DILEMATIS ANTARA PRINSIP INDEPENDENSI

advertisement
DILEMATIS ANTARA PRINSIP INDEPENDENSI HAKIM DAN RASA KEADILAN
OLEH : LA SURIADI
PTA. AMBON
PENGANTAR
Hakim adalah figure sentral dalam proses peradilan, senantiasa dituntut untuk membangun
kecerdasan intelektual, terutama kecerdasan emosional, kecerdasan moral dan spiritual. Jika
kecerdasan intelektual, emosional dan moral spiritual terbangun dan terpelihara dengan cerdas
pula, bukan hanya akan memberikan manfaat kepada diri sendiri, tetapi juga akan memberikan
manfaat bagi masyarakat dalam konteks penegakkan hukum.
Putusan hakim yang adil, akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaikan permasalahan
hukum yang terjadi dalam kehidupan bernegara. Karena putusan hakim yang diawali dengan
kalimat “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA “
hakekatnya adalah kewajiban penegakkan hukum dan keadilan itu harus dipertanggung jawabkan
oleh hakim secara utuh terlebih kepada Tuhan , Allah SWT .
Prilaku hakim yang sesuai dengan agama masing-masing, dan moral adalah realisasi ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang mendorong hakim untuk berprilaku simpatik dan penuh
tanggung jawab.Seiring dengan keluhuran tugas dan luasnya kewenangan dalam menegakkan
hukum dan keadilan sering muncul tantangan dan godaan bagi hakim. Untuk itu prilaku hakim
merupakan konsekwensi yang melekat pada jabatan sebagai hakim yang berbeda dengan warga
masyarakat biasa.1
SOROTAN PUBLIK TERHADAP PUTUSAN HAKIM
Dewasa ini rakyat semakin menyoroti perkembangantentang pelaksanaan proses pengadilan
terkait dengan begitu banyak masalah hukum yang kontroversi.
__________________________
1.
Pedoman prilaku hakim, pada bagian pembukaan alinea kedua dan ketiga
1
Keadilan dan kebenaran seolah-olah hanya slogan belaka tanpa mempertimbangkan dengan adil
suatu masalah dalam hal tindak pidana yang sedang ditangani oleh Hakim. Memang benar apa
kata pepatah “ gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang pulau terlihat “
Dalam kesempatan ini saya mencoba mengangkat beberapa contoh kasus :
1. Kasus pencurian merica seberat 0,5 ons dengan terdakwa Rawi ( 66 ) tahun, pengadilan
Negeri Sinjai Sulawesi Selatan, diancam hukuman lima tahun penjara
2. Kasus nene Minah ( 55 ) tahun yang mencuri tiga buah kakao seharga Rp.2000.- hakim
memutus dengan hukuman 1 bulan 15 hari penjara, dengan menerapkan pasal 362
KUHP
3. Kasus
Hamdani ( mantan buruh pabrik sandal PT. Asoga Mas Utama, Tangerang)
mencuri sandal bolong, Hakim memutus dengan lima bulan penjara potong masa
tahanan.
4. Kasus pencurian lima batang jagung seharga Rp. 10.000.- yang dilakukan oleh Parto (
Situbondo Jawa Timur )
5. Kasus pencurian semangka yang dilakukan oleh dua warga Bujel Basar dan Kholik (
Kediri, Jawa Timur )
6. Kasus pencuri kapas yang tidak lebih dari 2 kg, yang dilakukan oleh Masinih, dkk(
Kenconenogoro, Kabupaten Batang). Mereka semua tak segan diadili ke Meja hijau dan
dianggap telah melanggar pasal 362 KUHP dan mendapatkan ancaman 5 tahun
penjara.htt/www.metrotvnews.com, Senin, 16 Januari 2012-22:26:10 WIB
7. Kasus korupsi Sitti Hartati Murdaya dihukum penjara 2 tahun 8 bulan
8. Kasus Rasyid Amarullah Rajasa, divonis hukuman penjara lima bulan dengan hukuman
percobaan selama enam bulan, denda Rp. 12 juta subsider enam bulan kurungan.
