yang keluar dari bakso ikan lele dan
menyebabkan tekstur bakso menjadi keras dan kering (case hardening).
60
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disumpulkan :
1. Kombinasi bakso ikan lele terbaik (lebih disukai panelis) adalah bakso
dengan proporsi 30% tepung tapioka dan 70% ikan lele yang ditunjukkan
oleh aroma, rasa, dan tekstur.
5.2 Saran
1. Disarankan menggunakan proporsi 30% tepung tapioka dan 70% ikan lele
dalam pembuatan bakso ikan lele.
2. Pembuatan bakso tidak boleh menggunakan formalin, tetapi menggunakan
asap cair maksimal dengan kosentrasi 2%.
61
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N. 2009. Lebih jauh tentang sifat fungsional telur. http://kulinologi.biz
Diakses tanggal 20 Juni 2013.
Almatsier, S., 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Media Pustaka Utama,
Jakarta.
Amritama, D. 2007. Asap Cair.
Diakses tanggal 2 Januari 2009.
http://tech.groups.yahoo.comessage/7945.
Anonim. 2009. Bakso. Id.m.wikipedia.org/wiki/bakso [12-09-2012].
Astuti. 2000. Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa serta CangkangSawit
Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makanan Alami. Available
at:
http://alcoconut.multiply.com/journal/item/6.
(Diakses
tanggal
27
November 2008, jam 19.23).
Buckle, K.A., R.A. Edwars, G.H. Fleer, dan M. Wooton. 2009. Ilmu Pangan. Cetakan
Pertama. UI Press: Jakarta.
BSN (Badan Standar Nasional). 1995. SNI 01-0222-1995 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Jakarta: Badan Standar Nasional hal. 1-138.
Darmadji, P. 1996. Antibakteri asap cair yang diproduksi dari bermacam-macam
limbah pertanian. Agritech. 16 (4) : 19 – 22
Darmadji, P, Supriyadi, dan Hidayat, C. 1998. Produksi Asap Cair dari Limbah
Padat Rempah dengan Cara Pirolisa. Agritech. 19(1) :11-15. Yogyakarta
Darmadji, P., 1992. Sifat Antioksidatif Asap Cair Hasil Redistilasi Selama
Penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Pangan, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996. Daftar KomposisiKimia Bahan
Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Fatimah, F. 1998. Penurunan Benzo[A]Pirena Asap Cair Hasil Pembakaran.
Chem Prog 2(1).
Girard, J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. J.P. Girard
(ed).Ellis Horwood. New York.
Gumanti, F.M. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa
dan Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah.
[Skripsi] Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa
Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Sensoris
Ikan Pindang Layang (Decapterus Spp) Selama Penyimpanan. [Skripsi].
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Imam.
2008.
Zat
Pengawet.
http://www.mail-archive.com/milisnakita@
news.gramedia- majalah.com. Diakses tanggal 8 Januari 2009
Iswanto, R. 1989. Mempelajari Pengaruh Penambahan Tepung Tempe, Tepung
Kedelai dan Putih Telur terhadap Mutu Bakso Sapi. [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Pangan dan Gizi, IPB.
Kok, T.N. 2007. Extending The Shelf Life of Set Fish Ball. Journal of Food
Quality 30:1-27.
Lia, M. 2006. Manfaat Tepung Tapioka sebagai Penambah Bahan Makanan.
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Maga, Y.A. 1987. Smoke in Food Processing. CSRC Press. Inc. Boca Raton.
Florida. : 1-3;113-138.
Maharaja, L.M. 2008. Penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu
dan Natrium Nitrat dalam Pembuatan Bakso Daging Sapi. [Skripsi].
Fakultas Pertaina. Medan : Universitas Sumatra Utara.
Mahendra, B. dan Tawali., 2006. Pengawet Makanan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.
Depdikbud PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Muratore, G. Dan F. Licciardello. 2005. Effect of Vacuum and Modified
Atmosphere Packaging on The Shelf-Life of Liquid-Smoked Swordfish
(Xiphias Gladius) Slices. Journal of Food Science 70:359-363.
