BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Data Data

advertisement
BAB 2
LANDASAN PERANCANGAN
2.1
Tinjauan Data
Data-data dan literatur yang digunakan didapat dari berbagai macam media,
baik buku, video, referensi dari internet, dan observasi langsung. Sumber-sumber
tersebut adalah materi yang meperkuat cerita, karakter, akting, dan visual untuk
menunjang pembuatan animasi pendek ini.
2.1.1
Literatur Buku
Mengenai literatur buku, mengarah kepada dua acuan, yaitu acuan teori dan
acuan visual;
buku acuan teori, seperti:
Animasi (Gotot Prakosa)
The Animator's Survival Kit (Richard Wiliams)
Wajah Pantomim Indonesia (Nur Iswantara)
Mime (Kay Hamblin)
The Five C's of Cinematography (Joseph V. Mascelli)
Semiologi (Jeanne Martinet)
Strategi Visual (Andry Masri)
Ilmu Budaya Dasar (M. Habib Mustopo)
buku acuan visual, seperti ;
The Mime Book (Claude Kipnis)
Character Design (Sherm Cohen)
The True Power of Color (Aline Metha)
2.1.2
Acuan Internet
Untuk Acuan visual dan data penulis ambil dari internet melalui beberapa
situs berikut, yaitu ; youtube.com,vimeo.com, artstation.com, dan digitaltutors.com.
2.1.3
Acuan Video
Acuan visual berupa audio didapat dari referensi Mr. Bean Animated Series:
Mime Games (episode 4, musim 1), lalu animasi serial Chaplin and Co untuk
referensi animasi pantomim dan tingkah, film-film bisu Charlie Chaplin untuk
3
4
tingkah laku, serta film animasi Cloudy with a chance of Meatball untuk referensi
humor dan exaggeration. Selain itu juga dapat referensi-referensi video animasi
pendek mengenai pantomim.
2.1.4 Sinopsis
Garuk, seorang pemuda yang memiliki perawakan sangar, adalah seorang
yang sangat baik dan suka menolong. Namun apadaya ketika niat baiknya balik
menyerang karena stereotip terhadap dirinya yang menjadi prasangka bahwa segala
perbuatannya adalah perbuatan jahat. Terlebih oleh Rustam, seorang hansip sekitar
yang sangat menaruh curiga berlebihan kepada Garuk.
2.1.5 Pembanding dan Referensi
Penulis sangat bertolak dari Charlie Chaplin untuk referensi. Penulis
menemukan beberapa referensi dari beberapa karya animasi yang sudah ada, yaitu;
Gambar 2 Animasi Serial Chaplin and Co
Gambar
2
diakses
pada
22
februari
2015
dari
http://www.filmhdwallpapers.com/file/5388/600x450/16:9/chaplin-and-co-posterwallpapers_1840839269.jpg
Selain itu, karakter Charlie Chaplin adalah sebuah karakter yang sangat komik,
kejenakaannya bisa dibilang universal sehingga aksinya dituang dalam serial animasi
tersebut. Penulis mengambil garis referensi gerak-gerik dan laku dari Charlie Chaplin
sendiri. Kemudian penulis tetap ingin menunjukkan kesan pantomim dengan
memasukkan ciri khas pantomim di dalamnya. Secara umum, pantomim memiliki
ciri riasan dan kostum pada pelakon. Kostum yang sangat umum pada pantomim
adalah baju bermotif garis-garis.
5
Gambar 2.1 Charlie Chaplin
Gambar 2.2 Baju garis-garis
Gambar 2.1 diakses pada 22 februari 2015 dari
Gambar 2.2 diakses pada 18 maret 2015 dari
http://www.doctormacro.com/Images/Chaplin,
http://i.ytimg.com/vi/CdX7LY47GOE/hqdefa
%20Charlie/Chaplin,%20Charlie_01.jpg
ul.jpg
2.2
Tinjauan Teori
2.2.1
Prinsip Animasi
Sudah sepatutnya seorang animator menerapkan 12 prinsip dasar animasi
dalam membuat karya animasi. Keduabelas prinsip ini ditemukan oleh seorang
animator Disney bernama Ollie Johnston dan Frank Thomas. Pada tahun 1981, 12
prinsip itu dituliskan ke dalam buku berjudul The Illusion of Life: Disney Animation.
Kini buku tersebut menjadi sebuah pedoman bagi seorang animator. Buku
