penilaian kualitas tanah pada beberapa tipe

advertisement
e-J. Agrotekbis 4 (6) : 712 - 718, Desember 2016
ISSN : 2338 -3011
PENILAIAN KUALITAS TANAH PADA BEBERAPA TIPE
PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN
SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI
Soil Quality Evaluation on Some Types of Land Use in
Sigi Biromaru Distric Sigi Regency
Salma Suleman1), Ulfiyah A. Rajamuddin2), dan Isrun2)
1)
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. Palu.
E-mail : [email protected]
2)
Staf Dosen Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Tadulako. Palu.
E-mail : [email protected], E-mail : [email protected]
ABSTRACT
This research aimed to evaluate soil quality criteria in Sigi Biromaru District Sigi Regency
based on some types of land use. The research method used was descriptive-explorative method
which its variables were conducted through field surveys and supported by soil analysis from
laboratory. Results of soil analysis were then assessed its quality by using scoring method at each
indicator. Results of this research showed that soil in Sigi Biromaru District Sigi Regency based
land use had soil quality criteria ranged from healthy soil to less healthy soil. On mixed farming
area had the highest scoring value 2.83 (healthy soil criteria), whilst rice field had scoring value
2.66 (less healthy soil criteria) and on horticulture area had the lowest scoring value 2.5
(less healthy soil criteria).
Key Words: Land use, soil quality.
PENDAHULUAN
Kualitas tanah mengintegrasikan
komponen fisik, kimia dan biologi tanah
serta interaksinya. Kualitas tanah menjadi
kapasitas spesifik suatu tanah untuk
berfungsi secara alami atau dalam batasanbatasan ekosistem yang terkelola untuk
menopang produktivitas hewan dan
tumbuhan, memelihara atau meningkatkan
kualitas udara dan air, serta mendukung
tempat tinggal dan kesehatan manusia.
Dari berbagai definisi kualitas tanah
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara
sederhana kualitas tanah adalah kapasitas
suatu tanah untuk berfungsi (Larson and
Pierce, 1991).
Indikator yang digunakan dalam
penilaian kualitas tanah meliputi sifat fisik,
kimia dan biologi tanah selain itu faktor
jenis tanah, jenis penggunaan lahan, dan
topografi menjadi prioritas utama yang
harus diperhatikan dalam penilaian kualitas
tanah untuk tujuan pengembangan sector
pertanian dan perkebunan (Rasyid, 2004).
Sigi Biromaru merupakan salah satu
kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sigi
dengan tingkat penggunaan lahan yang
cukup beragam. Berdasarkan data sekunder
yang diperoleh dari BPS Sulawesi Tengah
(2013) menunjukan bahwa pada wilayah
seluas ± 289.600 ha terdapat 9 jenis
penggunaan lahan meliputi penggunaan
lahan untuk sawah, kebun jagung, kebun
umbi-umbian, kebun kacang, kebun kelapa,
kebun kakao, kebun hortikultura, hutan
rakyat dan hutan pemukiman. Penggunaan
lahan yang paling luas terdapat pada sektor
pertanian dan perkebunan. Ini disebabkan
karena sebagian besar penduduk di Kecamatan
Sigi Biromaru bermata pencaharian sebagai
petani (BPS, 2013).
Adanya penggunaan lahan yang
cukup luas dan beragam terutama pada
sektor pertanian dan perkebunan, tentunya
akan memberikan pengaruh yang besar
712
terhadap nilai kualitas tanah didaerah
tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan mengevaluasi kriteria
kualitas tanah yang terdapat di Kecamatan
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi yang didasarkan
pada beberapa tipe penggunaan lahan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi
pada beberapa penggunaan lahan (sawah,
hortikultura dan kebun campuran) untuk
pengamatan morfologi pada profil tanahnya
sedangkan untuk analisis sifat fisik dan sifat
kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium
Lingkungan Hidup Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako, Palu. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari sampai
Juli 2015.
