Judul Arial 16 bold , Pada awal tiap kata huruf capital kecuali kata

advertisement
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Laporan Kasus
Rinosinusitis Kronis dengan Komplikasi Abses Periorbita
Effy Huriyati, Bestari Jaka Budiman, Heru Kurniawan Anwar
Abstrak
Abses periorbita merupakan salah satu komplikasi dari rinosinusitis baik akut ataupun kronis. Beberapa faktor
sangat berperan pada penyebab penyebaran rinosinusitis ke orbita. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik baik THT ataupun Mata, pemeriksaan nasoendoskopi, pemeriksaan penunjang
tomografi komputer dengan gambaran perselubungan pada sinus paranasal dan orbita serta MRI. Penatalaksanaan
konservatif berupa pemberian antibiotik intravena spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan serta kortikosteroid.
Sedangkan pembedahan dapat melalui pendekatan eksternal atau pendekatan bedah sinus endoskopi fungsional
(BSEF). Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis dengan komplikasi abses periorbita pada laki-laki umur 16 tahun
dan telah diberikan terapi konservatif selama 48 jam tetapi tidak ada perbaikan sehingga dilanjutkan dengan
pembedahan melalui pendekatan BSEF
Kata kunci: abses periorbita, rinosinusitis kronis, bedah sinus endoskopi
Abstract
Periorbital abscess is a complication of acute or chronic rhinosinusitis. There was some factors can caused
the spread of rhinosinusitis into orbital region. Diagnosis can be confirmed by anamnesis, physical examination either
ENT department or Opthalmic department, nasoendoscopic, computer tomographic that showed homogenous
appearence on the orbital and paranasal sinuses and also MRI. Conservative management with the provision of broadspectrum and or combination intravenous antibiotics, decongestants and corticosteroid. The surgery management can
be performed with esternal approach or functional endoscopic sinus surgery (FESS). One case of chronic
rhinosinusitis with complications periorbital abscess in boy aged 16 years old had presented and had given
conservative therapy for 48 hours, since there is no improvement, the management then continued with FESS.
Keywords: periorbital abscess, chronic rhinosinusitis, endoscopic sinus surgery
Affiliasi penulis : Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Korespondensi : Heru Kurniawan Anwar. E-mail:
berlangsung selama < 12 minggu dan kronik bila
berlangsung selama > 12 minggu.
perubahan
Rinosinusitis bakterialis merupakan proses
mukosa
hidung
atau
sinus
paranasal yang disebabkan oleh kuman tertentu,
ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala dimana
salah satunya harus berupa gejala sumbatan hidung/
kongesti atau sekret yang keluar dari hidung baik dari
anterior ataupun posterior (koana), dengan gejala lain
adalah
nyeri
pada
mukosa
kompleks
osteomeatal
dan/atau sinus paranasal, sedangkan kultur sekret dan
PENDAHULUAN
pada
Pemeriksaan
penunjang tomografi komputer dapat memperlihatkan
[email protected], Telp: 085769212047
peradangan
1-3
wajah
dan
gangguan
penghidu.
Berdasarkan periodenya dibedakan menjadi akut bila
tes sensitivitas dapat digunakan untuk menentukan
kuman penyebab rinosinusitis dan untuk menentukan
jenis
antibiotik
penyebab.
yang
sesuai
dengan
kuman
1,2,4,5
Komplikasi
rinosinusitis
akut
yang
ataupun
disebabkan
kronik
dapat
oleh
berupa
komplikasi lokal (mukokel, osteomielitis), komplikasi
orbita dan komplikasi intrakranial. Komplikasi orbita
umumnya terjadi akibat perluasan infeksi rinosinusitis
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
313
http://jurnal.fk.unand.ac.id
akut pada anak sedangkan pada anak yang lebih
4.
besar dan orang dewasa dapat disebabkan oleh
rinosinusitis akut ataupun kronik.
Abses
orbita:
terdapat
dan
pengumpulan pus di orbita ditandai dengan
6
optalmoplegi,
Penyebaran infeksi rinosinusitis ke orbita
dapat melalui penyebaran langsung melalui defek
pembentukan
proptosis
dan
kehilangan
penglihatan
5.
Trombosis
sinus
kavernosus:
sudah
terjadi
kelainan bawaan, foramen atau garis sutura yang
perluasan infeksi ke sinus kavernosus yang
terbuka, erosi tulang terutama pada lamina papirasea
ditandai
dan
melalui
kehilangan penglihatan disertai perluasan tanda
pembuluh darah vena yang tidak berkatup yang
infeksi ke mata yang sehat dan tanda-tanda
menghubungkan orbita dengan wajah, kavum nasi,
meningitis.
tromboflebitis
retrograd
dan sinus paranasal.
langsung
6-8
dengan
proptosis,
optalmoplegi,
Penatalaksanaan rinosinusitis kronis dengan
komplikasi
1
2
3
orbita
medikamentosa
dapat
baik
berupa
antibiotik
pemberian
intravena
dengan
spektrum luas dan atau kombinasi, dekongestan,
kortikosteroid
sistemik
tindakan operatif.
