DINAMIKA KOMUNIKASI KELOMPOK MASYARAKAT DAN

advertisement
DINAMIKA KOMUNIKASI KELOMPOK MASYARAKAT DAN
PEMERINTAH DALAM UPAYA PENEMPATAN IBUKOTA
KABUPATEN BUTON UTARA
*Hasruddin Jaya ** Sumadi Dilla *** Siti Harmin
Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Halu Oleo
[email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini, yaitu (1) untuk mengetahui dinamika komunikasi
kelompok masyarakat Bonegunu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota
Kabupaten Buton Utara, (2) untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok
masyarakat Kulisusu dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten
Buton Utara. Penelitian ini bersifat kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik
: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Dinamika
komunikasi kelompok yang terjadi antara masyarakat dengan Pemda terkait polemik
penempatan Ibukota Kabupaten masih dalam kondisi yang wajar dan kondusif. Bentuk
komunikasi yang dilakukan dalam penyelesaian polemik penempatan Ibukota
Kabupaten Buton Utara adalah komunikasi fungsional, komunikasi struktural, dan
komunikasi kultural. Tetapi penerapannya belum maksimal seperti yang diharpakan,
yakni polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara dapat terselesai. Ini dikarenakan oleh
kurang dipahaminya konsep komunikasi efektif dalam interaksi sosial. (2) Terjadinya
dinamika komunikasi kelompok yang berkepanjangan antara masyarakat dan
pemerintah dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara disebabkan oleh
sikap Pemda yang lambat dan kurang serius dalam memandang akar persoalan polemik
Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Kata Kunci : Dinamika Komunikasi, Masyarakat, Pemerintah, Penempatan
Ibukota
PENDAHULUAN
Ruang Lingkup
Secara umum, permasalahan dalam penelitian ini dapat .menimbulkan banyak
persepsi. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi dan difokuskan pada perspektif
komunikasi kelompok masyarakat dan pemerintah. Dinamika komunikasi yang
berkembang dewasa ini menuntut masyarakat dan pemerintah untuk lebih pro aktif dan
kreatif dalam penyusunan strategi komunikasi pembangunan. Fokus utamanya adalah
bagaimana mengembangkan alur informasi yang terintegrasi dan terkoordinasi,
sehingga memberikan manfaat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi institusi
pemerintah daerah pada penentuan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Rumusan Masalah
Dalam kaitannya dengan posisi Ibukota Kabupaten Buton Utara, dapat
disimak ketentuan pada pasal 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 yang berbunyi
Ibukota Kabupaten Buton Utara berkedudukan di Buranga Kecamatan Bonegunu.
Sejak diresmikannya Kabupaten Buton Utara pada tanggal 2 Januari 2007, maka sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007, Kabupaten Buton Utara beribukota di
Buranga Kecamatan Bonegunu. Namun pasca pemekaran, Kabupaten Buton Utara
tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang
penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara di Buranga Kecamatan Bonegunu
melainkan di Kecamatan Kulisusu.
Berkaitan dengan keputusan UU Nomor 14 Tahun 2007, maka secara umum
pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana lainnya harus dipusatkan di
Ibukota Kabupaten, yaitu di Buranga Kecamatan Bonegunu. Namun kenyataannya
pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai dengan amanah
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007, pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan dipusatkan di Kecamatan Kulisusu.
Dengan demikian, sampai saat ini masih banyak polemik yang terjadi diantara
kalangan masyarakat, dan/atau antar masyarakat dan pemerintah daerah Kabupaten
Buton Utara, dimana persoalan yang seringkali timbul adalah masalah penempatan
Ibukota yang sampai sekarang belum difungsikan sebagai Ibukota Kabupaten Buton
Utara yang pada kenyataanya tidak sesuai dengan amanah Undang-undang No 14
Tahun 2007 yang diduga dikarenakan oleh adanya perbedaan persepsi.
