Analisis perubahan penggunaan lahan dan aspek

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan
2.1.1 Pengertian Lahan
Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang
heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja antara iklim dan jasad
hidup terhadap suatu bahan induk yang dipengaruhi oleh relief dan waktu
(Arsyad, 1989). Sedangkan lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari tanah,
FAO (1976) menyebutkan bahwa lahan adalah suatu lingkungan fisik yang
meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan termasuk vegetasi, dimana faktorfaktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Dalam hal ini, termasuk di
dalamnya adalah akibat-akibat dari kegiatan manusia, baik pada masa lalu
maupun yang sedang berlangsung saat ini, seperti reklamasi daerah-daerah pantai,
penebangan hutan, dan lain-lain (Rayes, 2007).
Lahan adalah suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat bagi
berbagai ekosistem tetapi lahan juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem
tersebut. Lahan juga merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya
selalu terkait dengan ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga
akan sangat berbeda tergantung lokasinya. Dengan demikian kemampuan atau
daya dukung lahan akan berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya (Vink, 1975;
Gandasasmita, 2001).
Lahan yang kita temukan sekarang ini, pada banyak area merupakan hasil
kombinasi antara kondisi alamiah dengan pengaruh manusia, yang menunjang
penggunaan lahan dimasa lalu sampai saat ini. Pengaruh manusia ada yang
sifatnya positif, seperti konstruksi pematang sawah atau tambak dan rekonstruksi
irigasi, dan ada pula yang bersifat negatif, seperti banyak kejadian terjadinya erosi
sampai terbentuknya lahan kritis yang dipicu oleh aktifitas manusia antara lain
pembangunan industri, pengolahan sampah, dan aktifitas-aktifitas lainnya yang
dapat menyebabkan terjadinya erosi dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
keberlanjutan sistem yang dibangun ataupun karena kelalaian (Vink, 1975).
2.1.2 Pengertian Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan adalah setiap bentuk campur tangan manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual
(Vink, 1975; Supryati, 2006). Dalam penggunaan lahan ini manusia berperan
sebagai pengatur ekosistem, yaitu dengan menyingkirkan komponen-komponen
yang dianggapnya tidak berguna ataupun dengan mengembangkan komponen
yang diperkirakan akan menunjang penggunaan lahannya (Mather, 1986;
Gandasasmita, 2001).
Kebutuhan manusia hampir tidak terbatas, oleh karena itu penggunaan
lahan menjadi dinamis dan bervariasi menurut tempat dan waktu sejalan dengan
perkembangan kebutuhan hidup dan kemampuannya dalam memanipulasi kondisi
fisik lahan. Dengan demikian, untuk memahami pola penggunaan lahan di suatu
wilayah, terlebih dahulu harus dipahami dinamika sosial dan ekonomi yang
berkembang dalam masyarakatnya (Gandasasmita, 2001).
2.1.3 Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan oleh aktifitas
terhadap suatu lahan yang berbeda dengan aktifitas sebelumnya, baik untuk tujuan
komersial maupun untuk industri (Kristiani, 2007). Perubahan penggunaan lahan
dari pertanian ke non pertanian bersifat irreversible (tidak dapat balik), karena
untuk mengembalikannya membutuhkan modal yang sangat besar.
Tipe penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain faktor manusia, dan lingkungan fisik lahan tersebut.
a) Faktor Manusia
Dalam hal ini terkait pada kualitas dan kuantitas manusianya. Kualitas
manusia dapat dinilai dari umur, kepribadian, dan pendidikan serta segala
sesuatu yang menentukan kualitas diri manusia tersebut dalam menentukan
keputusan (Mather, 1986). Sedangkan kuantitas manusia terkait dengan
jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi,
berdampak pada tekanan populasi yang semakin besar, dan hal ini merupakan
pendorong utama terhadap perubahan lahan pertanian di negara berkembang.
b) Faktor fisik lingkungan
Faktor fisik lingkungan yang mempengaruhi pola penggunaan lahan adalah
elevasi, lereng, keadaan tanah, ketersediaan air, dan faktor iklim. Faktor lereng
dan ketinggian tempat mempunyai hubungan yang erat dengan kelembaban
tanah dan suhu, oleh karena itu sangat berperan dalam proses pelapukan dan
perkembangan tanah. Peranan elevasi berpengaruh terhadap peluang untuk
pengairan, sedangkan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan
kelestarian lingkungan. Tanah berhubungan dengan fungsinya sebagai sumber
hara, yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan
mendapatkan hasil yang maksimal (Gandasasmita, 2001).
2. 2 Pemetaan Penggunaan Lahan
2.2.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994).
