2. BAB II - fkip.unja

advertisement
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Taman Nasional Berbak merupakan kawasan konservasi hutan rawa terluas di Asia
Tenggara yang belum terjamah oleh eksploitasi manusia. Keunikan TNB terdapat
gabungan yang menarik antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang
terbentang luas di pesisir Timur Sumatera. Dengan luas 162.700 ha di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur pada Provinsi Jambi. Temperatur udara 25° - 28° C curah hujan rata-rata
2.300 mm/tahun ketinggian tempat 0 - 20 m dpl (Anonim, 2004: 2).
Beberapa tipe ekosistem yang ada di Taman Nasional Berbak meliputi: ekosistem
hutan rawa air tawar, ekosistem hutan rawa gambut dan ekosistem hutan dataran rendah
(Hadi, 2014: 2). Tipe ekosistem ini mendukung pertumbuhan jamur yang ada di Taman
Nasional Berbak. Hal ini terlihat dengan banyaknya jenis jamur yang ditemukan di
wilayah tersebut. Jenis jamur yang ada di Taman Nasional Berbak ada yang hidup di kayu
mati, pohon, maupun serasah. Hal ini menunjukkan bahwa jamur merupakan organisme
heterotrofik, yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila jamur hidup dari
benda organik mati yang terlarut disebut saprofit, karena saprofit menghancurkan sisa-sisa
tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia yang lebih
sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah. Sebaliknya, apabila jamur hidup
dari benda organik hidup dikatakan parasit, karena parasit bersifat merugikan dan
mengambil zat-zat nutrien dari benda organik hidup tersebut.
5
6
Resort pematang raman dapat di tempuh dengan kendaraan darat (motor, mobil)
selama 1,5 jam perjalanan, dan dapat juga menggunakan perahu boat dari Jambi menuju
Kecamatan Suak Kandis.
2.2 Jamur
Ilmu yang mempelajari tentang jamur disebut Mikologi yang berasal dari bahasa
Yunani yaitu: mykes = jamur, logos = ilmu. Jamur merupakan organisme yang hanya
tumbuh pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung dan lama hidupnya
terbatas. Di alam, jamur dapat dilihat dan dikenal dengan mudah di tempat-tempat yang
lembab, misalnya pada substrat serasah, pada buah-buahan yang mulai membusuk, dan
pada batang tumbuhan (Gandjar et al., 2006: 1-3). Jamur mikroskopis membentuk tubuh
buah yang berdaging. Tubuh buah umumnya berbentuk payung yang mempunyai akar
semu, tangkai, tudung, kadang-kadang disertai dengan cincin dan cawan volva. Secara
alami jamur dapat tumbuh pada musim tertentu dalam satu tahun. Hal ini terjadi karena
ketergantungan hidupnya akan temperatur dan kelembaban tertentu (Sinaga, 1993:4).
2.3 Ciri-ciri Jamur
Jamur mempunyai bentuk tubuh mulai dari yang paling sederhana yaitu satu sel atau
uniseluler, kemudian bentuk serat atau filamen sampai dengan bentuk yang lengkap, artinya
sudah menyerupai jaringan lengkap seperti halnya pada tanaman biasa (Suriawiria, 1993:
2). Jamur dapat berkembang biak secara kawin (seksual) dan secara tak kawin (aseksual).
Reproduksi seksual dicirikan oleh adanya peleburan dua inti dengan urutan terjadinya
plasmogami, kariogami, dan meiosis (Gunawan, 2001:24).
7
Gunawan
(2001:18)
jamur
tidak
memiliki klorofil
sehingga
tidak
dapat
berfotosintesis seperti tumbuhan. Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dengan
mengambil makanan dari bahan-bahan organik yang ada disekitar tempat tumbuhnya
kemudian akan mengubahnya menjadi molekul-molekul sederhana yang akan diserap oleh
hifa. Jadi, jamur tidak seperti organisme heterotrof lainnya yang menelan makanannya
kemudian mencernakannya sebelum diserap.
Bagian penting pada tubuh jamur adalah hifa, karena hifa berfungsi untuk menyerap
nutrien dari lingkungan tempat hidupnya, serta membentuk struktur untuk reproduksinya.