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Global Position System (GPS),
peta geografis Kecamatan Sigi Biromaru,
meteran profil, ring sampel, munsell soil
colour chart, sekop, kamera digital, gunting,
cutter, paku, palu, kertas karton, kantong
plastik, kertas label, karung, tali rafia, spidol,
alat tulis menulis dan seperangkat alat-alat
laboratorium untuk analisis sifat fisik dan
sifat kimia tanah.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel tanah utuh
dan tanah tidak utuh, data primer meliputi
data lapangan (penampang fisiografi pada
lokasi penelitian), data sekunder meliputi
data letak geografis, curah hujan dan
temperatur 10 tahun terakhir) serta beberapa
jenis larutan kimia yang digunakan untuk
keperluan analisis sifat-sifat tanah di
laboratorium.
Tabel 1. Nilai dan Kriteria Scoring Kualitas
Tanah
Nilai
3–4
1,5 – 2,5
0–1
Kriteria
Tanah sehat
Kurang sehat
Tidak sehat
Sumber : Lowery et al. (1996) dalam Irundu (2008).
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif eksploratif yang
pendekatan variabelnya dilakukan melalui
survei lapangan dan didukung hasil analisis
tanah di laboratorium. Parameter yang
diamati terdiri dari sifat fisik tanah (tekstur,
permeabilitas, porositas dan Bulk Density)
dan sifat kimia (pH tanah, kapasitas tukar
kation, C-organik tanah, kandungan unsur
makro (N, P, K, Ca dan Mg), kandungan
unsur mikro (Fe) dan bahan organik tanah.
Selanjutnya dilakukan penilaian kualitas
tanah dengan penentuan skoring kualitas
tanah berdasarkan parameter yang telah
ditentukan (data hasil survey lapangan dan
analisis di Laboratorium). Nilai dan kriteria
tanah dalam skoring kualitas tanah dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tahapan pelaksanaan penelitian
terdiri dari 6 tahap yaitu: 1) perizinan
lokasi, 2) pengambilan dan pengumpulan
data dilapangan, 3) pembuatan peta kerja,
4) penentuan titik pengambilan sampel,
5) pengambilan sampel tanah, 6) analisis
sifat-sifat tanah di laboratorium, dilanjutkan
dengan penilaian kualitas tanah (skoring).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kriteria Penilaian Kualitas Tanah.
Kriteria Penilaian Kualitas Tanah Dari
Segi Morfologi Tanah
a. WarnaTanah
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan warna tanah pada profil lahan
sawah (PSW) memiliki warna tanah
kelabu gelap (2,5 Y 7/2), pada profil
lahan hortikultura (PHT) memiliki warna
tanah kuning gelap (2,5 Y 7/2) dan profil
kebun campuran (PKC) memiliki warna
tanah kelabu gelap kekuningan (5 Y 5/3).
Warna tua pada tanah umumnya disebabkan
oleh kandungan bahan organik dari sisasisa tanaman yang tinggi dan drainase
yang buruk. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Hakim dkk. 1986) bila drainase
tanah buruk biasanya disebabkan karena
adanya penimbunan bahan organik yang
lebih besar pada lapisan permukaan,
713
sehingga memberikan warna yang sangat
tua, sedangkan pada lapisan tanah yang
lebih bawah mengandung sangat sedikit
bahan organik.
Penilaian kriteria kualitas tanah dari
segi warna menunjukkan kriteria tanah
sehat terdapat pada profil lahan sawah
(PSW) dan profil lahan kebun campuran
(PKC), kriteria tanah kurang sehat terdapat
pada profil lahan hortikultura (PHT).
b. Struktur
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan dilapangan struktur pada
semua titik penggunaan lahan adalah
gumpal menyudut (lekat). Struktur gumpal
menyudut merupakan struktur dengan
bentuk tanah seperti kubus dan ketiga
sumbu panjangnya hampir sama, bidang
rata dengan sudut tajam dan memadat
sehingga tingkat perkembangannya sangat
cukup atau antarah lemah dan kuat
(Rayes, 2006).