tersebut memuat isi tentang pembuatan animasi di Disney semenjak tahun 1930.
Buku tersebut sangat berharga karena kandungan isinya, tak heran jika buku itu
dijual dengan harga mahal.
Kedua belas prinsi dasar dalam pembuatan gambar bergerak secara
berkarakter dalam film asnimasi (12 principles of Animation) meliputi ;
1.
Squash and stretch (mengkerut dan meregang)
2.
Anticipation (antisipasi)
3.
Staging (penempatan)
4.
Straight ahead action an pose to pose (aksi bergerak dengan pasti dan posisi
pose pertama ke pose kedua dst.)
5.
Follow through and overlapping action (mengikti dan gerakan menyambung)
6.
Slow in slow out (makin lambat pada bagian awal dan makin lambat pada bagian
akhir)
6
7.
Arcs (gerak melingkar)
8.
Secondary action (gerakan pembantu)
9.
Timing (menghitung gerakan dalam waktu)
10. Exaggeration (melebih-lebihkan gerakan)
11. Solid drawing (gambar yang kokoh)
12. Appeal (kesan yang diciptakan)
(Gotot Prakosa, 2010: 155)
sumber: Gotot Prakosa. (2010). Animasi: Pengetahuan Dasar Film Animasi Indonesia. Jakarta:
Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.
2.2.2 Mengenai Pantomim
Pantomim sebagai istilah datang dari Yunani yang artinya "serba isyarat".
Berarti secara etimologis, pertunjukan pantomim yang dikenal sampai sekarang itu
adalah sebuah pertunjukan yang tidak menggunakan bahasa verbal. Pertunjukan itu
bahkan bisa sepenuhnya tanpa suara apa-apa. Jelasnya pantomim adalah pertunjukan
bisu (Nur Iswantara, 2007; 1 mengutip Bakdi Seomanto, 1992; 1).
Gambar 3 Aksi dalam pantomim
Gambar
3
diakses
pada
22
februari
2015
pada
http://www.durbanite.co.za/wp-
content/uploads/2014/07/Sibo-Masondo-2.jpg
Dalam bukunya berjudul "Mime", Kay Hamblin mengatakan "Mim
menciptakan fantasi dengan ilusi. Mungkin itu adalah fantasi pribadi anda, mungkin
sebuah fantasi bersama secara universal. Seperti tubuh anda membentuk ilusi
tersebut, fantasi menjadi kenyataan bagi anda, dan bagi siapa saja yang menonton
Mim
adalah komunikasi bisu−bicara tanpa kata. Alih-alih menggunakan
suara anda, anda menggunakan seluruh diri anda untuk mencurahkan ide anda. Mim
adalah bahasa seluruh dunia mengerti" (Kay Hamblin, 1978; 15)
7
Banyak tokoh-tokoh pantomim di seluruh dunia. Dua diantaranya adalah
Marcel Marceau dan Milan Sladek. Tentunya tokoh-tokoh ini dapat menjadi acuan
referensi tata gerak.
Gambar 3.1 Milan Sladek
Gambar
3.1
diakses
pada
22
februari
2015
pada
http://on-
cologne.de/uploads/pics/Milan_Sladek__Logo_Kopf_webklein.jpg
Penampilan pantomim memiliki ciri tren dan khas pada make up dan kostum.
Umumnya wajah di rias menjadi putih, lalu mata, alis dan bibir di rias warna hitam
atau warna lain tergantung kebutuhan. Lalu untuk kostum biasanya menggunakan
baju belang hitam-putih dan celana hitam. Aksesoris kerap kali juga dipakai, seperti
topi, sepatu, sarung tangan, dan lain-lain sesuai kebutuhan.
Gambar 3.2 Kostum dan make up pantomim
Gambar 3.2 diakses pada 22 februari 2015 padahttp://i.ndtvimg.com/mt/movies/2012-08/sonamcharlie-chaplin.jpg
Pelakon mim masa kini condong menggunakan riasan canggih, namun alasan
untuk menggunakannya masih sama−untuk melepaskan 'tiap orang' agar terlihat oleh
8
penontonnya. Dibanding menentukan wajah senang atau wajah sedih, topeng badut
atau penjahat, riasan mim klasik menciptakan wajah netral yang bisa mencurahkan
semua ekspresi, semua karakter. Sebagai 'tiap orang', seorang mim dapat menjadi
'orang manapun'!(Kay Hamblin, 1978; 163)
sumber: Nur Iswantara. (2007). Wajah Pantomim Indonesia. Yogyakarta: Media Kreatifa.
