merupakan “proses - Lumbung Pustaka UNY

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Kependidikan
1.
Pembelajaran Biologi
Pembelajaran, menurut BSNP (2007: 6), merupakan “proses interaksi antara
peserta didik dengan guru dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar”.
E. Mulyasa (2002: 100) menyatakan pembelajaran adalah proses interaksi antara
peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah
yang lebih baik. Sugihartono, dkk. (2007: 81) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk
menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi, dan menciptakan sistem
lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan
belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal. Kegiatan
pembelajaran semestinya mengembangkan kemampuan untuk mengetahui,
memahami,
melakukan
sesuatu,
hidup
dalam
kebersamaan,
dan
mengaktualisasikan diri. Agar terlaksana dengan efektif dan efisien, maka proses
pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, serta diawasi.
Tuntutan menghasilkan lulusan yang bermutu, di samping mengingat
kebhinekaan budaya, keragaman latar belakang, dan karakteristik peserta didik,
mengakibatkan proses pembelajaran yang diadakan harus bersifat fleksibel,
bervariasi, dan memenuhi standar. Proses pembelajaran pada setiap satuan
pendidikan,
termasuk
tingkat
SMA/MA,
haruslah
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi
9
aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik.
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘bios’ yang berarti kehidupan dan
‘logos’ yang berarti ilmu. Biologi merupakan ilmu pengetahuan alam atau sains
yang mempelajari tentang kehidupan. Biologi sebagai ilmu memiliki karakteristik
yang berbeda jika dibandingkan dengan cabang ilmu sains yang lain. Biologi
mempelajari makhluk hidup dan kehidupannya, mulai dari aspek persoalan hingga
tingkat organisasinya. Produk keilmuan yang dihasilkan Biologi berupa konsep
sebagai hasil dari proses keilmuan Biologi.
Carin dan Sund (1985: 4-5) menyatakan terdapat tiga elemen dalam kegiatan
sains. Biologi, sebagai salah satu cabang ilmu sains, juga memiliki ketiga elemen
tersebut, meliputi:
1.
Sikap ilmiah (human attitude), yaitu kepercayaan, nilai-nilai, gagasan tertentu,
misalnya keputusan yang ditunda sampai data yang berhubungan dengan
masalah telah terkumpul cukup, serta konstan berusaha untuk selalu objektif.
2.
Proses ilmiah (processes or methods), merupakan cara-cara tertentu untuk
menginvestigasi masalah atau mengamati masalah, misalnya membuat
hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi data,
mengukur, dan sebagainya.
3.
Produk ilmiah (products), merupakan fakta, prinsip, hukum, teori, contohnya
prinsip saintifik bahwa besi jika dipanaskan akan memuai.
10
Ketiga unsur di atas merupakan ciri sains yang tidak dapat dipisahkan dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Melalui pembelajaran sains, salah satunya adalah
pembelajaran Biologi, peserta didik diharapkan dapat membangun pengetahuan
melalui cara kerja ilmiah, kerja sama kelompok, belajar berinteraksi dan
berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
Menurut Djohar (Suratsih, dkk., 2010: 8), pembelajaran Biologi pada
dasarnya merupakan perwujudan dari interaksi subjek, yang berupa siswa, dengan
objek yang dipelajari, dalam hal ini berupa makhluk hidup dengan segala aspek
kehidupannya. Interaksi tersebut memberi peluang kepada siswa untuk berlatih
belajar dan mengerti bagaimana belajar, mengembangkan potensi rasional pikir,
keterampilan, dan kepribadian, serta mengenal permasalahan Biologi dan
pengkajiannya.
Pencapaian pembelajaran Biologi sebagaimana pembelajaran pada umumnya
mengedepankan pengembangan ranah-ranah pendidikan sebagai target pencapaian
yang harus dikuasai peserta didik. Menurut Wuryadi (Suratsih, dkk., 2010: 8),
ranah tersebut meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang selanjutnya
dapat diuraikan menjadi tujuan pembelajaran Biologi, meliputi:
1.
Pengembangan sikap dan penghargaan,
2.
Pengembangan cara berpikir,
3.
Pengembangan keterampilan, baik keterampilan kerja maupun keterampilan
berpikir,
4.
Pengembangan pengetahuan dan pengertian, serta penggunaan pengetahuan
tersebut bagi kepentingan kehidupan manusia.
11
Suhardi (2012: 1) menyatakan bahwa proses pembelajaran Biologi sebagai
suatu sistem pada prinsipnya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
antara komponen-komponennya. Komponen tersebut meliputi raw input
(masukan mentah), instrumental input (masukan instrumental), environment
(lingkungan), dan output (hasil keluaran). Dalam proses pembelajaran Biologi,
raw input-nya adalah siswa, sedangkan instrumental input-nya meliputi
kurikulum, guru, sumber belajar, media, metode, serta sarana dan prasarana.
Keempat komponen tersebut saling mewujudkan sistem pembelajaran, dengan
proses pembelajaran berada di pusatnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Masukan Instrumental
(Instrumental Input)
Hasil Keluaran
(Output)
Proses
Pembelajaran
Masukan Mentah
(Raw Input)
Lingkungan
(Environment)
Gambar 1. Diagram Hubungan Konsep Sistem Pembelajaran Biologi (Sumber:
Suhardi, 2012: 1).
Pembelajaran
Biologi
pada
dasarnya
lebih
menekankan
kegiatan
mengembangkan konsep dan keterampilan proses. Proses pembelajaran Biologi
merupakan interaksi antara siswa dan objek belajar, maka sudah semestinya
dalam pembelajaran diusahakan untuk dapat menciptakan interaksi tersebut.
12
Pendekatan diperlukan untuk mempelajari sains, terutama Biologi, agar
memudahkan siswa dalam memahami konsep-konsep Biologi.
Pembelajaran Biologi di SMA/MA semestinya lebih menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung. Hal ini menyebabkan proses
pembelajaran Biologi disarankan dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific
inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah,
serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Biologi
menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses
sains. Pengalaman belajar yang bermakna dapat diperoleh dari penggunaan
keterampilan proses sains dalam pembelajaran Biologi.
2.
Keterampilan Mengamati
a.
Keterampilan Proses Sains
Belajar cabang ilmu sains, salah satunya Biologi, baru dikatakan bermakna
jika siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial. Pembelajaran
Biologi yang diselenggarakan haruslah mampu memberikan pengalaman belajar
secara langsung kepada siswa untuk membuat proses pembelajaran bermakna.
Siswa, dalam belajar Biologi, tidak hanya cukup dengan mempelajari produk
berupa fakta dan konsep saja, tetapi juga dituntut untuk menemukan sendiri fakta
dan konsep melalui kegiatan observasi dan eksperimen. Melalui proses
menemukan sendiri fakta dan konsep tersebut, maka keterampilan proses sains
dapat dikembangkan, sehingga pengalaman belajar langsung dapat diperoleh dan
pembelajaran menjadi lebih bermakna.
