BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. TEORI KEKUASAAN 2.1.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. TEORI KEKUASAAN
2.1.1. Pengertian kekuasaan menurut ahli
Kekuasaaan merupakan konsep yang paling mendasar dalam ilmu-ilmu
sosial dan didalamnya terdapat perbedaan titik penekanan yang dikemukakan.
Menurut Russel (1988) terdapat batasan umum dari kekuasaan yaitu merupakan
produk pengaruh yang diharapkan. Ketika seseorang ingin memperoleh tujuan
yang diinginkannya dan juga diinginkan oleh orang banyak, maka orang tersebut
harus memiliki kekuasan yang besar. Faktor pendorong yang menimbulkan
keinginan berkuasa antara lain faktor eksplisit dan implisit yang berupa dorongan
untuk memperoleh kekuasaan. Faktor eksplisit dari dalam diri seseorang,
sedangkan faktor implisit adalah faktor dari luar yang mempengaruhi seseorang
untuk berkuasa.
Adapun pengertian kekuasaan menurut para ahli antara lain :
a. Walter Nord
Kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mencapai suatu tujuan
yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.
b. Miriam Budiardjo
Kekuasaan
adalah
kemampuan
seseorang
atau
kelompok
untuk
mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan
keinginan dari pelaku.
c. Ramlan Surbakti
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.
d. Max Weber
Kekuasaan itu dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan yang membuat
seorang actor didalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan
untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan
halangan.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan
adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan
cara yang diinginkan.
2.1.2. Teori Kekuasaan menurut Marx Weber
Analisis terpenting dalam kajian Weber adalah Weber tidak mau
mereduksi stratifikasi berdasarkan sudut pandang ekonomi, namun Weber
memandang bahwa stratifikasi bersifat multidimensional. Artinya adalah kajian
Weber tidak hanya memberikan pengaruh pada kajian ekonomi, tetapi juga
memberikan analisis terhadap aspek bidang keilmuan lainnya. Menurutnya
masyarakat terstratifikasi berdasarkan ekonomi, status dan kekuasaan.
Kekuasaan terhadap manusia dapat dilakukan memlalui pengaruh secara
fisik dengan cara penghukuman maupun dengan cara mempengaruhi opini
melalui propaganda (Lukes,1986). Propaganda merupakan jalur memperoleh
kekuasaan yang sulit dikalahkan oleh lawan bila propaganda itu mampu
menghasilkan suatu kesepakatan. Kekuasaan terdapat dalam bentuk kekayaan,
tentara, pemerintahan, jasa dan pengaruh. Kekayaan bisa merupakan hasil
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan dengan mempergunakan kekuatan tentara dan pengaruh. Sekarang
kekuatan ekonomi yang menjadi sumber kekayaan adalah sumber asal semua jenis
kekuasaan yang lain (Bouman, 1982). Namun Weber kurang sependapat dengan
pandangan tersebut. Ia mengatakan bahwa kekuasaan harus dilihat dari esensi
masing-masing. Kekuasaan ekonomi belum tentu identik dengan kekuasaan yang
lain. Orang mencari kekuasaan belum tentu karena ingin menjadi kaya raya.
Orang mencari kekuasaan karena pertimbangan kehormatan. Kekuasaan dan
kehormatan memerlukan jaminan dari adanya ketertiban berdasarkan hukum.
Tertib hukum merupakan faktor tambahan penting untuk memperluas kekuasaan
dan kehormatan meskipun tidak selamanya menjamin. Weber (1947) menyatakan
bahwa didalam kekuasaan terdapat kemampuan untuk memaksakan kehendaknya
kepada orang lain, walaupun orang tersebut melakukan pernolakan. Adanya
kesempatan untuk merealisasikan kehendaaknya pada orang lain dalam bentuk
pemaksaan tanpa memperdulikan apapun yang menjadi dasar. Dengan kata lain,
kekuasaan menurut Weber adalah kesempatan untuk menguasai orang lain.
Kemudian, Weber mengemukakan beberapa bentuk wewenang dalam
kehidupan manusia yang menyangkut dengan kekuasaan.
Menurut Weber,
wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu yang
diterima secara formal oleh anggota – anggota masyarakat. Sedangkan kekuasaan
dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan
penerimaan
sosialnya yang formal. Dengan kata lain, kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan si
Universitas Sumatera Utara
pemilik kekuasaan. Weber membagi wewenang ke dalam tiga tipe berikut antara
lain :
1) Ratonal-legal authority, yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam
kehidupan masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas legitimasi
(keabsahan) yang menurut pihak yang berkuasa merupakan haknya.
