Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumber Daya Manusia dalam Organisasi
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002, 02) Manajemen sumber daya
manusia merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian
balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam
mencapai tujuan organisasi.
Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu
pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di
dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu
pegawai.
Organisasi merupakan koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang
direncanakan untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Ike Kusdyah Rachmawati
(2008, 01) Sumber daya manusia berperan besar bagi kesuksesan suatu organisasi.
Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu organisasi dapat
memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran, strategi, inovasi, dan
mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya manusia merupakan
salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. Terdapat dua alasan dalam hal
ini. Pertama, sumber daya manusia mempengaruhi efisiensi dan efektifitas
organisasi sumber daya manusia merancang dan memproduksi barang dan jasa,
mengawasi kualitas, memasarkan produk, mengalokasikan sumber daya finansial,
serta menentukan seluruh tujuan dan strategi organisasi. Kedua, sumber daya
manusia merupakan pengeluaran utama organisasi dalam menjalankan bisnis.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berhubungan dengan sistem
rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektifitas dan
efisiensi untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Bahwa “sumber daya
10
manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber daya manusia
lakukan, tetapi apa yang sumber daya manusia hasilkan”.
2.2 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya (Malayu, 2007). Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Perasaan yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan
dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima,
kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan
kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan.
Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain umur, kondisi
kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja
apabila aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut
tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.
Kepuasan kerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002, 117) adalah
Suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji
yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai
lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu
pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain ;
umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas
dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong
dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa
tidak puas. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang
timbul dan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan. Kepuasan kerja meningkat
jika pekerjaan itu dirasakan memenuhi apa yang sangat bernilai bagi seseorang.
11
Kepuasan menurun jika pekerjaan itu dirasakan tidak memenuhi apa yang menjadi
penilaian seseorang.
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang diyakini seharusnya mereka terima. Seseorang dengan tingkat
kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap suatu pekerjaan.
Menurut Sondang P Siagian (2008, 295) pembahasan mengenai kepuasan kerja
perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang
sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena
“kepuasan” mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Meskipun demikian tetap
relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang
seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang
pekerjaannya.
Karena tidak sederhana, banyak faktor yang perlu mendapat perhatian
dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya, sifat pekerjaan
seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya. Berbagai
penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang
mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan
penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik
tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas.
Bentuk program perkenalan tetap serta berakibat pada diterimanya seseorang
sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara ikhlas dan terhormat
juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Situasi
lingkungan pun ikut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud
apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan, dan besar kecilnya
organisasi.
12
Ketidakpuasan dalam memperoleh imbalan mempengaruhi perasaan
individu melalui dua cara. Pertama, meningkatnya keinginan untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih banyak. Misalnya bekerja lebih baik, atau mencari
pekerjaan lain. Kedua, menurunnya daya tarik pekerjaan.
Jika pekerjaan
kehilangan daya tariknya, karyawan cenderung akan absen, sulit diatur, dan
menjadi tidak puas dengan pekerjaan itu sendiri. Kepuasan gaji pada umumnya
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan pada kinerja karyawan maupun
organisasi.
Dari beberapa definisi di atas umumnya menyatakan bahwa kepuasan
kerja
merupakan
bentuk
perasaan
atau
emosional
seseorang
terhadap
pekerjaannya, situasi kerja, lingkungan kerja, dan rekan sekerja. Dengan demikian
kepuasan kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seseorang,
dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkuangan kerjanya. Untuk
selanjutnya mereka akan bekerja sebaik mungkin sehingga tujuan perusahaan
akan tercapai.
2.2.1 Teori tentang Kepuasan Kerja
Terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja
seseorang. Masing-masing teori berupaya menghubungkan antara kepuasan dan
ketidakpuasan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Teori menurut
(Mangkunegara, 2001) antara lain :
1.
Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Komponen dari teori ini terdiri
dari input, outcome, comparison person, dan equity-inequity.
a. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, Pengalaman
skill, usaha, peralatan pribadi, dan jumlah jam kerja.
13
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan
karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,
pengenalan kembali, dan kesempatan untuk berprestasi.
c. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi
yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda,
atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori
ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari
perbandingan antara input-outcome dirinya dengan input-outcome
karyawan lain (comparison person).
d. Equity-inequity adalah suatu situasi dimana jika perbandingan
input-outcome dirasakan seimbang (equity) maka karyawan
tersebut akan merasa puas, tetapi apabila terjadi tidak seimbang
(inequity) dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi dirinya, dan
sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan
lain yang menjadi pembanding.