13
Conny S., dkk. (1986: 17) menjelaskan keterampilan proses adalah
keterampilan fisik dan mental terkait dengan kemampuan dasar yang dimiliki,
dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga dapat
ditemukan sesuatu yang baru. Menurut Indrawati (Trianto, 2012: 144),
keterampilan proses sains merupakan keterampilan ilmiah terarah baik kognitif
maupun psikomotorik yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep atau
prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya,
ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap suatu penemuan. Keterampilan
proses sains, menurut Mundilarto (Gamaliel S.A. dan Suciati S., 2011: 277),
diartikan sebagai kemampuan atau kecakapan untuk melaksanakan suatu tindakan
dalam belajar sains, sehingga menghasilkan konsep, teori, prinsip, hukum,
maupun fakta ilmiah. Keterampilan-keterampilan proses biasanya dikuasai oleh
para ilmuwan dan digunakan aktif untuk menemukan fakta atau konsep yang baru
dalam berkarya.
Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat di
dalamnya karena dengan melakukan keterampilan proses, siswa menggunakan
pikirannya. Keterampilan manual terlibat dalam keterampilan proses karena dalam
pelaksanaannya dapat melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran,
penyusunan, atau perakitan alat. Keterampilan sosial turut digunakan karena siswa
dimaksudkan berinteraksi dengan teman-temannya dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang menggunakan keterampilan proses, misalnya seperti
mendiskusikan hasil pengamatan (Nuryani R., 2005: 78).
14
Keterampilan proses sains secara keseluruhan terbagi menjadi dua, meliputi
keterampilan dasar (basic process skill) dan keterampilan terpadu (integrated
process skill). Subiyanto (1992: 144) menjabarkan bahwa keterampilan dasar
merupakan dasar intelektual untuk memecahkan masalah. Keterampilan dasar
merupakan keterampilan prasyarat untuk menguasai keterampilan terintegrasi.
Menurut Conny S., dkk. (1986: 17-18) keterampilan proses sains meliputi
mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari
hubungan ruang/waktu, membuat hipotesis, merencana penelitian/eksperimen,
mengendalikan variabel, menginterpretasi atau menafsirkan data, menyusun
kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan (memprediksi), menerapkan
(mengaplikasi), dan mengkomunikasikan. Funk (Trianto, 2010: 144) menegaskan
bahwa keterampilan dasar meliputi observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran,
prediksi, dan inferensi. Keterampilan terpadu merupakan alat yang digunakan
untuk memecahkan suatu permasalahan.
Keterampilan terpadu meliputi
menentukan variabel, menyusun tabel data, menyusun grafik, memberi hubungan
variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan, menyusun hipotesis,
menentukan variabel secara operasional, merencanakan penyelidikan, dan
melakukan eksperimen.
b. Keterampilan Mengamati
Mengamati atau observasi merupakan salah satu dari keterampilan proses
sains. Menurut Conny S., dkk. (1986: 19) mengamati merupakan keterampilan
ilmiah paling mendasar. Keterampilan mengamati dikatakan paling dasar karena
merupakan langkah awal dalam melakukan metode ilmiah. Mengobservasi atau
15
mengamati tidak sama dengan melihat. Dalam mengobservasi atau mengamati,
siswa memilah-milah mana yang penting dari yang kurang atau yang tidak
penting.
Kegiatan mengobservasi atau mengamati, disebutkan oleh Carin dan Sund
(1985: 68-69), biasa dilakukan dengan mengamati lingkungan sekitar mengenai
berbagai objek dan fenomena alam. Kegiatan mengamati dilakukan dengan panca
indera, yaitu penglihatan (misalnya menentukan warna), pendengaran (misalnya
mendengarkan kicauan burung), perabaan (merasakan kasar halusnya suatu objek),
penciuman (misalnya membedakan bau bunga mawar dengan melati), dan
pengecap (membedakan rasa manis dengan asin). Dengan melakukan pengamatan,
baik yang bersifat kualitatif maupun bersifat kuantitatif, siswa akan menghasilkan
suatu data atau informasi, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk
langkah selanjutnya, seperti menanyakan, memikirkan lebih lanjut, menafsirkan,
menguraikan, dan meneliti kembali. Beberapa kegiatan seperti menghitung,
mengukur, dan mengklasifikasi tercakup dalam lingkup mengamati.
Guru perlu melatih siswa agar terampil dalam mengamati atau mengobservasi
berbagai makhluk hidup, benda, atau fenomena yang ada di sekitarnya dalam
pembelajaran di kelas. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan
kepekaan mereka terhadap keadaan sekitar. Dikatakan oleh Poppy Kamalia Devi
(2010: 8-13), bahwa pengamatan yang menggunakan indera saja dinamakan
pengamatan
kualitatif,
sedangkan
pengamatan
yang
dilakukan
dengan
menggunakan alat ukur disebut pengamatan kuantitatif.
16
3.
Guru
Guru selama ini banyak digunakan untuk menyebut orang yang mengajarkan
ilmu pengetahuan, sopan santun, budi pekerti, dan sebagainya. Undang-Undang
Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan guru
adalah “tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran, dan menilai pembelajaran”. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru adalah “pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Dalam setiap sistem dan proses pendidikan di mana pun, guru memegang
peranan penting. Siswa tidak mungkin belajar sendiri tanpa bimbingan guru yang
mampu mengemban tugasnya dengan baik. Meskipun konsep Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA) telah banyak dikumandangkan dan dilaksanakan dalam proses
belajar dan mengajar di sekolah, namun guru tetap menempati kedudukan
tersendiri. Siswa pada hakikatnya hanya mungkin belajar dengan baik jika guru
telah mempersiapkan lingkungan positif bagi mereka untuk belajar (Oemar H.,
2010: 43).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya,
menyebutkan tugas-tugas guru adalah “mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
17
menengah”. Wina S. (2006: 52) mengungkapkan bahwa guru tidak hanya
berperan sebagai teladan bagi siswa yang diajarinya, tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran (manager of learning). Efektivitas proses pembelajaran terletak
pada pundak guru.
Brunner (Martini J., 2013: 136) menyebutkan beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru Biologi dalam menjalankan tugasnya, meliputi:
1.
Sebagai fasilitator, yaitu bukan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan,
2.
Mampu menstimulasi dan mengatur pembelajaran dan menantang peserta
didik untuk melakukan penyelidikan untuk memecahkan suatu masalah,
3.
Mampu memanfaatkan berbagai bentuk lingkungan sebagai sumber belajar,
4.
Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang sesuai
kemampuannya,
5.
Memonitor kualitas dan kesesuaian pembelajaran yang sedang berlangsung
terhadap kemampuan, minat, dan pengalaman siswa.
Kunandar (2011: 135) menjelaskan bahwa pada dasarnya guru mempunyai
peran sebagai seorang fasilitator dan mediator yang membantu agar proses belajar
siswa dapat berjalan dengan baik. Fungsi fasilitator dan mediator meliputi:
1.
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat sendiri suatu rancangan dan proses,
2.
Memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa,
membantu
mereka
untuk
mengekspresikan
gagasan
masing-masing,
menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif, serta
menyediakan kesempatan dan pengalaman konflik,
18
3.
Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa dapat
berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah
pengetahuan siswa berlaku untuk menghadapi persoalan baru, kemudian guru
membantu mengevaluasi hipotesis dan simpulan siswa.