Naruki, S. dan S. Kanoni. 1992. Kimia dan Teknologi Pengolahan hasil Hewani.
PAU Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Ockerman. 1983. Chenistry of Meat Tissue. 10th Ed. Departement of Animal Sc.
The Ohio State University and Ohio Agricultural Research and
Development Center.
Pandisurya, C. 1983. Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap
Mutu Bakso. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1999. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Puspitasari, D. 2008. Kajian Substitusi Tapioka dengan Rumput Laut (Eucheuma
cottoni) pada Pembuatan Bakso. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Suprapti, L.M. 2003. Membuat Bakso Daging dan Bakso Ikan. Kanisius,
Yogyakarta.
SNI 01-3818. 1995. Standar Mutu Bakso. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Suprapti, L.M. 2007. Pembuatan dan Pemanfaatan Tepung Tapioka. Kanisius,
Yogyakarta.
Tarwotjo, I., S. Hartini, S. Soekirman, dan Sumartono. 1998. Komposisi Tiga
Jenis Bakso di Jakarta. Jakarta: Akademi Gizi.
Tranggono, Suhardi dan Bambang Setiaji. 1997. Produksi Asap Cair Dan
Penggunannya Pada Pengolahan Beberapa Bahan Makanan Kahas
Indonesia. Laporan Akhir Riset Unggulan Terpadu III. Kantor Menristek.
Puspitek. Jakarta
Tazwir. 1992. Pembuatan Sosis dan Bakso Ikan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian
Hasil Panen Perikanan (hal. 187-189). Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan.
Wibowo S. 1999. Budidaya Bawang Putih, Merah dan Bombay. Jakarta : PT
Penebar Swadaya.
Wibowo S. 2009. Membuat 50 Jenis Bakso Sehat dan Enak. Jakarta: Swadaya.
Widyaningsih. T. D. dan E. S. Murtini, 2006. Pengolahan Pangan Masa Kini.
http://www.e-dukasi.net/trubus Agrisarana. Diakses tanggal 16 Februari
2008.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Winarno,F.G. 1997. Kimia Pangnan Gizi. PT Gramedian Pustaka Utama. Jakarta.
Zulkarnain, J. 2013. Pengaruh Perbedaan Komposisi Tepung Tapioka Terhadap
Kualitas
Bakso
Lele.
http://download.portalgaruda.org/article.php?captcha=s
kinking&article=24240&val=1480&title=&yt0=Download%2FOpen.
Diakses Maret 2013
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 2. Lembar Uji Hedonik Bakso Ikan Lele
UJI SENSORI KESUKAAN ( UJI HEDONIK)
Nama panelis
: .......................................................................................
Umur
: .......................................................................................
Jenis kelamin
: .......................................................................................
Dihadapan Saudara disajikan sampel bakso ikan leleyang diberi kode. Anda
diminta untuk menilai secara organoleptik terhadap warna, aroma, tekstur, dan
rasa dengan uji skoring, nilai skor 1–7. Jangan lupa berkumur-kumur dengan air
minum yang telah disediakan setelah Saudara mencicipi satu sampel sebelum
beralih ke sampel berikutnya.Jangan membanding kantingkat kesukaan antar
sampel.