Tubuh jamur dikenal dengan nama talus, soma atau struktur somatik, yang pada dasarnya
terdiri dari struktur berupa benang-benang yang disebut dengan hifa. Hifa tersebut
menyebar pada permukaan ataupun dalam substrat (Darnetty, 2006: 6). Senada dengan
pendapat di atas Gandjar et al., 2006:11) menjelaskan bahwa tubuh jamur tersusun dari
komponen dasar yang disebut hifa. Hifa berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan serta
membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa berisi protoplasma yang dikelilingi oleh suatu
dinding yang kuat. Pertumbuhan hifa berlangsung terus menerus di bagian apikal, sehingga
panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya tetap, yaitu
berkisar 3-30 mm. Spesies-spesies yang berbeda memiliki diameter yang berbeda pula dan
ukuran diameter tersebut dapat juga di pengaruhi oleh keadaan lingkungan (Gandjar et al.,
2006:11). Morfologi jamur maka dapat dilihat Gambar 2.1.
8
Gambar 2.1 Morfologi Jamur Makroskopis (Sentosa, dkk, 2013)
2.4 Siklus Hidup Jamur
Secara alamiah reproduksi secara aseksual dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu
dengan fragmentasi miselium, pembelahan (fission) dari sel-sel somatik menjadi sel-sel
anakan dan tunas (budding), tiap tunas membentuk individu baru, pembentukan spora
aseksual, tiap spora akan berkecambah membentuk hifa yang selanjutnya berkembang
menjadi miselium (Pelczar dan Chan, 1986:191). Secara seksual, jamur juga dapat
menghasilkan spora. Spora jamur berbeda-beda bentuk dan ukurannya dan biasanya
uniseluler, tetapi ada pula yang multiseluler. Apabila kondisi habitat sesuai, jamur
memperbanyak diri dengan memproduksi sejumlah besar spora aseksual. Spora aseksual
dapat terbawa air atau angin. Bila mendapat tempat yang cocok, maka spora akan
berkecambah dan tumbuh menjadi jamur dewasa (Praweda, 2010: 5). Siklus hidup jamur
maka dapat dilihat Gambar 2.2.
9
Gambar 2.2 Siklus hidup umum fungi (Campbel
(Campbelll dan Reece, 2008: 207)
2.4.1
Reproduksi Aseksual
eksual
Campbell dan Reece (2008:208) menyatakan selain
elain reproduksi seksual, banyak
fungi dapat bereproduksi
si secara aseksual. Sekitar 20.000 spesies fungi diketahui hanya
bereproduksi secara aseksual. Banyak fungi bereproduksi secara aseksual dengan cara
tumbuh sebagai fungi berfilamen yang men
menghasilkan spora (haploid
haploid) melalui mitosis,
spesies-spesies
spesies semacam itu dikenal secara informal sebagai kapang (mold)
(
jika mereka
membentuk miselium yang kasat mata.
mata
2.4.2
Reproduksi Seksual
eksual
Secara umum, reproduksi seksual ketika hifa dari dua miselium melepaskan
molekul sinyal seksual yang disebut feromon (pheromone).. Jika miselium berasal dari tiap
perkawinan yang berbeda, feromon dari muselium berkaitan ke reseptor pasangan
pasangannya, dan
hifa menjulur
julur ke arah sumber feromon
feromon.. Ketika hifa bertemu mereka berdifusi (Campbell
dan Reece, 2008: 207).
10
2.5 Klasifikasi Jamur
Kane (1996:264) menyatakan bahwa setiap jamur tercakup didalam satu kategori
taksonomi, dibedakan atas tipe spora, morfologi hifa, dan siklus seksualnya. Kelompokkelompok ini adalah: Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan
Deuteromycetes. Kecuali Deuteromycetes, semua jamur menghasilkan spora seksual.
2.5.1 Oomycetes
Ciri khas dari kelas ini adalah adanya zoospora yang berflagel dua pada sisinya. Satu
flagel polos yang menjurus ke belakang, dan satu flagel berbulu yang menjurus ke depan.
Beberapa spesies dari Oomycetes ada yang hidup sebagai saproba, tetapi ada juga spesiesspesies yang merupakan parasit yang sangat berbahaya pada tanaman budidaya dan
dengan demikian sangat mempengaruhi kesejahteraan umat manusia. Kelas Oomycetes
dibagi menjadi 4 ordo, yaitu ordo Saprolegniales, ordo Leptomitales, ordo Lagenidales,
dan ordo Peronosporales (Dwidjoseputro, 1978: 68).