Oemar H. (2010: 47-48) menyatakan bahwa sebagai fasilitator, guru berperan
sebagai pembantu dalam pemberian pengalaman belajar, membantu perubahan
lingkungan, serta membantu terjadinya proses belajar yang serasi dengan
kebutuhan dan keinginan. Guru juga wajib melakukan tindakan sebagai berikut:
1.
Menciptakan iklim kelas atau pengalaman kelas,
2.
Membantu membuka rahasia dan menjelaskan maksud-maksud individu
dalam kelas,
3.
Mengimplementasikan tujuan-tujuan yang bermakna bagi siswa,
4.
Mengorganisasi dan mempermudah serta memperluas sumber-sumber belajar,
5.
Menjawab ekspresi kelompok kelas dengan menerima kepuasan intelektual
dan sikap emosional siswa,
6.
Memandang dirinya sebagai sumber yang fleksibel untuk dimanfaatkan oleh
kelompok,
7.
Bertindak sebagai peserta anggota kelompok dan memberikan pendapatnya
sebagai individu,
8.
Tetap berhati-hati terhadap pernyataan yang dalam dan kuat,
9.
Berusaha menyadari dan menerima keterbatasannya sendiri.
19
Guru sebagai fasilitator mengandung implikasi bagi guru dalam bentuk
peranan-peranan yang lebih spesifik. Lebih lanjut, Oemar H. (2010: 48-49)
mengemukakan peranan guru sebagai fasilitator, meliputi:
1.
Guru sebagai pemimpin dalam proses kelompok
Guru perlu memahami arti kelompok sepenuhnya serta memberikan
rangsangan tingkah laku konseptual dan menerima umpan balik daripadanya.
Hal ini berkaitan dengan adanya pengembangan dan pertumbuhan sosial
melalui proses sosialisasi yang sesuai, perkembangan bagi intelektual dan
berbagai keterampilan sosial lainnya dalam kerja kelompok, sehingga bekerja
dalam kelompok besar maupun kecil sangat perlu dilakukan oleh siswa. Guru
sudah semestinya menguasai cara memilih pemimpin, merumuskan tujuantujuan kelompok, mendiskusikan nilai-nilai, dan mempertimbangkan cara
pemecahan yang mungkin dari kelompok.
2.
Memberikan bimbingan dan pelayanan bagi siswa
Bimbingan yang diberikan dapat berupa pemberian fasilitas belajar bagi anak,
oleh sebab melalui bimbingan itu, guru dapat mendorong dan membantu anak
mengatasi kesulitannya, sekaligus memberi jalan yang seharusnya ditempuh
oleh anak agar berhasil mengatasi masalah belajarnya.
3.
Model peranan
Siswa cenderung meniru tingkah laku guru dan orang tua atau orang dewasa
lainnya, karena itu guru harus senantiasa waspada dan menyadari akan
perlunya penguasaan model-model berbagai peranan orang dewasa. Melalui
20
bermain peran dalam kelas dan pengalaman kelompok, siswa akan dilatih
keterampilannya dalam memainkan peranan-peranan tertentu.
Peran guru dalam aktivitas pembelajaran sangatlah kompleks. Guru dituntut
tidak hanya sekadar menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga memainkan
berbagai peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa. Djamarah
(Sugihartono, dkk., 2007: 85-87) menyatakan bahwa peran guru dalam
pembelajaran meliputi:
1.
Korektor. Guru berperan menilai dan mengoreksi hasil belajar, sikap, tingkah
laku, dan perbuatan siswa.
2.
Inspirator. Guru harus dapat memberikan inspirasi kepada siswa, terutama
mengenai cara belajar yang baik.
3.
Informator. Guru harus dapat memberikan informasi yang baik dan efektif
mengenai mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum serta
informasi lain tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
4.
Organisator.
Guru
berperan
untuk
mengelola
kegiatan
akademik
intrakurikuler dan ekstrakurikuler, agar tercapai efektivitas dan efisiensi
belajar bagi siswa.
5.
Motivator. Guru dituntut untuk dapat mendorong siswa agar selalu
bermotivasi tinggi dan aktif belajar.
6.
Inisiator. Guru hendaknya menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam
pendidikan dan pengajaran. Proses pembelajaran sudah semestinya senantiasa
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
21
7.
Fasilitator.
Guru
hendaknya
dapat
menyediakan
fasilitas
yang
memungkinkan siswa dapat belajar secara optimal. Fasilitas yang disediakan
tidak hanya fisik, seperti ruang kelas yang memadai atau media belajar yang
lengkap, tetapi juga fasilitas psikis seperti kenyamanan batin dalam belajar,
interaksi harmonis antara guru dan siswa, maupun adanya dukungan penuh
guru sehingga siswa senantiasa memiliki motivasi tinggi dalambelajar.
8.
Pembimbing. Guru hendaknya dapat memberikan bimbingan kepada siswa
dalam menghadapi tantangan maupun kesulitan belajar.
9.
Demonstrator. Guru dituntut untuk dapat memperagakan apa yang diajarkan
secara didaktis sehingga siswa dapat memahami materi secara optimal.
10. Pengelola Kelas. Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena
kelas adalah tempat berhimpun guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
11. Mediator. Guru semestinya dapat berperan sebagai penyedia media dan
penengah dalam proses pembelajaran siswa. Melalui guru, siswa dapat
memperoleh materi pembelajaran dan umpan balik dari hasil belajarnya.
12. Supervisor. Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai
secara kritis proses pembelajaran yang dilakukan sehingga pada akhirnya
proses pembelajaran dapat berlangsung optimal.
13. Evaluator. Guru dituntut untuk mampu menilai produk (hasil) pembelajaran
serta proses (jalannya) pembelajaran. Dari proses ini diharapkan diperoleh
umpan balik dari hasil pembelajaran untuk optimalisasi pembelajaran tersebut.
22
B. Kajian Keilmuan
1.
Ciri-ciri Jamur
Kingdom Jamur (Fungi) memiliki anggota yang banyak, beragam, dan
tersebar luas pada berbagai ekosistem. Madigan, et al. (2011: 601) menyebutkan
terdapat sekitar 100.000 spesies jamur yang telah diidentifikasi dari total 1,5 juta
spesies yang diperkirakan ada di dunia. Jamur pernah dikelompokkan ke dalam
Kingdom Plantae meskipun pada dasarnya berbeda dengan tumbuhan ditinjau dari
cara memperoleh makanan, organisasi struktural, serta pertumbuhan dan
reproduksi. Kenyataannya, kajian molekuler menujukkan bahwa jamur dan hewan
kemungkinan berasal dari satu nenek moyang yang sama. Studi mengenai jamur
disebut mikologi (Campbell, dkk., 2005: 185).
Jamur merupakan organisme eukariotik heterotrof. Jamur dibedakan dari
organisme eukariotik lainnya karena memiliki dinding sel namun tidak dapat
berfotosintesis karena tidak memiliki klorofil. Jamur disebut heterotrof karena
memanfaatkan senyawa karbon organik sebagai sumber nutrien (Raven dan
Johnson, 2002: 720).
a.
Morfologi Jamur
Jamur umumnya tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, dari yang
bersifat uniseluler maupun multiseluler. Kavanagh (2005: 2) menyebutkan bahwa
jamur dapat berupa filamen (filamentous fungi) atau sel tunggal (unicellular fungi).