1. Warna
Sampel
Kriteria
A
Sangat tidak suka (1)
Tidak suka (2)
Agak tidak suka (3)
Agak suka (4)
Suka (5)
Sangat suka (6)
Suka sekali (7)
B
C
D
E
F
G
H
I
2. Aroma
Sampel
Kriteria
A
B
C
D
E
F
G
H
I
F
G
H
I
F
G
H
I
Sangat tidak suka (1)
Tidak suka (2)
Agak tidak suka (3)
Agak suka (4)
Suka (5)
Sangat suka (6)
Suka sekali (7)
3. Tekstur
Sampel
Kriteria
A
B
C
D
E
Sangat tidak suka (1)
Tidak suka (2)
Agak tidak suka (3)
Agak suka (4)
Suka (5)
Sangat suka (6)
Suka sekali (7)
4. Rasa
Sampel
Kriteria
A
Sangat tidak suka (1)
Tidak suka (2)
Agak tidak suka (3)
Agak suka (4)
Suka (5)
Sangat suka (6)
B
C
D
E
Suka sekali (7)
Lampiran 10. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan konsentrasi asap cair yang berbeda sebelum
penyimpanan secara sensori
Ulangan
Perlakuan
I
II
III
4,50
4,55
4,65
A
4,70
4,55
4,55
B
3,10
4,15
4,15
C
5,05
4,10
4,05
D
3,70
4,10
4,10
E
2,75
3,35
3,45
F
5,25
4,50
4,50
G
3,75
3,00
3,15
H
2,80
1,90
2,00
I
Jumlah
35,60
34,20
34,60
Rata-rata
3,96
3,80
3,84
Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele
B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele
C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele
D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele
E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele
F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele
G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele
H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele
I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele
Jumlah
Rata-rata
13,70
13,80
11,40
13,20
11,90
9,55
14,25
9,90
6,70
104,40
11,60
+ 0% asap cair
+ 1% asap cair
+ 2% asap cair
+ 0% asap cair
+ 1% asap cair
+ 2% asap cair
+ 0% asap cair
+ 1% asap cair
+ 2% asap cair
4,57
4,60
3,80
4,40
3,97
3,18
4,75
3,30
2,23
34,80
3,87
Lampiran 11. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
sebelum penyimpanan secara sensori
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Non Aditif
Sisa
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
F Tabel
5%
2
8
16
1
15
0,12
16,69
2,85
0,00
2,85
0,06
2,09
0,18
0,00
0,19
0,32 tn
11,71 *
3,63
2,59
0,01 tn
4,54
Total
Keterangan :
26
19,65
KK = 10,92 %
= berbeda nyata 5%
tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 11,54 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
Lampiran 12. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cairyang berbeda sebelum penyimpanan
secara sensori
*
Ulangan
Jumlah
Rata-rata
I
II
III
4,95
4,60
5,15
14,70
4,90
A
4,45
4,20
4,55
13,20
4,40
B
4,25
4,00
3,90
12,15
4,05
C
5,15
4,45
4,75
14,35
4,78
D
4,35
4,10
4,10
12,55
4,18
E
4,15
3,90
3,65
11,70
3,90
F
4,35
4,15
4,65
13,15
4,38
G
3,55
3,70
3,35
10,60
3,53
H
3,00
3,15
3,00
9,15
3,05
I
Jumlah
38,20
36,25
37,10
111,55
37,18
Rata-rata
4,24
4,03
4,12
12,39
4,13
Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair
G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
Perlakuan
Lampiran 13. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
sebelum penyimpanan secara sensori
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Non Aditif
Sisa
Total
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
1
15
26
0,21
8,22
0,69
0,17
0,52
9,13
0,11
1,03
0,04
0,17
0,03
F
Hitung
F Tabel
5%
2,47 tn
23,86 *
3,63
2,59
4,86 *
4,54
KK = 5,02%
Keterangan :
*
= berbeda nyata 5%
tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,67 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
Lampiran 14. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum penyimpanan
(Transformasi √
secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
I
2,34
2,23
2,18
2,38
2,20
2,16
2,20
2,01
1,87
Ulangan
II
2,26
2,17
2,12
2,25
2,15
2,10
2,16
2,05
1,91
III
2,38
2,25
2,10
2,29
2,15