6-8
maupun
disertai
dengan
Selulitis periorbita dan selulitis
orbita biasanya dapat sembuh hanya dengan terapi
medikamentosa. Pada abses periorbita, selain terapi
medikamentosa dilakukan juga drainase abses dan
eradikasi sumber infeksi pada sinus yang terlibat.
4
Pada abses orbita diberikan terapi medikamentosa
5
dan operatif berupa drainase abses dan orbitotomi
untuk dekompresi saraf optik.
7
Umumnya tindakan
operatif dilakukan bila terdapat kegagalan terapi
medikamentosa yang optimal atau sudah terdapat
komplikasi orbita yang berat dan atau komplikasi
Gambar 1. Klasifikasi sinusitis dengan komplikasi orbita :
intrakranial.
6-8
1.selulitis periorbita, 2.selulitis orbita, 3.abses periorbita,
4.abses orbita, 5.trombosis sinus kavernosus6
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki umur 16 tahun
Klasifikasi
komplikasi
Chandler terdiri dari (gambar.1):
1.
orbita
menurut
6-8
Darurat pada tanggal 23 Maret 2012 dengan keluhan
Selulitis periorbita: peradangan pada kelopak
mata yang ditandai dengan edema pada kelopak
mata.
2.
ke
orbita,
ditandai
dengan
adanya
proptosis, kemosis dan gangguan pergerakan
bola mata. Biasanya bisa meluas menjadi abses
orbita dan kebutaan.
3.
Abses
utama bengkak di mata kanan sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, nyeri tidak ada dan gangguan
penglihatan tidak ada. Pasien sebelumnya sudah
Selulitis orbita: peradangan dan edema sudah
meluas
dikonsulkan ke bagian THT dari Instalasi Gawat
periorbita
pembentukan
dan
Bukittinggi dengan diagnosis kerja abses retrobulber
et causa rinosinusitis. Awalnya pasien merasakan
pilek yang tidak sembuh sejak 1 tahun terakhir dan
ingus terasa semakin kental dan berwarna kuning
(abses
subperiosteal):
pengumpulan
pus
antara
periorbita dan dinding tulang orbita, yang ditandai
dengan proptosis dengan perubahan letak bola
mata, gangguan pergerakan bola mata dan
penurunan visus.
dirawat selama 5 hari di Rumah Sakit Daerah
kehijauan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit,
terus-menerus disertai dengan hidung tersumbat
terutama sebelah kanan. Terdapat keluhan terasa
ingus
yang
mengalir
di
tenggorok,
gangguan
penciuman dan nyeri di pipi kanan sejak 1 minggu
yang lalu. Keluhan hidung berbau tidak ada. Demam 1
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
314
http://jurnal.fk.unand.ac.id
minggu sebelum masuk rumah sakit tapi sekarang
fluktuatif, konjungtiva kemosis (+), hiperemis (+),
tidak lagi. Riwayat sakit gigi atau gigi berlobang tidak
gerakan terbatas, posisi protusio. Pasien saat ini
ada, riwayat trauma pada wajah dan kepala tidak ada
didiagnosis protusio bulbi OD dengan inflamasi
dan riwayat infeksi mata tidak ada.
retrobulber et causa rinosinusitis kronis + abses
Pada pemeriksaan fisik THT, telinga tidak
palpebral superior OD. Pasien dirawat bersama
ditemukan kelainan, hidung terlihat kavum nasi kanan
dengan bagian mata di bangsal THT, diberikan terapi
sempit, konka inferior eutropi, konka media udem,
seftriakson injeksi 2 x 1 gram, deksametason injeksi 3
terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi
x 5 mg, metronidazol drip 3 x 500 mg, ranitidin injeksi
septum tidak ada. Sedangkan kavum nasi kiri dalam
2 x 50 mg, pseudoefedrin 120 mg + loratadin 5 mg
batas normal. Pemeriksaan rinoskopi posterior terlihat
kapsul 2 x 1, ambroksol 3 x 30 mg dan direncanakan
post nasal drip mukopurulen dan tenggorok dalam
untuk dilakukan tindakan dekompresi orbita dalam
batas normal. Pada mata kanan terlihat bengkak di
narkose umum bila terdapat abses periorbita bersama
palpebra superior, nyeri tekan tidak ada. Pemeriksaan
bagian mata.