2.5.2 Deuteromycetes
Deuteromycetes atau fungi imperfecti (jamur tak sempurna) merupakan jamur yang
hifanya bersekat-sekat, dan menghasilkan konidia, akan tetapi jamur ini belum diketahui
cara pembiakan generatifnya. Dalam klasifikasi, Deuteromycetes Berdasarkan perbedaan
bentuk tubuh buah serta bentuk dan warna konidia. Perbedaan bentuk tubuh buah
digunakan untuk mengadakan penggolongan sampai tingkat ordo khusus, sedang warna
dan bentuk konidia dan konidiofor dipakai untuk mengadakan penggolongan sampai
tingkat genus khusus. Penamaan spesies khusus didasarkan atas ukuran konidia yang
11
dihasilkannya dan atas tumbuhan inang yang di tumpanginya (Dwidjoseputro, 1978: 207208).
2.5.3 Zygomycetes
Ciri khas dari jamur Zygomycetes adalah menghasilkan zigospora berdinding tebal
pada reproduksi seksual dan pada reproduksi aseksual, menghasilkan sporangium yang
umumnya besar berbentuk bulat atau bulat yang dibentuk pada hifa fertil khusus yang
disebut sporangiofor. Sporangium berisi sporangiospora. Ada juga spesies dengan
sporangium berukuran kecil yang terbentuk secara simultan disebut sporangiola,
keseluruhannya mirip kembang kol, misalnya pada Botrytiscinerea (Gandjar et al., 2006:
76).
2.5.4 Basidiomycetes
Kelompok Basidiomycetes sering disebut jamur oleh orang awam karena banyak
jenis-jenis yang karpusnya (tubuh buahnya) besar dan dapat dilihat dengan kasat mata.
Kelompok jamur yang memiliki tubuh buah besar biasanya di pakai istilah cendawan.
Banyak di antara cendawan (mushroom) sudah di manfaatkan manusia misalnya Agaricus
bisporus, Pleurotus flabellatus, dan Flammulina velutipes, akan tetapi banyak juga yang
bersifat racun, bahkan racun yang mematikan, diantaranya Amanita sp, dan Coprinus sp
(Gandjar et al., 2006: 84).
Menurut Dwidjoseputro (1978:220), ciri-ciri Basidiomycota antara lain :
1. Misellium terdiri dari hifa dengan sel-sel yang berinti satu, hanya pada tahap
tertentu saja terdapat hifa yang berinti dua.
12
2. Perkembangbiakan vegetatif dengan konidia, tubuh buah berupa basidiokarp. Pada
umumnya tidak ada alat perkembangbiakan generatif sehingga berlangsung secara
somatogami.
3. Basidium menghasilkan dua atau empat Basidiospora, masing-masing pada
umumnya berinti satu dan haploid.
4. Diantara Basidiomycota ada yang berguna bagi manusia karena dapat dijadikan
bahan makanan, tetapi banyak juga yang dapat merugikan manusia karena dapat
merusak tanaman piaraan, kayu-kayu bangunan, dan perabot rumah tangga.
Menurut Gandjar et al, (2006:87), Basidiomycota dibagi menjadi tiga kelompok
utama yaitu: Urediniomycetes, Hymenomycetes, dan Ustilaginomycetes.
1. Kelas Ustilaginomycetes, kelompok jamur ini terdiri dari ordo Ustilaginales yang
disebut juga dengan smutfungi. Banyak diantaranya patogen untuk tanaman
budidaya dan tanaman berbunga. Kurang lebih 1.000 spesies yang telah diketahui.
Salah satu contohnya adalah Ustilago violaceae yang menyebabkan smut pada
bunga anyelir.
2. Kelas Hymenomycetes, kelompok jamur ini terdiri dari ordo Agaricales dan ordo
Aphillophorales. Pada ordo Agaricales, ada spesies jamur yang menghasilkan
racun yang sangat berbahaya, antara lain : Amanita phalloides dan Coprinus
cinereus. Akan tetapi banyak pula dapat dijadikan sebagai bahan makanan seperti:
Pleurotus flabellatus. Ordo Aphillophorales bersifat polifiletik. Spesies-spesies
dalam ordo ini menghasilkan sejumlah tipe basidiospora yang berbeda, yaitu ada
13
yang besar dan ada yang kecil. Ordo ini memiliki 30 familia. Salah satu contohnya
adalah Ganoderma lucidum yang sudah dimanfaatkan sebagai obat di negeri Cina.