Filamentous fungi terbagi menjadi kapang (mold) dan cendawan (mushroom),
sedangkan jamur yang berupa sel tunggal disebut khamir (yeast).
23
Kebanyakan jamur tumbuh sebagai filamen-filamen panjang yang disebut
hifa. Menurut Campbell, dkk. (2005: 186), hifa adalah benang halus yang
merupakan bagian dari dinding tubuler yang mengelilingi membran plasma dan
sitoplasma. Hifa awalnya berkembang dari spora uniseluler yang kemudian
berkembang dari ujungnya, membentuk massa benang bercabang-cabang yang
disebut miselium. Miselium jamur tumbuh sangat cepat. Hal ini dapat terjadi
karena protein dan bahan-bahan lain yang disintesis oleh keseluruhan miselium
tersebut dialirkan oleh aliran sitoplasmik ke bagian ujung dari hifa yang menjulur.
Tortora, et al., (2010: 331) menyatakan bahwa setiap bagian dari hifa mampu
melakukan pertumbuhan, sehingga jika salah satu bagian terlepas maka bagian
tersebut dapat tumbuh membentuk hifa yang baru.
Menurut Indrawati, Wellyzar, dan Ariyanti (2014: 11), terdapat dua tipe hifa
berdasarkan fungsinya, yaitu hifa vegetatif dan hifa generatif (fertil). Hifa
generatif umumnya tumbuh dalam posisi rebah pada permukaan substrat atau ke
dalam substrat. Hifa tipe ini berfungsi untuk menyerap nutrien yang diperlukan
bagi keberlangsungan hidup jamur. Hifa generatif atau fertil digunakan untuk
fungsi reproduksi. Hifa generatif dapat berupa sporaiofor, konidiofor, atau karpus.
Tortora, et al., (2010: 331) menyebut juga hifa generatif sebagai hifa aerial
dikarenakan hifa tipe ini tumbuh tegak di atas permukaan inang atau medium
tempat jamur tersebut tumbuh.
Sebagian besar jamur merupakan organisme multiseluler dengan hifa yang
dibagi menjadi sel-sel individual oleh dinding yang bersilangan, yang disebut
septa. Tiap-tiap sel dapat memiliki satu atau lebih nukleus. Septa umumnya juga
24
memiliki pori yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya aliran sitoplasma.
Hifa semacam ini disebut hifa bersekat atau hifa bersepta (septate hyphae).
Beberapa jamur lainnya tidak memiliki septa. Hifanya tidak terbagi-bagi menjadi
sel-sel individual sehingga terlihat sebagai sel sangat panjang dengan banyak inti.
Hifa jenis ini disebut hifa senositik (coenocytic hyphae). Kondisi senositik
tersebut adalah hasil dari pembelahan nukleus berulang-ulang tanpa disertai
pembelahan sitoplasmik. Jamur parasit umumnya memiliki sejumlah hifa yang
termodifikasi sebagai haustoria, yang mana ujung hifanya dapat menembus
jaringan inang untuk menyerap makanannya (Campbell, dkk., 2005: 186;
Solomon, et al., 2008: 556; Tortora, et al., 2010: 331).
Gambar 2. Karakteristik Hifa Jamur. (a) Hifa bersepta. (b) Hifa senositik. (c)
Pertumbuhan hifa bermula dari spora (Sumber: Tortora, et al., 2010: 331).
Yeast (khamir) berbeda dengan jamur multiseluler, jamur jenis ini tidak
berupa filamen tetapi berbentuk bola atau lonjong. Menurut Kavanagh (2005: 3),
ukuran individu sel yeast berkisar panjang dari 2-3μm hingga 20-50μm dan lebar
1-10μm. Yeast merupakan jamur uniseluler yang menempati habitat cair dan
lembab, termasuk getah pohon dan jaringan hewan. Kebanyakan dari mereka
termasuk ke dalam Divisio Ascomycota. Yeast bereproduksi secara aseksual,
25
dengan cara pembelahan sel sederhana atau dengan cara pelepasan ‘sel tunas’ dari
sel induk (Campbell, dkk., 2005: 193).
Beberapa jamur dapat tumbuh sebagai yeast atau sebagai miselium
berfilamen (kapang). Kemampuan untuk berubah bentuk antara sel yeast
uniseluler dengan sel berbentuk filamen dikenal sebagai dimorfisme morfologi.
Dimorfisme biasa ditemukan pada jamur patogen. Pujiana (2010: 114)
menjelaskan perubahan morfologi yang berbeda ini merupakan respon terhadap
rangsangan yang beragam dan penting bagi patogenisitas jamur. Bentuk jamur
dapat berubah mengikuti kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi CO 2,
dan adanya serum atau sumber karbon. Sel yeast dianggap bertanggung jawab
untuk penyebaran ke dalam lingkungan dan menemukan host baru, sedangkan
bentuk filamen diperlukan untuk merusak jaringan dan invasi ke dalam sel inang.
Dinding sel merupakan komponen penting dari jamur. Kebanyakan dinding
sel jamur mengandung kitin, polimer nutrien dari N-asetil-glukosamin. Kitin
disusun untuk membentuk struktur dinding yang tebal dan kuat, layaknya selulosa
pada dinding sel tumbuhan. Madigan, et al. (2011: 602) menjelaskan polisakarida
lain seperti manan, galaktosan, maupun selulosa terkadang menggantikan kitin
pada beberapa dinding sel jamur. Dinding sel jamur umumnya 80-90%
merupakan polisakarida, sisanya terdiri dari protein, lemak, polifosfat, dan ion
anorganik.
b. Reproduksi Jamur
Jamur mampu bereproduksi secara seksual maupun aseksual, meskipun ada
beberapa jenis yang hanya mampu secara aseksual. Reproduksi seksual dan
26
aseksual jamur menghasilkan spora, yang memiliki berbagai bentuk dan ukuran.
Menurut Campbell, dkk. (2005: 187), pada umumnya spora adalah organisme
uniseluler, akan tetapi ada juga spora yang multiseluler. Spora dihasilkan di dalam
struktur hifa yang terspesialisasi, ketika kondisi lingkungan memungkinkan,
jamur menggandakan diri dengan menghasilkan banyak spora secara aseksual.
Spora terbawa angin atau air dan akan berkecambah jika mereka mendarat di
tempat lembab dengan kondisi yang sesuai. Jamur dapat tersebar luas ke berbagai
tempat karena peran dari spora.
Prescott, et al. (2002: 557) menjelaskan ada tiga cara reproduksi aseksual
jamur, meliputi pembelahan sel induk menjadi dua sel anak melalui pembentukan
dinding sel baru, pembentukan tunas oleh sel tubuh vegetatif jamur (biasa terjadi
pada yeast), dan produksi spora, yang merupakan cara paling umum terjadi pada
jamur. Terdapat lima macam spora aseksual:
a.
Artrospora, yang terbentuk dari pemutusan benang hifa melalui
pemisahan dinding sel atau septa.
b.
Klamidiospora, yang terbentuk jika sel diselubungi oleh dinding tebal
sebelum terjadi pemutusan.
c.
Sporangiospora, jika spora terbentuk di dalam kantung yang disebut
sporangium.
d.