penunjang tomografi komputer menunjukkan adanya
Pada tanggal 24 Maret 2012 dilakukan
perselubungan pada sinus maksila dekstra, etmoid
pemeriksaan nasoendoskopi dengan hasil, kavum nasi
anterior dekstra, frontal dekstra serta perselubungan di
kanan terlihat konka inferior eutropi, konka media
daerah superolateral yang meluas ke retroorbita
udem, hiperemis, meatus media terbuka, terlihat
dekstra, kesan multisinusitis dengan inflamasi orbita
sekret mukopurulen di meatus media, deviasi septum
dan
(gambar.2).
tidak ada. Dilakukan pungsi irigasi sinus maksila
Pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan adanya
dekstra dalam narkose lokal untuk pemeriksaan kultur
palpebra
superior
dekstra
3
leukositosis (10.400 /mm ).
dan tes sensitivitas kuman serta kultur jamur. Sekret
berjumlah + 10 cc, berbau, warna putih kental. Pada
saat ini ditegakkan diagnosis rinosinusitis kronis
dengan komplikasi curiga selulitis orbita OD dengan
abses palpebra OD dan didiagnosis banding abses
periorbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan
ditambah Kloramfenikol 1% + Polimiksin B sulfat 5000
iu/gram salf 4 x 1 OD. Anjuran tetap dipersiapkan
bedah sinus endoskopi fungsional untuk dekompresi
orbita, insisi serta evakuasi abses palpebra bersama
dengan bagian mata dan observasi ketat selama dua
hari (sampai tanggal 26 Maret 2012).
Gambar 2. Tomografi komputer potongan axial dan coronal
tanggal 21 Maret 2012
Gambar 4. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat
pungsi irigasi sinus
Gambar 3. Foto pasien saat masuk IGD
Pada
tanggal
26
Maret
2012,
pasien
Pasien dikonsulkan ke bagian mata dan
mengeluhkan penurunan penglihatan pada mata
diperoleh hasil pemeriksaan fisik mata kanan, visus
kanan, mata kanan terasa nyeri, bengkak di mata
5/5, palpebra udem (+), benjolan kenyal, difus,
kanan bertambah, keluar ingus dari hidung dan ingus
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
315
http://jurnal.fk.unand.ac.id
terasa
tertelan
masih
ada,
demam
tidak
ada.
ostium terlihat terbuka. Perdarahan diatasi, dipasang
Pemeriksaan fisik THT, pada hidung kavum nasi
tampon handscoen 1-0 longgar yang telah diolesi
kanan sempit, konka inferior dan konka media udem,
betadin dan salf kloramfenikol. Oral pack dikeluarkan,
terlihat sekret mukopurulen di meatus media, deviasi
operasi selesai.
septum tidak ada. Pemeriksaan fisik bagian mata
Diagnosis pasca operasi pasca bedah sinus
diperoleh hasil visus mata kanan 5/7, palpebra udem
endoskopi fungsional atas indikasi rinosinusitis kronis
(+), benjolan kenyal, difus, fluktuatif, konjungtiva
dengan komplikasi abses periorbita OD + post insisi
kemosis (+), hiperemis (+), gerakan terbatas, posisi
dan eksplorasi abses palpebra superior OD. Terapi
protusio.
setelah operasi sama seperti sebelumnya ditambah
Diagnosis saat ini rinosinusitis kronis dengan
tramadol drip.
komplikasi curiga abses periorbita OD dengan abses
Tanggal 28 Maret 2012 keluar hasil kultur
palpebra superior OD dan didiagnosis banding curiga
sekret hidung saat pungsi irigasi dengan hasil tidak
selulitis orbita OD. Terapi sebelumnya dilanjutkan dan
ditemukannya pertumbuhan jamur dan ditemukan
direncanakan
kuman Staphyloccocus epidermidis
untuk
dilakukan
tindakan
operasi
bersama antara bagian THT dengan bagian mata
terhadap
berupa dekompresi orbita dengan pendekatan bedah
sefotaksim,
sinus endoskopi + insisi dan evakuasi abses palpebra
meropenem dan netilmisin.
OD.
ampisilin-sulbaktam,
seftazidin,
yang sensitif
sefoperazon,
seftriakson,
kloramfenikol,
Tanggal 29 Maret 2012 tampon hidung
Pada tanggal 27 Maret 2012 dilakukan
dibuka, terlihat konka inferior edema, konka media
operasi dekompresi orbita dengan pendekatan bedah
edema, darah mengalir tidak ada, terlihat sekret
sinus endoskopi dan insisi evakuasi abses palpebra
mukoid putih kekuningan. Sedangkan kavum nasi
superior OD. Operasi dimulai oleh bagian mata.
sinistra
Pasien berbaring telentang di meja operasi dalam
dibolehkan pulang dan diberi terapi roksitromisin tablet
narkose
dilakukan
2 x 150 mg, metronidazol tablet 3 x 500 mg,
tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan operasi
metilprednisolon tablet 3 x 4 mg, pseudoefedrin 120
dan ditutup kain steril. Dilakukan aspirasi pada
mg + loratadin 5 mg kapsul 3 x 1, ambroksol 3 x 30
palpebra superior OD, terdapat pus 1 cc. Dilakukan
mg. Sedangkan dari bagian mata diberi tambahan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas pada pus
terapi kloramfenikol salf mata.
umum.
