Legal mapping of women`s equality in employment in the law

advertisement
Pemetaan hukum dalam UU di Indonesia tentang kesetaraan perempuan dalam hal pekerjaan
Law
Provision (English)
Provision (Bahasa Indonesia)
Comments
Ketentuan Hukum tentang Diskriminasi dan Kesetaraan Kesempatan untuk Perempuan di Tempat Kerja
Manpower Act, Law No. 13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Article 4 (b): Creating equal
opportunity and providing
manpower (supply of
manpower) that suits the need
of national and provincial/
municipal developments;
Article 5: Any manpower shall
have the same opportunity to
get a job without
discrimination.
Article 6: Every worker/
laborer has the right to receive
equal treatment without
discrimination from their
employer
Elucidation of Article 5: Every
person who is available for a
job shall have the same right
and opportunity to find a
decent job and to earn a decent
living without being
discriminated against on
ground of sex, ethnicity, race,
religion, political orientation,
in accordance with the
person‟s interest and
capability, including the
Pasal 4b: mewujudkan pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuaidengan
kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah.
Pasal 5: Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh
Pekerjaan.
Pasal 6: Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh perlakuan yang sama
tanpa diskriminasi daripengusaha.
Penjelasan pasal 5: Setiap tenaga kerja
mempunyai hak dan kesempatan yang
sama untuk memperolehpekerjaan dan
penghidupan yang layak tanpa
membedakan jenis kelamin, suku,
ras,agama, dan aliran politik sesuai
dengan minat dan kemampuan tenaga
kerja yangbersangkutan, termasuk
perlakuan yang sama terhadap para
penyandang cacat.
Penjelasan pasal 6: Pengusaha harus
memberikan hak dan kewajiban
pekerja/buruh tanpa membedakanjenis
kelamin, suku, ras, agama, warna kulit,
dan aliran politik.
Pasal 4 (b) berisi prinsip umum UU yang
menunjukkan komitmennya untuk
menyediakan kesetaraan kesempatan kerja bagi
semua warga Indonesia. Untuk mencapai tujuan
ini, pasal 5 dan 6 melarang diskriminasi
terhadap calon pekerja yang sedang mencari
pekerjaan maupun pekerja yang sudah menjalin
hubungan kerja.
Penjelasan pasal 5 dan 6 menerangkan tentang
alasan diskriminasi.
Namun, UU No. 13 tahun 2003 secara langsung
menyediakan daftar diskriminasi tanpa
menjelaskan istilah diskriminasi itu sendiri.
Untuk memahaminya, kita perlu
membandingkan UU ini dengan CEDAW atau
Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi.
CEDAW dan Konvensi ini menjelaskan tentang
jenis-jenis tindakan yang merupakan tindak
diskriminasi yang mencakup alasannya. Jadi
definisi yang ada dalam konvensi-konvensi
internasional yang telah diratifikasi Indonesia
diperlukan untuk mendukung pemahaman
tentang diskriminasi dalam UU nasional.
Di samping itu, UU No. 13 tahun 2003
menyebutkan alasan diskriminasi dalam
penjelasannya dan bukan dalam batang tubuh
provision of equal treatment to
the disabled.
Pasal 190
Elucidation of Article 6:
Entrepreneurs are under an
obligation to give the worker
equal rights and
responsibilities without
discrimination based on sex,
ethnicity, race, religion, skin
color and political orientation.