Konidiospora, jika spora tidak tertutupi kantung tetapi diproduksi pada
ujung atau sisi-sisi dari hifa.
e.
Blastospora, jika spora diproduksi dari sel induk vegetatif melalui
pertunasan.
27
Reproduksi seksual pada jamur melibatkan penyatuan inti sel yang
kompatibel. Beberapa jenis jamur melakukan penyerbukan sendiri dan
menghasilkan gamet yang cocok secara seksual pada miselium yang sama, disebut
(homotalik). Jenis yang lain membutuhkan penyerbukan silang antara miselium
yang berbeda namun cocok secara seksual (heterotalik). Ada tiga macam struktur
reproduksi pada jamur berdasarkan Raven dan Johnson (2002: 722), yaitu
sporangia (berperan pada pembentukan spora), gametangia (tempat gamet
terbentuk), dan konidiopora (tempat untuk menghasilkan konidia, spora aseksual
yang memiliki banyak inti). Tergantung pada jenisnya, peleburan sel dapat terjadi
antara gamet haploid, gametangia, atau hifa. Reproduksi seksual jamur terdiri dari
tiga fase, yaitu plasmogami, kariogami, dan meiosis. Plasmogami adalah
penyatuan sitoplasma sel dari dua individu sel, yang mendekatkan inti dalam sel
yang sama. Kariogami adalah penyatuan nukleus dari dua sel tersebut. Fase kedua
ini berlangsung segera sesudah plasmogami, seperti jamur tingkat rendah, atau
baru sesudah beberapa waktu berselang, seperti pada jamur tingkat tinggi,
sehingga sel hifa tetap memiliki dua inti (dikariotik), yaitu ada dua inti dalam satu
sel yang sama. Fase terakhir adalah meiosis, yang mereduksi jumlah kromosom
diploid menjadi haploid kembali. Reproduksi seksual ini menghasilkan spora,
yang pada Zygomycetes, zigot berkembang menjadi zigospora (zygospore), pada
Ascomycetes menjadi askospora (ascospore), dan pada Basidiomycetes menjadi
basidiospora (basidiospore) (Achmad M.S., dkk. 2011: 42; Campbell, dkk. 2005:
187).
28
Reproduksi yang terjadi pada jamur secara singkat dijelaskan pada Gambar 3
di bawah ini:
Gambar 3. Skema Reproduksi Jamur (Sumber: Achmad M.S., dkk. 2011: 41).
c.
Nutrisi Jamur
Jamur adalah organisme saprofit. Alexopoulos, et
al. (1996: 29)
mengungkapkan bahwa jamur mendapatkan makanannya dengan menyerap materi
organik yang telah mati, walaupun ada beberapa jenis yang hidup menjadi parasit
pada tumbuhan, hewan, bahkan jamur yang lain. Raven dan Johnson (2002: 722)
menjelaskan bahwa jamur mendapatkan makanannya dengan mengeluarkan enzim
digestif pada lingkungan sekitarnya, kemudian menyerap molekul organik yang
didapatkan ke dalam tubuh. Banyak dari jenis jamur yang mampu memecah
selulosa pada tumbuhan, membelah rantai antara subunit glukosanya dan
menyerap molekul glukosa tersebut. Hal ini menunjukkan mengapa jamur banyak
tumbuh pada pohon yang mati.
29
Menurut Alexopoulos, et al. (1996: 29-30), terdapat jamur yang hidup di
dalam tubuh hewan tanpa menimbulkan kerugian nyata kepada inangnya. Kasus
ini banyak ditemukan pada beberapa jenis serangga. Beberapa jenis serangga
bahkan mengatur atau membiakkannya kemudian memakan struktur yang
diproduksi oleh jamur tersebut. Beberapa jenis jamur mengonsumsi hewan
mikroskopis, misalnya jamur tiram Pleurotus ostreatus. Miselium jamur jenis ini
mengeluarkan substansi yang membius cacing gelang kecil yang disebut
nematoda. Ketika cacing ini menjadi lambat dan tidak aktif, hifa jamur
menyelingkupi dan menusukkan tubuhnya, menyerap nutrisi yang ada di dalam
nematoda tersebut. Nematoda yang dikonsumsi digunakan untuk mencukupi
kebutuhan nitrogen jamur tiram karena kebutuhan glukosa biasanya telah
terpenuhi dari pencernaan enzimatis selulosa dari tubuh pohon yang ditumbuhinya.
Beberapa jenis lain bahkan lebih aktif daripada Pleurotus, mereka mampu
menjerat, menjebak, atau menembakkan proyektil pada nematoda, rotifera, dan
hewan kecil lain yang menjadi mangsa mereka (Raven & Johnson , 2002: 722).
2.
Klasifikasi Jamur
Jamur terbagi menjadi empat divisi berdasarkan perbedaan cara reproduksi
seksualnya. Menurut
Hogg (2005: 199), divisi-divisi tersebut
meliputi
Zygomycota dan Chytridiomycota, yang merupakan kelompok jamur tingkat
rendah, serta Ascomycota dan Basidiomycota, yang merupakan kelompok tingkat
tinggi. Pemisahan kelompok ini didasarkan pada fakta bahwa jamur tingkat tinggi
memiliki
hifa
yang
bersepta.
Beberapa
referensi
menyebutkan
divisi
Deuteromycota atau Fungi Imperfecti (kelompok jamur tidak sempurna).
30
Sebenarnya, kelompok tersebut bukanlah kelompok taksonomi, melainkan
kelompok sementara untuk spesies yang baru cara reproduksi aseksualnya saja
yang diketahui, atau spesies yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kelompok
manapun (Hogg, 2005: 199-200).
a.
Chytridiomycota
Kelompok Chytridiomycota diduga merupakan penghubung antara jamur dan
protista. Campbell, dkk. (2005: 188) menyatakan sebagian besar kelompok ini
adalah organisme akuatik. Beberapa di antaranya saprofit, namun ada juga spesies
yang hidup sebagai parasit di dalam protista, tumbuhan, dan invertebrata akuatik.
Contoh spesies dari kelompok ini adalah Chytridium.
Divisi Chytridiomycota hanya terdiri dari Chytridiomycetes. Kelompok ini
adalah satu-satunya anggota Kingdom Fungi yang menghasilkan sel motil pada
beberapa masa hidupnya, meskipun begitu terdapat beberapa pengecualian untuk
beberapa spesies dengan sel poliflagelata (polyflagellate), di mana masing-masing
sel motilnya (baik zoospora maupun gamet) memiliki satu flagelum yang terarah
langsung ke posterior seperti cemeti. Karakteristik lain yang umum dimiliki oleh
anggota spesies Chytridiomycota adalah talus senositik yang dapat berupa struktur
bundar atau oval, hifa sederhana yang diperpanjang, atau miselium yang
berkembang dengan baik. Anggota spesies ini juga mengalami perubahan zigot
menjadi spora istirahat, atau sporangium istirahat, atau keduanya dalam satu
urutan, yang kemudian tumbuh menjadi talus diploid. Dinding sel dari jamur jenis
ini dikenal memiliki kitin dan glukan. Pembelahan intinya terjadi secara
intraseluler dan sentris (Alexopoulos, et al. 1996: 86).