Dipasang
oral
pack,
dalam
batas
normal.
Pasien
kemudian
abses palpebra. Dilakukan insisi pada palpebra, keluar
Kontrol pertama tanggal 31 Maret 2012, tidak
pus 5 cc. Dilakukan kuret dan pencucian daerah insisi,
ditemukan ingus yang keluar dari hidung atau tertelan
dipasang drain, kemudian ditutup dengan perban.
di tenggorok, hidung masih tersumbat, nyeri hidung
Operasi
Dilakukan
tidak ada, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum nasi
pemasangan tampon hidung epinefrin: lidokain (1 : 4)
kanan terlihat konka inferior udem, konka media
pada KND dan ditunggu selama 15 menit. Evaluasi
eutropi, meatus media terbuka, terdapat sekret mukoid
KND dengan scope 0º, terlihat sekret putih kental di
putih kekuningan dan krusta. Kavum nasi dibersihkan
meatus media, konka inferior eutropi dan konka media
dan terapi sebelumnya dilanjutkan, ditambahkan cuci
edem. Sekret dihisap, terlihat prosesus unsinatus dan
hidung dengan NaCl 0,9%. Hasil kultur pus dari abses
ostium
Dilakukan
palpebra superior OD, tidak ditemukan pertumbuhan
unsinektomi dan pelebaran ostium sinus maksila
kuman aerob dan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan
dekstra. Dilakukan pengangkatan bulla etmoid, terlihat
bagian mata diperoleh hasil pada mata kanan visus
sekret putih kental keluar dari dinding medial orbita
5/5, edem palpebra berkurang, tidak ada lagi pus dari
dekstra (lamina papirasea) dan ostium sinus frontalis.
tempat insisi, konjungtiva tidak hiperemis, kornea
Bersamaan dengan penekanan pada mata kanan,
bening, COA cukup dalam, iris coklat, rugae (+), pupil
sekret yang keluar dari lamina papirasea dihisap
bulat reflek +/+ 3 mm, lensa bening, gerakan bebas,
sedangkan sekret dari sinus frontal dihisap dan tidak
posisi ortho. Terapi berupa kloramfenikol salf mata 2 x
dilakukan pelebaran ostium sinus frontalis karena
OD.
Dilanjutkan
sinus
bagian
maksila
THT.
menyempit.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
316
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Kontrol tanggal 2 April 2012, tidak ditemukan
gerakan
bebas,
posisi
ortho.
Bagian
mata
ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di
memberikan pengobatan yang sama dengan bagian
tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah
THT ditambah tinoridin HCl 50 mg tablet 3 x 1 dan
tidak nyeri, demam tidak ada. Pemeriksaan kavum
metilprednisolon tablet 1 x 16 mg.
nasi kanan terlihat konka inferior dan konka media
eutropi, terdapat sekret mukoid dan krusta. Kavum
DISKUSI
nasi dibersihkan dan terapi sebelumnya dilanjutkan.
Kontrol tanggal 7 April 2012, tidak ditemukan
Dilaporkan satu kasus rinosinusitis kronis
dengan komplikasi abses periorbita OD pada pasien
ingus yang keluar dari hidung atau tertelan di
umur
tenggorok, hidung tidak tersumbat, hidung dan wajah
anamnesis, pemeriksaan fisik THT dan mata, serta
tidak nyeri, demam tidak ada. Kavum nasi kanan
pemeriksaan penunjang tomografi komputer sinus
lapang, terlihat konka inferior dan konka media
paranasal.
eutropi,
terdapat
sekret
serous.
Kavum
16
tahun
yang
ditegakkan
berdasarkan
nasi
Komplikasi abses periorbita OD ditegakkan
dibersihkan, terapi dilanjutkan kecuali metronidazol 3 x
berdasarkan keluhan bengkak di mata kanan sejak 5
500 mg dan metilprednisolon 3 x 4 mg dihentikan.
hari, visus mata kanan yang awalnya baik kemudian
Kontrol tanggal 14 April 2012, keluhan pada
mengalami penurunan pada hari ketiga, udem yang
hidung tidak ada. Pemeriksaan nasoendoskopi terlihat
fluktuatif
kavum nasi kanan lapang, konka inferior eutropi,
konjungtiva hiperemis dan kemosis, gerakan bola
mukosa merah muda, konka media eutropi, mukosa
mata yang terganggu serta bola mata kanan yang
merah muda, meatus media terbuka, sekret tidak ada,
mengalami protusio. Beberapa literatur menyebutkan
deviasi
Terapi
bahwa selain penyebaran infeksi sinus paranasal,
sebelumnya dilanjutkan hingga 1 minggu dan pasien
selulitis orbita atau abses periorbita (subperiosteal)
dianjurkan untuk kontrol kembali.
bisa disebabkan karena trauma pada orbita, infeksi
septum
tidak
ada
(gambar
5).
pada
palpebra
superior
mata
kanan,
sistem lakrimal, infeksi pada kulit di daerah mata atau
operasi daerah orbita.