Terhadap kasus kecelakaan lalulintas yang dilakukan oleh Rasyid Amarullah Rajasa pada
kecelakaan Januari 2013 yang lalu , yang menyebabkan korban meninggal dunia. Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang di Ketuai Suharjono, memvonis hukuman
penjara lima bulan dengan hukuman percobaan selama enam bulan , denda Rp. 12 juta
subsider enam bulan kurungan.Itupun yang bersangkutan tidak ditahan hanya dikenai wajib
lapor.
2
Ironisnya putusan tersebut dimata rakyat disikapi berbeda-beda. Masing-masing punya sudut
pandang tersendiri.
Misalnya pasal 359 KUHP yang berbunyi : Barang siapa karena
kesalahannya ( kealpaannya ) menyebabkan orang
lain mati, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Majelis Hakim PN Jakarta Timur
menggunakan pasal 310 ayat(4) tentang mengendarai
kenderaan dengan lalai dan subsider pasal 310 ayat 2 UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan ( LLAJ ). Pasal 310 ayat (4) menyebutkan : dalam hal kecelakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,
dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
12 juta rupiah. Sedangkan pasal 310 ayat (2)
menyebutkan : setiap orang yang
mengemudikan kenderaan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan
lalu lintas
dengan korban luka ringan dan kerusakan kenderaan dan/atau barang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling
lama satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2 juta rupiah. Majelis Hakim menilai ,
salah satu hal yang meringankan Rasyid Rajasa adalah karena yang bersangkutan masih
Mahasiswa dan selama dalam persidangan berprilaku sopan. Sedangkan yang memberatkan
adalah perbuatan terdakwa tidak menjadi contoh yang baik dalam berkendera. Ujar Suharjono
seperti dilansir vivanews.com.
Sementara bila dibandingkan kasus BLBI, skandal Bank Century, kasus pajak Gayus Tambunan,
dan kasus suap Wisma Atlet, selalu lama pengungkapannya, dan tidak segera ditangani,
sementara orang miskin begitu gampang dimasukkan ke dalam penjara dan begitu mudah di
vonis.
PRINSIP NEGARA HUKUM
Kalau kita kembali kepada prinsip negara hukum yang dianut di Indonesia semakin dipertegas
dalam era Reformasi dengan dilakukan amandemen ke tiga UUD 1945 pada tahun 2001. Pada
pasal 1 ayat (3) UUD 1945 ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
3
Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip-prinnsip negara hukum adalah
jaminan penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan
lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan2
Dalam upaya memperkuat prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka itu, maka sesuai tuntutan
reformasi dibidang hukum telah dilakukan perubahan terhadap undang-undang nomor 14 tahun
1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman dengan undang-undang nomor
35 tahun 1999, dan terakhir dirubah dengan undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman.
Melalui perubahan undang-undang tersebut, telah diletakan kebijakan baru bahwa segala urusan
mengenai peradilan baik yang menyangkut teknis yudisial, maupun urusan organisasi,
administrasi dan finansial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung yang saat ini populer
disebut “ kebijakan satu atap “ dengan kebijakan satu atap inilah empat lingkungan badan
peradilan pembinaanya di bawah Mahkamah Agung.
HUKUM DAN ETIKA
Menurut Meuwissen, bahwa filsafat hukum itu erat hubungannya dengan hukum dan etika3
Ada dua teori hukum ( teori hukum kodrat, dan teori hukum positivisme) yang masih terus
melanjutkan diskusinya hingga kini, tentang tema perlu tidaknya hukum dan etika dipisahkan
secara total, karena hukum dan etika dua-duanya merumuskan kriteria untuk penilaian terhadap
prilaku manusia dalam komutitas social. Namun keduanya merumuskan kriteria itu dari sudut
pandang yang berbeda, dan hukum adalah suatu momentum dari etika4
Etika normative, yang terdiri dari “ keseluruhan kriteri sebagai dasar penilaian baik dan
buruk tingkahlaku seseorang. Kaida-kaida etika dikembangkan dan diberikan argumentasi
logis5
________________________________
2
. Prinsip Kekuasaan Kehakiman dan Independensi Peradilan, Drs. H. Abd. Rasyid As’ad, MH, Varia Peradilan
No.312 Nopember 2011, hal 89
3.