Berkaitan dengan adanya dinamika komunikasi sosial yang terjadi diantara
masyarakat Kulisusu dan masyarakat Bonegunu dan pemerintah daerah Kabupaten
Buton Utara dalam upaya penyelesaian polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton
Utara, tentunya diharapkan dapat menemukan solusi terbaik yang disepakati oleh
semua elemen masyarakat dan pemerintah sesuai dengan keinginan dan cita-cita
bersama. Dinamika komunikasi kelompok yang dimaksud adalah bagaimana aktivitas
komunikasi yang terjadi dalam sebuah kelompok dalam upaya penyelesaian
penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Bonegunu
dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
2. Untuk mengetahui dinamika komunikasi kelompok masyarakat Kulisusu
dengan Pemerintah terhadap penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat
memberikan
kontribusi
pemikiran
bagi
disiplin
ilmu
komunikasi, khusunya tentang dinamika komunikasi kelompok dalam
upaya penempatan Ibukota Kabupaten.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan ataupun
kontribusi yang positif dari segi keilmuan bagi disiplin ilmu
pengetahuan secara umum.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Buton
Utara dalam kaitannya dengan dinamika komunikasi kelompok dalam
upaya penempatan Ibukota Kabupaten.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan
gambaran kepada peneliti selanjutnya untuk mengetahui dinamika
komunikasi kelompok.
Teori yang Digunakan
Teori yang digynakan dalam penelitian ini komunikasi sosial (Model Lasswell).
Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi
adalah menjawab pertanyaan: Siapa Mengatakan Apa, Melalui Saluran Apa, Kepada
Siapa, Dengan Efek Apa. Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai
berikut.
1. The surveillance of the invironment (pengamatan lingkungan), yaitu
kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwaperistiwa dalam suatu lingkungan.
2. The correlation of the parts of society in responding to the environment
(korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi
lingkungan), yaitu interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang
terjadi di lingkungan.
3. The transmission of the social heritage from one generation to the next
(transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain),
yaitu difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai,
dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari
anggota suatu kelompok kepada pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan
pendidikan (Effendy, 2003: 253-254).
Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka secara umum dapat peneliti
simpulkan bahwa dalam proses komunikasi lasswell mempelajari kejadian-kejadian
yang ada di lingkungan dengan mempelajari prosesnya dan masyarakatnya.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Bupati Buton Utara, Wakil Bupati Buton
Utara, Ketua DPRD Buton Utara, Masyarakat Bonegunu dan Kulisusu sebanyak 6
orang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu : pengamatan (observasi),
wawancara
secara
mendalam
(in-depth-interviewing),
dan
dokumentasi
(documentation).
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
deskriptif kualitatif. Sedikitnya tiga tahapan yang dilakukan dalam proses analisis data
kualitatif (Sugiyono, 2012: 334) sebagai berikut : reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), dan verifikasi data (conclusion drawing).
Keabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tringulasi.
Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tringulasi data. Teknik
tringulasi data dilakukan dalam mengumpulkan data yang harus menggunakan
beragam sumber data yang berbeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika Komunikasi Kelompok Masyarakat Kulisusu dan Bonegunu Dengan
Pemerintah Terhadap Penempatan Ibukota Kab. Buton Utara
Komunikasi Fungsional
Komunikasi fungsional adalah komunikasi yang terjalin diantara anggotaanggota dalam suatu kelompok tertentu. Dengan demikian, dalam upaya penyelesaian
polemik sosial tertentu, maka setidak-tidaknya ada seseorang yang merupakan subjek
komunikasi, serta dapat menampung dan mengapresiasikan harapan dan keinginan dari
anggota kelompok lainnya.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan,
yakni Bapak Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Bonegunu menemukan
sebagai berikut:
“Hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat sejauh ini masih baik.
Pemerintah Daerah pernah berkunjung. Saat ini, pemerintahan dan
masyarakat masih kompak dalam menyelesaikan polemik penempatan
Ibukota Buton Utara. Secara umum, pemerintahlah yang paling mendominasi
untuk penyelesaian penempatan ibukota. Namun bukan berarti kami tidak
berperan. Kami mendengar bahwa pemerintah merencanakan untuk
memfungsikan buranga. Lebih rincinya, pemerintah ingin merealisasikan
amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 tentang Penempatan Ibukota
Kab. Buton Utara, kami sendiri mendukung itu” (Wawancara, 25 November
2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa
Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara dan masyarakat sendiri memiliki peranan
yang sangat penting dalam mengupayakan solusi dalam penempatan Ibukota
Kabupaten Buton Utara. Secara hukum, pemerintah merupakan kelompok yang lebih
mendominasi dalam mengupayakan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Hal
ini dapat dipahami bahwa pemerintah daerah merupakan kelompok sosial yang
memegang kendali dan sebagai pengambil kebijakan.
Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat
Kecamatan Kulisusu juga memiliki persepsi yang sama dengan informan sebelumnya,
ia mengatakan bahwa :
“Hubungan masyarakat masih baik, tidak mempersoalkan lagi polemik
Ibukota Kabupaten Buton Utara, tidak seantusias dalam waktu-waktu
sebelumnya. Saat ini, masyarakat dan pemda kekompakannya lebih kuat.
Pihak yang paling mendominasi tentu pemerintah, itu jelas karena mereka
merupakan subjek utama yang memiliki wewenang khusus dalam mengurusi
penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Kendala yang dihadapi pemda
terhambat oleh infranstruktur perkantoran yang selama beberapa tahun sudah
terbangun di Kulisusu. Kendala inilah yang dialami dalam menegasi
pemfungsian Buranga sebagaimana mestinya. Malah semua PNS diarahkan
ke sana tidak akan efektif karena infrastruktur belum memadai. Hambatan
komunikasi terkait dengan latar belakang politik sebelum jelas
mempengaruhi bahwa posisi pusat perkotaan dibagi dua wilayah kecamatan.
Ini tidak sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Pasal 7 yang
menyebutkan Buranga Kecamatan Bonegunu sebagai Ibukota” (Wawancara,
26 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa
Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara memiliki wewenang dalam menyelesaikan
polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Namun demikian, hal ini bukan
berarti masyarakat tidak memiliki wewenang atau peranan dalam upaya penempatan
Ibukota Kabupaten Buton Utara. Dalam upaya penempatan Ibukota, masyarakat dan
pemerintah mengalami kendala, dimana pembangunan sudah terlebih dahulu dibangun
di Kulisusu, sehingga menjadi kendala untuk pemfungsian Buranga sebagaimana
mestinya.
Berdasarkan penjelasan informan di atas, diperkuat dengan hasil wawancara
yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, Bapak Drs. Abu Hasan, M.Pd,
selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa:
“Hanya berpegang pada UU No. 14 Tahun 2007. Pemerintah yang mendominasi
untuk mencari langkah-langkah pemfungsian Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Pada tahun 2017 mendatang, kantor Bupati akan direhap agar pelayanan bisa
efektif, tinggal diatur bagaimana pelayanan tugas-tugas. Tahun 2017 akan ada
SKPD yang penuh, dimana di sana selain kantor Bupati, kantor DPR juga harus di
bangun di Buranga. Kantor-kantor baru akan dibangun di Bonegunu, agar
pelayanan publik berjalan efektif’ (Wawancara, 30 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa saat
ini Pemda berpegang pada undang-undang dan berencana melakukan pemfungsian
Burangan Kecamatan Bonegunu sebagai Ibukota Kabupaten. Seperti halnya rencana
program yang dilakukan oleh Pemda pada tahun 2017 mendatang, bahwa
pembangunan akan difokuskan di Buranga Kecamatan Bonegunu, kantor SKPD yang
belum ada di Kulisusu akan dibangun di Buranga, dan semua kegiatan perkantoran
akan dipusatkan di Buranga, sehingga pelayanan masyarakat dapat terlaksana dengan
baik. Secara teknis dan prosedural, pemerintahan Kab. Buton Utara tetap mengakui
bahwa Buranga sebagai Ibukota Kab. yang tertulis dalam UU No. 14 Tahun 2007,
Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua
DPRD yang mengatakan bahwa:
“Kemarin ada surat edaran untuk berkantor di Buranga, itu giliran-giliran.
Kedepannya harus ada kejelasan soal Ibukota. Jalan, pertanian harus
diprioritaskan” (Wawancara, 29 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa Pemda
memiliki tugas dan peran penting dalam pembangunan di berbagai bidang. Ini
merupakan asepk yang sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu
daerah. Upaya penyelesaian polemik Ibukota Kab. Buton Utara tidak lepas dari
perhatian Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, masuknya surat yang diterima
Pemda dari Gubernur dan Mendagri untuk segera menyelesaikan polemik atau
dinamika tentang penempatan Ibukota Kab. Buton Utara merupakan salah satu
perhatian dari Provinsi dan Pusat.
Berdasarkan hasil pengamatan awal (observasi) yang peneliti lakukan di
lapangan serta hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan
Bonegunu, Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten
Buton Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas di atas, peneliti
berkesipulan sebagai berikut:
“Atanra observasi dan wawancara lapangan ada sedikit perbedaaan.