Kay Hamblin. (1978). Mime: A Playbook of Silent Fantasy. California: The Headlands
Press, Inc.
2.2.3 Semiologi
Semiologi atau semiotika adalah sebuah ilmu yang mendalami mengenai
"tanda". Batasan dalam semiologi begitu luas, karena dapat menyangkup ke dalam
banyak hal. Dalam buku Semiologi karya Jeanne Martinet halaman 3, ada sebuah
teori oleh Roland Barthes yang mengatakan, "secara prospektif objek semiologi
adalah semua sistem tanda, entah apa pun substansinya, apa pun batasnya (limit):
gambar, gerak tubuh, bunyi, melodis, benda-benda, dan pelbagai kompleks yang
tersusun oleh substansi yang bisa ditemukan dalam ritus, protokol, dan tontonan
sekurangnya merupakan sistem signifikasi (pertandaan), kalau bukan merupakan
'bahasa' (language)."
Gambar 4 Contoh semiotika pada karya seni purba
Gambar
4
diakses
pada
7
agustus
2015
pada
http://matadornetwork.com/wp-
content/uploads/2011/05/informationtech-cavepainting.jpg
Penerapan semiologi begitu luas dan bersifat inklusif. Dalam teori diatas
menyebutkan bahwa gerak termasuk "tanda" dalam semiologi. Dalam komponen
karya animasi yang penulis rancang, terdapat unsur pantomim yang dalam
9
pengertiannya serba isyarat, gerak adalah bahasa tubuh yang mengisyaratkan tanda
yang ingin diungkapkan.
Contoh kecil dalam pantomim, sebuah isyarat mengusap perut dengan gerak
gerik lunglai merupakan sebuah tanda, tanda atau simbolisasi lapar. Gerak isyarat itu
juga sebuah metafora, menyiratkan sesuatu dengan penyampaian lewat gerak.
Metafora adalah semiotika konotatif, yaitu "...adalah penekanan pada makna yang
diharapkan hadir di benak pengguna." (Andry Masri. 2010; 184) Pantomim terdapat
di semiotika konotatif, dimana pantomim tersebut dapat membangkitkan makna.
sumber: Jeanne Martinet. (2010). Semiologi (Penerjemah: Stephanus Aswar Herwinarko).
Yogyakarta: JALASUTRA.
Andry Masri. (2010). Strategi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA
2.2.4
Komunikasi Visual dan Bahasa Tubuh
Dalam komunikasi visual, banyak kaitannya dengan berbagai aspek,
termasuk komunikasi itu sendiri, dan juga dalam semiotika. Penulis menyiratkan
bahasa tubuh kedalam rancangan visual (animasi) dan mengkomunikasikannya.
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi
dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media komunikasi
visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri atas gambar (ilustrasi),
huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan guna
menyampaikan esan secara visual, audio dan/atau audio visual kepada target sasaran.
(Sumbo Tinarbuko, 2009; 23)
Gambar 5 Gestur bahasa tubuh
Gambar
5
diakses
pada
7
content/uploads/2009/10/gestures.jpg
Agustus
2015
pada
http://www.dan.sperber.fr/wp-
10
Komunikasi dalam komunikasi visual menyangkup interaksi. Dalam animasi,
komunikasi visual memberi pesan, yaitu kata-kata, suara, tindakan, atau gerak-gerik.
Dalam animasi pendek yang penulis rancang, penulis ingin menyampaikan pesan
melalui gerak-gerik, kaitannya dengan pantomim, maka komunikasi yang terjadi
melalui media visual dengan bahasa tubuh yang dianimasikan.
Sebuah sumber (source), atau pengirim pesan, mengirimkan pesan (message)
pada penerima (receiver) yang akan menerima pesan tersebut. Si penerima adalah
orang yang mengartukan pesan tersebut. Semua dari komunkiasi ini terjadi dalam
sebuah saluran (channel), yang merupakan jalan untuk berkomunikasi. (Richard
West, Lynn H. Turner, 2008; 1-2) Dalam interpretasi rancangan animasi pendek