31
b. Zygomycota
Divisi Zygomycota merupakan kelompok kecil, berisi tidak lebih dari 1000
spesies, biasa ditemukan di tanah atau pada materi organik membusuk, misalnya
kotoran hewan. Beberapa anggotanya penting bagi kehidupan karena melakukan
kerjasama mutualistik dengan akar tanaman, yang hubungannya dikenal dengan
istilah mikoriza. Hifanya bersifat senositik, dengan banyak inti haploid. Septa
hanya ditemukan di tempat sel reproduksi terbentuk. Spora aseksualnya dibentuk
di dalam sporangia yang terdapat pada ujung hifa aerial, biasanya mudah terurai
jika terkena hembusan angin. Reproduksi seksualnya menghasilkan zigot yang
kuat dengan dinding sel tebal, yang disebut zigospora, yang dihasilkan dari
peleburan inti dari dua sel yang secara morfologi serupa satu sama lain (Hogg,
2005: 200; Campbell, dkk., 2005: 189).
Zygomycota paling terkenal adalah Rhizopus stolonifer, dekomposer yang
menguraikan roti dan jenis makanan lain. Roti tanpa bahan pengawet jika
ditinggalkan pada temperatur ruangan, biasanya akan tertutupi dengan bulu-bulu
halus hitam dalam beberapa hari saja. Ketika sebuah spora jatuh di atas roti, maka
spora akan berkecambah dan tumbuh menjadi miselium, kemudian hifa akan
menusuk ke dalam roti dan menyerap nutrisinya. Secara cepat, hifa-hifa tertentu
tumbuh ke atas, membentuk sporangia pada ujung-ujungnya. Lebih dari 50.000
spora seksual hitam dapat terbentuk di dalam setiap sporangium. Spora-spora
tersebut dilepaskan ketika sporangium pecah. Spora inilah yang memberikan
warna khas dari jamur roti berwarna hitam tersebut (Solomon, et al., 2008: 563).
32
Reproduksi seksual dari jamur roti terjadi ketika hifa dari dua tipe kawin yang
berbeda, ditunjukkan dengan tanda (+) dan (-), tumbuh hingga saling bersentuhan.
Jamur roti merupakan heterotalik, hifanya tidak bisa membuahi sporanya sendiri
dan hanya bisa kawin dengan hifa dari tipe kawin yang berbeda, reproduksi
seksual hanya terjadi antara satu keturunan (+) dan satu keturunan (-), bukan dua
anggota dari keturunan yang sama (Solomon, et al., 2008: 563).
Ketika hifa dari tipe berlawanan tumbuh berdekatan, satu sama lain akan
saling memberikan sinyal dengan menggunakan feromon, yang direspon dengan
ujung hifa dari kedua tipe tersebut bersatu dan membentuk gametangia, bertindak
sebagai gamet. Ketika gametangia melebur maka terjadilah plasmogami. Saat inti
dari hifa (+) dan (-) lalu melebur untuk membentuk inti zigot diploid, terjadilah
kariogami. Zigot kemudian berkembang menjadi zigospora, yang dikelilingi
sampul pelindung tebal yang disebut zigosporangium, mengandung banyak inti
diploid. Zigospora dapat dorman selama beberapa bulan dan tahan pengawetan
serta temperatur ekstrim. Pembelahan meiosis kemungkinan terjadi ketika atau
sebelum perkecambahan zigospora. Ketika zigospora berkecambah, sebuah hifa
aerial mengembangkan sporangium pada ujungnya. Mitosis di dalam sporangium
memproduksi spora haploid. Spora-spora tersebut dapat berisi tipe yang sama
maupun campuran antara (+) dan (-). Ketika dilepaskan, spora berkecambah untuk
membentuk hifa baru. Zigot dan zigospora yang bersifat diploid, sedangkan hifa
dan spora aseksualnya haploid (Solomon, et al., 2008: 563).
Siklus hidup Zygomycota dijelaskan dalam Gambar 4 sebagai berikut:
33
Gambar 4. Siklus Hidup Zygomycota (Campbell, dkk., 2005: 190).
c.
Ascomycota
Divisi Ascomycota memiliki lebih dari 60.000 spesies yang menjadi
anggotanya, tersebar pada berbagai habitat laut, air tawar, maupun darat. Banyak
anggotanya merupakan spesies jamur yang menyebabkan penyakit serius pada
tumbuhan, seperti penyakit pohon elm Belanda dan penyakit embun tepung.
34
Divisi ini juga memiliki anggota kapang berwarna biru-hijau, merah muda, dan
coklat yang menyebabkan makanan basi, jamur dekomposer berbentuk cangkir,
jamur yang menyebabkan buah berubah warna menjadi coklat, dan jamur truffle
yang dapat dimakan. Ascomycetes juga biasa digunakan untuk memberi rasa pada
keju, sebagai pengembang roti (yeast), dan untuk memfermentasikan alkohol.
Anggota Ascomycota ada yang digunakan untuk memproduksi antibiotik. Sekitar
setengah dari spesies yang ada dalam divisi ini merupakan jamur yang
berkerjasama dengan alga untuk membentuk lichen. Kebanyakan anggota
Ascomycetes menghasilkan miselium yang selintas mirip dengan Zygomycetes,
tetapi berbeda karena hifanya memiliki septa yang memisahkan tiap selnya
(Campbell, dkk. 2005: 189; Hogg, 2005: 203; Solomon, et al. 2008: 566).
Divisi Ascomycota sering disebut sebagai jamur kantung atau jamur topi.
Menurut Hogg (2005: 203) dan Solomon, et al. (2008: 566), hal tersebut
dikarenakan spora seksual anggota divisi tersebut diproduksi melalui pembelahan
meiosis inti diploid di dalam kantung mikroskopis yang disebut askus (ascus).
Hifa dari anggota divisi ini biasanya bersepta, tetapi dinding sekatnya memiliki
pori-pori sehingga sitoplasma dapat mengalir dari satu kompartemen sel ke yang
lain secara terus-menerus.
Kebanyakan Ascomycota, reproduksi aseksualnya melibatkan produksi spora
yang disebut konidia, dibentuk di ujung hifa tertentu yang disebut konidiospora.
Produksi spora merupakan cara cepat untuk menyebarkan miselium baru ketika
kondisi lingkungan menguntungkan. Konidia tersedia dalam berbagai bentuk,
ukuran, dan warna dalam spesies berbeda. Warna konidia menghasilkan corak
35
khas berwarna coklat, biru-hijau, merah muda, dan warna lainnya pada berbagai
jenis kapang. Konidia ini kemudian berkecambah untuk membentuk miselium
haploid yang baru (Solomon, et al., 2008: 566; Hogg, 2005: 204).
Reproduksi seksual untuk divisi Ascomycetes melibatkan pembentukan askus
yang mengandung dua atau lebih askospora haploid. Pada jenis jamur
Ascomycota yang lebih kompleks, pembentukan askus diawali dengan
perkembangan hifa askogenus (ascogenous hyphae) menjadi sepasang struktur
tempat inti bermigrasi. Satu inti dari tiap pasangan berasal dari miselium atau sel
‘jantan’ (antheridium) dan satu lainnya dari organ atau sel ‘betina’ (ascogonium)
yang telah melebur dengannya. Seiring dengan hifa askogenus tumbuh, pasangan
inti tersebut membelah sehingga terdapat sepasang inti pada tiap sel. Setelah hifa
askogenus dewasa, terjadi peleburan inti pada ujung hifa di dalam sel induk askus.