Struktur tanah juga merupakan
susunan partikel-partikel tanah yang
membentuk agregat. Struktur tanah
mempengaruhi kemampuan tanah dalam
menyerap air tanah. Misalnya, struktur
granular dan lekat mempunyai kemampuan
besar dalam meloloskan air larian,
sehingga dapat menurunkan laju air
larian dan memacu pertumbuhan
tanaman (Waluyaningsih, 2008). Dalam
penilaian kualitas tanah dari segi struktur
menujukkan kriteria tanah sehat dengan
nilai skoring 4 karena bentuk strukturnya
gumpal atau didominasi dengan fraksi
liat berpasir. Hal ini diungkap oleh
Romig et al. (1995) bahwa struktur tanah
yang remah/kersai atau bersatu tapi
tidak keras merupakan tanah dengan
kriteria sehat.
c. Konsistensi
Berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan pada semua titik pengambilan
sampel memiliki konsistensi tanah
lunak sehingga tanahnya mudah diolah.
Konsistensi tanah dipengaruhi oleh
tekstur tanah yang didominasi dengan
liat dan pasir, yang menunjukkan bahwa
tanah tersebut memiliki konsistensi yang
baik sehingga sangat mudah diolah.
Sesuai pernyataan yang dikemukkan
oleh Hakim dkk. (1986) bahwa Tanahtanah yang mempunyai konsistensi baik
umumnya mudah diolah dan tidak
melekat pada alat pengolah tanah. Oleh
karena tanah dapat ditemukan dalam
keadaan lembab, basah atau kering.
Dari segi konsistensi atau kepadatan
dan kemudahan pengerjaan tanah
menujukkan kriteria tanah sehat dengan
nilai skoring 4 karena memiliki
konsistensi yang baik sehingga tanah
tersebut mudah diolah.
Kriteria Penilaian Kualitas Tanah dari
Segi Fisik
a. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan di Laboratorium menunjukkan
bahwa profil lahan sawah memiliki
tekstur dengan fraksi debu (58,75%),
fraksi pasir (27,51%) dan fraksi liat
(13,74%), profil lahan hortikultura
memiliki tekstur dengan fraksi debu
(37,77%), fraksi pasir (47,03%) dan
fraksi liat (15,20%) dan profil lahan
kebun campuran dengan fraksi debu
(54,04%), fraksi pasir (28,74%) dan
fraksi liat (17,22%). Tekstur tanah pada
semua profil penggunaan lahan relatif
sama yakni didominasi oleh partikel
berukuran sedang sampai kasar dengan
kelas tekstur liat berpasir. Tanah
yang bertekstur pasir mempunyai
luas permukaan yang sangat kecil
dibandingkan tanah bertekstur liat, tanah
yang banyak mengandung pasir miskin
akan unsur hara. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pairunan dkk. (1985) yang
menyatakan tanah berpasir umumnya
bahan organiknya kurang, dan hal
tersebut dapat diatasi dengan cara
pemupukan, akan tetapi biaya yang
dibutuhkan sangat besar. Kehilangan
hara tanaman karena pencucian dan
pemberian air yang banyak merupakan
kendala yang besar pada tanah berpasir
karena tanah ini sangat poreus sehingga
air cepat meresap dan hilang dari tanah.
714
Dilihat dari segi tekstur tanah semua
titik pengambilan sampel tanah memiliki
kriteria tanah sehat dengan nilai skoring
4 karena didominasi oleh partikel
berukuran sedang dengan kelas tekstur
berlempung . hal ini diungkapkan oleh
Lowery et al. (1996) dalam Irundu
(2008) bahwa tanah yang bertekstur
lempung memiliki kriteria tanah sehat.
b. Drainase
Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan di Lapangan pada profil
lahan sawah memiliki drainase buruk
karena airnya tergenang sedangkan
lahan hortikultura dan kebun campuran
memiliki drainase yang baik airnya tidak
tergenang dan selalu bergerak sehingga
tanaman tidak tergenang oleh air dan
cukup baik untuk tanaman hortikultura.