Article 190 (1) of the Law
provides administrative
sanctions for the violations of
article 5 and article 6,
(1) Menteri atau pejabat yang ditunjuk
mengenakan sanksi administratif atas
pelanggaran ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 15, Pasal 25, Pasal 38
ayat (2), Pasal 45 ayat (1), Pasal 47
ayat (1), Pasal 48, Pasal 87, Pasal 106,
Pasal 126 ayat (3), dan Pasal 160 ayat
(1) dan ayat (2) Undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya
(2) Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) berupa :
Article 190 (2) provide types
of administrative sanctions that a. teguran;
could be imposed:
b. peringatan tertulis;
a. rebuke
c. pembatasan kegiatan usaha;
b. written warning
d. pembekuan kegiatan usaha;
c. limitation of the types of
e. pembatalan persetujuan;
business activities
d. freeze business activites
f. pembatalan pendaftaran;
e. cancelation of agreement
g. penghentian sementara sebagian
atau seluruh alat produksi;
f. cancelation of registration
g. temporal suspension part
of/all of production‟s
instruments
h. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi
administratif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
UU tersebut. Nomor 176 dan 177 dalam
Lampiran I UU No. 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyebutkan bahwa penjelasan berfungsi
sebagai interpretasi remsi tentang norma-norma
yang diberikan dalam batang tubuh UU, dan ia
tidak dapat menyediakan norma. Di sisi lain,
alasan diskriminasi tidak dapat dipisahkan dari
jenis tindakan y ang merupakan tindak
diskriminasi. Baik alasan maupun tindakan
yang merupakan tindak diskriminasi diperlukan
untuk memahami sepenuhnya peran dan
kewajiban pengusaha. Oleh karena itu, alasan
tersebut perlu dimasukkan dalam batang tubuh
UU beserta tindakan tersebut agar dapat
mencegah pelaksanaan yang tidak jelas dan
untuk mendukung penegakan hukum.
Di samping itu, UU No. 13 tahun 2003 tidak
secara eksplisit menyebutkan bentuk-bentuk
diskriminasi langsung dan tak langsung sebagai
jenis diskriminasi yang dilarang.
Walaupun pasal 190 menetapkan sanksi
terhadap pelanggaran pasal 5 dan 6, namun
tidak jelas apakah UU derivatif telah
dikeluarkan atau belum.
h. permit withdrawal
lanjut oleh Menteri
Article 190 (3) delegates the
detailing of types of
administrative sanctions to the
derivative regulations
Law No 21 of 1999 to ratify
ILO Convention no 111
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21
Tahun 1999 Tentang
Pengesahan Konvesi ILO
No. 111
Mengenai Diskriminasi
Dalam Pekerjaan dan
Jabatan
Article 1: For the purpose of
this Convention the term
discrimination includes-(a) any distinction, exclusion
or preference made on the
basis of race, color, sex,
religion, political opinion,
national extraction or social
origin, which has the effect of
nullifying or impairing
equality of opportunity or
treatment in employment or
occupation
Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini,
istilah "diskriminasi" meliputi :
a. setiap perbedaan, pengecualian
atau pilihan atas dasar ras, warna
kulit, jenis kelamin, agama,
keyakinan politik, kebangsaan atau
asal dalam masyarakat, yang
akibatnya menghilangkan atau
mengurangi persamaan kesempatan
atau persamaan perlakuan dalam
pekerjaan atau jabatan
UU ini menyediakan definisi yang jelas tentang
diskriminasi yang dapat digunakan untuk
mendukung UU Ketenagakerjaan dan
menyediakan perlindungan dari diskriminasi
atas dasar jenis kelamin.
Walaupun Indonesia telah meratifikasi
Konvensi ILO no. 111, penerapan UU
internasional secara langsung di tingkat
nasional tampaknya agak berarti dua atau
ambiguous. Sebagai contoh, walaupun
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No
87 tentang Kebebasan Berserikat, namun
Konvensi jarang digunakan oleh para hakim
sebagai sumber UU saat mengambil keputusan
terkait kasus-kasus perburuhan.
Ada perdebatan yang berkepanjangan di
kalangan pakar Indonesia tentang bagaimana
pernjanjian internasional perlu diterapkan
dalam UU nasional – yaitu apakah Indonesia
memiliki sistem monis atau dualis terkait status
konvensi-konvensi internasional yang telah
diratifikasi Indonesia.
Human Rights Act of 1999
(Law No.39 of 1999)
Undang-Undang Republik
Article 1 point 3
Discrimination is every
limitation, harassment, or
exclusion, which directly or
Pasal 1 angka 3
Diskriminasi adalah setiap
pembatasan, pelecehan, atau
Secara umum, UU ini menyediakan larangan
umum terhadap diskriminasi langsung maupun
tak langsung (misalnya) atas dasar jenis
kelamin tapi UU ini atau peraturan
Indonesia Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
indirectly based on human
distinction on the grounds of
religion, ethnicity, group,
class, social status, economical
status, sex, language, political
beliefs, which impacted to
reduction, deviation or
elimination, recognition,
implementation or utilization
of human rights and
fundamental freedoms in life,
both individual and collective
in the field of politic,
economy, social, culture and
other life aspects.
pengucilan yang langsung ataupun tak
langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status
sosial, status ekomomi, jenis
kelamin,bahasa, keyakinan politik,
yang berakibat pengurangan,
penyimpangan atau penghapusan,
pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasardalam kehidupan baik
individual maupun kolektif dalam
bidang politik, ekonomi, hukum,
sosial, budaya, dan aspek kehidupan
lainnya.