Sementara terjadinya dinamika atau perbedaan pandangan antara masyarakat
Bonegunu dan Kulisusu dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten Buton
Utara merupakan suatu hal yang wajar dalam berdemokrasi. Tetapi kondisi
ini mestinya harus dimaksimalkan oleh semua kelompok, baik masyarakat
dan pemerintah untuk mencari solusi terbaik atas polemik penempatan
Ibukota Kabupaten Buton Utara. Sebab peran aktif masyarakat dan
pemerintah bisa membawa pada perubahan dan kemajuan daerah jika
mampu diarahkan dengan baik benar”.
Komunikasi Struktural
Secara umum, meskipun pendekatan struktural dan fungsional sering disebutsebut memiliki kesamaan dan sering dikombinasikan, namun masing-masing dari
keduanya mempunyai titik penekanan yang sangat berbeda. Komunikasi struktural
lebih menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut tentang penyampaian
pesan dalam sistem-sistem sosial yang ada.
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan beberapa informan,
yaitu Bapak Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kecamatan Bonegunu menemukan
sebagai berikut:
“Masyarakat disini dalam menyampaikan aspirasi atau pendapatnya sudah
terstruktur dengan baik. Katakanlah masyarakat menyampaikan pendapat
kepada tokoh masyarakat dan secara bersama-sama kami kemudian bertemu
secara langsung dengan pemerintah daerah dan membicarakan polemik
penempatan Ibukota ini. Kalau tahun-tahun 2011 masyarakat dan pemerintah
punya pendapat yang sangat berbeda terkait penempatan Ibukota Kabupaten
Buton Utara. Tapi sekarang, sudah sedikit mulai reda, tidak terlalu keras
seperti tahun-tahun sebelumnya” (Wawancara, 25 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas, maka dapat dijelaskan bahwa
berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana masyarakat Kulisusu dan masyarakat
Bonegunu Kabupaten Buton Utara sudah mulai terstruktur dengan baik dalam
menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah Kabupaten Buton Utara. Untuk
menyampaikan pendapat atau aspirasinya, masyarakat menggunakan perwakilan
kelompok seperti halnya orang yang memiliki pengaruh dalam kelompok masyarakat
yang bersangkutan untuk menyampaikan pendapat atau saran-saran mereka kepada
Pemerintah Daerah, sekaligus mengetahui bagaimana perkembangan polemik
Penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat
Kecamatan Kulisusu yang mengatakan bahwa :
“Secara struktural pemda punya potensi untuk memfungsikan Buranga secara
bergiliran. Itu sikapnya pemda yang mengakui bahwa Buranga itu harus
difungsikan. Sejak awal proses pemekaran sudah terjadi perbedaan
pandangan terhadap calon ibukota kulisusu dan Buranga tersebut”
(Wawancara, 26 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa secara
struktural, Pemda Kab. Buton Utara secara bergiliran memfungsikan Buranga
Kecamatan Bonegunu sebaga Ibukota Kabupaten Buton Utara. Ini adalah salah satu
bentuk perhatian pemerintah daerah terhadap polemik yang berkepanjangan di Buton
Utara, yakni polemik penempatan Ibukota Kab. Buton Utara yang sampai saat ini masih
terus berdinamika.
Berdasarkan penjelasan informan di atas, diperkuat dengan hasil wawancara
yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, seperti halnya Bapak Drs. Abu
Hasan, M.Pd, selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa:
“Aspirasi datang secara berjenjang, dimana biasa di Desa, Camat kemudian
Bupati, dan kemudian kami rapat untuk upaya pengambilan kebijakan.
Perbedaan pendapat hanya dipicu oleh kelompok kecil, gerakannya muncul
secara sporadis, baik di Buranga, Saraea, dan Kendari. Kami tetap membuka
ruang sebesar-besarnya untuk menerima aspirasi” (Wawancara, 30
November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa aspirasi
yang dilakukan oleh masyarakat sudah terstruktur mulai dari Pemerintah Desa,
Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Kabupaten, lalu kemudian Pemerintah Provinsi.
Secara umum, pemerintah membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk menerima
aspirasi yang datang secara bergiliran dari mulai Desa sampai dengan Kabupaten
dan/atau Provinsi.
Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua DPRD
yang mengatakan bahwa:
“Saya kira masyarakat saat ini sudah mulai redah, masyarakat datang secara
baik-baik, dimana mereka mengirimkan surat kepada DPRD atau Bupati,
yang diterima oleh staf pemerintah daerah tersebut. Kami sebagai
penyelenggara Pemerintah pastinya akan melakukan yang terbaik, tapi
tentunya kami akan mengikuti struktur yang sudah ada dalam mengambil
kebijakan, kareana kami bukan satu satunya unsur penyelengara
pemerintahan. Intinya komunikasi struktural itu penting” (Wawancara, 29
November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa
Pemerintah Daerah memiliki struktur kebijakan masing-masing dalam penyelesaian
polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Seperti halnya Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Buton Utara bukan satu-satunya unsur pemerintah yang dapat
mengambil kebijakan atau keputusan. Tetapi harus ada koordinasi yang terjalin antara
Pemerintah dengan struktur yang berbeda yang ada di Kabupaten Buton Utara.
Berdasarkan hasil pengatan awal (Observasi) yang peneliti lakukan dilapangan
dan hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan Bonegunu,
Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Buton
Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas diatas, peneliti
menyimpulkan sebagai berikut:
“Yakni, antara observasi dan hasil wawancara terdapat perbedaan tetapi tidak
begitu menonjol. Dinamika komunikasi yang tercipta dalam penempatan
Ibukota Kabupaten Buton Utara masih terus terjadi di kedua kelompok
masyarakat Kecamatan Bonegunu dan Kecamatan Kulisusu, namun
intesitasnya yang mucul tidak sekeras dulu, sebab pemerintah membuka
ruang untuk berdiskusi dan berdialog. Sehingga keluh kesah dan aspirasi dari
kedua kelompok masyarakat (Bonegunu dan Kulisusu) dapat tersampaikan
dan didengar langsung oleh pemerintah. Perbedaan pandangan kedua
kelompok masyarakat ini menjadi bahan pertimbangan yang cukup penting
buat pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan strategis dalam upaya
penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara”.
Komunikasi Kultural
Komunikasi kultural merupakan interksi yang terjadi antara kelompok
masyarakat yang memiliki perbedaan latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang
budaya dalam komunikasi tidak menjadi penghambat yang signifikann, sebab dalam
berinteraksi yang dipacu adalah keterbukaan dan kebersamaan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan, yaitu Bapak
Hatimin, selaku Tokoh Masyarakat Kec. Bonegunu mengungkapkan sebgai berikut:
“Budaya tidak mempengaruhi komunikasi dalam penyelesaian polemik
penempatan Ibukota Buton Utara” (Wawancara, 25 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, maka dapat dijelaskan bahwa
komunikasi yang terjalin tidak dipengaruhi oleh budaya masyarakat. Hal ini dapat
dipahami bahwa masyarakat tidak menjadikan faktor kultur budaya sebagai parameter
untuk menentukan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Informan keempat, Bapak Jumsir Lambau, selaku Tokoh Masyarakat
Kecamatan Kulisusu memiliki pendapat yang sama dengan penjelasan informan di atas
yang mengatakan bahwa :
“Kultur budaya yang dianut oleh masyarakat tidak mempengaruhi
penempatan ibukota” (Wawancara, 26 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa budaya
yang ada di Buton Utara tidak mempengaruhi penentuan penempatan Ibukota Buton
Utara. Misalnya, secara etnik beragama, masyarakat tidak menjadikan agama yang
dianut sebagai parameter penentuan penempatan Ibikota Kabupaten Buton Utara.
Penempatan Ibukota tidak diukur dari wilayah yang mayoritas beragama islam, kriten
katolik, kristen protestan, ataupun hindu.
Berdasarkan penjelasan informan sebelumnya, diperkuat dengan hasil
wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan kunci, seperti halnya Bapak
Drs. Abu Hasan, M.Pd, selaku Bupati Buton Utara yang mengatakan bahwa:
“Perbedaan kultur Budaya tidak berpengaruh di Buton Utara, kecuali Jawa
dan Bali” (Wawancara, 30 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
secara umum budaya yang ada di Kabupaten Buton Utara tidak memiliki pengaruh
yang signifikan dalam upaya penentuan penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara.
Hal ini dikarenakan masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten tidak
mempersoalkan latar belakang kultur budaya yang berbeda dari segi bahasa, ras,
maupun agama. Berbeda halnya ketika misalnya adanya kultur budaya lain yang masuk
di daerah Kabupaten Buton Utara.
