penguatan ketahanan pangan nasional melalui 5 langkah nyata

advertisement
PENGUATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
MELALUI 5 LANGKAH NYATA YANG MENGINTEGRASI
PADA PENINGKATAN LAJU PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh :
SULTHAN ALFATHIR
135100101111043
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
1. Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Menurut UU RI
nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan hak asasi bagi
setiap individu di Indonesia. Oleh karena itu terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu
negara merupakan hal yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang
kebijakan penting dan strategis di Indonesia berdasar pada pengaruh yang dimilikinya secara
sosial, ekonomi, dan politik. Konsep ketahanan pangan di Indonesia berdasar pada UndangUndang RI nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Ketahanan pangan adalah suatu kondisi
dimana setiap individu dan rumahtangga memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan
ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai
dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan
pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak
boleh dilupakan.
Dalam laporan terbaru FAO (2013) yang bertajuk “The State of Food Insecurity in
The World” terungkap bahwa sekitar 842 juta orang atau satu di antara delapan penduduk
dunia menderita kelaparan kronis. Laporan tersebut bahkan mengungkapkan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang tinggi di banyak negara tidak mampu menyentuh setiap
penduduk dan tidak dapat memberikan lebih banyak pekerjaan yang lebih baik sehingga
belum mampu mengatasai persoalan pangan ini.
Pada pertengahan 2012 suatu konferensi para ekonom pertanian dunia di Brazil
membahas sebuah topik menarik tentang pangan dengan tajuk “1 billion hunger 1 billion
obesity“. Para ahli memperkirakan terdapat sekitar 1 miliar penduduk dunia yang kelaparan
dan pada saat yang sama terdapat 1 miliar penduduk yang menderita kegemukan. Distribusi
penduduk yang lapar dan obsesitas tersebut ternyata tidak merata. Kelaparan banyak
ditemukan di negara berkembang sementara obesistas banyak ditemukan di negara maju.
Dalam sebuah laporan Global Food Security Index (GFSI) yang diterbitkan the
Economist (2013) Indonesia tercatat berada pada peringkat ke 66 dari 106 negara yang
disurvei tentang keamanan pangannya. Dari skor 0-100 yang menggambarkan kondisi sangat
tidak aman hingga sangat terjamin keamanannya, negeri kita memiliki skor 45.6 yang
menunjukkan ketahanan pangan masih menjadi persoalan serius yang belum terpecahkan
dengan tuntas. Di Indonesia sendiri kerawanan pangan masih dirasakan oleh 21 juta jiwa atau
9 % dari populasi.
2. Kondisi Pangan dan Ekonomi di Indonesia
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni
bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain
bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan
dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang
merah.
Menurut Hendiawan (2012) Ada banyak persoalan yang menyebabkan hal itu terjadi.
Salah satunya, data yang digunakan untuk membuat kebijakan yang bersumber dari instansi
resmi negara seringkali tidak sinkron satu sama lain. Apalagi pada tataran perumusan dan
eksekusi kebijakannya di lapangan
Jika kita melihat bahwa produksi beras Indonesia dari tahun ke tahun yang menurun
tidak diimbangi dengan tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus meningkat.
Walaupun selama ini keadaan ini bisa teratasi dengan mengimport beras. Namun sampai
kapan negara ini akan terus mengimport beras? Pertanyaan ini perlu kita perhatikan. Pola
konsumsi masyarakat terhadap suatu bahan pangan sangat dipengaruhi oleh dua faktor,
diantaranya : tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau makanan
yang dikonsumsi dan pendapatan masyarakat. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
bahan pangan juga sangat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat tersebut. Apabila suatu
masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bahan pangan yang sehat, bergizi,
dan aman untuk dikonsumsi. Maka masyarakat tersebut tentunya akan lebih seksama dalam
menentukan pola konsumsi makanan mereka.
Selain itu, pendapatan masyarakat sangat berpengaruh di dalam menentukan pola
konsumsi masyarakat. Berdasarkan data dari BPS mengenai hubungan antara skor pola
pangan harapan (PPH) suatu masyarakat dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan.