Article 3 (3):
Everybody has the right to the
protection of human rights and
fundamental freedom without
discrimination
Pasal 3 ayat (3)
Setiap orang berhak atas perlindungan
hak asasi manusia dan kebebasan dasar
manusia, tanpa diskriminasi
Article 49: (1) Woman has the
right to choose, to be chosen,
and promoted in the
employment, job, and
profession according to the
law.
(2) Woman has the right of
special protection in doing her
work or profession towards
hazardous threat to her
Pasal 49:
(1) Wanita berhak untuk memilih,
dipilih, diangkat dalam pekerjaan,
jabatan, dan profesisesuai dengan
persyaratan dan peraturan perundangundangan.
(2) Wanita berhak untuk mendapatkan
perlindungan khusus dalam
pelaksanaanpekerjaan atau profesinya
terhadap hal-hal yang dapat
mengancam keselamatan danatau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi
reproduksi wanita.
(3) Hak khusus yangmelekat pada diri
wanita dikarenakan fungsi
pelaksanaannya tidak menjelaskan tentang
definisi bentuk-bentuk diskriminasi „langsung‟
maupun „tak langsung‟. Setiap individu dan UU
tau peraturan tentang hak asasi manusia
menurut UU ini, mewajibkan setiap orang dan
lembaga untuk mematuhinya.
Pasal 49 menyediakan perlindungan yang baik
bagi perempuan di tempat kerja dan
perlindungan untuk hak-hak reproduksi.
Walaupun ia tidak menyediakan hak-hak
khusus terkait kesetaraan dalam konteks
pekerjaan.
Dalam hal pelanggaran atas pasal-pasal ini,
konsekuensi atau sanksiatas pelanggaran UU
ini harus mengacu pada UU terkait. Untuk
pasal-pasal ini, UU terkait tersebut adalah UU
Ketenagakerjaan. Setiap pengusaha yang
melakukan diskriminasi terhadap pekerja dapat
dihukum sesuai ketentuan UU
Ketenagakerjaan, yang tercantum dalam baris
pertama tabel ini.
reproductive function.
(3) Distinct rights which
inherently exist in woman is
due to her reproductive
functions, are guaranteed and
protected by the law.
In the elucidation of Article
49, what constitutes as special
protection of reproductive
functions are health care
related to menstruation,
pregnancy, giving birth, and
breastfeeding.
Ministry of Manpower and
Transmigration Circular
Letter No.SE/60/MEN/SJHK/2006, on the 10th
February 2006
Issuance of Guidelines on
Issuance of Equal Employment
Opportunity Guidelines
reproduksinya, dijamindan dilindungi
oleh hukum.
Penjelasan pasal 49: Yang dimaksud
dengan “perlindungan khusus terhadap
fungsi reproduksi” adalahpelayanan
kesehatan yang berkaitan dengan haid,
hamil, melahirkan, dan
pemberiankesempatan untuk menyusui
anak.
Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
Dalam Pekerjaan.
Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
No.SE/60/MEN/SJHK/2006, 10 Februari
2006Tentang Panduan
Kesempatan dan Perlakuan
Yang Sama Dalam Pekerjaan
di Indonesia.