Mouwessen, van Apeldororn’s Inleiding, 1982, hal 13
4.
Ibit
5.
Ibit
4
Etika normative merupakan suatu bagian dan cabang kajian nerungan filsafat, yang melahirkan
sifat-sifat tertentu dalam prilaku.Kantmisalnya melahirkan filsafat etika yang bersifat formal,
sedangkanHegel mencoba mengembangkan dan memberikan nilai argumentasi dari sudut
pandang realisasi kebebasan di dalam masyarakat6
Wawasan kefilsafatan pada etika menentukan hubungan antara etika dan hukum teori hukum
kodrat dan teori hukum positivisme dapat dipertemukan dengan asumsi bahwa
merupakan
hukum
momen bagi etika.Karena hukum merupakan kaidah-kaidah yang dirumuskan
dalam bentuk aturan-aturan dan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan hubungan lahiriah
antara manusia dalam komunitas social. Dalam konteks inilah Kantberpandangan bahwa hukum
dapat termasuk dalam etika dan juga tidak termasuk konteks etika, karena isi hukum harus
memenuhi kaida-kaida etika tertinggi, yakni imperative katagorik.Hal ini berarti bahwa kita
secara etika terkait dan berkewajiban untuk memenuhi kaidah-kaidah hukum berdasarkan
penghormatan pada kewajiban etika.Disamping itu isi dari kaidah hukum itu sendiri harus
memenuhi syarat-syarat yang dapat diuniversalkan.
Kekuasaan kehakiman
(yudikatif) merupakan pilar ketiga dalam sistim kekuasaan negara
modern, yang keberadaannya diorganisasikan secara tersendiri sebagai salah satu esensi kegiatan
bernegara. Tugas dan fungsinya adalah memberikan hukuman (sangsi) kepada pihak-pihak yang
melanggar hukum yang telah disahkan oleh legislative dalam bentuk undang-undang atau hukum
yang telah diizinkan keberadaannya oleh legislatif7
Sejalan dengan hal tersebut, tidak ada negara yang dapat disebut negara demokrasi tanpa praktek
kekuasaan kehakiman yang independen8
_______________________________________
6.Clarence Morrie, the Great legal Philoshophers, hal, 237
7.C.F.Strong, konstitusi-konstitusi modern (kajian tentang sejarah dan bentuk-bentuk konstitusi dunia, terjemahan
2007, hal 113
8.A. Mukti Arto, konsepsi idial MA, 2001, hl. 20
5
Fenomena dimasyarakat kita saat ini seringkali muncul komentar atau pandangan negative
terhadap profesi hakim mengenai sejauh mana hakim dapat objektif dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya. Apakah benar seorang hakim baik secara sadar maupun tidak sadar tidak akan
dipengaruhi oleh sikap“ prejudice” yang disebabkan oleh latar belakang social dan politik
kehidupannya sendiri dalam memutus setiap perkara yang diharapkan bersikap objektif dan
imparsial9
Dalam kunjangan kerjanya
Ketua MA
Dr. H. Muhammad Hatta Ali, SH, MH ketika
memberikan pengarahan dihadapan para pimpinan dan hakim pengadilan tingkat banding se
Sulawesi selatan dan Sulawesi Barat di Makasar, beliau menyampaikan bahwa para hakim,
sesuai undang-undang kekuasaan kehakiman, harus terbebas dari segala bentuk intervensi ketika
menangani sebuah perkara. Lanjut beliau bahwa realitasnya masih ada hakim yang
terpengaruh oleh adanya intervensi,baik dari pemerintah, keluarga maupun dari pihak-pihak
lain. Ketua MA juga menjelaskan bahwa harkat dan martabat hakim harus dijaga dengan baik.