2.
Teori Perbedaan (Descrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
karyawan. Kepuasan atau ketidak puasan terhadap beberapa aspek
pekerjaan tergantung kepada perbedaan antara apa yang seharusnya
diterima dengan kenyataan yang sebenarnya. Besarnya keinginan atas
karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sekarang. Kepuasan akan
dirasakan jika ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan yang
sebenarnya diterima dan sebaliknya akan merasa tidak puas jika
terdapat kekurangan jumlah yang diinginkan.
14
3.
Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas
apabila mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar
kebutuhan karyawan terpenuhi, semakin puas pula karyawan
tersebut.Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi,
maka karyawan tersebut akan merasa tidak puas.
4.
Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja karyawan tidak hanya bergantung
pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh karyawan dianggap
sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan
dijadikan tolak ukur untuk mengukur dirinya maupun lingkungannya.
Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan
minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
5.
Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori ini menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dua faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas yaitu faktor
pemeliharaan
(maintenance
factors)
dan
faktor
pemotivasian
(motivational factors). Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan subordinat, upah keamanan kerja,
kondisi kerja, dan status. Faktor pemotivasian meliputi dorongan
berprestasi, pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang, dan
tanggung jawab.
15
2.2.2 Variabel-variabel kepuasan kerja
Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover,
tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan.
Rinciannya sebagai berikut :
1.
Turnover
Tolak ukur tingkat kepuasaan yang mutlak tidak ada, karena setiap
individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan
kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover
yang rendah maka secara relatif kepuasan kerja karyawan baik
(Hasibuan, 2003). Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan
turnover karyawan yang rendah. Karyawan yang kurang puas
biasanya turnovernya lebih tinggi dan lebih mudah meninggalkan
perusahaan untuk kemudian mencari kesempatan di perusahaan lain.
2.
Tingkat Ketidakhadiran (absen) Kerja
Karyawan-karyawan yang kurang mendapatkan kepuasan kerja,
tingkat
ketidakhadirannya
cenderung
tinggi.
Mereka
tidak
merencanakan untuk absen, tetapi apabila ada berbagai alasan untuk
absen, bagi mereka lebih mudah menggunakan alasan-alasan tersebut.
Ketidakhadiran dapat disebabkan oleh keinginan menghindari
ketidaknyamanan suatu lingkungan kerja atau kekecewaan terhadap
struktur balas jasa organisasi.
3.
Umur
Terdapat kecenderungan karyawan yang tua lebih merasa puas
daripada karyawan yang berumur relatif lebih muda. Hal ini
diasumsikan bahwa karyawan yang tua lebih berpengalaman
menyesuaikan diri dengan
lingkungan perkerjaan.
Sedangkan
karyawan usia muda biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang
dunia kerjanya, sehingga apabila antara harapannya dengan realita
16
kerja
terdapat
kesenjangan
atau
ketidakseimbangan
dapat
menyebabkan mereka merasa tidak puas.
4.
Tingkat Pekerjaan
Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih
tinggi cenderung lebih puas daripada karyawan yang menduduki
tingkat pekerjaan yang lebih rendah karena biasanya kompensasi yang
diterima lebih baik dibanding karyawan pada tingkatan yang rendah.
Karyawan-karyawan
yang
tingkat
pekerjaannya
lebih
tinggi
menunjukkan kemampuan kerja yang baik dan aktif dalam
mengemukakan ide-ide serta kreatif dalam bekerja. Semakin tinggi
tingkat pekerjaan semakin besar kekuasaan yang diperoleh, dengan
demikian kepuasan kerja karyawanpun semakin meningkat.
5.
Ukuran Organisasi Perusahaan
Ukuran
organisasi
cenderung
mempunyai
hubungan
secara
berlawanan dengan kepuasan kerja. Ukuran organisasi perusahaan
dapat mempengaruhi kepuasan pegawai. Besar kecil suatu perusahaan
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi dan partisipasi
pegawai. Semakin besar organisasi kepuasan kerja karyawan semakin
menurun, karena peranan mereka semakin kecil dalam mewujudkan
tujuan perusahaan. Bagitu pula sebaliknya, kepuasan kerja karyawan
akan semakin besar apabila peranan mereka semakin besar dalam
mewujudkan tujuan perusahaan (Handoko, 2001).