Pedoman sukarela untuk pengusaha tentang
Peluang Kerja yang Adil dan Kesetaraan
Perlakuan dalam hal Pekerjaan dan Jabatan di
Indonesia tahun 2005. Pedoman ini
menyediakan arahan dan panduan bagi
pengusaha sektor swasta. Untuk mengisi
kesenjangan dalam UU Ketenagakerjaan,
Pedoman ini difokuskan pada kesetaraan
gender dan berisi definisi yang jelas tentang
diskriminasi langsung maupun tak langsung
Hak Reproduksi, Pengupahan, dan Mempekerjakan Pekerja Perempuan setelah jam 11 malam
Manpower Act, Law No. 13
of 2003
Undang-Undang Republik
Art 82 - Female workers/
laborers are entitled to a 1.5
(one-and- a-half) month period
of rest before the time at which
Pasal 82: (1) Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh
istirahat selama 1, 5 (satu
setengah)bulan sebelum saatnya
Menyediakan cuti persalinan dan cuti
keguguran dengan upah.
Menerapkan sanksi kriminal terhadap
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
they are estimated by an
obstetrician or a midwife to
give birth to a baby and
another 1.5 (one-and-a-half)
month period of rest thereafter.
(2)A female worker/ laborer
who has a miscarriage is
entitled to a period of rest of
1.5 (one-and-a-half) months or
a period of rest as stated in the
medical statement issued by
the obstetrician or midwife.
Article 84 – provide for full
paid leave for this time away
from work.
Article 185 (1) and article a87
(1) provides criminal sanctions
for the violations of article 82
and 84
melahirkan anak dan 1, 5 (satu
setengah) bulan sesudahmelahirkan
menurut perhitungan dokter
kandungan atau bidan.
(2) Pekerja/buruh perempuan yang
mengalami keguguran kandungan
berhak memperolehistirahat 1, 5 (satu
setengah) bulan atau sesuai dengan
surat keterangan dokterkandungan atau
bidan.
Pasal 84: Setiap pekerja/buruh yang
menggunakan hak waktu istirahat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan
d, Pasal 80, dan Pasal 82berhak
mendapat upah penuh.
Pasal 185 (1)
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal
69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal
90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160
ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi
pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 400.000.000,00
(empat ratus juta rupiah)
Pasal 187 (1)
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37
ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45
ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71
pelanggaran
ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2),
Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal
85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan
sanksi pidana kurungan paling singkat
1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Article 84: Obligation for
employers to pay full
remuneration to women during
their 3 months of maternity
leave
Pasal 84: Setiap pekerja/buruh yang
menggunakan hak waktu istirahat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, dan
d, Pasal 80, dan Pasal 82berhak
mendapat upah penuh.
Masalahnya bahwa hanya pengusaha yang
berkewajiban untuk membayar biaya
penyediaan cuti persalinan. Ini membuat
kenaikan biaya untuk mempekerjakan
perempuan dibandingkan laki-laki dan
ketentuan cuti persalinan sering tidak dipatuhi
93 (4) (e) - If a
workers/laborers‟ wife gives
birth or suffers a miscarriage,
shall be entitled to receive a
payment for 2 (two) days;
Pasal 94 ayat 4(e): isteri melahirkan
atau keguguran kandungan, dibayar
untuk selama 2
(dua) hari;
Kurangnya cuti untuk suami atau paternity
leave (hanya 2 hari) menghambat upaya untuk
mewujudkan kesetaraan substantif bagi
perempuan karena cuti ini hanya ditekankan
pada peran tunggal perempuan untuk mengasuh
anak-anak dan dapat mempengaruhi persepsi
menyeluruh tentang biaya yang tinggi bila
mempekerjakan pekerja perempuan
Article 153 (i) prohibits
termination of employment
based on sex and marital
status. Employer must rehire
anyone dismissed on this basis
Pasal 153 Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja
dengan alasan (i)karena perbedaan
paham, agama, aliran politik, suku,
warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status
perkawinan
Perlindungan yang baik terhadap pemecatan
atas dasar jenis kelamin dan status pernikahan,
dan alasan persalinan.
Article 187 (1) provides
criminal sanction for the
violation of this provision
Article 153 (e) prohibits
termination of female workers
Namun, UU No. 13 tahun 2003 tidak
menyediakan sanksi apapun untuk memastikan
ketentuan ini ditegakkan
Manpower Ministerial
Decree No. PER03/MEN/1989 on Prohibition
of the Termination of Female
Workers because of
Marriage, Pregnancy, or
Giving Birth.