9-11
Penyebab tersebut dapat
disingkirkan pada kasus ini dengan anamnesis yang
terarah.
Pada kasus ini saat masuk ditegakkan
diagnosis selulitis orbita tapi setelah dua hari dirawat
ternyata tidak terdapat perbaikan dan sudah ada
penurunan visus sehingga pasien didiagnosis abses
Gambar 5. Nasoendoskopi kavum nasi dextra pada saat
periorbita. Keluhan penurunan penglihatan dan hasil
kontrol 14 April 2012
tomografi
komputer
biasanya
sudah
dapat
membedakan antara keduanya. Pada kasus ini
penurunan visus baru terlihat setelah 3 hari perawatan
dan pada saat operasi terlihat pus yang mengalir di
dinding medial orbita sehingga diagnosis abses
periorbita baru dapat dipastikan. Adanya proses
inflamasi yang berlanjut karena tidak adekuatnya
pemberian antibiotik, virulensi kuman yang tinggi atau
terdapatnya infeksi campuran lebih dari satu kuman
Gambar 6. Foto pasien saat kontrol hari ke-18 post operasi
yang umumnya terjadi pada anak yang lebih tua dan
dewasa sehingga antibiotik yang diberikan tidak dapat
Pasien dikonsulkan kembali ke bagian mata
dengan hasil pemeriksaan bagian mata diperoleh hasil
pada mata kanan visus 5/5, palpebra udem minimal,
mengeradikasi
semua
kuman
juga
dapat
menyebabkan proses selulitis obita berlanjut menjadi
6,8
abses periorbita.
lunak, nyeri tekan (-), konjungtiva tidak hiperemis,
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
317
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Pemeriksaan
komputer
dan
nasoendoskopi,
MRI
dapat
tomografi
digunakan
untuk
kebersihan, musim, ataupun alergen.
Eviatar
17
dan
Nageswaran,
24
1,2,22,23
318
Menurut
keterlibatan
sinus
menegakkan diagnosis awal dan tomografi komputer
paranasal yang menimbulkan komplikasi orbita pada
serta MRI dapat membantu mengidentifikasi stadium
anak-anak terutama disebabkan oleh infeksi pada
komplikasi orbita sehingga pilihan terapi yang efektif
sinus etmoid. Hal yang berbeda dinyatakan oleh
12,13
bisa ditentukan.
komputer
Pada kasus ini hasil tomografi
memperlihatkan
adanya
multisinusitis
dengan inflamasi orbita dan abses palpebra superior
Nwaorgu yang menyatakan bahwa sinus maksila lebih
berperan pada proses rinosinusitis yang menyebabkan
komplikasi orbita baik anak ataupun dewasa.
19
dekstra. Gambaran ini sesuai dengan literatur yang
Pada kasus ini, hasil kultur yang diambil dari
menunjukkan adanya tanda-tanda peradangan sinus
sekret pada sinus maksila saat pungsi dan irigasi
paranasal disertai dengan proses inflamasi yang
sinus ditemukan kuman Staphylococcus epidermidis
mengarah
ke
selulitis
di
daerah
orbita.
4
Clary
yang
sensitif
terhadap
sefoperazon,
korelasi antara temuan operasi dengan pemeriksaan
kloramfenikol, eritromisin, meropenem dan netilmisin.
tomografi komputer. Salah satunya pada kasus antara
Hal ini sesuai dengan beberapa literatur yang
selulitis orbita dengan abses subperiosteal (periorbita),
menyatakan
dimana pada tomografi komputer terlihat edema otot
Streptococcus,
mata ekstrinsik dan perselubungan homogen antara
menyebabkan rinosinusitis sedangkan kuman anaerob
dinding orbita dan periorbita disertai pergeseran bola
seperti Bacteroides, Fusobacterium merupakan kuman
mata dengan kesan selulitis orbita tapi setelah
patogen
dilakukan operasi ternyata sudah terlihat adanya
rinosinusitis.
abses.