Informan kunci ketiga, Bapak Rukman Basri Zakaria, SE, selaku Ketua DPRD
yang mengatakan bahwa:
“Budaya tidak berpengaruh dalam komunikasi yang terjalin sampai
sekarang” (Wawancara, 29 November 2016).
Berdasarkan uraian hasil wawancara sebelumnya, dapat dijelaskan bahwa
masyarakat dan pemerintah Buton Utara tidak menjadikan kultur budaya sebagai
parameter penentuan Ibukota Kabupaten Buton Utara. Adanya proses keterbukaan
komunikasi dalam polemik penempatan Ibukota tidak diukur bedasarkan aspek budaya
yang ada di Kabupaten Buton Utara.
Berdasarkan hasil pengatan awal (observasi) yang peneliti lakukan dilapangan
dan hasil wawancara dari beberapa informan yang tersebar di Kecamatan Bonegunu,
Kecamatan Kulisusu, dan Unsur penyelenggara pemerintahan di Kabupaten Buton
Utara yang telah dijelaskan secara singkat, padat, dan jelas di atas, peneliti
menyimpulkan sebagai berikut:
“Saya melihat antara observasi lapangan dan hasil penelitian lapangan tidak
bersesuai secara keseluruahan atau ada perbedaan dalam memandang
polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara. Apalagi jika berbicara mengenai
kultur budaya, saya memandang ini sangat sensitif dan bisa menjadi bom
watu buata pemerintah daerah jika tidak jeli dalam mengambil kebijakan
terkait polemik penempatan ibukota. Sebab kedua kelompok masyarakat
antara Kecamatan Bonegunu dan Kecamatan Kulisusu memiliki presepsi
yang berbeda dalam melihat polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton
Utara. Walaupun dari segi bahasa tidak memberi pengaruh yang signifikan
dalam interaksi sosial yang terjadi di Kabupaten buton Utara, tetapi perlu
secepatnya pemerintah daerah mencari jalan soluktif dan megakhiri polemik
penempatan ibukota tersebut”. Tampung semua pendapat dan aspirasi untuk
dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan”.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Dinamika komunikasi kelompok yang terjadi antara masyarakat
Kecamatan Bonegunu, Kecamatan Kulisusu dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten Buton Utara terkait polemik penempatan Ibukota Kabupaten
adalah masih dalam kondisi yang wajar dan kondusif. Bentuk komunikasi
yang dilakukan dalam penyelesaian polemik penempatan Ibukota
Kabupaten Buton Utara adalah komunikasi fungsional, komunikasi
struktural, dan komunikasi kultural. Tetapi penerapannya belum maksimal
seperti yang diharpakan, yakni polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara
dapat terselesai. Ini dikarenakan oleh kurang dipahaminya konsep
komunikasi efektif dalam interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat
dan pemerintah daerah.
2. Terjadinanya dinamika komunikasi kelompok yang berkepanjangan antara
masyarakat dan pemerintah dalam upaya penempatan Ibukota Kabupaten
Buton Utara disebabkan oleh sikap Pemerintah Daerah yang lambat dan
kurang serius dalam memandang akar persoalan polemik Ibukota
Kabupaten Buton Utara. Sebab, Pemerintah Daerah memiliki peran
strategis dalam penyelesaian polemik Ibukota Kabupaten Buton Utara
dibanding dengan masyarakat.
Saran
Berdasrkan kesimpulan dalam penelitian ini, peneliti menyarankan kepada
masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Utara:
1. Diharapkan kepada kelompok masyarakat Kecamatan Benegunu,
Kecamatan Kulisusu dan Pemerintah Daerah agar lebih memahami konsep
komunikasi efektif dalam berinteraksi terkait penyelesaian polemik
Ibukota Kabupaten Buton Utara. Sehingga dinamika yang tercipta adalah
dinamika yang mendewasakan, mencerdaskan dan membawa kemajuan
dalam pembangunan daerah.
2. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah agar lebih aktif dan serius
memandang polemik penempatan Ibukota Kabupaten Buton Utara yang
saat ini terus berdinamika dan berkepanjangan dimasyarakat. Kejelasan
Ibukota Kabupaten Buton Utara sangat diperlukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik yang berwibawah, bersih, terbuka dan
akuntabel serta bebas dari tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Effendy, 2003. Teori-Teori Komunikasi. Jakarta : Universitas Terbuka.
Sugiyono. 2012. Memahami Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R &
G. Bandung : CV. Alfabeta.
Undang-Undang :
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kabupaten Buton
Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Download