Peraturan Menteri Tenaga
Kerja R.I Nomor: PER03/MEN/1989 Tentang
Larangan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Bagi
Pekerja Wanita Karena
Menikah, Hamil, atau
Melahirkan
because of pregnancy, giving
birth to a baby, having a
miscarriage, or breast-feeding
the baby
Pasal 153 (e): pekerja/buruh
perempuan hamil, melahirkan, gugur
kandungan, atau menyusui
bayinya;
Art 3. Employers are
prohibited from dismissing
female workers due to
marriage, pregnancy or
childbirth, and this applies to
both permanent and temporary
workers. The regulation also
outlines several obligations of
employers in dealing with
pregnant workers, including
the obligation to reassign
pregnant women to different
duties where necessary, If the
employer fails to arrange for
substitution of work, then
longer maternity leave must be
given
Pasal 3: Pengusaha wajib
merencanakan dan melaksanakan
pengalihan tugas bagi pekerja wanita
tanpa mengurangi hak-haknya bagi
perusahaan yang karena sifat dan jenis
pekerjaannya tidak memungkinkan
mempekerjakan pekerja wanita hamil.
Article 6 provides criminal
sanctions for the violation of
article 1, 2, 3 and 4 of the
Decree with maximum 3
months in prison or maximum
fine of idr 100.000 in line of
the article 17 Law No. 14/1969
Joint Decree between
Ministry of Women
Empowerment, Department
of Health and Department of
Labor
Women must be allowed time
to breastfeed their babies
where applicable
Pasal 6: Bagi pengusaha yang
melanggar ketentuan pasal 1, pasal 2,
pasal 3, dan pasal 4 diancam dengan
hukuman kurungan selama-larnanya 3
bulan atau denda setinggi-tingginya
seratus ribu rupiah sesuai pasal 17
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969
tentang Ketentuan- ketentuan Pokok
mengenai Tenaga Kerja.
Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu
Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja
Sanksi kriminal disediakan dalam Keputusan
Menteri bila gagal mematuhi pasal 1-4. Hal ini
dimungkinkan karena Keputusan ini sesuai
dengan pelaksanaan pasal 17 UU No. 14 tahun
1969 tentang Ketenagakerjaaan.
Namun, UU No. 14 tahun 1969 diganti dengan
UU No. 13 tahun 2003, sehingga sanksi
tersebut tidak berlaku lagi, walaupun ketentuan
ini masih berlaku selama belum diatur dalam
UU No. 13/2003, termasuk pasal 3, yang
menyediakan ketentuan yang lebih terperinci.
Tidak ada sanksi untuk menegakkan ketentuan
ini sehingga petugas pengawas tenagakerja
sering kesulitan mengajukan kasus terhadap
seorang pengusaha yang gagal mematuhi
ketentuan tentang pemberian ASI
Peraturan Bersama Menteri
Negara Pemberdayaan
Perempuan, Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi, dan
Menteri Kesehatan
(No. 48/Men.PP./XII/2008;
No. Per.27/MEN/XII/2008;
No. 117/Menkes/PB/2008)
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Article 83: Employers are
under an obligation to provide
proper opportunities to female
workers whose babies still
need breastfeeding to breastfeed their babies if that must
be performed during working
hours
Elucidation of Article 83: what
is meant by providing proper
opportunities to female
workers to breast-feed their
babies if that must be
performed during working
hours are periods of time
provided by the employers to
breastfeed their babies by
taking into account the
availability of a place/room
that can be used for such a
purpose according to the
employers‟ condition and
financial ability, which shall
be regulated in the company
regulation or collective
Pasal 83: Pekerja/buruh perempuan
yang anaknya masih menyusu harus
diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya
jika hal itu harus dilakukan selama
waktukerja.
Penjelasan pasal 83: Yang dimaksud
dengan kesempatan sepatutnya dalam
pasal ini adalah lamanya waktu
yang diberikan kepada pekerja/buruh
perempuan untuk menyusui bayinya
denganmemperhatikan tersedianya
tempat yang sesuai dengan kondisi dan
kemampuanperusahaan, yang diatur
dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
UU No. 13 tahun 2003 tidak menyediakan
sanksi untuk mendukung penegakan ketentuan
ini secara tepat
Ketentuan dalam penjelasan pasal ini
sebenarnya dapat digunakan sebagai alasan
bagi pengusaha untuk tidak mematuhi
ketentuan ini.