Hakim tidak boleh dipengaruhi oleh pihak manapun dalam mengambil keputusan.“ Itulah
sebabnya sehingga gaji dan kesejahteraan hakim ditingkatkan untuk menjaga harkat dan
martabat hakim “ tandas beliau.---------------Rabu, 20 Maret 2013.Makasar www.ptamakasarkota.go.id
Oleh karena itu hakim pada pangadilan illahi di akhirat kelak akan tampil menjadi hakim
mengadili manusia bukanlah Majelis hakim, tetapi yang menjadi hakim pada pengadilan illahi
adalah Allah sendiri sebagai hakim tunggal, sehingga tidak perlu adanya Musyawarah Majelis
hakim, dialah satu satunya yang berhak menjadi hakim, karena semua urusan dan keputusan
hanya berada ditanganNya. Hal ini ditegaskan dalam Al Qur’an Surah al Baqarah ayat 113 yang
artinya : Maka Allah akan mengadili mereka pada hari kiamat, tentang apa yang mereka
perselisihkan10. Dan surah An – Nisaa ayat 141 yang artinya :Maka Allah akan memberi
keputusan diantara kamu pada hari kiamat11
_____________________________________
9.Drs. H. Abd. Rasyid As’ad, MH, Prinsip kekuasaan kahakiman dan independensi peradilan,varia peradilan no.312
november 2011, hl.91
10.
Dep. Agama RI, Al Qur’an Terjemahan Per-Kata, hal.18
11.
Ibit, hal, 101
6
KESIMPULAN :
Dari paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Putusan hakim yang adil, akan menjadi puncak kearifan bagi penyelesaian
permasalahan hukum. Figur hakim sebagai sentral dalam proses peradilan, senantiasa
dituntut membangun kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan moral
dan spiritual yang akan memberikan manfaat kepada diri sendiri juga kepada
masyarakat dalam konteks penegakkan hukum. Prilaku dan moral hakim adalah
realisasi ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mendorong hakim untuk
berprilaku simpatik dan penuh
tanggung jawab terhadap tugas dan luasnya
kewenangan dalam penegakkan hukum dan keadilan.
2. Sorotan public terhadap permasalahan hukum yang diputuskan oleh hakim hendaknya
menjadi bahan masukan agar kiranya hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya
tidak berpihak kepada orang perorang, pemerintah, legislative,atau pihak-pihak
lain.Pandangan negative terhadap profesi hakim mengenai sejauh mana hakim dapat
objektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Apakah benar seorang hakim baik
secara sadar maupun tidak sadar tidak akan dipengaruhi oleh sikap “ prejudice “ yang
disebabkan oleh latar belakang social dan politik kehidupannya sendiri dalam memutus
setiap perkara yang diharapkan bersikap objektif dan imparsial.
3. Hakim harus menegakkan prinsip
sebagaimana ditegaskan bahwa
Negara hukum yang dianut di Indonesia
Indonesia adalah Negara hukum, jaminan
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan
lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
4. Bahwa hakim selalu menjunjung tinggi hukum dan etika yang melahirkan sifat-sifat
tertentu dalam prilaku. Kant misalnya melahirkan filsafat etika yang bersifat formal.
Sedangkan hegel mencoba mengembangkan dan memberikan nilai argumentasi dari
sudut pandang realisasi kebebasan di dalam masyarakat.Dalam konteks inilah kant
berpandangan bahwa hukum dapat termasuk dalam etika dan juga tidak termasuk
konteks etika, karena isi hukum harus memenuhi kaidah-kaidah etika tertinggi, yakni
inperative katagorik.Hal ini berarti bahwa kita secara etika terkait dan berkewajiban
7
untuk memenuhi kaidah-kaidah hukum berdasarkan penghormatan pada kewajiban
etika.
5. Kekuasaan kehakiman (yudikatif) merupakan pilar ketiga dalam sistim kekuasaan
Negara modern, dimana tugas dan fungsinya adalah memberikan hukuman (sangsi)
kepada pihak-pihak yang melanggar hukum. Sejalan dengan hal tersebut, bahwa tidak
ada negera yang dapat disebut Negara demokrasi tanpa praktek kekuasaan
kehakiman yang independen.
6. Realitasnya bahwa masih ada hakim yang terpengaruh oleh adanya intervensi, baik dari
pemerintah, keluarga, maupun dari pihak-pihak lain.
8
Download