2.2.3 Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
edisi revisi (Hal 199:2001) tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada
karena setiap individu karyawan berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan
kerja hanya dapat diukur dengan :
17
“1. Kedisiplinan
2. Moral Kerja
3. Perputaran tenaga kerja”.
Untuk lebih mudah memahami indikator kepuasan kerja tersebut di atas
perlu dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan indikator kepuasan kerja tersebut:
1.
Kepuasan kerja berdasarkan kedisiplinan
Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan,
artinya jika kepuasan diperoleh dari pekerjaan, maka kedisiplinan
karyawan baik. Sebaliknya jika kepuasan kerja kurang tercapai dari
pekerjaannya, maka kedisiplinan karyawan rendah. Untuk melihat
seberapa jauh tingkat kedisiplinan maka penulis perlu mengetahui
pengertian dari disiplin.
Pengertian disiplin menurut Hasibuan (Hal 190:2001) : “Disiplin
adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Pengertian disiplin menurut Malayu S.P. Hasibuan edisi revisi
(Hal 193:2007) dalam bukunya manajemen sumber daya manusia :
“Kedisiplinan adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati
semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya”.
Dari beberapa definisi disiplin di atas dapat disimpulkan bahwa
yang menentukan kedisiplinan adalah:
a. Pemimpin atau pengawas yang baik adalah seorang pemimpin
yang efektif artinya pemimpin yang mempergunakan kekuasaan
dan wewenangnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Perjanjian yang jelas dan wajar artinya peraturan-peraturan
tentang disiplin yang ditetapkan adalah digunakan sebagai
pedoman dan dilaksanakan secara wajar tanpa adanya unsure
paksaan dan ketakutan akan ancaman.
18
c. Sanksi yang diterapkan adalah apabila pegawai melanggar
peraturan-peraturan mengenai hak dan kewajiban, sehingga
memungkinkan adanya tindakan perbaikan bagi pegawai yang
melanggarnya.
Jadi disiplin adalah suatu sikap yang diwujudkan dalam tingkah laku
individu maupun kelompok untuk taat dan tunduk pada peraturanperaturan yang berlaku. Adapun kedisiplinan itu sendiri biasanya
dapat diukur dalam wujud nyata sehari-hari misalnya :
a. Karyawan datang ketempat kerja tepat waktu
b. Karyawan berpakaian bersih dan rapi
c. Karyawan datang dan pulang sesuai waktu yang telah ditetapkan
d. Karyawan mentaati tata cara bekerja ditempat kerjanya
Karena setiap pekerjaan yang dilaksanakan secara teratur dapat
menjadi suatu kebiasaan, maka dapat dikatakan bahwa orang bekerja
dengan kebiasaan yang baik adalah orang yang disiplin.
2.
Kepuasan kerja berdasarkan moral kerja
Untuk melihat seberapa jauh moral kerja karyawan tersebut maka
penulis perlu mengetahui pengertian dari moral kerja. Berikut ini
pengertian
moral
kerja
menurut
Sudarwan
Danim
(http://Agungpia.multyply.com/journal/item/65, 2010) :“Moral kerja
sebagai padanan bahasa Inggris working morale, dalam tulisan ini
diartikan sebagai “kegairahan kerja” moral atau kegairahan kerja
adalah :” Kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan
baku mutu yang ditetapkan”.
19
Terdapat dua dimensi moral kerja :
1. Moral kerja tinggi (High Morale)
Membawa sumbangan positif bagi organisasi. Manusia yang
bermoral kerja tinggi mempunyai karakteristik yang tidak jauh
berbeda dengan manusia dewasa (adult) Menurut Argyris.
Moral kerja tinggi (suasana batin positif) : Senang, bersemangat,
menyelesaikan, bekerja menyamping, mendorong, terpanggil,
partisipasi, percaya diri, rasa sejawat, dan inovatif.
2. Moral kerja rendah (low Morale)
Membawa organisasi kepada kehancuran. Paling tidak pada kondisi
monoton. Manusia bermoral kerja rendah mempunyai karakteristik
yang tidak jauh berbeda dengan manusia yang bersifat kekanakkanakan (infant) menurut Argyris.