2,04
2,27
1,96
1,87
Jumlah
Rata-rata
6,98
6,65
6,40
6,92
6,50
6,30
6,63
6,02
5,65
2,33
2,22
2,13
2,31
2,17
2,10
2,21
2,01
1,88
Jumlah
19,57
19,17
19,21
58,05
Rata-rata
2,17
2,13
2,13
6,45
Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair
G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2 % asap cair
19,36
2,15
Lampiran 15. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
sebelum penyimpanan (Transformasi √
Sumber Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
2
8
16
26
0,01
0,46
0,04
0,51
0,01
0,06
0,00
2,32 tn
25,70 *
KK = 2,20 %
F
Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 16. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum
penyimpanan secara sensori
Ulangan
Jumlah
Rata-rata
I
II
III
A
5,00
4,85
4,80
14,65
4,88
B
4,70
4,75
4,70
14,15
4,72
C
5,00
4,70
4,40
14,10
4,70
D
4,45
4,85
4,65
13,95
4,65
E
4,35
4,85
4,75
13,95
4,65
F
4,50
4,85
4,80
14,15
4,72
G
5,00
4,85
4,85
14,70
4,90
H
4,80
4,85
4,65
14,25
4,75
I
4,85
4,60
4,50
13,95
4,65
Jumlah
42,65
43,10
42,10
127,85
42,65
Rata-rata
4,74
4,79
4,68
14,21
4,74
Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair
G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
Perlakuan
Lampiran 17. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cairyang berbeda
sebelum penyimpanan secara sensori
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
F Tabel
5%
Kelompok
2
0,06
0,02
0,84 tn
3,63
Perlakuan
8
0,22
0,03
0,82 tn
2,59
Galat
16
0,53
0,03
Non Aditif
1
0,01
0,01
0,19
4,54
Sisa
15
0,57
0,04
Total
26
0,81
KK = 3,86%
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 41,00 > χ2 Tabel = 15,50 (Data tidak homogen)
Lampiran 18. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum
penyimpanan (Transformasi √
secara sensori
Ulangan
Jumlah
Rata-rata
I
II
III
A
2,35
2,31
2,30
6,96
2,32
B
2,80
2,29
2,28
7,37
2,46
C
2,35
2,28
2,21
6,84
2,28
D
2,23
2,31
2,27
6,81
2,27
E
2,20
2,31
2,29
6,80
2,27
F
2,24
2,31
2,30
6,85
2,28
G
2,34
2,31
2,31
6,96
2,32
H
2,30
2,30
2,27
6,87
2,29
I
2,31
2,26
2,24
6,81
2,27
Jumlah
21,12
20,68
20,47
62,27
20,76
Rata-rata
2,35
2,30
2,27
6,92
2,31
Keterangan : A : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 0% asap cair
B : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 1% asap cair
C : 10% tepung tapioka : 90% ikan lele + 2% asap cair
D : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 0% asap cair
E : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 1% asap cair
F : 20% tepung tapioka : 80% ikan lele + 2% asap cair
G : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 0% asap cair
H : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 1% asap cair
I : 30% tepung tapioka : 70% ikan lele + 2% asap cair
Perlakuan
Lampiran 19. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
sebelum penyimpanan (Transformasi √
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
Derajat
Bebas
2
8
16
Jumlah
Kuadrat
0,00
0,01
0,03
26
0,04
Kuadrat
Tengah
0,00
0,00
0,00
secara sensori
F
Hitung
0,83tn
0,82tn
KK=1,75%
F Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 20.
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda sebelum
penyimpanan secara sensori
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
4,30
4,20
4,10
12,60
4,20
3,95
4,55
4,55
13,05
4,35
3,45
4,45
4,40
13,30
4,43
4,75
5,10
4,95
14,80
4,93
4,90
5,10
5,10
15,10
5,03
4,60
5,10
5,00
14,70
4,90
4,90
4,70
4,65
14,25
4,75
4,65
4,85
4,80
14,30
4,77
5,10
4,85
4,80
14,75
4,92
41,60
42,90
42,35
126,85
42,28
4,62
4,77
4,71
14,09
4,70
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka :70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 21. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