14
sefotaksim,
ampisilin-sulbaktam,
menjelaskan bahwa kadang-kadang tidak ditemukan
bahwa
yang
golongan
Haemophilus
16
serta Nwaorgu,
19
seftriakson,
Staphylococcus,
paling
kadang-kadang
1,2,5 6,9-11,22,24
Ali
seftazidin,
sering
menyebabkan
Hal serupa dilaporkan oleh
dari pasien sinusitis yang
Insiden komplikasi orbita yang disebabkan
diperiksa sekret sinus menunjukkan mayoritas kuman
oleh rinosinusitis ini semakin berkurang setelah
golongan Staphylococcus terutama Staphylococcus
ditemukannya
aureus.
antibiotik,
terutama
kehilangan
penglihatan hingga kematian karena penyebaran ke
15-17
Sedangkan
menurut
Jackson
pada
rinosinusitis bakterialis akut lebih sering ditemukan
Penelitian Neto menyebutkan bahwa
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan
dari 25 pasien sinusitis dengan komplikasi orbita pada
Moraxella catarrhalis, dan pada rinosinusitis bakterialis
tahun 1985-2004, 24 pasien mengalami selulitis
kronis yang lebih dominan menyebabkan infeksi
periorbita dan sisanya abses subperiosteal (abses
adalah
intrakranial.
periorbita). Disebutkan juga bahwa kejadian paling
sering pada laki-laki dengan rasio 2 : 1 dan paling
sering terkena anak umur < 5 tahun.
18
aureus.
golongan
Staphylococcus
terutama
S.
23
Pada kasus ini diberikan terapi antibiotik
Hampir sama
intravena seftriakson kombinasi dengan metronidazol,
dengan Nwaogru dari 90 pasien, laki-laki lebih sering
kortikosteroid (deksametason) intravena, dekongestan
terkena (2 : 1), umur antara 3,5 – 66 tahun, ditemukan
dan mukolitik (ambroksol). Sedangkan saat pasien
47
dengan
pulang diberikan antibiotik oral berupa roksitromisin.
komplikasi selulitis orbita, 9 orang (19,2%) didiagnosis
Pemberian kombinasi antibiotik diharapkan dapat
pasien
(52%)
didiagnosis
thrombosis sinus kavernosus.
sinusitis
19
membunuh kuman sebelum keluarnya hasil kultur dan
Komplikasi orbita ini umumnya terjadi pada
anak-anak dengan rinosinusitis akut.
20,21
tes sensitivitas. Eviatar merekomendasikan seftriakson
Sedangkan
100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2 dosis atau ampisilin
pada orang dewasa komplikasi ini terjadi baik pada
- sulbaktam 200 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
rinosinusitis akut ataupun rinosinusitis kronis.
16,22
Hal
sebagai terapi antibiotik intravena secara empiris.
ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
Kadang-kadang
anatomi antara sinus paranasal dan orbita, kekebalan
vankomisin 60 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
tubuh
atau metronidazol bila hasil kultur kuman belum ada
yang
menurun
imunodefisiensi,
serta
terutama
faktor
pasien
lingkungan
dengan
seperti
diperlukan
kombinasi
dengan
dan diduga terdapat keterlibatan kuman anaerob.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
17
http://jurnal.fk.unand.ac.id
319
Pemberian antibiotik intravena umumnya diberikan
Dilakukan identifikasi lamina papirasea dan atap
selama 7 hari atau selama perawatan dan dilanjutkan
etmoidalis. Jika terdapat lamina papirasea yang
dengan pemberian antibiotik oral seperti amoksisilin +
terbuka, pus/sekret dapat dibersihkan dan dihisap
asam klavulanat selama 2-3 minggu.
6
Pemberian
langsung melalui celah tersebut. Jika lamina papirasea
kortikosteroid dianjurkan bila terdapat udem yang luas
masih intak, dilakukan insisi horizontal pada bagian
pada orbita ataupun intrakranial, sehingga diharapkan
inferior lamina papirasea dengan elevator freer. Insisi
dengan pemberian kortikosteroid, udem tersebut dapat
dapat diperluas ke arah vertikal dan anterior.
25
berkurang.
Yen menyebutkan bahwa pemberian
Pada
kasus
ini
dilakukan
28-30
pembedahan
kortikosteroid sistemik sebagai terapi tambahan pada
dengan pendekatan endoskopi transnasal, dan saat
rinosinusitis akut dan kronis bersamaan antibiotik,
evaluasi terlihat sekret yang mengalir dari lamina
dekongestan dan irigasi hidung dapat menurunkan
papirasea sehingga sekret hanya dihisap melalui celah
jumlah
yang sudah ada bersamaan dengan penekanan pada
mediator
inflamasi
seperti
sitokin
yang
ditemukan pada mukosa sinonasal pasien sinusitis
bola mata.
dalam jumlah banyak. Lama pemberian dan dosis
pendekatan endoskopi transnasal pada pasien dengan
steroid
komplikasi abses periorbita menurut Younis
sistemik
tidak
ditetapkan
secara
pasti,
umumnya diberikan deksametason intravena 0,3-1
mg/KgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 7 hari.