yang penulis kerjakan, sumber merupakan tokoh dalam animasi itu, pesan yang
disampaikan adalah bahasa tubuh, kemudian penerima adalah penonton itu sendiri,
dan saluran yang digunakan adalah animasi.
sumber: Sumbo Tinarbuko. (2009). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta: JALASUTRA.
Richard West, Lynn H. Turner. (2008). Pengantar Teori Komunikasi 1. Jakarta: Penerbit
Salemba.
2.2.5 Manusia dan Kegelisahan
Sebuah konflik atau masalah didasari oleh satu permasalahan, yaitu
kegelisahan/kecemasan. Dalam perancangan animasi pendek ini, penulis mengangkat
sebuah permasalahan mengenai kegelisahan. Kegelisahan/kecemasan menurut
Sigmund Freud dibagi menjadi tiga, yaitu kecemasan kenyataan/obyektif, kecemasan
neurotis, dan kecemasan moril.
Dari ketiga kecemasan tersebut, sebenarnya tidak ada perbedaan dari segi
jenisnya. Semua mempunyai satu sifat yang sama, yaitu tidak menyenangkan dari
mereka yang mengalaminya. Mereka (tiga macam kecemasan) hanya berbeda dalam
hubungan sumbernya. Kecemasan tentang kenyataan, sumber dari bahaya itu terletak
dalam dunia luar. Kecemasan neurotis, ancaman terletak dalam pemilihan obyek
secara naluriah dari id. Kecemasan moril, sumber ancaman adalah hati nurani dari
super ego. (M. Habib Mustopo, 1983; 213)
Kaitannya dengan permasalahan yang penulis angkat, stereotip negatif,
adalah kegelisahan yang terjadi pada manusia, memandang bahwa suku, agama, ras,
dan golongan lain itu mengancam, buruk, dsb. Dalam kegelisahan menurut Sigmund
11
Freud, Stereotip tersebut masuk ke dalam kecemasan kenyataan dan kecemasan
neurotik. Dimana dalam kecemasan kenyataan memang ada sebagian kecil dari
golongan yang terkena stereotip yang betul-betul melakukan hal buruk sehingga
menimbulkan kecemasan. Dalam kecemasan neurotis, adanya sosok golongan
tersebut menimbulkan ketakutan pada insting akan sosok superior (mengancam).
Gambar 6 Wujud kegelisahan dalam animasi "In Between"
Gambar 6 diakses pada 7 agustus 2015 pada http://i.ytimg.com/vi/2xp22IYL2uU/hqdefault.jpg
Dari kecemasan-kecemasan inilah, timbul harapan dan upaya manusia untuk
menghindar. Hasil upaya tersebut lahir menjadi tindakan, tindakan itu pun memiliki
banyak cara, dan pada akhirnya sama-sama menanti hasil dari usaha tersebut.
Sering kali dalam menunggu hasil-hasil dari usaha mereja, mereka itu tidak
sabar, hati mereka tidak tenteram, tidak damai dan lain sebagainya sampai-sampai
mereka jarang menggunakan akal sehatnya. (M. Habib Mustopo, 1983; 218)
Tindakan dalam menanggapi konflik yang terjadi dalam animasi pendek yang
penulis rancang, dituang ke dalam gerak bahasa tubuh dan diterjemahkan menjadi
pantomim.
sumber: M. Habib Mustopo. (1983). Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
2.2.6
Sinematografi
Dalam penciptaan sebuah latar, dalam sebuah pertunjukan teater, film atau
karya animasi, dibutuhkan tata susunan dan aksi. Dari hal tersebut, diketahui sudut
pandang. Kesamaan pada pertunjukan teater, film dan animasi adalah adanya
penonton yang menyaksikan. Lalu lanjut pada dunia perfilman, adanya kamera
menentukan sudut pandang sang penonton. Maka dalam buku The Five C's of
12
Cinematography oleh Joseph V. Mascelli menyebutkan, "sebuah film terbentuk dari
sekian banyak shot. Tiap shot membutuhkan penempatan kamera pada posisi yang
baik bagi pandangan penonton, bagi set dan action pada suatu saat tertentu dalam
perjalanan cerita."
Gambar 7 Penataan dalam sinematografi
Gambar 7 diakses pada 7 agustus pada https://dikiumbara.files.wordpress.com/2012/06/2.jpg