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat
pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Objek yang diindera
adalah objek yang terletak di permukaan bumi, atmosfer, dan antariksa. Data
penginderaan jauh dapat berupa citra (imaginery), grafik, atau data numerik. Data
tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek, daerah atau
fenomena yang diteliti (Purwadhi, 2001).
Batas kemampuan sensor dalam memisahkan setiap objek disebut dengan
resolusi. Resolusi suatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor
atau kualitas sensor dalam merekam objek. Di dalam citra resolusi merupakan
parameter limit atau daya pisah objek yang masih dapat dipisahkan. Empat
resolusi yang biasa digunakan sebagai parameter kemampuan sensor, yaitu
resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik, dan resolusi temporal.
Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat direkam,
dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat
direkam semakin baik kualitas sensornya. Resolusi spektral merupakan daya pisah
objek berdasarkan spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman
data. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sistem sensor untuk mendeteksi
perbedaan pantulan terkecil, atau kepekaan sensor terhadap perbedaan terkecil
kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan jangka waktu sensor melakukan
perekaman ulang terhadap kenampakan objek yang sama (Purwadhi, 2001). Citra
Landsat mempunyai resolusi spektral 30 x 30 m2, resolusi spektral 0,45-12,5 µm
yang terbagi ke dalam 8 band, resolusi temporal 16 hari, dan resolusi radiometrik
8 bit (256 level).
Analisis data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti peta
tematik, data statistik, dan data lapangan. Hasil analisis yang diperoleh dapat
berupa informasi tentang bentang alam, kondisi lokasi, kondisi sumberdaya alam,
dan juga jenis penutupan lahan daerah yang dikaji. Informasi tersebut dapat
dimanfaatkan untuk membantu proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan
dan pengembangan daerah tersebut.
Aplikasi pemetaan penggunaan lahan dengan menggunakan citra satelit
memiliki keuntungan yaitu liputannya yang luas dan berulang efektif untuk
pengumpulan dan kemudahan mengupdate data penggunaan lahan. Landsat
merupakan data penginderaan jauh yang memiliki cakupan yang luas dan kualitas
resolusi spasial yang semakin membaik dari waktu ke waktu.
2.2.2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau penalaran
untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang
tergambar pada citra (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Kunci
interpretasi citra mempunyai 9 (sembilan) unsur, yaitu (1) rona/warna, (2) ukuran,
(3) bentuk, (4) tekstur, (5) pola, (6) tinggi, (7) bayangan, (8) situs dan (9) asosiasi
(Sutanto, 1986). Keterangan setiap unsur interpretasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Unsur-unsur dalam Interpretasi Citra
Unsur
Keterangan
interpretasi
Rona
Menunjukkan adanya tingkatan keabuan yang teramati pada foto udara
hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik
antara hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan.
Warna
Warna dapat dipresentasikan terhadap 3 unsur (hue, value, chroma), dan
mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada
kertas cetakan atau transparansi lebih mudah dikenali daripada
perbedaan rona pada foto udara hitam putih.
Ukuran
Memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan sebuah stereoskop untuk
pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam
pengenalan objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon
anakan dan semak.
Bentuk
Bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk menunjuk pada
konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra
penginderaan jauh.
Tekstur
Perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan
resolusi spasial citra satelit yang semakin baik. Tekstur merupakan
frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara.
Bayangan
Berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek.
Pola
Merupakan
sebuah
karakteristik
makro
yang
digunakan
untuk
mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan
kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi,
topografi, tanah, iklim, dan komunitas tanaman.
Situs
Menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang diamati dalam
kaitannya dengan kenampakkan disekitarnya atau berkonotasi terhadap
gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik
makro objek.
Asosiasi
Menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu
atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masing-masing
membentuk keberadaan yang lainnya.
Tinggi
Unsur pengenalan objek yang paling penting pada foto udara.
Secara umum interpretasi visual dilakukan pada data penginderaan jauh
dalam bentuk peta analog seperti foto udara. Namun interpretasi visual juga dapat
dilaksanakan pada data format digital yang tersedia langsung pada komputer.
Kelebihan dari interpretasi visual secara langsung di komputer ini lebih mudah
dan dapat mendeteksi obyek melalui pengaturan komposisi band citra. Dan
perkembangan satelit penginderaan jauh yang menyediakan citra satelit beresolusi
tinggi yang melebihi data foto udara memungkinkan interpretasi visual
bermanfaat dalam kegiatan interpretasi citra.
Interpretasi citra secara visual menurut Vink (1975) dilakukan melalui
enam tahap yaitu deteksi, identifikasi, analisis, deduksi, klasifikasi dan idealisasi.