Terdapat hubungan positif dianta keduanya, yakni semakin tinggi tingkat pengeluaran per
kapita per bulan suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula pola pangan harapan
masyarakat tersebut. Aspek terakhir ialah aspek kemiskinan. Ketahanan pangan di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh aspek kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya
permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan
masyarakat yang dibawah rata-rata sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya
beli masyarakat yang rendah juga akan mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi
masyarakat. Tidak terpenuhinya status gizi masyarakat akan berdampak pada tingkat
produktivitas masyarakat Indonesia yang rendah. Status gizi yang rendah juga berpengaruh
pada tingkat kecerdasan generasi muda suatu bangsa.
Oleh karena itu dapatlah kita lihat dari tahun ke tahun kemiskinan yang dikaitkan
dengan tingkat perekonomian, daya beli, dan pendapatan masyarakat yang rendah sangat
berpengaruh terhadap stabilitas ketahanan pangan di Indonesia. Dari berbagai aspek
permasalahan di atas, sebenarnya ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh bangsa kita
agar memiliki ketahanan pangan yang baik. Diantara solusi tersebut ialah diversifikasi
pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu
bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam. Latar belakang pengupayaan
diversifikasi pangan adalah melihat potensi negara kita yang sangat besar dalam sumber daya
hayati. Indonesia memiliki berbagai macam sumber bahan pangan hayati terutama yang
berbasis karbohidrat. Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik bahan pangan lokal
yang sangat berbeda dengan daerah lainnya. Diversifikasi pangan juga merupakan solusi
untuk mengatasi ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu jenis bahan pangan
yakni beras (Jhamtani, 2008). Selanjutnya ialah mendukung secara nyata kegiatan
peningkatan pendapatan in situ (income generating activity in situ). Peningkatan pendapatan
in situ bertujuan meningkatan pendapatan masyarakat melalui kegiatan pertanian berbasis
sumber daya lokal. Pengertian dari in situ adalah daerah asalnya. Sehingga kegiatan
peningkatan pendapatan ini dipusatkan pada daerah asal dengan memanfaatkan sumber daya
lokal setempat. Kegiatan ini dapat mengikuti permodelan klaster dimana dalam penerapannya
memerlukan integrasi dari berbagai pihak, diantaranya melibatkan sejumlah besar kelompok
petani di beberapa wilayah sekaligus. Kegiatan ini juga harus melibatkan integrasi proses
hulu-hilir rantai produksi makanan. Pertumbuhan dari kegiatan hulu-hilir membutuhkan
dukungan dari teknologi. Teknologi dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi. Inilah tugas
dari akademisi. Akademisi berperan untuk melahirkan penelitian yang tidak hanya dapat
diterapkan pada skala lab namun juga dapat diterapkan pada skala industri. Akademisi
menjembatani teknologi sehingga dapat diterapkan pada skala industrialisasi. Hal ini
meningkatkan efektifitas dan efisiensi industrialisasi.
3. Kedaulatan Pangan Indonesia
Kebutuhan pemenuhan pangan dalam negeri yang amat besar tanpa diimbangi dengan
produksi pangan dalam negeri yang mencukupi, mengancam Indonesia terjebak dalam kondisi
negara rawan pangan. Rawan pangan disini bukan berarti tidak tersedianya pangan, namun
pangan rakyat Indonesia sangat tergantung dari suplai luar negeri (impor). Fenomena ini
memancing produsen pangan luar negeri mengincar pasar pangan Indonesia yang amat besar
ini dengan menginginkan Indonesia tidak memiliki kemandirian pangan
Sangat miris sekali memang jika Indonesia yang sumber daya alamnya melimpah ini
harus masuk kedalam golongan negara dengan predikat kerawanan pangan. Meskipun upaya
untuk menjaga ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional telah dijabarkan melalui
RPJMN 2010 – 2014, yakni ditetapkannya prioritas ketahanan pangan sebagai salah satu dari
11 prioritas nasional dengan target surplus beras 10 juta ton, peningkatan PDB sektor
pertanian 3,7% per tahun, dan Nilai Tukar Petani (NTP) 115 – 120 pada tahun 2014.
Menurut Sastraatmadja (2010) bahwa Upaya menyelamatkan Indonesia dari
perangkap kerawanan pangan juga dihambat oleh masih rendahnya produktivitas komoditi
pangan utama. Penggunaan benih unggul bersertifikat dari petani saat ini pun hanya mampu
menembus 40%-nya saja. Rendahnya penyerapan realisasi kredit ketahanan pangan,
keterlambatan
penyediaan
bibit
unggul
sesuai
jadwal
tanam,
dan
lambatnya
penganekaragaman konsumsi pangan juga merupakan pekerjaan rumah yang masih harus
diselesaikan
Berikut adalah upaya upaya yang harus dilakukan agar Indonesia mampu menjaga
Ketahanan Pangan Nasional, yang
pada gilirannya nanti mampu menggerakkan
perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik.