Dalam buku tersebut menjelaskan mengenai 5 teknik utama pada
sinematografi, yaitu:
1.
Angle kamera
Dalam teknik ini menjelaskan mengenai penempatan kamera dan menentukan
sudut pandang serta wilayah yang bisa diliput pada suatu shot.Hal ini
menentukan pula jalannya sebuah cerita, pesan yang ingin disampaikan,
visualisai cerita, dan sebagainya."Pemilihan angle kamera yang seksama akan
bisa mempertinggi visualisasi dramatik dari cerita. Pemilihan sudut pandang
kamera secara serabutan bisa merusak atau membingungkan rupa hingga
maknanya sulit dipahami. Sebab itu memilih angle kamera merupakan faktor
yang
penting
dalam
membangun
sebuah
gambar
dari
interes
yang
berkesinambungan." (Joseph V. Mascelli, 2010; 1)
Penulis mengambil pengambilan gambar eye level agar sederhana, tidak lebih
tinggi, tidak lebih rendah. Kemudian penulis mengambil banyak medium shot
karena fokus yang ditujukan pada karakter, bukan lingkungan. Lalu ada sebagian
wide shot untuk menunjukkan situasi.
2.
Kontiniti
"Film bersuara yang dibuat secara profesional harus menyajikan citra visual
yang berkesinambungan, lancar, mengalir secara logis, ditambah suara,
13
penggambaran peristiwa yang difilmkan secara berkaitan yang masuk akal."
(Joseph V. Mascelli, 2010; 119)
Sebuah peristiwa dalam film harus jelas mengenai tahapan-tahapan yang terjadi
dan memiliki kesinambungan di dalamnya agar terjalin kontinuitas dan tidak
membingungkan. Penulis menerapkan hal ini agar karya yang penulis ciptakan
memiliki alur dan sinematiknya berkesinambungan. Hal ini juga dipengaruhi
dari angle kamera.
3.
Editing
Dalam pembuatan sebuah film, maka ada yang disebut menyunting, yaitu
mengambil shot-shot yang diperlukan dan menyingkirkan yang tidak diperlukan.
Hal ini ditujukan untuk memperkuat sebuah jalan cerita sebuah film agar lugas
dan jelas, tidak bertele-tele atau tidak jelas.
4.
Close up
Close up ditujukan untuk memfokuskan salah satu jalan cerita agar menitik
beratkan apa yang ingin disampaikan dalam close up tersebut. Bisa juga untuk
menambah kesan dramatik, memberi kejelasan visual, atau tek tok dalam
kejadian serta konflik. Penulis memiliki banyak adegan close up dikarenakan
fokus yang penulis tujukan adalah ke para karakter dan juga agar ada detail
gerakan yang terlihat jelas dalam suatu shot.
"Close up akan membawa penonton ke dalam scene; menghilangkan segala yang
tidak penting, untuk sesaat; dan mengisolasi apapun kejadian signifikan yang
harus menerima tekanan penuturan." (Joseph V. Mascelli, 2010; 337)
5.
Komposisi
"Komposisi yang baik merupakan aransemen dari unsur-unsur gambar untuk
membentuk suatu kesatuan, yang serasi (harmonis) secara keseluruhan." (Joseph
V. Mascelli, 2010; 383)
Dalam latar lingkungan karya animasi yang penulis buat, dengan latar yang
kosong, penulis tidak begitu menerapkan komposisi terlalu dalam karena
keterbatasan properti serta latar yang digunakan. Namun tetap ada penerapan
komposisi agar visual yang ditujukan terlihat harmonis, tidak mengganggu.
sumber: Joseph V. Mascelli. (2010). The Five C's of Cinematography (Diterjemahkan oleh: H.
Misbach Yusa Biran). Jakarta: Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta.
14
2.2.7 Perancangan Karakter
Dalam perancangan sebuah karya animasi, di dalamnya terdapat berbagai
aspek, seperti konsep, naskah, storyboard, concept art, dan tentunya perancangan
karakter. Dalam merancang sebuah karakter tentu akan dipertimbangkan mengenai
apa, siapa, mengapa, dan bagaimana dalam penciptaan karakter itu. Karakter juga