sebelum penyimpanan secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F Hitung
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Keragaman
Kelompok
2
14,59
7,29
1126,23 *
Perlakuan
8
2,87
0,36
6,21*
Galat
16
0,92
0,06
Non Aditif
1
0,06
0,06
1,09 tn
Sisa
15
0,86
0,06
Total
26
18,38
KK = 9,05 %
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
tn = tidak berbeda nyata
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 0,27 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
F Tabel
5%
3,63
2,59
4,54
Lampiran 22. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yangb berbeda setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
2,25
1,40
1,15
4,80
1,60
2,75
1,55
1,55
5,85
1,95
2,90
1,50
1,50
5,90
1,97
2,85
1,65
1,55
6,05
2,02
3,55
1,75
1,75
7,05
2,35
3,65
1,75
1,75
7,15
2,38
3,10
1,80
1,70
6,60
2,20
4,00
2,00
1,95
7,95
2,65
4,05
1,95
1,90
7,90
2,63
29,10
15,35
14,80
59,25
19,75
3,23
1,71
1,64
6,58
2,19
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 23. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F
F Tabel
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Hitung
5%
Keragaman
Kelompok
2
14,59
7,29
126,23*
3,63
*
Perlakuan
8
2,87
0,36
6,21
2,59
Galat
16
0,92
0,06
Non Aditif
1
0,82
0,82
115,04*
4,54
Sisa
15
0,11
0,01
Total
26
18,38
KK = 10,95%
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 2,16 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
Lampiran 24. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,66
1,80
1,84
1,83
2,01
2,03
1,90
2,12
2,13
16,32
1,81
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,38
1,43
1,41
1,47
1,50
1,50
1,52
1,58
1,57
13,36
1,48
III
1,29
1,43
1,41
1,43
1,50
1,50
1,48
1,57
1,55
13,16
1,46
Jumlah
Rata-rata
4,33
4,66
4,66
4,73
5,01
5,03
4,90
5,27
5,25
43,84
4,87
1,44
1,55
1,55
1,58
1,67
1,68
1,63
1,76
1,75
14,61
1,62
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 25. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi
√
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
26
1,23
0,25
0,05
1,53
0,62
0,03
0,00
F
Hitung
206,23*
10,44 *
KK = 3,37%
F Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 26. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
2,05
1,25
1,00
4,30
1,43
2,40
1,60
1,40
5,40
1,80
2,45
1,65
1,45
5,55
1,85
2,70
1,90
1,65
6,25
2,08
2,95
1,85
1,75
6,55
2,18
2,95
1,85
1,75
6,55
2,18
2,90
1,90
1,75
6,55
2,18
3,55
2,00
1,85
7,40
2,47
3,65
2,00
1,95
7,60
2,53
25,60
16,00
14,55
56,15
18,72
2,84
1,78
1,62
6,24
2,08
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka :70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 27. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F Hitung
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Keragaman
Kelompok
2
8,01
4,01
126,16*
Perlakuan
8
2,81
0,35
11,06 *
Galat
16
0,51
0,03
Non Aditif
1
0,32
0,32
24,60 *
Sisa
15
0,20
0,01
Total
26
11,33
KK = 8,57 %
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 1,94 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
F Tabel
5%
3,63
2,59
4,54
Lampiran 28. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,60
1,70
1,72
1,79
1,86
1,86
1,84
2,01
2,04
16,39
1,82
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,32
1,45
1,47
1,55
1,53
1,53
1,55
1,58
1,58
13,56
1,51
III
1,23
1,38
1,40
1,47
1,50
1,50
1,50
1,53
1,57
13,08
1,45
Jumlah
Rata-rata
4,15
4,53
4,59
4,81
4,89
4,89
4,89
5,12
5,19
43,06
4,78
1,38
1,51
1,53
1,60
1,63
1,63
1,63
1,71
1,73
14,35
1,59
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 29. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi
√
Sumber Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
2
8
16
26
0,73
0,28
0,03
1,03
0,36
0,03
0,00
206,68*
19,58 *
KK = 2,63 %
F
Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 30.
Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah
penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Perlakuan
I
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
1,95
1,60
1,20
4,75
1,58
2,00
1,75
1,75
5,50
1,83
2,00
1,80
1,75
5,55
1,85
2,00
1,85
1,70
5,55
1,85
2,00
1,80
1,80
5,60
1,87
1,95
1,65
1,65
5,25
1,75
2,00
1,80
1,70
5,50
1,83
2,05
1,85
1,80
5,70
1,90
2,00
1,75
1,75
5,50
1,83
17,95
15,85
15,10
48,90
1,81
1,99
1,76
1,68
5,43
1,81
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 31. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Non Aditif
Sisa
Total
Keterangan :
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
1
15
0,48
0,21
0,13
0,08
0,05
0,24
0,07
0,01
0,08
0,00
F
Hitung
30,23*
3,32*
3,63
2,59
25,17*
4,54
26
0,83
KK = 4,95%
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 5,51 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
*
F Tabel
5%
Lampiran 32. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
1,57
1,58
1,58
1,58
1,58
1,56
1,58
1,60
1,58
14,21
1,58
Ulangan
II
1,45
1,50
1,52
1,53
1,52
1,47
1,52
1,53
1,50
13,54
1,50
III
1,30
1,50
1,50
1,48
1,52
1,47
1,48
1,52
1,50
13,27
1,47
Jumlah
Rata-rata
4,32
4,58
4,60
4,59
4,62
4,50
4,58
4,65
4,58
41,02
4,56
1,44
1,53
1,53
1,53
1,54
1,50
1,53
1,55
1,53
13,68
1,52
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 33. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi
secara sensori
√
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
Kelompok
Perlakuan
Galat
2
8
16
0,53
0,26
0,17
0,07
0,00
0,00
25,47*
3,11*
Total
26
0,83
Sumber Keragaman
KK = 2,12%
F
Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 34. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Perlakuan
I
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
2,10
1,40
1,05
4,55
1,52
2,45
1,65
1,50
5,60
1,87
2,55
1,70
1,55
5,80
1,93
2,65
1,70
1,55
5,90
1,97
3,05
1,75
1,70
6,50
2,17
3,05
1,60
1,60
6,25
2,08
3,05
1,60
1,50
6,15
2,05
3,90
1,90
1,75
7,55
2,52
3,90
2,10
2,00
8,00
2,67
26,70
15,40
14,20
56,30
18,77
2,97
1,71
1,58
6,26
2,09
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 35. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang secara sensori
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Non Aditif
Sisa
Total
Keterangan :
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
1
15
14,59
2,87
0,92
0,79
0,13
7,29
0,36
0,06
0,79
0,01
F
Hitung
126,34*
6,21*
3,63
2,59
90,63*
4,54
26
18,38
KK = 11,53%
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 3,22 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
*
F Tabel
5%
Lampiran 36. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,61
1,72
1,75
1,77
1,88
1,88
1,88
2,10
2,10
16,69
1,85
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,38
1,47
1,48
1,48
1,50
1,45
1,45
1,55
1,61
13,37
1,49
III
1,25
1,41
1,43
1,43
1,48
1,45
1,41
1,50
1,58
12,94
1,44
Jumlah
Rata-rata
4,24
4,60
4,66
4,68
4,86
4,78
4,74
5,15
5,29
43,00
4,78
1,41
1,53
1,55
1,56
1,62
1,59
1,58
1,72
1,76
14,32
1,59
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 37. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 20 jam pada suhu ruang (Transformasi
√
Sumber Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
2
8
16
26
0,94
0,25
0,06
1,25
0,47
0,03
0,00
116,88*
7,86 *
KK = 3,98 %
F
Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 38. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpana
selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
1,90
1,25
1,00
4,15
1,35
2,00
1,35
1,05
4,40
1,47
2,10
1,40
1,30
4,80
1,60
2,00
1,50
1,30
4,80
1,60
2,00
1,45
1,30
4,75
1,58
2,10
1,45
1,35
4,90
1,63
2,00
1,55
1,45
5,00
1,67
2,00
1,60
1,45
5,05
1,68
2,30
1,90
1,80
6,00
2,00
18,40
13,45
12,00
43,85
14,62
2,04
1,49
1,33
4,87
1,62
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 39. Analisis ragam aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F
F Tabel
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Hitung
5%
Keragaman
Kelompok