Drainase tanah dipengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk topografi, struktur,
permeabilitas dan keberadaan atau
ketersediaan air yang berasal dari curah
hujan, rembesan atau aliran permukaan
yang berasal dari daerah yang lebih
tinggi. Drainase yang baik memungkinkan
difusi oksigen dari akar tanaman, juga
akan berpengaruh terhadap aktivitas
mikroorganisme aerobik dalam tanah,
yang akhirnya akan mempengaruhi
ketersediaan unsur hara (Hakim dkk.
1986). Dilihat dari segi drainase titik
pengambilan sampel pada lahan sawah
memiliki kriteria tanah tidak sehat
dengan nilai skoring 2 sedangkan pada
lahan hortikultura dan kebun campuran
memiliki kriteria tanah sehat dengan
nilai skoring 4 karena air mudah meresap
kedalaman tanah, tidak terjadi genangan,
permukaan tanah cepat mengering.
c. Bobot Isi Tanah dan Porositas
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang dilakukan menunjukkan bahwa
semua titik pengambilan sampel tanah
umumnya memiliki nilai bobot isi tanah
relatif rendah yaitu antara 1,35-1,66
g/cm3 dan porositas sangat tinggi
(35-49%) yang artinya kerapatan isi
tanahnya sangat rendah sehingga sangat
mudah hancur dan mudah diolah karena
memiliki ruang pori yang renggang.
Selain itu, hal ini dipengaruhi oleh
tekstur yang didominasi oleh partikel
pasir dan debu, menyebabkan jumlah
pori tanah semakin tinggi sehingga bobot
isi tanah rendah. Hal ini diungkapkan
oleh Pairunan dkk. (1985) bahwa
kerapatan isi ditentukan oleh porositas
dan padatan tanah. Tanah yang renggang
berpori-pori mempunyai bobot kecil per
satuan volume dan tanah yang padat
berbobot tinggi persatuan volume.
Dilihat dari segi Bobot isi tanah dan
porositas tanah semua titik pengambilan
sampel tanah memiliki kriteria tanah
sehat dengan nilai skoring 4. Hal ini
disebabkan karena memiliki bobot isi
tanah yang rendah artinya kerapatan
tanahnya sangat lemah sehingga mudah
dihancurkan serta memiliki ruang pori
tanah yang renggang.
Kriteria Penilaian Kualitas Tanah Dari
Segi Kimia
a. Reaksi Tanah (pH)
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang dilakukan menunjukkan bahwa
semua titik pengambilan sampel tanah di
daerah penelitian mempunyai pH yang
masam sampai agak masam dengan
kisaran pH H2O (5,10-5,54) dan pH KCl
(4,19-4,74). Kondisi ini disebabkan
adanya pengelolaan tanah dan dengan
pemakaian pupuk-pupuk anorganik
sebagai tambahan hara pada tanah pada
lahan pertanian. Pemakaian pupuk
tersebut menurunkan pH tanah sehingga
pada penggunaan lahan sawah mempunyai
pH yang lebih rendah dibandingkan P
tersedia tanah termasuk daalam kategori
sangat rendah. Hidayat (1990) dalam
Primadani (2008) juga mengatakan
bahwa pH penting untuk penentuan hara
tanaman sebagai media tumbuh tanaman,
beberapa unsur hara yang diperlukan
keberadaannya tergantung pada pH.
Dalam penilaian kualitas tanah dari
segi pH tanah semua titik pengambilan
sampel tanah memiliki kriteria tanah
kurang sehat dengan nilai skoring
715
rata-rata pada setiap penggunaan
lahan 2. Hal ini disebabkan karena
pH tanahnya berkisar dari agak masam
sampai masam. Hal ini diungkapkan oleh
Romig et al. (1995) bahwa tanah yang
memiliki pH tanah netral merupakan
tanah dengan kriteria sehat sedangkan
tanah yang memiliki pH tanah masam
atau basa merupakan tanah dengan
kriteria tidak sehat.
b. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan menunjukan bahwa lahan
sawah memiliki kapasitas tukar kation
(KTK) rendah dengan kisaran (17,30
cmol/kg), sedangkan pada lahan hortikultura
dan kebun campuran memiliki kisaran
sedang (21,26-21,68 cmol/kg). Kisaran
KTK rendah yang terdapat pada sampel
lahan sawah disebabkan karena kandungan
liat dan bahan organik yang rendah. Bahan
organik mempunyai pengaruh yang amat
besar atas kapasitas tukar kation (KTK).