Moral kerja rendah (suasana batin negatif) : tidak senang, loyo,
menunda, bekerja vertikal, menghambat, ikatan ambil muka,
partisipasi seadanya, menunggu perintah, lepas-lepas, meniru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi moral kerja : kesadaran akan
tujuan organisasi, hubungan antar-manusia dalam organisasi
berjalan harmonis, kepemimpinan yang menyenangkan, tingkatan
organisasi, upah dan gaji, kesempatan untuk meningkat atau
promosi, pembagian tugas dan tanggung jawab, perasaan diterima
dalam kelompok, dinamika lingkungan, kepribadian.
Teknik mengukur moral kerja :
1. Observasi
Pengamatan merupakan cara sederhana. Dianjurkan pengamat
berada pada kondisi yang sesungguhnya. Aspek yang diobservasi
antara lain adalah perilaku manusia dalam bekerja.
20
2. Wawancara (Interview)
Cukup efektif, namun teknik pelaksanaannya perlu perhatian
khusus prosedurnya pun harus jelas, agar alat ukurnya menjadi
relevan.
3. Angket
Seperangkat
pertanyaan
tertulis
yang
harus
diisi
oleh
sekelompok subjek guna mengumpulkan data tertentu.
Cara yang harus ditempuh dalam rangka meningkatkan moral
kerja antara lain :
a. Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang
wajar, akan tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan
b. Menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang menggairahkan
bagi semua pihak
c. Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual
tenaga kerja
d. Perlu saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan
kerja dan memperkokoh rasa setia kawan antara tenaga kerja
atau manajemen
e. Penempatan tenaga kerja pada porsi yang tepat
f. Memperhatikan hari esok tenaga para kerja
g. Peran serta tenaga kerja untuk menyumbangkan aspirasinya
mendapat tempat yang wajar.
3.
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan dan absensi
Perusahaan dapat mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja
meningkat maka perputaran tenaga kerja dan absensi menurun atau
sebaliknya. Hal ini disebabkan karena apabila para karyawan kurang
mendapatkan kepuasan kerja, maka mereka akan cenderung lebih
21
sering absen dan dapat mengakibatkan seringnya keluar masuknya
tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi dan
menghambat proses produksi karyawan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002, 120) faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan karyawan terhadap pekerjaan
yaitu:
“1. Kedudukan
2. Pangkat jabatan
3. Masalah umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu pengawasan”
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan karyawan
terhadap pekerjaan di atas, dijelaskan sebagai berikut:
1. Kedudukan
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja
pada pekerjaan yang lebih tinggi merasa lebih puas dari mereka
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah.
2. Pangkat Jabatan
Pekerjaan yang mendasarkan atas perbedaan suatu tingkatan,
maka akan memberikan kedudukan tertentu pada orang yang
melakukannya.
3. Masalah umur
Umur antara 25-40 tahun dan 40-45 tahun adalah umur yang
bagi karyawan merasa kurang puas.
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
Masalah gaji dan jaminan sosial akan berpengaruh pada
kepuasan
kerja.
Kebanyakan
rasionalisasi dari penelitian insentif.
22
system
gaji
berdasarkan
5. Mutu Pengawasan
Kepuasan Kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga
para karyawan akan merasa dirinya merupakan bagian penting
dari organisasi kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mendorong kepuasan kerja sehingga perusahaan mengetahui
apa yang harus dilakukan agar karyawan mengalami kepuasan
dalam pekerjaannya.
2.3 Pengertian Kompensasi
Masalah kompensasi sensitif karena menjadi pendorong seseorang untuk
bekerja juga berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena
itu, setiap perusahaan / organisasi manapun seharusnya dapat memberikan
kompensasi yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kompensasi, menurut
Sastrohadiwiryo (2003;181), bahwa :
“Kompensasi adalah imbalan jasa / balas jasa yang diberikan oleh
perusahaan kepada tenaga kerja karena tenaga kerja tersebut telah
memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan
guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Menurut Hasibuan (2003;118), bahwa :
“Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang
langsung atau tidak lansung yang diterima karyawan sebagai imbalan
atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”.
23
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa kompensasi itu merupakan
faktor utama dalam kepegawaian dan merupakan apa yang diterima oleh para
karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi atau perusahaan.
Pemberian kompensasi ini dikategorikan kedalam dua macam, yaitu kompensasi
langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung adalah suatu
balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya karena telah
memberikan prestasinya demi kepentingan karyawan. Kompensasi ini diberikan
karena berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
tersebut. Sebagai contoh upah atau gaji, insentif atau bonus, dan tunjangan
jabatan. Sedangkan yang dimaksud dengan kompensasi tidak langsung adalah
pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan pada
kebijakan pimpinan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Tentunya pemberian kompensasi ini tidak secara langsung berkaitan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh adalah
tunjangan hari raya, tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan dan lainnya termasuk
fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang diberikan perusahaan.