salah satu nilai jual suatu karya animasi, serta nyawa dalam animasi tersebut.
Tanpanya animasi itu tidak hidup.
Gambar 8 Rancangan karakter dengan aksi dan ekspresi
Gambar
8
diakses
pada
7
agustus
2015
pada
http://2.bp.blogspot.com/-
jdgIc3Owo30/TtQhxoN5fgI/AAAAAAAABhw/N-ZeY6Q6L5A/s1600/Mimoa.jpg
Rancangan bisa dimulai dalam beberapa cara: dari pengembangan sebuah
cerita original; pengembangan dari karya yang sudah ada; sebuah ilustrasi dari
sepotong suara; atau kebutuhan sebuah ringkasan, seperti pemberi tahuan atau iklan.
(Peter Hodges, 2012; 108)
Proses rancangan memiliki tahapan-tahapan, dan tahapan tersebut terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Penelitian dan pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan penelitian, observasi dan evaluasi dalam mencari
sebuah karakter, kemudian menciptakan konsep, dan terakhir penggarapan
rancangan
2.
Penyempurnaan rancangan visual
Penyempurnaan dilakukan dengan membuat karakter dengan pose netral
memperlihatkan hasil rancangan, lalu membuat lembar varian aksi dari karakter
15
itu, setelah itu membuat lembar varian ekspresi dan terakhir lembar model yang
telah diwarnai.
3.
Ketiga menetapkan kinerja.
Pada proses ini, sudah memasuki tahapan produksi dengan karakter yang sudah
siap beraksi, ditemukan dengan sang aktor dan dicoba untuk dihidupkan.
Sebuah karakter memiliki nyawa ketika karakter tersebut dirancang
sedemikian rupa sesuai dengan karakteristik pada konsep dan cerita. Semisal jika
karakter bijaksana tentu biasanya karakter tersebut sudah berumur, kemudian
karakter pemarah dirancang dengan muka masam, dan karakter menyeramkan
dirancang dengan fisik yang besar dan wajah mengerikan.
sumber : Peter Hodges. (2012). The Character Design Process. IP Informanimation 2011: research,
education and design experiences.
2.2.8
Teori Warna
Penggunaan warna dalam hal apapun menunjukkan makna karakteristik
subyek/obyek yang dikenakan. Dalam karya animasi yang penulis buat, ada
penyampaian warna yang menunjukkan sebuah karakteristik dan alasan, namun dari
keseluruhan, penulis hanya menekankan warna putih.
Gambar 9 Warna Putih
Penulis tidak mengenyampingkan warna lain, tujuan penulis menunjukkan
satu warna ini adalah pesan kuat dalam warna putih.
"Putih adalah warna yang tidak memiliki pigmen, kerap dihubungkan dengan
kebersihan, kesucian, pembaruan, keperawanan, perdamaian, dan keadaan tidak
bersalah." "Warna putih biasanya menyiratkan Kesederhanaan. Namun saya juga
memandangnya sebagai klasik, abadi, dan nyata." (Aline Metha, 2014; 43)
16
Alasan latar kosong berwarna putih justru bukan menunjukkan kehampaan,
melainkan putih ini lah, penulis mengungkapkan sebuah kesederhanaan, kepolosan,
pembaruan, tidak bersalah, dsb.
sumber: Aline Metha. (2014). The True Power of Color (Penyunting: Adhe). Yogyakarta: OCTOPUS
Publishing House.
2.3
Analisa Perancangan
-
-
-
Strength / Kekuatan

Bahasa universal dan cukup mudah dicerna.

Mempunyai orientasi jelas dalam penggarapan.

Humor.

Imajinasi tak terbatas.

Unik.
Weakness / Kelemahan

Pantomim masih awam.

Waktu pengerjaan yang terbatas.

Ambigu.
Opportunity / Kesempatan

Menghidupkan kembali pantomim.

Membuka peluang dunia animasi Indonesia agar semakin banyak karya
anak bangsa.
-

Menjadi sarana hiburan, seperti halnya kartun Tom and Jerry.

Unsur komedi yang disukai hampir segala kalangan dan umur.
Threat / Ancaman

Ekspetasi masyarakatyang cukup tinggi dengan standar animasi Amerika.

Seni kurang begitu diapresiasi.
Download