Hal ini disebabkan humifikasi menghasilkan
koloid organik yang mempunyai luas
permukaan tinggi. Sekitar 7-20% KTK
sebagian besar tanah bersumber dari
bahan organik (Ansori, 2005).
Dilihat dari segi KTK tanah pada
titik pengambilan sampel lahan sawah
memiliki kriteria tanah tidak sehat
dengan nilai skoring 0. Akibat nilai KTK
yang rendah hingga sedang sedangkan
pada titik pengambilan sampel lahan
hortikultura dan kebun campuran memiliki
kriteria tanah kurang sehat dengan nilai
skoring rata-rata 2. Hal ini diungkap oleh
Lowery et al. (1996) dalam Irundu
(2008) bahwa tanah yang memiliki nilai
KTK rendah (yaitu < 5 cmol/kg atau
berkisar antara 5–7 cmol/kg merupakan
tanah dengan kriteria tidak sehat.
c. C-organik
Berdasarkan hasil pengamatan yang
di lakukan menunjukan bahwa semua
titik pengambilan sampel tanah memiliki
nilai kandungan C-organik tanah rendah
dengan berturut-turut (1,42 g/100g, 1,89
g/100g dan 1,78 g/100g).
Dilihat dari segi kandungan Corganik pada semua titik pengambilan
sampel tanah menunjukkan bahwa tanah
memiliki kriteria tidak sehat dengan nilai
skoring 0. Sesuai yang diungkapkan
dalam penilaian kualitas tanah oleh
Lowery et al. (1996) dalam Irundu (2008)
bahwa tanah yang memiliki nilai C
organik yang rendah yaitu (berkisar
antara 0,1-2,0 g/100g) merupakan tanah
dengan kriteria tidak sehat.
d. Bahan Organik
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, nilai bahan organik tanah
yang tinggi terdapat pada penggunaan
lahan hortikultura (2,44%), kemudian
lahan kebun campuran (3,25%) dan yang
terakhir adalah pada lahan sawah.
Rendahnya kandungan bahan organik
pada lapisan atas mungkin terjadi karena
adanya pengelolaan lahan yang intensif
(Ansori, 2005). Bila lahan ditanami terus
menerus, seperti yang terjadi pada lahan
hortikultura dan kebun campuran maka
kadar bahan organik tanah makin lama
akan menurun karena digunakan untuk
keperluan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman Refliaty, (2010). Vegetasi yang
rapat dengan populasi yang banyak akan
menghasilkan serasah-serasah yang banyak
sehingga dapat mengembalikan bahan
organik yang banyak pada permukaan
tanah melalui guguran-guguran daun,
batang, ranting dan sebagainya. Serasah
yang dihasilkan didekomposisikan melalui
kegiatan mikroorganisme tanah kemudian
bercampur dengan tanah sehingga kandungan
bahan organik tanah meningkat. Sesuai
pendapat Arshad, 2000 bahwa vegetasi
yang tumbuh berperan sebagai penambah
bahan organik tanah melalui batang, ranting
dan daun yang jatuh kepermukaan tanah.
Dilihat dari segi kandungan bahan
organik menunjukkan bahwa semua
sampel tanah memberikan nilai kurang
sehat dengan nilai skoring 2, hal ini
disebabkan karena memiliki kandungan
bahan organik yang rendah. Sesuai yang
diungkapkan Lowery et al. (1996)
716
cdalam Irundu (2008) bahwa tanah
dengan nilai bahan organik yaitu <2%
atau >8% merupakan tanah dengan
kriteria tidak sehat.
e. Unsur Hara Makro (N, P, K, Ca dan Mg)
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang dilakukan menunjukkan bahwa
kandungan unsur hara makro baik itu
dari N, P, K, Ca dan Mg memiliki
kriteria rendah sampai sedang. Unsur
hara makro yang terkandung setiap titik
pengambilan sampel pada penggunaan
lahan ini masih kurang, hal ini
disebabkan karena kandungan bahan
organik tanah yang masih rendah.