26
29
operasi melalui
28
dan
semuanya mengalami perbaikan total
tanpa adanya komplikasi dan rekurensi. Bhargava
Pada kasus ini indikasi dilakukan tindakan
operatif dekompresi orbita dengan bedah
Froehlich,
Angka keberhasilan
juga menyebutkan bahwa dari 3 pasien sinusitis
sinus
dengan komplikasi abses periorbita yang dilakukan
endoskopi fungsional karena tidak ada perbaikan
bedah sinus endoskopi, semuanya sembuh tanpa
setelah 48 jam pemberian antibiotik intravena dan
komplikasi
sudah terdapat penurunan visus. Hal ini sesuai
endoskopi fungsional sebagai teknik yang minimal
dengan literatur yang menyebutkan bahwa terapi
invasif dan lebih aman dibandingkan pendekatan
pembedahan pada rinosinusitis dengan komplikasi
eksterna
orbita diindikasikan bila:
1.
2.
6,17,22
merekomendasikan
untuk
Keberhasilan
drainase
dengan
bedah
abses
sinus
periorbita.
pendekatan
30
endoskopi
Terlihat gambaran abses yang dibuktikan dengan
transnasal tergantung pada keahlian dokter THT,
tomografi computer.
jumlah perdarahan lokal dan sinus paranasal yang
Tidak
terdapat
perbaikan
setelah
48
jam
terlibat.
pemberian antbiotik yang adekuat.
3.
dan
27,30
Prognosis
pasien
rinosinusitis
dengan
Komplikasi orbita yang berat seperti kebutaan
komplikasi orbita umumnya baik setelah ditemukannya
atau reflek pupil yang meningkat.
antibiotik, pemeriksaan penunjang tomografi komputer
4.
Penurunan fungsi penglihatan.
hingga MRI, dan teknik pembedahan endoskopi yang
5.
Peningkatan
tanda-tanda
proptosis
dan
oftalmoplegi.
Teknik
subperiosteal
eksterna
pembedahan
(periorbita)
insisi
pada
kasus
meliputi
Lynch
transkarunkuler
abses
Komplikasi yang mungkin terjadi
komplikasi
6,22
Eviatar
17
serta Neto,
18
menyebutkan dalam laporannya bahwa dari semua
(frontoetmoidal
pasien sinusitis dengan komplikasi orbita yang diobati
orbitotomi
dan
baik konservatif saja ataupun kombinasi dengan
6,15,27
pembedahan, semuanya sembuh tanpa ada gejala
Bedah sinus endoskopi yang dilakukan pada pasien
dengan
neurologis hingga kematian.
pendekatan
pendekatan interna berupa endoskopi transnasal.
rinosinusitis
22
dapat berupa kehilangan penglihatan, gejala sisa
dengan
orbitotomy),
minimal invasif.
abses
periorbita
sisa.
Pasien
tetap
dianjurkan
kontrol
secara
meliputi tindakan unsinektomi - maksila antrostomi,
berkala untuk menilai keberhasilan operasi dan ada
etmoidektomi dan bila perlu dilakukan tindakan
tidaknya gejala sisa ataupun kekambuhan. Pemberian
pembukaan
obat antibiotik oral dan dekongestan tetap diberikan
dan
pembersihan
resesus
frontalis.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
http://jurnal.fk.unand.ac.id
hingga infeksi sinus paranasal diyakini tidak ada lagi.
12. Cruz. AAV et al. Orbital Complications of Acute
Rhinosinusitis : A New Classification. Rev Bras
Otorhinolaryngol. 2007; 73: 684-8.
DAFTAR PUSTAKA
1.
and
13. Oxford LE, McClay. J. Complications of acute
Polyposis. In Otorhinolaryngology Head and Neck
Sinusitis in Children. Otolaryngol Head and Neck
Lane.
A.P,
Kennedy.
D.W.
Sinusitis
th
Surgery. 16 edition. B.C Decker 2003: p. 760-87.
2.
Busquets.
J.M,
Hwang.
P.M.
Rhinosinusitis:
Classification,
Treatment.
Head
In
Otorhinolaryngology.
and
4
th
Nonpolypoid
Diagnosis
Neck
edition.
and
Surgery
–
Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 405-
4.
5.
6.
8.
Computed
Tomography
Scan
and
Surgical
Finding, Am Otorhinolaryngol. 1992; 101: 598600.
Management of Subperiosteal Orbital Abscess
Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps. EPOS
Secondary to Acute Sinusitis in Children. Int J of
2007.
Ped Otorhinolaryngol. 2006; 70: 1853-61.
Eustis. H.S, Mafee. M.F, Walton. C, Mondonca. J.
16. Ali. A, Kurien. M, Mathews. S, Mathew. J.
MR Imaging and CT of Orbital Infections and
Complication of Acute Infective Rhinosinusitis:
Complications in Acute Rhinosinusitis. Radiologic
Experience from Developing Country. Singapore
Cli. N. Am.J. November 1998; 36: 1165-83.
