KEGAGALAN PERNAFASAN AKUT Oleh

advertisement
KEGAGALAN PERNAFASAN AKUT
Oleh: Sri Setiyarini, SKp
DEFINISI
Kegagalan pernafasan akut adalah ketidak mampuan paru untuk mempertahankan
oksigenasi darah dengan atau tanpa disertai gangguan ventilasi. Ditandai dengan
tekanan parsial O2 (PaO2) kurang dari 60 mmHg disertai atau tidak disertai
peninggian tekanan CO2 (PaCO2) ; umumnya PaCO2 lebih dari 60 mmHg kecuali
pada pasien dengan obstruksi kronis. Di sini sistem paru tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
PATOFISIOLOGI
Kegagalan pernafasan akut akan menyebabkan tejadinya:
1. Peninggian “Extravascular Lung Water”
a. Ditandai dengan hipoksemia berat dengan PaCO2 yang normal
b. Sering terdapat pada “Adult Respiratory Distres Syndrome” (ARDS), edema
paru yang kardiogenik/non kardiogenik atau infiltrat pada panenchim pam.
2. Ketidak mampuan pam untuk mengeluarkan CO2 secara adekuat/normal.
a. Ditandai dengan penurunan PaO2 dan peninggian PaCO2
b. Sering terdapat pada kelainan obstruksi kronis
3. Ketidak mampuan sistim neuromuskular untuk melakukan ventilasi yang
adekuat.
a. Ditandai dengan penurunan PaO2 dan peninggian PaCO2
b. Terdapat pada pasien dengan kelebihan dosis obat, penyakit yang
mengenai toraks dan penyakit neuromuskulen.
PENYEBAB UTAMA
Penyebab kegagalan pernafasan akut biasanya tidak berdiri sendiri dan
merupakan kombinasi dan beberapa keadaan, dimana penyebab utama adalah:
1. Gangguan ventikisi:
a. Obstruksi akut mis. disebabkan fleksi leher pada pasien tidak sadar,
spasme lanink atau udema larink, dsb.
b. Obstruksi kronis mis. pada emfisema, bronkritis kronis, asma, bronkiektasis
terutama yang disertai sepsis.
c. Penurunan “compliance” paru/thorak, efusi pleura, edema paru, atelektasis,
pneumonia, kiposkoloisis, patah tulang iga, pasca operasi toraks/abdomen,
peritonitis, distensi lambung, sakit dada, dan sebagainya.
d. Gangguan neuromuskuler misalny pada polio, “Guillain Barre Syndrome”,
miastenia gravis, cedera spinal, fraktur servikal, keracunan obat/zat lain.
e. Gangguan/depresi
pusat
pernafasan
mis.
pada
penggunaan
obat
narkotik/barbiturat/trankuiliser, obat anestesi, trauma/infark otak, hip oksia
berat pada susunan saraf pusat dan sebagainya.
2. Gangguan difusi alveoli-kapiler
Udema paru, ARDS, fibrosis paru, emfisema, emboli lemak, pneumonia, “post
perfusion syndrome”, tumor paru, aspirasi.
3. Gangguan keseimbangan ventilasi-perfusi (V/Q missmatch)
a. Peninggian “dead space” (ruang rugi) mis. pada tromboemboli, emfisema,
bronchiektasis dan sebagainya.
b. Peninggian “intra alveolar
shunting” mis. pada atelektasis
ARDS,
pneumonia edema pam, dan sebagainya.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis merupakan manifestasi dari kelainan dasar/penyebab utama disertai
dengan gejala hipoksia sendiri yaitu a.l.:
-
Disorientasi, bingung, gelisah, apatis atau menurunnya kesadaran
-
Takipnu/frekuensi nafas meningkat
-
Pernafasan pendek dan dangkal/dyspnoe
-
Takhikardia, vasokonstriksi, tekanan darah meningkat.