Menurut Hardjowigeno (1987), ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
ketersediaan unsur hara yaitu, jumlah
hara yang ada di dalam tanah, bentuk
hara tersebut berada, dan kemampuan
sistem vegetasi tanah untuk mensuplai
hara selama periode akhir dari tanaman.
Dilihat dari segi kandungan
unsur hara makro menunjukkan bahwa
semua titik pengambilan sampel tanah
memberikan kriteria nilai tidak sehat
dengan nilai skoring 0, karena memiliki
kandungan unsur hara makro yang sangat
rendah dan masih banyak memerlukan
suplai pupuk yang sangat banyak karena
tidak tersedia bagi tanaman. Sesuai
yang diungkapkan Lowery et al. (1996)
dalam Irundu (2008) bahwa tanah yang
memiliki kandungan unsur hara makro
yang rendah merupakan tanah dengan
kriteria tidak sehat.
f. Unsur Hara Mikro (Fe/Besi)
Berdasarkan
hasil
pengamatan
yang dilakukan menunjukkan bahwa
kandungan unsur hara mikro dari Fe/besi
memiliki kriteria cukup atau rendah
untuk tanaman. Semakin sedikit kandungan
unsur hara mikro pada tanah akan
semakin baik tanahnya karena tanah
umumnya memerlukan unsur hara mikro
dalam jumlah sedikit. Apabila unsur hara
mikro pada tanah berlebihan makan akan
terjadi keracunan pada tanaman sehingga
menjadikan kondisi tanah memburuk dan
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman.
Dilihat dari segi kandungan unsur
hara mikro menunjukkan bahwa semua
sampel tanah memberikan kriteria sehat
dengan nilai skoring rata-rata pada semua
penggunaan lahan 4, karena memiliki
kandungan unsur hara mikro cukup atau
rendah bagi tanah dan tanaman. Hal ini
sesuai yang diungkapkan Lowery et al.
(1996) dalam Irundu (2008) bahwa tanah
yang memiliki kandungan unsur hara
mikro yang cukup atau rendah merupakan
tanah dengan kriteria sehat.
Hasil Skoring Kualitas Tanah. Hasil
skoring penilaian kualitas tanah menunjukkan
bahwa kualitas tanah yang berada di
Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi
berdasarkan berbagai bentuk penggunaan
lahannya memiliki kriteria tanah sehat dan
tanah kurang sehat. Nilai dan kriteria skoring
kualitas tanah pada setiap penggunaan lahan
dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil skoring penilaian
kualitas tanah yang disajikan dalam bentuk
tabel diatas menunjukan bahwa tanah di
daerah
Kecamatan
Sigi
Biromaru
Kabupaten Sigi berdasarkan penggunaan
lahan memiliki kualitas tanah dengan
kriteria tanah sehat dan tanah kurang sehat.
Pada lahan kebun campuran memiliki
skoring tertinggi yaitu 2,83 (kriteria tanah
sehat) sedangkan lahan sawah memiliki
nilai skoring 2,66 (kriteria tanah kurang
sehat) dan pada lahan hortikultura memiliki
nilai skoring terendah 2,5 (kriteria tanah
kurang sehat). Penggunaan lahan berpengaruh
terhadap kualitas tanah. Dengan adanya
pengelolaan lahan khususnya pengolahan
lahan (untuk kegitan pertanian) maka terjadi
penurunan kualitas tanah sebagaimana
terlihat pada penggunaan lahan untuk sawah
dan hortikultura. Pengolahan tanah dapat
menjaga kestabilan tanah yang dapat
dilihat pada pengunaan lahan sawah yang
mempunyai kriteria kualias tanah yang
hampir sama dengan penggunaan lahan
hortikultura. Pengolahan tanah dan pemupukan
yang baik dapat menjaga kondisi tanah.