2
2,50
1,25
170,24*
3,63
*
Perlakuan
8
0,70
0,09
11,86
2,59
Galat
16
0,12
0,01
Non Aditif
1
0,07
0,07
21,17*
4,54
Sisa
15
0,05
0,00
Total
26
3,32
KK = 5,28%
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 1,51 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
Lampiran 40. Aroma bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,55
1,58
1,61
1,58
1,58
1,61
1,58
1,58
1,67
14,34
1,59
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,32
1,36
1,39
1,41
1,40
1,40
1,43
1,45
1,54
12,70
1,41
III
1,23
1,26
1,34
1,34
1,34
1,36
1,40
1,40
1,52
12,19
1,35
Jumlah
Rata-rata
4,10
4,20
4,34
4,33
4,32
4,37
4,41
4,43
4,73
39,23
4,36
1,37
1,40
1,45
1,44
1,44
1,46
1,47
1,48
1,58
19,09
2,12
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 41. Analisis ragam bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka
dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah
penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi
√
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
26
2,29
0,08
0,17
0,39
0,14
0,01
0,00
F
Hitung
133,31*
9,73*
KK = 2,27%
F Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 42. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
2,00
1,00
1,00
4,00
1,33
1,95
1,95
1,75
5,65
1,88
36,25
9,95
41,40
37,65
12,55
4,03
1,11
4,60
4,18
1,39
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 43. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F
F Tabel
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Hitung
5%
Keragaman
Kelompok
2
4,86
2,43
78,14 *
3,63
*
Perlakuan
8
0,81
0,10
3,24
2,59
Galat
16
0,50
0,03
Non Aditif
1
0,50
0,48
324,25*
4,54
Sisa
15
0,02
0,00
Total
26
6,17
KK = 12,65 %
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,41< χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
Lampiran 44. Rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan lele
dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,58
1,58
1,58
1,58
1,58
1,58
1,58
1,58
1,57
14,21
1,57
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,57
11,41
1,26
III
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,23
1,50
11,34
1,26
Jumlah
Rata-rata
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
4,04
4,65
36,97
4,10
1,34
1,34
1,34
1,34
1,34
1,34
1,34
1,34
1,54
12,26
1,36
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 45. Analisis ragam rasa bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi
√
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
2
8
16
26
0,61
0,11
0,06
0,79
0,31
0,01
0,00
F
Hitung
76,97 *
3,32 *
KK = 4,63 %
F Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 46. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Perlakuan
Ulangan
II
I
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Jumlah
III
Rata-rata
2,10
1,05
1,00
4,15
1,38
2,00
1,50
1,15
4,65
1,55
2,00
1,55
1,25
4,80
1,60
2,10
1,50
1,40
5,00
1,67
2,00
1,75
1,45
5,20
1,73
2,05
1,00
1,15
4,20
1,40
2,05
1,85
1,50
5,40
1,80
2,10
1,85
1,60
5,55
1,85
2,15
1,90
1,70
5,75
1,92
18,55
13,95
12,20
44,70
14,90
2,06
1,55
1,36
4,97
1,66
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 47. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Non Aditif
Sisa
Total
Keterangan :
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
F Tabel
5%
2
8
16
1
15
2,40
0,86
0,50
0,27
0,22
1,20
0,11
0,03
0,27
0,01
38,55 *
3,47 *
3,63
2,59
18,10 *
4,54
26
3,75
KK = 10,64%
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 4,18 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
*
Lampiran 48. Warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
Ulangan
II
1,25
1,41
1,43
1,41
1,50
1,23
1,53
1,53
1,55
12,84
1,43
I
1,61
1,58
1,58
1,61
1,58
1,60
1,60
1,61
1,63
14,40
1,60
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
III
1,23
1,29
1,32
1,38
1,40
1,29
1,41
1,45
1,48
12,25
1,36
Jumlah
Rata-rata
4,09
4,28
4,33
4,40
4,48
4,12
4,54
4,59
4,66
39,49
4,39
1,36
1,43
1,44
1,47
1,50
1,37
1,51
1,53
1,55
13,16
1,46