Manifestasi hiperkarbia/hiperkapnia yang ditandai dengan gejala:
-
Sakit kepala hebat akibat vasodilatasi serebral
-
Depresi mental (ketidak mampuan konsentrasi), pusing, “twitching”, miosis,
keringat dingin, kulit/sklera/konjungtifa merah
-
Takhikardia tekanan darah sistemik meningkat
-
Aritmia, dan sebagainya.
DIAGNOSA
A. Riwayat:
-
Adanya faktor pencetus
-
Adanya manifestasi klinis
B. Laboratorium:
-
Analisa gas darah ; PaO naik/noral, asidosis bikarbonat yang meningkat
atau normal.
-
Pemeriksaan elektrolit; peninggian kalium serum.
C. Radiologi
-
Sesuai dengan kelainan/gangguan primer
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan kegagalan pernafasan akut adalah meliputi:
1. Pengkajian:
-
Perhatikan keadaan dengan kecenderungan untuk terjadinya kegagalan
pernafasan
-
Perhatikan tanda-tanda dini dari pasien yang mengalami kegagalan
pernafasan akut mis. tanda hipoksemia yang disertai atau tanpa disertai
tanda hiperkarbia.
2. Perencanaan:
Tergantung dari penyebab khusus dari kegagalan tersebut.
a. Memperbaiki ventilasi dan “V/Q missmacth”
b. Memperbaiki oksigenasi - menurunkan “intra pulmonary shunting”
c. Pemantauan gas darah dan Ph
d. Mencegah komplikasi
e. Mengurangi “work of breathing”.
3. Implementasi:
a. Memperbaiki posisi ; hati-hati pemberian obat penenang/sedasi yang dapat
menyebabkan depresi pernafasan.
b. Pemberian oksigen
c. Pembersihan jalan nafas/higiene bronchial
d. Intubasi endotrakeal/trakeostomi diikuti ventilasi mekanik
e. Pemantauan hemodinamik dan analisa gas darah serial
f.
Pemberian obat-obat bronkodilator
g. Melakukan hidrasi/mempertahankan balans cairan yang seimbang.
OKSIGENASI
Bila penyebabnya adalah hipoventilasi, maka penanggulangan hipoventilasi
umumnya dapat mengembalikan Pa02 ke arah normal ; akan tetapi bila
disebabkan oleh “V/Q missinatch” maka dibutuhkan pemberian oksigen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dan udara ruangan.
Tujuan pemberian oksigen ini adalah untuk meningkatkan jumlah oksigen yang
dikandung oleh darah. Konsentrasi oksigeri yang diberikan bervanasi tergantung
dari jenis gangguan dan beratnya hipoksemia yang terjadi. Umumnya pasien
dengan “hypoxemic hypoxia”, konsentrasi oksigen 25 — 40% cukup untuk
mengembalikan PaO2 ke normal, akan tetapi pada “circulatory atau anemia
hypoxia” perlu konsentrasi oksigen yang lebth tinggi dan normal untuk
memungkinkan oksigen yang larut dalam plasma lebih banyak.
1. Terapi Oksin
Beberapa tehnik pemberian oksigen:
a. “Low flow system”
b.
“High flow system”
•
“Low flow system”
Fraksi oksigen inspirasi bervariasi tergantung dan tipe pernafasan
Tehnik pembenan mis. dengan kanul nasal RR < 30/mm TV stabil.
•
“High flow system”
Fraksi oksigen inspirasi stabil dan tidak dipengaruhi tipe pernafasan. Tehnik
pemberian mis. “venturi mask”.
Oksigen dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan keracunan bila
diberikan lebih dari 48 - 72 jam.
Oksigen dengan konsentrasi 10% hanya diberikan pada keadaan darurat.