717
Tabel 2. Hasil Skoring Penilaian Kualitas Tanah
Jenis
Penggunaan
Lahan
Sawah
Hortikultura
Kebun
campuran
Skoring
Kualitas Tanah
Nilai Kriteria
2,66 Kurang
Sehat
2,5
Kurang
sehat
2,83
Tanah
Sehat
Jenis
Tanah
Badan Pusat Statistik (BPS). 2013. Kabupaten Sigi
Biromaru dalam Angka, Tahun 2013/2014.
Kantor Pengolahan Data dan Informasi
Badan Pusat statistik (BPS). Palu. Sulawesi
Tengah.
Inceptisol
Inceptisol
Inceptisol
Sumber : Data Primer, 2015.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hakim, M, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G.
Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, G.B.Hong
dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S. 1987. Klasifikasi Tanah dan
Pedogenesis. Akapress. Jakarta.
Irundu, B. 2008. Penilaian Kualitas Tanah pada
Beberapa Jenis Penggunaan Lahan di
Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng.
Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar.
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan maka disimpulkan bahwa
penggunaan lahan sangat mempengaruhi
kualitas tanah serta sifat-sifat tanah yang
terdiri dari warna tanah, struktur,
konsistensi, tekstur, C-organik, bahan
organik pH, kapasitas tukar kation dan
unsur hara. Kualitas tanah di Kecamatan
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi berdasarkan
penggunaan lahan memiliki kualitas tanah
dengan kriteria tanah sehat dan tanah
kurang sehat. Pada lahan kebun campuran
memiliki skoring tertinggi yaitu 2,83
(kriteria tanah sehat) sedangkan lahan
sawah memiliki nilai skoring 2,66 (kriteria
tanah kurang sehat) dan pada lahan
hortikultura memiliki nilai skoring terendah
2,5 (kriteria tanah kurang sehat).
Larson, W. E. and F.J, Pierce. 1991. Conservation
and Enhancement of Soil Quality. Jurnal. 2
(3):175-204.
Saran
Rasyid, B. 2004. Kualitas Tanah (Soil Quality).
Lembaga penerbitan Universitas Hasanuddin
Makassar. Sulawesi Selatan.
Diharapkan
perlu
dilakukan
penelitian serupa dengan menambahkan
analisis sifat-sifat tanahnya, terutama pada
sifat biologi tanahnya sehingga lebih
meyakinkan hasil penilaian kualitas tanah
yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, T 2005. Bahan Organik Tanah. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta. http://elisa 1.
ugm.ac.id/. Diakses pada Tanggal 16 April
2015.
Arshad, M.A and G.M. Coen. 1992. Characterization
of Soil Quality: Physical and Chemical
Criteria. J. Altern. Agric.7 (4): 12-16.
Pairunan, A.K., J. Nanere, Arifin, S.S.R. Samosir, R.
Tangkaisari, J.R. Lalopua, B, Ibrahim dan
H. Asmadi. 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur :
Makassar.
Partoyo. 2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah
Pertanian Dilahan Pasir Pantai Samas
Yogyakarta. Jurnal. 12 (2): 140-151.
Primadani, P. 2008. Penilaian Kualitas Tanah
Pada Berbagai Jenis Penggunaan lahan
di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar.
Jurnal. 7 (2):39-40.
Purwanto, S, 2003. Penentuan Kualitas Air Tanah
Melalui Analisis Unsur Kimia
Terpilih. Jurnal. 13 (2): 81-89.
Rayes, L.M. 2006. Deskripsi Profil Tanah di
Lapangan. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang.
Refliaty dan E.J. Marpaung. 2010. Kemantapan
Agregat Ultisol pada Beberapa Penggunaan
Lahan dan Kemiringan Lereng. J. Hidrolitan.
1 (2): 35-42.
Romig, D.E, M.J Garlynd, R.F. Harris and K. 1995.
How Farmers Assess Soil Health and
Quality. J. Soil Water. 50 (3) :225-232.
Waluyaningsih, S. R. 2008. Studi Analisis Kualitas
Tanah pada Beberapa Penggunaan Lahan
dan Hubungannya dengan Ingkat Erosi di
Sub Das Keduang Kecamatan Jatisrono
Wonogiri. Jurnal. 12 (3):73-75.
718
719
Download