3.1. Pembangunan Infrastruktur Pertanian
Infrastruktur pertanian merupakan faktor kunci
yang mendukung program
pengentasan kemiskinan, dalam hal ini petani di pedesaan. Pada akhir 1990-an di Vietnam,
pembangunan infrasruktur pertanian berupa irigasi dan jalan mencapai 60% dari total
anggaran mampu menurunkan tingkat kemiskinan dengan pesat. Hal serupa juga terjadi di
Ethiopia yang pernah mengalami krisis pangan dan kelaparan pada tahun 1980-an.
3.2. Penyediaan Informasi dan IPTEK berbasis Kearifan Lokal
Ketersediaan informasi yang mumpuni dalam hal teknis, ekonomis, mapun sosial
petani sangat diperlukan guna memberikan akses informasi yang dibutuhkan petani. Akses
informasi ini terutama informasi kesempatan kerja, informasi pasar, input, dan output
pertanian, serta mengenai teknik-teknik pertanian terbaru.
Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri
diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka
panjang, diantaranya :
3.2.1. Meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal;
3.2.2. Menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial;
3.2.3. Mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan
berdasar pada pertanian lokal.
3.3. Perluasan Akses Pendidikan
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan
petani dan pencegahan kerawanan pangan rumah tangga. Tingkat pendidikan berkaitan erat
dengan peningkatan produktivitas sektor pertanian, kemampuan melakukan diversifikasi pada
bidang pertanian, dan meningkatkan posisi tawar upah petani yang lebih baik.
3.4. Budaya penelitian dan Pengembangan Pertanian
Penelitian dan pengembangan sangat diperlukan baik yang dilakukan oleh peneliti
secara mandiri maupun yang melibatkan petani. Percepatan releasebenih unggul dan
pengawalan di lapangan, revitalisasi sistem perbenihan nasional, dan penguatan penangkarpenangkar benih di petani sangat diperlukan guna mewujudkan peningkatan produktivitas
produk pangan dalam negeri.
3.5. Mendukung Ketahanan Pangan Jangka Panjang
Komoditi pangan lainnya seperti kedelai sekitar 70 persen kebutuhannya dipasok dari
impor dengan jumlah 2 juta ton/ tahun (BPS 2011). Sekitar 90 % impor tersebut berasal dari
Amerika Serikat. Apakah negeri kita benar-benar tidak memiliki potensi untuk memproduksi
kedelai sendiri secara memadai? Hasil riset Prof Munif Gulamahdi dari IPB di Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan menunjukkan bahwa kedelai dapat diproduksi di lahan pasang
surut dan ternyata produktivitasnya tinggi, yakni 2.75 -3.38 ton per ha. Perlu diketahui bahwa
Indonesia memiliki wilayah pasang surut 20,1 juta hektar dan sekitar 9,53 juta hektar di
antaranya berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian secara umum. Sementara lahan pasang
surut yang berpotensi tinggi untuk ditanami kedelai seluas 2,08 juta hektar. Bisa dibayangkan,
bila para pengambil kebijakan secara serius menindaklanjuti riset ini, kita bahkan dapat
memenuhi kebutuhan kedelai dari lahan kita sendiri. Namun, sayangnya lagi-lagi pemerintah
absen dalam membangun ketahanan pangan jangka panjang dan lebih sibuk dengan solusi
jangka pendek dan pragmatis.
Semua upaya ini perlu diimplementasikan secara komprehensif dalam peningkatan
sumberdaya manusia petani dengan memanfaatkan sumberdaya alam terutama sektor
pertanian. Penerapan upaya ini akan memunculkan rekomendasi kebijakan prioritas ketahanan
pangan yang dapat dipertimbangkan dalam RPJMN tahun 2015 – 2019.
4. Implementasi dan Dampak dalam Bidang Pangan Ekonomi Indonesia
Penerapan teknologi ke dalam skala komersial diperlukan adanya kerjasama dengan
industri pangan. Kerjasama ini dapat memberikan manfaat kepada pihak petani. Para petani
dapat meningkatkan pendapatan mereka melalui komoditi tertentu yang dijual kepada puhak
industri. Secara tidak langsung melalui kegiatan ini dapat meningkatkan kesejahteraan
mereka. Berikut adalah Stakeholder dan langkah nyata dalam mengimplementasi program
Ketahanan pangan Indonesia jangka panjang.