2. Mengurangi “work of breathing”
Penyebab kegagalan pernafasan yang sering karena peninggian “work of
breathing”:
-
Infeksi bronchial
-
Pneumonia
-
Tromboemboli
-
Pneumothorak
3. Penanggulangan obstruksi jalan nafas
Obstruksi jalan nafas dapat disebabkan oleh:
a. Penimbunan sekresi
b. Bronkokonstriksi
ad. a. Penimbunan sekresi
Infeksi pernafasan akut yang sering menimbulkan kegagalan pernafasan
akut adalab akibat penimbunan sekresi yang purulent, kental dan pekat serta
inflamasi dan mukosa bronkus.
Penyebab yang paling sering adalah:
-
Streptokokus pneumonia
-
Hemophilia influenza
Tehnik pengeluaran sekresi/lendir:
-
Mengencerkan lendir dengan cara:
pemberian cairan yang cukup/hidrasi
-
-
•
humidifikasi yang adekuat
•
dengan nebulaizer/aerosol
Fisioterapi dengan cara:
•
drainase postural
•
tehnik-tehnik fisioterapi dada
Pengisapan lendir endobronkial, bila:
•
refleks batuk tidak adekuat
•
sekresi sangat kental dan purulen
Dilakukan dengan cara menggunakan bronkoskopi/pipa endotrakeal.
ad. b. Bronkokostriksi
Untuk mengurangi/menghilangkan bronkokostriksi, biasanya diberikan obat
bronkodilator seperti aminophilin 5-6 mg/kg berat badan alam 20-30 menit
secara intra vena (bolus) kemudian diikuti dengan “drip”.
Obat-obat bronkodilator lainnya dapat diberikan dengan cara nebulizer seperti
aerosol beta 2-antagonis.
Pasien-pasien dengan obstruksi bronkial yang berat sering diberikan obat
kortikosteroid dengan dosis tinggi.
Perhatikan tanda-tanda toksisitas seperti: menggigil atau aritmia.
4. Mengurangi kongesti paru
Kegagalan Jantung kiri dapat mengakibatkan retensi cairan dan kongesti paru.
Pemberian O2 sangat penting pada keadaan ini di samping pemberian diuretik
dan diit bebas garam. Biasanya setelah tindakan ini akan terlihat peningkatan
tekanan oksigen dalam darah, akan tetapi pembenian digitalis harus hati-hati
setelah pemberian diuretik karenan dapat memperburuk keadaan hipoksethia
dan menyebabkan asidosis, hiperkapnia dan gangguan keseimbangan
elektrolit.
MEMPERBAIKI VENTILASI ALVEOLAR
1. Pembebasan jalan nafas/jalan nafas buatan
Pada beberapa pasien, pengeluaran sekresi sangat sulit dilakukan sehingga
pasien akan mengalami hiposemia berat dan pasien menjadi sangat lemah, dalam
keadaan ini mungkin memerlukan ventilasi mekanik.
Untuk membenikan ventilasi mekanik, diperlukan jalan nafas buatan yaitu dengan
cara:
a. Intubasi Endotra/eeal
Intubasi endotrakeal dapat menyelamatkan pasien dengan sumbatan pada
larink atau trakea. Intubasi juga merupakan indikasi pada pasien yang tidak
sadar disertai dengan kemungkinan terjadinya sumbatan jalan nafas. Tindakan
intubasi endotrakeal ini memungkinkan pembenian oksigen yang adekuat serta
mengontrol ventilasi bila dibutuhkan, juga memungkinkan untuk melakukan
pengisapan trakeobronkial dan mencegah aspirasi dani cainan gastrointestinal
atau lendir dan alan nafas bagian atas dengan adanya balon pada ujung pipa
endotrakeal.
b. Pencegahan Trauma
Trauma dapat terjadi akibat pemasangan pipa endotrakeal/trakeostomi atau
sewaktu melakukan pengisapan lendir (dilakukan hanya bila diperlukan).