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi
Dalam pemberian kompensasi finansial harus diperhatikan bahwa
kompensasi finansial dapat mempunyai nilai yang berbeda bagi masing-masing
individu yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena masing-masing individu
memiliki kebutuhan, keinginan dan pandangan yang berbeda satu sama lainnya.
Oleh karena itu dalam menetapkan suatu kebijakan pemberian imbalan terdapat
faktor-faktor yang harus dipertimbangkan selain faktor jumlahnya.
Menurut
Hasibuan
(2003;127-129)
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kompensasi adalah sebagai berikut :
1.
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja.
Jika pencarian kerja (Penawaran) lebih banyak dari pada lowongan
pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika
24
pencari kerja lebih sedikit dari pada lowongan pekerjaan maka
kompensasi relatife semakin besar.
2.
Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan.
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin
baik, maka tingkat kompensasi akan semakin besar, tetapi sebaliknya
jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang
maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3.
Serikat Buruh / Organisasi Karyawan.
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh, maka tingkat
kompensasi semakin besar, Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat
dan kurang berpengaruh, maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4.
Produktivitas Kerja Karyawan.
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan tinggi, maka kompensasi
akan semakin besar, sebaliknya apabila produktivitas kerjanya buruk
serta rendah kompensasinya kecil.
5.
Pemerintah dengan Undang-Undang dan Kepres.
Pemerintah dengan Undang-undang Kepres besarnya batas upah /
balas jasa minimum. Penetapan pemerintah ini sangat penting supaya
pengusaha jangan sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa
bagi karyawan karena pemerintah berkewajiban untuk melindungi
masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.
6.
Biaya Hidup / Cost of Living
Bila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi / upah
semakin tinggi. Tetapi sebaliknya karyawan yang biaya hidup di
daerah itu rendah, maka tingkat kompensasi / upah relatif kecil.
7.
Posisi Jabatan Karyawan.
Karyawan yang mempunyai jabatan tinggi maka akan menerima gaji /
kompensasi yang lebih besar. Sebaliknya karyawan yang jabatanya
lebih rendah akan memperoleh gaji / kompensasi yang lebih kecil. Hal
25
ini sangatlah wajar karena seseorang yang mendapatkan kewenangan
dan tanggung jawab lebih besar harus mendapatkan gaji / kompensasi
yang lebih besar pula.
8.
Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka
gaji / balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan dan
keterampilannya lebih baik. Sebaliknya karyawan yang berpendidikan
rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji /
kompensasinya lebih kecil.
9.
Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian sedang maju maka tingkat upah /
kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati full
employment. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju
(depresi)
maka
tingkat
upah,
karena
terdapat
pengangguran
(Disquieted unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan.
Jika jenis dan sifat pekerjaan termasuk sulit / sukar dan mempunyai
resiko (finansial, keselamatanya) besar, maka tingkat upah / balas
jasanya semakin besar, karena meminta kecakapan serta keahlian
untuk mengerjakanya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaan realatif
mudah dan resiko (finansial, kecelakaannya) kecil, maka tingkat upah
/ balas jasanya relatif rendah.
2.3.2 Tujuan Kompensasi
Menurut Samsudin (2003), Pemberian kompensasi dapat meningkatkan
prestasi kerja dan motivasi karyawan. Oleh karena itu, perhatian organisasi atau
perusahaan terhadap pengaturan kompensasi secara rasional dan adil sangat
diperlukan.
26
Tujuan diadakannya pemberian kompensasi adalah :
1. Pemenuhan kebutuhan ekonomi. Karyawan menerima kompensasi
berupa upah, gaji, atau bentuk lainnya adalah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain kebutuhan
ekonominya. Dengan adnya kepastian menerima upah atau gaji
tersebut secara periodic, berarti adanya jaminan “economic security”
bagi dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
2. Meningkatkan produktivitas kerja. Pemberian kompensasi semakin
baik akan mendorong karyawan bekerja secara produktif.