3. Kelas Urediniomycetes, kelompok jamur ini terdiri dari ordo Uredinales yang
disebut juga rust fungi (jamur karat). Kebanyakan diantaranya patogen untuk
tanaman sehingga menyebabkan kerugian besar pada usaha pembudidayaan
tanaman. Ordo ini terdiri dari kurang lebih 5.000 spesies yang terdiri dari 200
genera. Semua spesies yang dikenal merupakan organisme obligat yang tidak
mampu hidup sebagai sporofit.
2.5.5 Ascomycetes
Ascomycetes terdapat dimana-mana, baik di daerah panas maupun di daerah dingin.
Ascomycetes terdiri atas 15.000 spesies, diantaranya ada yang hidup sebagai saproba
dimana saja, ada pula yang hidup sebagai parasit pada tumbuhan, hewan dan manusia
(Dwidjoseputro, 1978: 109).
Jamur Ascomycetes mengalami meiosis setelah pembentukan zigot yang berumur
pendek dan menghasilkan meiospora dengan pembentukan sel bebas dalam sebuah
meiosporangium yang disebut askus. Ascomycetes menunjukkan kompatibilitas seksual
bipolar dan memiliki dinding sel yang terdiri dari dua lapisan (bi-layered). Ascomycetes
dibagi
menjadi
tiga
kelas
yaitu:
Archiascomycetes.,
Hemiascomycetes.,
dan
Euascomycetes (Gandjar et al., 2006: 79-83).
1. Kelas
Archiascomycetes
terdiri
dari
5
ordo
yaitu
Pneumocystidales,
Schizosassharomycetales, Neolectales, Protomycetales, dan Taphirinales. Sampai saat
14
ini baru 6 genera yang termasuk dalam kelas tersebut, yaitu: Pneumocytis, Saitoella,
Schizosaccaromyces, Neolecta, Protomyces, dan Taphrina.
2. Kelas Hemiascomycetes memiliki ciri-ciri yaitu askus tidak terbungkus didalam atau
pada tubuh buah. Secara filogenetik kelas ini terdiri dari budding yeast dan genera yang
yeast-like seperti ascoidea dan Cephaloascus. Kelas ini hanya mempunyai 1 ordo,
yaitu: Saccharomycetales, atau Endomycetales.
3. Kelas Euascomycetes dapat membentuk ascogonia dan askomata. Kebanyakan
menghasilkan hifa pada medium buatan. Beberapa tumbuh seperti sel-sel khamir, yaitu
kelompok khamir hitam. Euascomycetes terdiri dari 3 sub kelas, yaitu: Plectomycetes,
Hymenoascomycetes, dan Loculoascomycetes.
2.6 Keanekaragaman Hayati
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1994 Tentang
Pengesahan United Nations Convention On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati), keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya,
daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang
merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies,
antara spesies dan ekosistem. Selanjutnya Rizwan (2012:1) menjelaskan keanekaragaman
hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan
variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah.
Konsep keanekaragaman menggambarkan keadaan bermacam-macam suatu benda
yang terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal, ukuran, bentuk, tekstur ataupun jumlah.
15
Sedangkan kata hayati menunjukan sesuatu yang hidup. Keanekaragaman Hayati
merupakan keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi
karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah tekstur, penampilan dan
sifat-sifatnya (Sridianti, 2015:1).
Rizwan (2012:3) menyatakan bahwa keanekaragaman hayati merupakan istilah
untuk menerangkan tentang berbagai macam kehidupan yang digolongkan dalam tiga
tingkatan, yaitu:
1. Keanekaragaman tingkat genetik, yaitu variasi genetik dalam satu spesies, baik
diantara populasi-populasi yang terpisah secara geografis, maupun diantara individuindividu dalam satu populasi.
2. Keanekaragaman tingkat jenis (spesies), meliputi semua spesies di bumi, termasuk
bakteri dan protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur,
hewan, yang bersel banyak atau multiseluler).
3. Keanekaragaman tingkat ekosistem, yaitu variasi makhluk hidup pada tiap ekosistem
yang berbeda.
Download