Inti zigot diploid kemudian mengalami pembelahan, lalu hasil berupa empat inti
haploid membelah lagi secara mitosis untuk memproduksi delapan inti pada tiap
askus yang telah berkembang. Inti-inti ini saling dibatasi dengan dinding antara
satu dengan yang lainnya. Terdapat ribuan askus memenuhi struktur seperti
cangkir yang biasa disebut dengan istilah askokarp (ascocarp). Ketika askospora
matang, mereka dilepaskan dari askus dengan kekuatan yang besar. Setelah
mencapai lingkungan yang tepat, maka askospora akan berkecambah dan memulai
siklus hidup yang baru (Prescott, et al., 2002: 561).
Siklus hidup Ascomycota dapat dicermati lebih lanjut pada Gambar 5.
36
Gambar 5. Siklus Hidup Ascomycota (Campbell, dkk., 2005: 192).
d. Basidiomycota
Divisi Basidiomycota merupakan kelompok besar, terdiri dari 25.000 spesies
jamur, meliputi cendawan, jamur rak (bracket/shelf fungi), puffball, dan rust.
Mayoritas jamur yang sering ditemukan di ladang dan hutan merupakan
Basidiomycota. Nama Basidiomycota berasal dari kata bahasa Latin, basidium,
37
yang berarti ‘alas kecil’, yang merupakan suatu tahapan diploid sementara dalam
siklus organisme tersebut. Bentuk anggota Basidiomycota yang mirip gada juga
menyebabkan jamur ini dikenal dengan nama umum jamur gada (club fungi).
Keberadaan divisi ini penting karena merupakan kelompok jamur pengurai bahan
kayu dan tumbuhan lain (Campbell, dkk., 2005: 191; Hogg, 2005: 205).
Divisi Basidiomycota juga mencakup jamur yang membentuk mikoriza dan
parasit tumbuhan. Basidiomycota adalah jamur yang paling baik dalam mengurai
polimer lignin kompleks, salah satu komponen kayu yang melimpah di alam.
Banyak jamur rak menjadi parasit pada kayu pohon yang lemah atau rusak dan
mengurai kayunya setelah pohon tersebut mati (Campbell, dkk., 2005: 191).
Hogg (2005: 206) menyatakan reproduksi aseksual lebih sering terjadi pada
Basidiomycota dari pada jenis jamur yang lain. Reproduksi aseksual terjadi
menggunakan konidia, namun beberapa jenis mampu membelah-belah hifa
menjadi sel-sel individual,
masing-masing bertindak seperti spora dan
berkecambah membentuk miselium baru. Reproduksi seksual pada jamur
Basidiomycota melibatkan peleburan hifa haploid milik dua tipe kawin yang
cocok untuk menghasilkan miselium dikariotik, masing-masing selnya memiliki
dua inti haploid. Ciri khas miselium kedua ini adalah adanya sambungan penjepit
(clamp connection), adalah alat untuk memastikan bahwa tiap-tiap sel baru
memiliki satu buah inti dari masing-masing keturunan induknya seiring
pertumbuhan berjalan. Miselium sekunder dikariotik ini terus berkembang,
melebihi sisa-sisa hifa haploid dari jamur induknya (Hogg, 2005: 206-207).
38
Ketika miselium sekunder telah berkembang untuk beberapa waktu, maka ia
akan membentuk bola atau kancing padat tebal, yang mendorong naik tepat di atas
permukaan dan memperluasnya menjadi sebuah basidiokarp (basidiocarp), yang
merupakan jamur itu sendiri. Pembentukan batang dan pertumbuhan ke atas
terjadi sangat cepat. Batang sepanjang 10 cm dapat dibentuk hanya dalam 6-9 jam.
Pertumbuhan tersebut awalnya menuju cahaya (fototropisme positif), lalu menuju
ke atas (geotropisme negatif). Seiring dengan tutupnya yang semakin berkembang,
penutup berdaging yang tersebar di permukaan bawah terbuka. Struktur tersebut
adalah insang (gills), terbuat dari hifa padat dengan banyak basidia diatur pada
sudut yang tepat. Seiring dengan setiap basidium matang, dua inti yang
dimilikinya akhirnya melebur, kemudian mengalami pembelahan meiosis untuk
menghasilkan
empat
basidiospora
haploid.
Sebuah
jamur
besar
dapat
memproduksi jutaan basidiospora hanya dalam kurun waktu beberapa hari saja.
Basidiospora kemudian dilepaskan dari ujung basidia dan jatuh dari insang karena
gravitasi, kemudian terbawa angin. Setelah menemukan substrat yang sesuai,
spora-spora tersebut kemudian berkecambah menjadi miselium haploid tepat di
bawah permukaan tanah, melengkapi siklus hidupnya (Hogg, 2005: 207).
Siklus hidup jamur dari Divisi Basidiomycota dapat dicermati lebih lanjut
pada Gambar 6 berikut ini:
39
Gambar 6. Siklus Hidup Basidiospora (Campbell et. al., 2005: 194)
3.
Peran Jamur
Kedudukan jamur sangatlah penting bagi manusia. Bersama bakteri dan
beberapa kelompok lain dari organisme heterotropik, jamur memiliki peran yang
sangat penting yaitu menjadi dekomposer. Mereka mendegradasi materi organik
kompleks yang ada di lingkungan menjadi komponen organik sederhana dan
40
molekul anorganik, sehingga karbon, nitrogen, fosfor, dan unsur-unsur pokok lain
dari organisme dapat dilepaskan dan tersedia bagi makhluk hidup yang lain
(Prescott, et al., 2002: 554).
Keberadaan jamur yeast sangat penting bagi proses industri yang melibatkan
fermentasi, misalnya dalam pembuatan roti, minuman anggur, dan minuman keras.
Jamur juga memiliki peran besar dalam pembuatan keju dan kecap serta pada
produksi komersil asam organik (sitrat, galat) dan obat-obatan tertentu
(ergometrin, griseofulvin) (Prescott, et al., 2002: 554).
Jamur memiliki beberapa bentuk kerjasama menguntungkan dengan
organisme lain. Lichen dan mikoriza adalah dua contoh dari hubungan mutualistik
tersebut. Menurut Campbell, dkk. (2005: 195), lichen merupakan suatu asosiasi
simbiotik dari jutaan mikroorganisme fotosintetik yang disatukan dalam jaringan
hifa jamur. Biggs, et al. (2008: 587) menyatakan bahwa lichen adalah hubungan
simbiotik antara jamur dan alga. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa jamur yang
terlibat berasal dari kelompok Ascomycota dan, lebih sedikit, Basidiomycota.
Organisme fotosintetik yang bekerjasama dapat berupa alga hijau atau alga hijaubiru (sianobakteri).
Jamur biasanya memberikan keseluruhan bentuk dan struktur lichen tersebut,
dan jaringan yang dibentuk oleh hifa merupakan bahan penyusun sebagian besar
kumpulan lichen tersebut. Komponen alga umumnya ditemukan pada lapisan
bagian dalam di bawah permukaan lichen. Alga menyediakan makanan bagi jamur.