3. Memajukan organisasi atau perusahaan. Semakin berani suatu
perusahaan atau organisasi memberikan kompensasi yang tinggi,
semakin menunjukan betapa semakin suksesnya suatu perusahaan,
sebab pemberian kompensasi yang tinggi hanya mungkin apabila
pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu semakin besar.
4. Menciptakan keseimbangan dan keadilan. Ini berarti bahwa pemberian
kompensasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi
oleh karyawan pada jabatannya sehingga tercipta keseimbangan antara
input (syarat-syarat) dan output.
2.3.3 Asas Kompensasi
Menurut Hasibuan (2003), program kompensasi harus ditetapkan atas asas
adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan yang
berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya
agar balas jasa yang akan diberikan merangsang motivasi dan kepuasan kerja
karyawan.
1.
Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus
disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan,
27
tanggung jawab, dan jabatan pekerja. Jadi adil bukan berarti setiap
karyawan menerima kompensasi yang sama besarnya. Asas adil menjadi
dasar penilaian, perlakuan, dan pemberian hadiah atau hukuman bagi
setiap karyawan. Dengan asas adil akan tercipta suasana kerjasama yang
baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih
baik.
2.
Asas Layak
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya
pada tingkat yang ideal dan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Tolak
ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas
batas upah minimum pemerintah melalui undang-undang perburuhan yang
berlaku.
2.3.4. Sistem Pemberian Kompensasi
Menurut Hasibuan (2003;123-124) ada beberapa patokan umum yang
diharapkan dijadikan pedoman dalam praktek sistem kompensasi, yaitu :
1. Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, kompensasi itu besarnya ditetapkan berdasarkan
standar waktu seperti jam, hari, waktu, dan bulan. Sistem waktu ini
administrasi pengupahanya relatif mudah serta dapat diterapkan kepada
karyawan tetap maupun kepada pekerja harian.
2. Sistem Hasil
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit
yang dihasilkan pekerja seperti perpotong, meter, liter, kilogram. Dalam
sistem hasil, besarnya kompensasi dibayar selalu didasarkan kepada
banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu
mengerjakannya. Sistem hasil ini tidak bisa diterapkan pada karyawan
tetap dan jenis pekerjaannya yang tidak mempunyai standar fisik seperti
bagi karyawan administrasi.
28
3. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan
besarnya
jasa
didasarkan
atas
volume
pekerjaan
dan
lama
mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem
borongan ini cukup rumit, lama mengerjakannya serta berapa banyak
alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
2.3.5
Indikator-Indikator Pemberian Kompensasi
Menurut Mangkunegara (2004;86) ada beberapa indikator kompensasi,
yaitu :
1. Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata atau rendah tergantung
pada kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran tergantung pada
kemampuan perusahaan membayar jasa pegawainya.
2. Struktur Pembayaran
Struktur pembayaran berhubungan dengan rata-rata bayaran, tingkat
pembayaran dan klasifikasi jabatan di perusahaan.
3. Penentuan Bayaran Individu
Penentuan pembayaran kompetensi individu perlu didasarkan pada ratarata tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja
pegawai.
4. Metode Pembayaran
Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang
didasarkan pada waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan).
Kedua metode pembayaran yang didasarkan pada pembagian hasil.
5. Kontrol Pembayaran
Kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan
tidak langsung dari biaya kerja. Pengendalian biaya merupakan faktor
utama dalam administrasi upah dan gaji. Tugas mengontrol pembayaran
adalah
pertama,
mengembangkan
29
standar
kompensasi
dan
meningkatkan fungsinya. Kedua, mengukur hasil yang bertentangan
dengan standar yang tetap. Ketiga, meluruskan perubahan standar
pembayaran upah.
Indikator-indikator kompensasi tersebut dapat dijadikan acuan oleh
perusahaan dalam memberikan kompensasi yang layak bagi karyawannya.
Dengan pemberian kompensasi yang layak maka karyawan akan lebih senang
bekerja di perusahaan dan akan membantu perusahaan dalam pencapaian
tujuannya.
2.3.6 Kompensasi dengan konsep 3P
Konsep 3P yakni Pay for Position, Pay for Competence, dan Pay for
Performance atau dalam istilah Bahasa Indonesia di kenal dengan konsep 3K
yakni kedudukan, kompetensi, dan kinerja adalah konsep yang berawal dari
konsep job evaluation yang melahirkan pay for position, konsep competency yang
melahirkan pay for competence dan konsep performance management yang
melahirkan pay for performance. Konsep ini lahir dari ketidakpuasan sistem
dimana dalam system tersebut titik beratnya masih tertumpu pada pay for
position.