Wewenang ini dimiliki oleh organisasi – organisasi, terutama yang bersifat
politis.
2) Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam
kehidupan tradisional. Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas
tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang ini dapat dibagi dalam dua
tipe, yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme adalah
suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas.
Mereka yang lebih tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki
kedudukan
yang
lebih
tinggi.
Berbeda
dengan
patriarkhalisme,
patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang
pemimpin bekerjasama dengan kerabat – kerabatnya atau dengan orang –
orang terdekat yang mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya. Dalam
patriarkhalisme dan patrimonialisme ini, ikatan – ikatan tradisional
memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang
dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang
lebih didasarkan pada hubungan – hubungan yang bersifat personal/pribadi
serta pada kesetiaan pribadi seseorang kepada sang pemimpin yang
terdahulu. Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya sistem
norma yang diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat.
Universitas Sumatera Utara
Pelanggaran terhadapnya akan menyebabkan bencana baik yang bersifat
gaib maupun religious. Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah,
suami anggota tertua dalam rumah tangga, anak tertua terhadap anggota
yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai rumah atau istananya,
kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.
3) Charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena
kualitas yang luar biasa dari dirinya. Dalam hal ini, kharismatik harus
dipahami sebagai kualitas yang luar biasa, tanpa memperhitungkan apakah
kualitas itu sungguh – sungguh ataukah hanya berdasarkan dugaan orang
belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah penguasaan atas
diri orang – orang, baik secara predominan eksternal maupun secara
predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan
patuh karena kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang
tersebut. Wewenang kharismatik dapat dimiliki oleh para dukun, para
rasul, pemimpin suku, pemimpin partai, dan sebagainya.
2.2. Perilaku Dan Partisipasi Politik
Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour) adalah perilaku yang
dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan
kewajibannya sebagai insan politik. Perilaku politik bersumber dari budaya
politik, dimana adanya kesempatan dari pelaku kegiatan akan tindakan yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Pelaku kegiatan adalah pemerintah dan dan
masyarakat. Kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu
fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-fungsi
Universitas Sumatera Utara
politik yang dipegang oleh masyarakat. Dalam mengkaji perilaku politik ada tiga
analisis yaitu :
a) Individu actor politik meliputi actor politik (pemimpin), aktivis politik,
dan individu warga Negara biasa. Factor yang mempengaruhi perilaku
politik seorang actor politik adalah pertama, lingkungan social politik tak
langsung (system politik, system ekonomi, system budaya dan media
massa). Kedua, lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan
membentuk kepribadian actor (keluarga, agama, sekolah, dan kelompok
pergaulan). Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap
individu. Keempat, factor lingkungan social politik langsung yang berupa
situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi actor secara langsung (cuaca,
keadaan keluarga, suasana kelompok, dan lain-lain).
b) Agregasi politik adalah individu aktor politik secara kolektif (kelompok
kepentingan, birokrasi, parpol,lembaga pemerintahan dan bangsa).
c) Tipologi kepribadian politik ialah tipe-tipe kepribadian pemimpin otoriter,
machiavelist, dan demokrat.
Partisipasi Politik didefenisikan sebagai kegiatan seseorang atau kelompok
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan
jalan memilih pimpinan Negara dan, secara langsung maupun tidak langsung,
mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Samuel P. Hutington dan Joan
Nelson dalam “No Easy Choice, Political participation in developing”; partisipasi
adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud
untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa
bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau
Universitas Sumatera Utara
sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak
efektif. Sedangkan, Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik adalah
kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintah. Kemudian
Hutington dan Nelson membuat rambu-rambu dalam partisipasi politik antara lain
:
•
Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga
Negara biasa yang dapat diamati bukan perilaku dalam yang berupa sikap
dan orientasi.
•
Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku
pembuat dan pelaksana keputusan politik.
•
Kegiatan yang berhasil maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah
tetap termasuk dalam partisipasi politik.
•
Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung.
•
Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan sesuai prosedur yang
wajar maupun kekerasan.
•
Kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan atas kesadaran
sendiri maupun atas desakan.
Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi politik yang
dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi kegiatan dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi
masukan dan keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan
Universitas Sumatera Utara
warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakana umum,
mengajukan alternatif
kebijakan umum yang berbeda dengan
kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan
untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak, dan ikut srta
dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan.
b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi
keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati
peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap
keputusan pemerintah.
Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok orang yang
menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada dinilai telah menyinggung
dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak ikut serta dalam politik. Orang-orang
yang tidak ikut dalam politik mendapat beberapa julukan antara lain :
 Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya minat
atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejalagejala.
 Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang busuk
dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah
urusan yang kotor, tidak dapat dipercaya, dan menganggap
partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia dan tidak ada
hasilnya.
 Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan seseorang
dari politik dan pemerintahan masyarakat dan kecenderungan
Universitas Sumatera Utara
berpikir mengenai pemerintahan dan politik bangsa yang dilakukan
oleh orang lain untuk oranng lain tidak adil.
 Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu perasaan
kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang
individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan bahwa para
penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari
tujuan-tujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak.
2.3. Modal Sosial
Modal Sosial adalah suatu konsep dengan berbagai definisi yang saling
terkait, yang didasarkan pada nilai jaringan sosial. Modal sosial juga didefinisikan
sebagai kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah
masyarakat atau bagian-bagian tertentu dari masyarakat tersebut. Dengan
membangun hubungan dengan sesama, dan menjaganya agar terus berlangsung
sepanjang waktu, orang mampu bekerja bersama-sama untuk mencapai berbagai
hal yang tidak dapat mereka lakukan sendirian, atau yang dapat mereka capai
dengan susah payah. Orang berhubungan melalui serangkaian jaringan dan
mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan
tersebut, sejauh jaringan tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang
sebagai modal.
Konsep modal sosial diperkenalkan oleh Robert Putnam (1993) ketika
meneliti di Italia pada tahun 1985. Berdasarkan penelitiannya, masyarakat
memiliki kesadaran politik yang tinggi karena adanya minat besar untuk terlibat
pada masalah politik. Hubungan antara masyarakat lebih bersifat horizontal
Universitas Sumatera Utara
karena masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara. Kemudian beliau
mendefenisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara
anggota masyarakat dan masyarakat dengan pemimpin diatasnya. Modal sosial
merupakan institusi sosial yang melibatkan jaringan (network), norma (norms)
dan kepercayaan masyarakat (social trust) demi kepentingan bersama.
(http://eprints.uny.ac.id/8790/3/BAB%202%20-%2008413244020.pdf tanggal 11
April 2017)
Pierre Bordieu mendefenisikan modal sosial sebagai jumlah sumber daya,
aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena
memiliki jaringan tahan lama
berupa hubungan timbal balik perkenalan dan
pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Bordieu melihat bahwa
ada sisi gelap dari modal sosial.Ia melihat bahwa modal sosial terkesan sedikit
kuno dan individualistis. Bourdieu berargumen, mustahil memahami dunia sosial
tanpa mengetahui peran modal dalam segala bentuknya, dan tidak sekadar dalam
satu bentuk yang diakui oleh teori ekonomi.
Berbeda dengan pandangan Bordieu, Coleman mendefenisikan modal
sosial sebagai sarana untuk merepresentasikan sumber daya karena hal ini
melibatkan harapan akan resiprositas, dan melampaui individu mana pun sehingga
melibatkan jaringan yang lebih luas yang hubungan-hubungannya diatur oleh
tingginya tingkat kepercayaan dan nilai-nilai bersama. Dengan kata lain, bagi
Coleman modal sosial adalah sarana untuk bekerjasama.Coleman mulai berminat
pada kajian modal sosial sejak adanya upaya untuk menjelaskan hubungan antara
ketimpangan sosial dengan prestasi akademik di sekolah. Coleman kemudian
mendefinisikan modal sosial sebagai: “ seperangkat sumber daya yang
Universitas Sumatera Utara
melekatpada hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas dan yang
berguna bagi perkembangan kognitif atau sosial anak atau orang yang masih
muda. Sumber-sumber daya tersebut berbeda bagi orang-orang yang berlainan dan
dapat memberikan manfaat penting bagi anak-anak dan remaja dalam
perkembangan modal manusia mereka”.
Fukuyama (1997) menjelaskan bahwa modal sosial adalah serangkaian
nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota kelompok
masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka.