Kegiatan deteksi merupakan kegiatan penyadapan data secara selektif atas obyek
yang tampak langsung dan tidak tampak langsung atau sulit dikenali. Obyek yang
dikenali kemudian dipisahkan dengan cara penarikan garis batas antara kelompok
yang memiliki kesamaan wujud. Proses deduksi pada dasarnya untuk memastikan
obyek berdasarkan konvergensi bukti atau ciri-ciri yang mengarah pada obyek
tersebut. Berikutnya dilakukan klasifikasi atau pengelompokkan obyek ke dalam
kelas-kelas berdasarkan kesamaan antara obyek dan secara idealis merupakan
kegiatan menggambar hasil interpretasi yang dilakukan (Wasit, 2010).
Interpretasi citra selain didasarkan pemahaman tentang obyek bedasarkan
unsur-unsur interpretasi yang dikenali. Pengenalan obyek juga sangat tergantung
pada data citra penginderaan jauh yang tersedia baik foto udara maupun citra
satelit. Citra foto udara skala besar atau citra satelit beresolusi tinggi senantiasa
akan memperlihatkan unsur-unsur interpretasi citra secara jelas, sedangkan yang
berskala kecil atau beresolusi rendah obyek sulit dikenali hanya didasarkan pada
pembeda warna atau bentuk. Sebagai pelengkap agar interpretasi berlangsung
dengan mudah maka data dasar tersedia dan pengalaman interpreter terhadap
lokasi yang dikaji yang memadai sangat membantu interpreter dalam pengenalan
obyek sebenarnya.
2.3 Sistem Informasi Geografi
Sistem informasi geografi terdiri dari tiga kata yaitu sistem, informasi dan
geografi. Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang
disebut subsistem yang saling berkaitan dan berinteraksi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (Prahasta, 2001). Informasi adalah suatu data yang telah diproses
atau data yang memiliki arti (Raymond McLeod, 1993). Selanjutnya, Laudon
(2000) dalam Prahasta (2001) menyatakan bahwa informasi adalah data yang
telah dibentuk menjadi sesuatu yang berarti dan berguna bagi manusia. Jadi,
informasi adalah suatu data yang telah diolah menjadi benda yang lebih berguna
bagi penerima serta dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Geografis
berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu “Geo” yang berarti
bumi, dan “Graphia” yang berarti mencitra. Jadi, geografis atau yang sering juga
dikenal dengan sebutan ilmu bumi adalah ilmu yang menguraikan dan
menganalisa variasi mengenai keadaan permukaan bumi serta umat manusia yang
menempatinya.
Jadi, Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem yang dirancang untuk
bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau geografis. Dengan kata
lain, SIG merupakan sistem basis data dengan kemampuan-kemampuan khusus
dalam menangani data yang tereferensi secara spasial, selain merupakan
sekumpulan operasi-operasi yang dikenakan terhadap data tersebut (Prahasta,
2001). Sistem informasi geografis merupakan suatu teknologi informasi yang
berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan
berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Data yang digunakan dalam SIG dapat dikelompokkan ke dalam :
a. Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau
tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto
udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas.
b. Data atribut (deskriptis), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat.
Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik,
sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk tabel)
maupun dalam bentuk lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas,
misalnya kekuatan pohon. Dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya
jumlah pohon, dan lain-lain.
Komponen utama SIG dapat dibagi dalam tiga komponen, yaitu: 1)
komponen keras, meliputi peralatan pemasukan data, peralatan untuk menyimpan
dan pengolahan, dan peralatan mencetak hasil, 2) komponen perangkat lunak,
meliputi persiapan dan pemasukan data, manajemen, penyimpanan dan
pemanggilan data, manipulasi data dan analisis, dan pembuatan produk SIG, dan
3) komponen organisasi. Keuntungan memakai SIG adalah kemampuannya dalam
memelihara data dalam bentuk digital. Data ini lebih padat dibanding dalam
bentuk peta cetak, tabel, atau bentuk konvensional lainnya. Dengan dipakainya
sistem komputer maka bila diperlukan, data dalam jumlah besar dapat dipanggil
dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan biaya per unit yang lebih rendah dari
cara manual. Demikian pula dalam hal kemampuan memanipulasi data spasial dan
mengaitkannya dengan informasi atribut dan mengintegrasikannya dengan
berbagai tipe data dalam suatu analisis (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Barus dan Wiradisatra (2000) menyebutkan bahwa aplikasi SIG telah
banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pengelolaan dalam
penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di bidang
lingkungan aplikasi SIG digunakan dalam analisis erosi dan dampaknya, analisis
daerah rawan banjir, kebakaran atau lahan kritis dan analisis kesenjangan.
Download