Kateter pengisapan sebaiknya yang mempunyai satu lobang di ujung, karena
sewaktu melakukan pengisapan kemungkinan selaput mukosa dapat tenhisap
melalui
lobang
terutama
bila
lendir
menyebut
ujung
kateter.
Waktu
memasukkan kateter pengisap, jangan melakukan pengisapan karena dapat
menyebabkan terhisapnya oksigen dan jalan nafas serta lamanya penghisapan
tidak boleh lebih dari 10 detik karena hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
hipoksemi. Tehnik mengembangkan balon juga sangat penting diperhatikan,
yaitu tehnik “minimal inflation” (balon cukup dikembangkan sampai batas
dimana tidak terjadi kebocoran).
VENTILASI MEKANIK
Tujuan pemberian ventilasi adalah untuk memberikan oksigenasi yang adekuat
dan mengeluarkan CO2 tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada
sistem organ tubuh yang lain.
Indikasi ventilasi mekanik
1. Pada pasien apnoe atau depresi pernafasan yang berat seperti pada keadaan
kelebihan dosis obat, gangguan fungsi susunan saraf pusat akibat trauma
spinal, paralise/kelemahan neuromuskular.
2. Keadaan dimana pasien tidak mampu untuk mempertahankan ventilasi spontan
yang adekuat.
Kriteria yang sering dipakai untuk menentukan apakah perlu ventilasi mekanik pada
orang dewasa yaitu:
•
Frekuensi pernafasan > 35 x/menit
•
VC<15m1/kg BB
•
FEV1 < 10 ml/kg BB
•
“Maximum Inspiratory Force” < 25 mml-Ig setelah 10 menit pemberian FiO2
100%
•
Ventilasi: - PaCO2 > 55 mmHg; kecuali pada COPD
- Vd/Vt > 0,6
Pemberian PEEP sangat efektif pada keadaan dimana cenderung terjadinya kolaps
paru. PEEP merupakan indikasi pada keadaan klinis dengan karakteristika sebagai
berikut:
•
Hipoksemia
•
“Intra pulmonary shunting” yang besar
•
Atelektasis/ketidak stabilan alveolar
PEMANTAUAN PADA PASIEN DENGAN KEGAGAILAN PERNAFASAN AKUT
1. Keadaan klinis
Perlu pemeriksaan fisik yang sering untuk menntukan perubahan klinis yang dapat
mendeteksi adanya penimbunan sekresi, kolaps, konsolidasi dan komplikasi lain.
2. Analisa pertakaran gas
-
Analisa gas darah yaitu: PaCO2 > 60—80 mmHg PaCO2 > 35-45 mmHg
-
Fraksi oksigen inspirasi, untuk mencegah toksisitas oksigen
-
“Alveolar-arterial oxygen difference” (A-a) DO2
Selama FiO2 konstan, maka adanya perubahan (A-a) DO2 menjadi petunjuk
terhadap perubahan pertukaran gas
-
Rasio Vd/Vt
Untuk menentukan jumlah volume efektif (volume yang ikut dalam pertukaran gas).
3. Analisa keseinibangan asam-basa
Gangguan
keseimbangan
asam-basa
umumnya
terjadi
pada
kegagalan
pernafasan akut dan bila dibiarkan dapat menyebabkan komplikasi yang berat.
-
Asiodosis yang disebabkan hipoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi
paru, aritmia dan juga menurunkan respons terhadap bronkodilator
-
Alkalosis berhubungan dengan penurunaii curah jantung, aritmia, kejang dan
“cerebral intability”.
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit
5. Fungsi ventilator a/I/mengontrol
-
Tidal volume
-
Tekanan jalan nafas
-
Temperatur dan humidifikasi
-
“Compliance” dan resistensi
6. Parameter hemodinamik a.l.:
-
Curah jantung
-
Saturasi vena campuran
-
Tekanan vena sentral
-
Tekanan darah sistematik
-
Tahanan vaskuler paru
Download