Hal
ini
membuat
implementasinya
di
lapangan
terkadang
membingungkan dan tidak mampu memuaskan berbagai pihak terutama bagi
mereka yang merasa mempunyai kontribusi yang besar pada perusahaan
[www.portahlr.com, 2008].
1.
Pay for Position
Membayar untuk posisi adalah hal yang pertama dalam konsep 3P, dan hal
inilah yang merupakan dasar bagi kebijakan dan praktek pembayaran gaji di suatu
organisasi, dimana perusahaan mengacu pada standar yang diberlakukan untuk
sebuah posisi yang akan ditempati oleh karyawan (Malthis, 2003).
30
Bayaran untuk posisi ditentukan dengan menggunakan Reference Salary
bagi setiap grade (golongan), yang secara seragam diterapkan bagi semua posisi
di grade yang sama. Grade ditentukan melalui evaluasi posisi. Di dalam satu
grade yang sama, tidak ada perbedaan bayaran sekalipun ukuran pekerjaan
(jobsize) nya berbeda. Golongan yang sangat lebar mengakibatkan kurangnya
penekanan pada posisi, karena dalam golongan yang lebar tertampung banyak
posisi dengan ukuran pekerjaan yang berbeda.
Menurut Setyo (2003), Reference Salary adalah suatu besaran gaji yang
dipercayai perusahaan perlu dibayarkan untuk dapat mempertahankan karyawankaryawannya yang kompeten. Referensi ini disusun berdasarakan kebijakan
kompensasi dan survei pasar. Setiap golongan memiliki Refence Salary yang
secara seragam diterapkan kepada semua posisi dalam golongan yang sama.
Reference Salary ditentukan berdasarkan:
a.
Jumlah karyawan disetiap golongan, mengingat semua individu dalam
golongan yang sama memperoleh referensi gaji yang sama.
b.
Tingkat kenaikan antar Reference salary yang diinginkan untuk
menjamin kekonsistenan dan keadilan internal.
c.
Market positioning yang diinginkan untuk Reference Salary setiap
golongan sebagai indikator daya saing eksternal.
2.
Pay for Competence
Pay for Competence merupakan pembayaran dimana perusahaan mengacu
pada budaya organisasi serta adaptabilitas yang tinggi dari karyawan untuk bisa
nyaman
bekerja.
Evaluasi
yang
dilakukan
terhadap
seseorang
adlah
membandingkan antara kapabilitas dan pengalamannya dengan tuntutan posisi
yang didudukinya. Oleh karena itu, langkah awal dari Pay for Competence adalah
menentukan tingkat kompetensi dan pengalaman yang dituntut oleh suatu posisi.
“Profil Kompetensi Jabatan” dibuat untuk menjabarkan pengalaman dan
kompetensi ideal (yakni kemampuan untuk aptitude, sikap atau diinginkan
31
organisasi untuk dimiliki oleh individu yang menjabat posisi tertentu
[www.Porthlar.com, 2008].
Bayaran untuk karyawan dialokasikan melalui gaji aktual (gaji
sesungguhnya) dan modifikasi berdasarkan tuntutan pasar. Alokasinya didasarkan
kepada kebijakan yang sudah didefinisikan dengan jelas, yang bertujuan untuk
menjawab tekanan pasar, perbedaan kompetensi, status karyawan, senioritas dan
sebagainya.
Gaji aktual seorang individu didasarkan pada perbandingan antara
kompetensi yang dimiliki individu tersebut terhadap kompetensi ideal untuk
posisi yang dijabatnya. Jika memeiliki tingkat kompetensi yang penuh, maka akan
menerima bayaran sesuai Reference Salary. Sementara jika kompensasinya di
bawah tingkat ideal, maka akan menerima bayaran yang lebih rendah dari
Reference Salary. Namun terdapat pengecualian jika seseorang memiliki
kompetensi di atas ideal posisi yang bersangkutan, ia tidak akan memperoleh
bayaran ekstra, karena sesungguhnya kompetensi itu tidaklah dibutuhkan untuk
menjalankan posisinya yang sekarang.