Adapun unsur- unsur modal sosial yang dapat dijadikan acuan untuk
menganalisis fenomena politik antara lain:
a. Hubungan sosial yaitu bentuk komunikasi bersama
melalui hidup
berdampingan sebagai interaksi antara individu.
b. Adat dan nilai budaya lokal yang menjungjung tinggi kebersamaan, kerjasama
dan hubungan sosial masyarakat.
c. Toleransi merupakan salah satu kewajiban moral yang harus dilakukan setiap
orang ketika hidup berdampingan dengan orang lain.
d. Kesediaan untuk mendengar berupa sikap menghormati pendapat orang lain.
e. Kejujuran menjadi salah satu hal pokok dari transparansi untuk kehidupan
demokratis.
f. Kearifan lokal dan pengetahuan lokal sebagai pendukung nilai yang ada dalam
masyarakat.
g.Jaringan sosial dan kepemimpinan sosial yang terbentuk berdasarkan
kepentingan/ketertarikan individu secara prinsip/pemikiran dimana kepemimpinan
sosial terbentuk dari kesamaan visi, hubungan personal atau keagamaan.
Universitas Sumatera Utara
h. Kepercayaan merupakan hubungan sosial yang dibangun atas dasar rasa
percaya dan rasa memiliki bersama.
i. Kebersamaan dan kesetiaan berupa perasaan ikut memiliki dan perasaan
menjadi bagian dari sebuah komunitas.
j. Tanggung jawab sosial merupakan rasa empati masyarakat terhadap upaya
perkembangan lingkungan masyarakat.
k. Partisipasi masyarakat berupa kesadaran diri seseorang untuk ikut terlibat
dalam berbagai hal berkaitan dengan diri dan lingkungan.
l. Kemandirian berupa keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan.
2.3.1. Jaringan sosial sebagai modal sosial
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak
individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun
bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama
dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat
resiprosikal (Damsar, 2002:157).
Jaringan sosial merupakan hubungan yang tercipta antara banyak dalam
suatu kelompok ataupun antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain.
Yang menjadi ciri khas dari teori jaringan adalah adanya pemusatan perhatian
pada struktur makro dan mikro, yang artinya bahwa aktor bukan hanya individu
saja namun dapat kelompok, organisasi bahkan ruang lingkup yang lebih besar
sekalipun. Hubungan dapat terjadi dalam struktur sosial yang lebih luas hingga
yang lebih sempit (Ritzer,Douglas.2010:383).
Universitas Sumatera Utara
Barnes
(1969) mengemukakan analisisnya
(Agusyanto, 2007) bahwa
jaringan dibedakan atas jaringan total digunakan untuk menyebut jaringan sosial
yang kompleks, dan jaringan partial untuk menyebut jaringan yang hanya berisi
satu jenis hubungan sosial. Lain hal lagi bila jaringan sosial ditinjau dari tujuan
hubungan sosial yang membentuk jaringan-jaringan. Berdasarkan pendapat pakar
Antropologi dan Sosiologi, jaringan sosial dapat di bedakan dalam tiga jenis yaitu
:
a. Jaringan interest (kepentingan), terbentuk dari hubungan-hubungan sosial
yanng bermuatan kepentingan.
b. Jaringan power, hubungan-hubungan sosial yang membentuk jaringan
bermuatan power. Power disini merupakan suatu kemampuan seseorang atau
unit sosial untuk mempengaruhi perilaku dan pengambil keputusan orang atu
unit sosial lainnya mellalui pengendalian (Adams: 1977 dalam Agusyanto,
2007).
c. Jaringan sentiment (emosi), seperti judulnya jaringan ini terbentuk atas dasar
hubungan-hubungan sosial yang bermuatan emosi. Hubungan sosial itu sendiri
sebenarnya menjadi tujuan tindakan sosial misalnya percintaan, pertemanan
atau hubungan kerabat, dan sejenisnya. Struktur sosial yang terbentuk dari
hubungan-hubungan emosi pada umumnya lebih mantap atau permanen.
Kedhusin (Rudito,Famiola 2008:147) mengemukakan ada 3 jaringan sosial
yaitu :
a. Jaringan individu (egosentris) yaitu jaringan yang berhubungan dengan modal
tunggal atau individu. Sebagai contoh teman baik saya.
Universitas Sumatera Utara
b. Jaringan sosial (social-centric) digambarkan dalam model dan batasan
analisisnya, seperti jaringann antara mahasiswa dalam sebuah kelas, jaringan
pekerja dan manajemen dalam sebuah pabrik atau tempat kerja.
c. Jaringan terbuka (open system) yaitu batasan tidak dianggap penting.
Contohnya jaringan politik, jaringan antar perusahaan dan jaringan antara
mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
Download