4.1. Kelompok petani
Pengupayaan konservasi penanaman tanaman lokal berdasar pada sistem bercocok
tanam yang baik (good agriculture practices), menghasilkan komoditas lokal yang dapat
memenuhi standar kualitas,
4.2. Pemerintah lokal
Mengkoordinasi fasilitas dan program inventarisasi untuk rotasi tanaman dan supervisi
petani, bekerjasama dengan pihak akademisi untuk meningkatkan produktivitas, bekerjasama
dengan pihak industri dalam meningkatkan kontribusi petani di dalam program
pengembangan industri, menyediakan alternatif modal untuk pertanian, dan mendukung
pengembangan kooperasi dari KUD (Koperasi Unit Desa).
4.3. Industri
4.3.1. Mempersiapkan pembentukan dan manajerial dari kelompok industri yang tergabung
dalam empat pilar, yakni kelompok petani, pemerintah lokal, industri, dan akademisi
4.3.2. Mempersiapkan rencana strategis untuk pengembangan masa depan industri;
4.3.3. Percepatan transfer teknologi dan ilmu pengetahuan di dalam teknologi proses,
manajerial sumberdaya manusia, pengaturan tanaman dan industri, termasuk
penanaman kembali modal
4.3.4. Membuka pasar dan menjamin pemasaran produk
4.3.5. Memperkuat pertumbuhan kerjasama dengan pihak industri untuk pemasaran produk.
Kegiatan peningkatan pendapatan melalui pengembangan kelompok industri
diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkuat ketahanan pangan dalam waktu jangka
panjang, diantaranya :
a. Meningkatkan nilai tambah dari komoditi lokal;
b. Menyediakan komoditi lokal yang memiliki potensi secara komersial;
c. Mendorong pengembangan desa melalui kegiatan peningkatan pendapatan berdasar
pada pertanian lokal;
d. Mendukung ketahanan pangan dalam jangka panjang;
e. Memberikan solusi terhadap permasalahan pengangguran dan kemiskinan terutama
pada masyarakat pedesaan.
4.4. Akademisi
4.4.1. Memfasilitasi pengembangan dari teknologi penanaman dan produk berbasis lokal
yang memiliki potensi pasar
4.4.2. Merekomendasikan pemecahan masalah di dalam pengembangan industri. Dari
keempat elemen ini, tentu saja diperlukan adanya kerjasama dan integrasi yang baik
dari setiap stakeholder sehingga dapat menjalankan program pengembangan industri
sumber daya lokal.
Melalui diversifikasi pangan dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan
berbasis sumberdaya lokal diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia
dalam waktu jangka panjang (Winarti, 2010)
5. Aplikasi Program dari Penulis
Dalam mengaplikasikan program yang dicanangkan, Penulis telah menciptakan
produk Inovatif sebagai salah satu upaya ketahanan pangan Nasional jangka panjang yaitu
pengolahan Hama Keong Sawah menjadi produk pangan lokal yang mampu dipasarkan secara
profesional. Berangkat dari latar belakang bahwa dari
tahun ketahun jumlah hasil produksi pertanian di
Indonesia tercatat pengalami penurunan yang cukup
signifikan. Dari data BPS Jawa Timur menunjukkan
bahwa tahun 2013
hasil produktifitas pertanian
khususnya padi di Jawa Timur mengalami angka
penurunan sebesar 50 ribu ton dibandingkan tahun 2012
. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
penurunan jumlah lahan pertanian, tingginya hama
pertanian dan iklim yang kurang menentu.
Salah satu hama pertanian yang jumlahnya sangat tinggi adalah Keong sawah (Polita,
dalam bahasa latin). Dalam 100 m2 lahan sawah terdapat ± 1 kwintal keong sawah, hama ini
menyerang batang bagian bawah padi saat masih berusia 0-2 bulan, sedangkan hama ini
bertelur dalam waktu yang sangat cepat. Akibatnya adalah terjadinya gagal panen oleh petani.
Permasalahan tersebut harus dicarikan solusi secepatnya untuk menanggulangi penurunan
produksi dan kerugian yang dialami petani, karena masalah tersebut mempunyai efek sangat
tinggi pada tingkat inflasi di Indonesia.