Penyesuain gaji terhadap tuntutan pasar dibayarkan melalui tunjangantunjangan yang dapat naik ataupun turun tiap tahunnya sesuai perubahan kondisi
pasar. ‘Market Allowance’ terkadang perlu dibayarkan karena ada kelangkaan
dalam jangka waktu singkat di pasar tenaga kerja. Tunjangan seperti itu
membantu perusahaan untuk menarik dan mempertahankan individu-individu
yang memiliki keahlian unik. Biasanya hanya sedikit saja dari para karyawan
yang memiliki keahlian khusus yang menerima penyesuaian gaji.
Dalam sistem 3P menurut Setyo (2003), gaji yang sesungguhnya
dibayarkan tidak sama persis dengan Reference Salary, melainkan beragam sesuai
dengan perbandingan posisi atau individu dan berapa lamanya seseorang telah
menjabat posisi itu. Setiap grade memiliki rentang tersendiri. Bayaran terendah
bagi setiap grade didasarkan dari:
32
a.
Tingkat kompetensi minimal yang dapat diterima untuk dapat
menjabat posisi itu.
b.
Tingkat bayaran di pasaran yang diperlukan untuk dapat memikat
seseorang yang memiliki tingkat kompetensi tersebut.
Bayaran tertinggi bagi setiap grade besarnya mendekati Reference Salary.
Hal ini berdasarkan logika bahwa sebuah organisasi hanya membayar kompetensi
yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab sebuah posisi. Jika seseorang
memiliki kompetensi yang lebih tinggi daripada yang dituntut oleh posisinya,
maka organisasi harus menggali kemungkinan dilakukannya promosi atau
memindahkannya ke suatu posisi lain dimana ia dapat memanfaatkan tingkat
kompetensi yang dimilikinya secara lebih. Seandainya belum dapat dilakukan
promosi atau tidak ada posisi cocok yang tersedia, maka organisasi dapat memberi
bayaran yang lebih tinggi daripada Reference Salary untuk mempertahankan
individu di posisi yang sekarang, sampai ada posisi yang tersedia baginya di
tingkatan grade yang lebih tinggi.
3.
Pay for Performance
Pembayaran dimana perusahaan memberikan peningkatan imbal jasa yang
disesuaikan dengan kinerja. Bayaran untuk kinerja dialokasikan melalui skema
insentif yang dirancang untuk member imbalan bagi kinerja korporasi, tim, atau
individu. Pay for Performance telah dihitung terlebih dahulu sebagai harga pokok
produk, dengan tujuan kepastian harga per unit produk tetap dalam pantauan.
Perusahaan boleh menjadi royal dalam memberi imbalan bagi kinerja
karyawannya dengan memberikan pembayaran sekali bayar, karena pembayaran
seperti ini tidak menaikan biaya tetap pada tahun berikutnya. Dengan melakukan
perubahan system pembayaran kinerja yang tadinya berdasarkan gaji (SalaryBase) menjadi berdasarkan insentif (Incentife-Base), sebuah perusahaan secara
terus menerus kapasitasnya akan bertambah untuk membayar insentif (Setyo,
2003).
33
2.4 Pengaruh Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja
Setiap orang yang melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan, pasti
mempunyai suatu maksud atau tujuan tertentu. Begitu pula dengan karyawan yang
bekerja pada suatu perusahaan, sudah pasti mempunyai maksud, apalagi hal
tersebut telah direncanakan sebelumnya. Tujuan karyawan bekerja umumnya
mengharapkan kontra prestasi yang berwujud kompensasi financial. Walaupun
ada sebagian orang yang berbeda pendapat karena ada juga karyawan yang
bekerja bukan semata-mata bertujuan untuk mengharapkan balas jasa berupa
kompensasi finansial. Tetapi hal ini tidaklah selalu benar, terutama bagi karyawan
yang bekerja dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena tanpa
terpenuhinya kebutuhan tersebut, maka karyawan tidak akan dapat bekerja dengan
baik. Oleh karena itu untuk mengharapkan karyawan agar bekerja lebih baik,
harus ada faktor-faktor yang mempengaruhinya terutama besar kecilnya tingkat
kompensasi finansial yang diberikan. Seandainya pemberian kompensasi financial
tidak sesuai dengan prestasi yang telah dikorbankan, maka akan mengakibatkan
karyawan merasa tidak puas, dan bila hal ini dibiarkan saja, akan menjurus kepada
hal-hal negatif dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Dari keterangan di atas dan berdasarkan teori-teori yang telah
dikemukakan dalam bab ini, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa besar
kecilnya tingkat kompensasi yang diberikan perusahaan mempunyai pengaruh
positif terhadap usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
34
Download