Sianobakteri pada lichen akan memfiksasi nitrogen dan menyediakan nitrogen
organik. Jamur menyediakan lingkungan fisik yang sesuai bagi pertumbuhan alga,
41
biasanya berupa jaringan hifa yang padat. Lichen menyerap sebagian besar
mineral yang mereka perlukan, baik dari debu di udara maupun dari hujan.
Susunan fisik hifa menahan air dan mineral, memungkinkan terjadinya pertukaran
gas, dan melindungi alga. Pigmen jamur membantu meneduhi alga dari sinar
matahari yang kuat. Beberapa senyawa yang dihasilkan jamur bersifat toksik
sehingga mencegah lichen termakan oleh organisme konsumen. Jamur juga
mensekresikan asam, yang membantu pengambilan mineral (Campbell, dkk.,
2005: 195-196; Biggs, et al., 2008: 587).
Jamur lichen bereproduksi secara seksual dengan cara membentuk
askokarpus atau basidiokarpus. Alga lichen bereproduksi secara independen dari
jamur melalui pembelahan sel secara aseksual. Reproduksi aseksual sebagai suatu
unit simbiotik juga umum terjadi pada lichen, baik melalui fragmentasi induk
lichen maupun melalui pembentukan struktur yang terspesialisasi yang disebut
soredia, yaitu kumpulan hifa kecil dengan alga yang tertanam di dalamnya.
Lichen merupakan spesies pionir dapat tumbuh dengan tanah yang sedikit
atau pada bebatuan. Lichen terkadang merupakan pionir penting pada area yang
rusak, seperti hutan bekas kebakaran atau bekas aliran lahar gunung berapi. Asam
yang dihasilkan oleh jamur pada lichen membantu penetrasi dan penghancuran
bebatuan untuk membentuk tanah. Setelah lichen dapat tumbuh baik, mereka
memperangkap tanah dan memperbaiki kandungan nitrogennya, yang membantu
dalam kolonisasi tumbuhan. Proses ini memungkinkan terjadinya pertumbuhan
tumbuhan secara suksesi (Campbell, dkk., 2005: 196; Biggs, et al., 2008: 588).
42
Bentuk simbiosis lain antara jamur dengan organisme lain adalah mikoriza
(mycorrhizae). Menurut Campbell, dkk. (2005: 197), mikoriza merupakan asosiasi
mutualistik akar tumbuhan dengan jamur. Kata mycorrhizae berarti ‘akar jamur’,
mengacu pada struktur yang dibentuk baik oleh sel-sel akar dan hifa dari jamur
yang bekerja sama dengannya. Anatomi simbiosis ini beragam, tergantung pada
jenis jamur yang bekerja sama. Perluasan miselium jamur dari hifa yang
membentuk mikoriza akan memperluas permukaan serap dari akar tumbuhan
tersebut. Keduanya saling bertukar mineral yang diperoleh dari tanah oleh jamur
dan nutrien organik yang disintesis oleh tumbuhan.
Mikoriza sangat penting bagi ekosistem alam dan pertanian. Menurut Biggs,
et al. (2008: 589), sebanyak 80-90% tumbuhan, termasuk tumbuhan primitif,
memiliki mikoriza. Jamur yang terlibat terikat secara permanen dengan inangnya
dan secara periodik membentuk tubuh buah (struktur untuk reproduksi seksual).
Baik pada divisi Basidiomycota, Ascomycota, dan Zygomycota memiliki anggota
yang membentuk mikoriza. Separuh dari semua spesies Basidiomycota berbentuk
cendawan, hidup sebagai mikoriza pada pohon ek, birch, dan pinus. Cendawan
yang tumbuh di sekeliling bagian dasar pohon merupakan bukti bahwa terdapat
hubungan simbiotik bawah tanah yang terjadi antara pohon tersebut dengan jamur
(Campbell, dkk., 2005: 197).
Terdapat
beberapa
jenis
jamur
yang
merugikan
kehidupan,
yaitu
menyebabkan penyakit pada tumbuhan, hewan, bahkan manusia. Pada tumbuhan,
misalnya pohon elm Amerika yang diserang oleh jamur Ceratocystis ulmi. Jamur
tersebut cepat menyebar dari pohon ke pohon yang lain. Mereka sudah
43
menyebabkan banyak kematian pada pohon-pohon di Indonesia. Tanaman
pertanian juga banyak dirugikan dengan keberadaan jamur, misalnya pada jamur
parasit Botrytis cinerea yang menyerang buah anggur dan menyebabkan kenaikan
pada kandungan gulanya. Contoh dari spesies jamur yang menyerang hewan
adalah Cordyceps militaris, yang menginfeksi larva dan pupa dari kupu-kupu dan
ngengat. Pada manusia sendiri, jamur dapat menyebabkan banyak penyakit
misalnya gatal-gatal kaki atlet, kurap, infeksi khamir pada vagina, dan infeksi
paru-paru yang dapat berakibat fatal (Biggs, et al., 2008: 591; Campbell, dkk.,
2005: 198).
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi berjudul
“Hambatan Guru Biologi SMA Negeri di Kabupaten Bantul dalam Pemanfaatan
Tanaman di Halaman Sekolah sebagai Objek Belajar Anatomi Tumbuhan”, yang
disusun oleh Deny Sulistyani, dengan NIM. 09304241034. Tujuan penelitian
tersebut adalah untuk mengetahui ragam hambatan yang dialami oleh guru
Biologi SMA Negeri di Kabupaten Bantul dalam pemanfaatan tanaman di
halaman sekolah sebagai objek belajar Anatomi Tumbuhan, serta untuk
mengetahui hubungan antara latar belakang guru dengan ragam hambatan yang
dialami tersebut. Hasil penelitian menunjukkan lima ragam hambatan terbanyak
yang dialami guru meliputi kerusakan pada mikroskop, ketidaklengkapan alat
untuk membuat preparat, siswa kurang terampil dalam membuat preparat,
kekurangan jumlah alat untuk membuat preparat, dan kekurangan bahan kimia
untuk membuat preparat. Guru yang berlatar belakang bidang ilmu Pendidikan
44
Biologi lebih banyak mengalami ragam hambatan daripada guru dengan latar
belakang bukan dari Pendidikan Biologi. Guru dengan lama mengajar >20 tahun
lebih banyak mengalami ragam hambatan daripada guru dengan lama mengajar
<11 tahun. Diketahui pula guru dengan latar belakang Pendidikan Biologi dengan
lama mengajar >20 tahun lebih banyak mengalami ragam hambatan daripada guru
bukan Pendidikan Biologi dengan lama mengajar > 20 tahun.
45
D. Kerangka Berpikir
Biologi
Biologi
sebagai sains
Proses
Produk
Pembelajaran
Biologi
Keterampilan
Proses
dibimbingkan dalam
Siswa
interaksi
Guru
Keterampilan
Mengamati
Pengalaman
Belajar Langsung
Hambatan*)
Guru
Siswa
Solusi?
Sarana
Prasarana
Gambar 7. Kerangka Berpikir Penelitian
Keterangan: *) Hambatan guru
mengamati objek
dalam
membimbing
keterampilan
siswa
46
Download