Med. J. 2005; 46(10): 540-4.
Clement. P.A.R. Classification of Rhinosinusitis. In
17. Eviatar. E et al. Conservative Treatment in
Sinusitis – From Microbiology to Management.
Rhinosinusitis Orbital Complications in Children
Taylor & Francis, New York 2006: p. 15-38.
Aged 2 Years and Younger. Rhinol. J. March
Schwartz. G and White. S. Complications of Acute
2008; 46: 334-7.
18. Neto. L.M, Pignatari. S, Mitsud. S, Fava. A.S,
– A
Sinusitis – From Microbiology to Management.
Stamm.A. Acute Sinusitis in Children
Taylor & Francis, New York 2006: p. 269-90.
Retrospective Study of Orbital Complications.
Choi. S.S, Grundfast. K.M. Complications in Sinus
Braz. J. of Otorhinol. February 2007; 73: 75-9.
Disease. In Disease of The Sinuses, Diagnosis
19. Nwaorgu. O.G.B, Awoben. F.J, Onakoy. P.A,
and Management. B.C.Decker Inc. 2001: p. 169-
Awoben.
77.
inusitis: A 15-years Review. Nigerian J Surg Res.
Giannoni. C.M, Weinberger. D.G. Complications
2004; 6: 14-6.
of Rhinosinusitis. In Head and Neck Surgery –
Otorhinolaryngology.
4
th
edition.
Lippincott
Williams and Wilkins. Philadelphia 2006: p. 493-
9.
Complications of Acute Sinusitis: Comparison of
Fokkens. W, Lund. V, Mullol. J. European Position
and Chronic Sinusitis and Their Management. In
7.
14. Clary RA, Cuningham. MJ, Eavery. RD. Orbital
15. Oxford LE, McClay. J. Medical and Surgical
16.
3.
Surg. 2005; 133: 32-7.
A.A.
Orbital
Cellulitis
Complicating
20. Reid. J.R. Complications of Pediatric Paranasal
Sinusitis. Pediatric Radiol. J. 2004; 34: 933-42
21. Herrmann.
B.W, Forsen. J.W. Simultaneous
504.
Intracranial and Orbital Complications of Acute
Houser. A, Fogarasi. S. Periorbital and Orbital
Rhinosinusitis in Children. Int. J. of Ped. Otorhinol.
Cellulitis. Ped in Review J. June 2012; 31: 242-9
2004; 68: 619-25.
10. Carlisle. R.T, Fredrick. G.T. Preseptal and Orbital
22. Hoxworth. J.M, Glastonbury. C.M. Orbital and
Cellulitis. Hospital Physician.J. October 2006: 15-
Intracranial Complications of Acute Sinusitis.
9.
Neuroimag Clin N Am. 2010; 20: 511-26.
11. Brook.
I.
Treatment
Microbiology
of
Orbital
and
and
Antimicrobial
Intracranial
23. Jackson. L.L, Kountakis. S.E. Classification and
Management
of
Rhinosinusitis
and
Its
Complications of Sinusitis in Children and Their
Complications. Otolaryngol. Clin. N. Am. J. 2005;
Management. 2009; 73: 1183-6.
38: 1143-53.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
320
http://jurnal.fk.unand.ac.id
24. Nageswaran. S, Woods. C.R, Benjamin. D.K,
Givner. L.B, Shetty. A.K. Orbital Cellulitis in
Children. The Pediatric Inf Dis J. August 2006; 25:
695-9.
Abscess. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg.
July 2008; 134: 764-7.
28. Younis RT, Lazar. RH. Endoscopic Drainage of
Subperiosteal Abscess in Children: A Pilot Study.
25. Kastner. J, Taudy. M, Lisy. J, Grabec. P, Betka. J.
Orbital and Intracranial Complications After Acute
Rhinosinusitis. Rhinology 2010; 48: 457-61.
Am J of Rhinol. January-February 1996; 10: 11-5.
29. Froehlich. P, Pransky. SM, Fontaine. P, Stearns.
G, Morgon. A. Minimal Endoscopic Approach to
26. Yen. MT, Yen. KG. Effect of Corticosteroids in
The Acute Management of Pediatric Orbital
Cellulitis with Subperiosteal Abscess. Ophtalmic,
Subperiosteal Orbital Abscess. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg. March 1997; 123: 280-2.
30. Bhargava. D, Sankhla. D, Ganesan. A, Chand. P.
Plastic and Reconstructive Surgery. April 2005;
Endoscopic
21: 363-7.
Subperiosteal Abscess Secondary to Sinusitis.
27. Tanna. N, Preciado. DA, Clary. MS, Choi. SS.
Surgical
Treatment
of
Subperiosteal
Sinus
Surgery
for
Orbital
Rhinology. April 2001; 39: 151-5.
Orbital
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(1)
321
Download