Selain itu, terdapat permasalahan yang sangat klasik di Negara ini, yakni
pengangguran. Salah satu penyebab pengangguran disebabkan jumlah lowongan kerja yang
sedikit dan juga rendahnya tingkat pendidikan orang tersebut. Untuk itu sangat perlu
dibukanya peluang kesempatan kerja bagi mereka
yang tidak mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi, namun mempunyai semangat kerja yang
tinggi.
Dari pengalaman lapang,
maka penulis
berhasil menciptakan produk Olahan pangan dengan
Brand “Keripik Polita” sebagai salah satu produk
berbahan baku dari keong sawah (Polita, bahasa Latin) yang mampu berdampak pada
peningkatan produktifitas Hasil Pertanian dan memberdayakan petani dalam proses
pengadaaan bahan bakunya, sehingga pada gilirannya nanti mampu menggerakkan
perekonomian suatu daerah ke arah yang lebih baik. Diharapkan Produk ini mampu menjadi
produk unggulan daerah yang berangkat dari para Petani untuk Ketahanan Pangan Indonesia.
6. Kesimpulan
Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana setiap individu dan rumahtangga
memiliki akses secara fisik, ekonomi, dan ketersediaan pangan yang cukup, aman, serta
bergizi untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan
sehat. Selain itu aspek pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga
yang terjangakau oleh masyarakat juga tidak boleh dilupakan.
Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan, yakni
bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau dan di sisi lain
bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap tahun, kita disibukkan
dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras, daging sapi, kedelai, hingga bawang
merah. Selain aspek tingkat pengetahuan masyarakat tersebut terhadap bahan pangan atau
makanan yang dikonsumsi, Ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aspek
kemiskinan. Kemiskinan menjadi penyebab utamanya permasalahan ketahanan pangan di
Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan tingkat pendapatan masyarakat yang dibawah rata-rata
sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sendiri. Tidak tercukupi
pemenuhan kebutuhan masyarakat dikarenan daya beli masyarakat yang rendah juga akan
mempengaruhi tidak terpenuhinya status gizi masyarakat.
Upaya - upaya yang harus dilakukan agar Indonesia mampu menjaga Ketahanan
Pangan Nasional, yang pada gilirannya nanti mampu menggerakkan perekonomian Indonesia
ke arah yang lebih baik yaitu Pembangunan Infrastruktur Pertanian, Penyediaan Informasi dan
IPTEK berbasis Kearifan Lokal, Perluasan akses pendidikan, Mendukung Ketahanan Pangan
Jangka Panjang, dan terakhir Budaya penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dalam mengimplementasikan 5 langkah nyata ini, stakeholder yang terlibat adalah
Kelompok petani, Pemerintah lokal, Industri , dan Akademisi. Melalui diversifikasi pangan
dan kegiatan peningkatan peningkatan pendapatan berbasis sumberdaya lokal diharapkan
dapat memperkuat ketahanan pangan di Indonesia dalam waktu jangka panjang.
Penulis berhasil menciptakan produk Olahan pangan dengan Brand “Keripik Polita”
sebagai salah satu produk berbahan baku dari keong sawah (Polita, bahasa Latin) yang
mampu berdampak pada peningkatan produktifitas Hasil Pertanian dan memberdayakan
petani dalam proses pengadaaan bahan bakunya, sehingga pada gilirannya nanti mampu
menggerakkan perekonomian suatu daerah ke arah yang lebih baik. Diharapkan Produk ini
mampu menjadi produk unggulan daerah yang berangkat dari para Petani untuk Ketahanan
Pangan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. www.bps.go.id. Diakses tanggal 28 mei 2014
Hendiawan, Dodit. 2012. Ketahanan Pangan dan radikalisme. Republika. Jakarta
Jhamtani, Hira. 2008. Lumbung Pangan, Menata Ulang Kebijakan Pangan. INSIST Press.
Bogor
Muchtadi, Tien. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. CV Alfabeta. Jakarta
Rohman, Abdul. 2013. Analisis Komponen Makanan. Graha Ilmu. Jakarta
Sastraatmadja, Entang. 2010. Untukmu Dewan Ketahanan Pangan. Tribuana. Jakarta
Winarno, FG. 2008. Good Manufacturing Practices (GMP). M-Brio Press. Bandung
Winarti, Sri. 2010. Makanan Fungsional. Graha Ilmu. Jakarta
Download