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 49. Analisis ragam warna bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi
√
Sumber
Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
F Tabel
5%
2
8
16
26
0,28
0,11
0,07
3,75
0,14
0,01
0,00
33,64 *
3,40 *
3,63
2,59
KK = 4,38%
Lampiran 50. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Perlakuan
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
I
Ulangan
II
III
Jumlah
Rata-rata
1,95
1,20
1,00
4,15
1,38
2,00
1,20
1,00
4,20
1,60
2,05
1,35
1,15
4,55
1,70
2,05
1,25
1,00
4,30
1,65
2,05
1,25
1,20
4,50
1,65
2,00
1,35
1,30
4,65
1,68
2,05
1,35
1,30
4,70
1,70
2,10
1,75
1,55
5,40
1,93
2,10
1,80
1,65
5,55
1,95
26,70
12,50
11,15
42,00
15,23
2,97
1,39
1,24
4,67
1,69
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 51. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator secara sensori
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F Hitung
Sumber
Bebas
Kuadrat
Tengah
Keragaman
Kelompok
2
3,26
1,63
114,89*
Perlakuan
8
0,66
0,08
5,82 *
Galat
16
0,23
0,01
Non Aditif
1
0,19
0,19
73,37 *
Sisa
15
0,04
0,00
Total
26
4,14
KK = 7,65%
*
Keterangan :
= berbeda nyata 5%
KK = Koefisien Keragaman
Uji homogenitas : χ2 Hitung = 3,22 < χ2 Tabel = 15,50 (Data homogen)
F Tabel
5%
3,63
2,59
4,54
Lampiran 52. Tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung tapioka dan ikan
lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda setelah penyimpanan
selama 6 hari di refrigerator (Transformasi √
secara
sensori
Perlakuan
I
1,57
1,58
1,60
1,60
1,60
1,58
1,60
1,61
1,61
15,95
1,77
A
B
C
D
E
F
G
H
I
Jumlah
Rata-rata
Keterangan :
Ulangan
II
1,30
1,30
1,36
1,32
1,32
1,36
1,36
1,50
1,52
12,34
1,37
III
1,23
1,23
1,29
1,23
1,30
1,34
1,34
1,43
1,47
11,86
1,32
Jumlah
Rata-rata
4,10
4,11
4,25
4,15
4,22
4,28
4,30
4,54
4,60
38,55
4,38
1,37
1,37
1,42
1,38
1,41
1,43
1,43
1,51
1,53
12,85
1,43
A : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 0 % asap cair
B : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 1% asap cair
C : 10 % tepung tapioka : 90 % ikan lele + 2 % asap cair
D : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 0 % asap cair
E : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 1% asap cair
F : 20 % tepung tapioka : 80 % ikan lele + 2 % asap cair
G : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 0 % asap cair
H : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 1 % asap cair
I : 30 % tepung tapioka : 70 % ikan lele + 2 % asap cair
Lampiran 53. Analisis ragam tekstur bakso ikan lele berbagai proprosi tepung
tapioka dan ikan lele dengan kosentrasi asap cair yang berbeda
setelah penyimpanan selama 6 hari di refrigerator (Transformasi
√
Sumber Keragaman
Kelompok
Perlakuan
Galat
Total
secara sensori
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung
2
8
16
26
0,39
0,09
0,03
0,50
0,19
0,01
0,00
97,01 *
5,35 *
KK = 3,13 %
F
Tabel
5%
3,63
2,59
Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele
Proses pilet pada ikan lele
Proses
penggilingan
ikan
lele
Proses penimbangan bahan
Proses mencampurkanadonan
Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele
Bakso ikan lele P1
Bakso ikan lele P2
Proses pembentukan bakso ikan lele
bakso ikan lele P3
bakso ikan lele siap untuk direbus
Lampiran 51. Proses pembuatan bakso ikan lele
Proses perebusan bakso ikan lele dengan kosentrasi asapcair
Proses pengangkatan bakso yang sudah mengempul
Sempel bakso ilan lele siap untuk uji organoleptik
Lampiran 52. Proses uji organoleptik bakso ikan lele
Panelis sedang melakuakan uji organoleptik
Bakso ikan lele orleb 1
bakso ikan lele orleb 6
Sempel bakso yang telah rusak
Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele
Proses penimbangan
timbang cawan
Sebelum distuksi
Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele
proses ekstraksi
Hidrolisis
hasil hidrolisis
Triration
hasil tritasi
Lampiran 53. Uji proksimat terhadap bakso ikan lele
Filtrasi
Orleb 1 mahasiswa polinena
proses ekstrasi
orleb 6 mahasiswa polinela
Download