Dengan memfasilitasi pekerja perempuan untuk
memberikan ASI kepada bayi mereka selama
kerja, pengusaha dapat membantu mereka
dalam mempertahankan pekerjaan dan memberi
mereka kesempatan yang lebih baik di tempat
kerja yang kompetitif untuk terus bekerja
walaupun mereka harus memberikan ASI
bargaining agreement
Government Regulation No
33 of 2012 on Exclusive
Breastfeeding Program
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2012 Tentang
Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif
Article 30: (1) Workplace and
public facilities management
must support Exclusive
Breastfeeding Program.
Pasal 30: (1) Pengurus Tempat Kerja
dan penyelenggara tempat sarana
umum harus mendukung program ASI
Eksklusif.
(2) The provision on
supporting Exclusive
Breastfeeding Program as
mentioned in point (1) is
implemented according to
company regulation, or
through collective bargaining
agreement between trade union
and employer.
(2) Ketentuan mengenai dukungan
program ASI Eksklusif di Tempat
Kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perusahaan antara pengusaha
dan pekerja/buruh, atau melalui
perjanjian kerja bersama antara serikat
pekerja/serikat buruh dengan
pengusaha.
(3) Workplace management
and public facilities operator
must provide special facility
for breastfeeding and/or breast
milk pumping adjusted to the
company's ability
(3) Pengurus Tempat Kerja dan
penyelenggara tempat sarana umum
harus menyediakan fasilitas khusus
untuk menyusui dan/atau memerah
ASI sesuai dengan kondisi
kemampuan perusahaan.
Article 34: employers obliged
to give opportunity for female
workers to breastfeed their
baby and/or breast milk
pumping during working
period at the workplace
Article 35: employers obliged
to establish an internal
regulation to support
successful exclusive
breastfeeding program
Article 36: employer who
Pasal 34: Pengurus Tempat Kerja
wajib memberikan kesempatan kepada
ibu yang bekerja untuk memberikan
ASI Eksklusif kepada Bayi atau
memerah ASI selama waktu kerja di
Tempat Kerja
Walaupun Peraturan Pemerintah mengharuskan
pengusaha untuk menyediakan fasilitas dan
waktu bagi pekerja perempuan untuk menyusui
bayi mereka atau memompa ASI di tempat
kerja, Pasal (3) mengulang penjelasan pasal 83
UU No. 13 tahun 2003 yang dapat digunakan
sebagai justifikasi bagi pengusaha untuk tidak
memathui ketentuan ini hanya dengan
menunjukkan bahwa mereka tidak mampu
menyediakan fasilitas/waktu yang tepat.
Seperti halnya pasal 83 UU No. 13 tahun 2003,
Peraturan Pemerintah ini tidak menyediakan
standar minimum khusus tentang kebutuhan
fasilitas dan/atau waktu yang harus disediakan
pengusaha. Peraturan ini perlu menyebutkan
kriteria yang jelas tentang jenis bukti yang
dibutuhkan untuk menunjukkan
ketidakmampuan pengusahauntuk memenuhi
ketentuan ini. Beberapa langkah yang jelas
untuk membantu pengusaha mematuhi
ketentuan ini, bila mereka tidak dapat segera
mematuhi ketentuan, juga tidak ada.
Walaupun melampaui UU No 13 tahun 2003
dalam hal menyediakan sanksi, pasal 36
Peraturan Pemerintah ini membutuhkan UU
lain untuk melaksanakan sanksi tersebut, dan
tidak jelas UU mana yang akan digunakan
untuk menerapkan sansksi ini karena
Pasal 35: Pengurus Tempat Kerja dan
penjelasannya hanya menyebutkan UU
penyelenggara tempat sarana umum
wajib membuat peraturan internal yang kesehatan generik, dan tidak menjelaskan
tentang UU khusus tersebut. Oleh karena itu,
mendukung keberhasilan program
penegakannya masih lemah.
pemberian ASI Eksklusif.
doesn‟t implement his/her
obligations in Article 30 (1)
and (3) or Article 34 will be
given sanctions according to
the applicable laws.
Elucidation of article 36: the
applicable laws means the
laws on the field of health
Pasal 36: Setiap pengurus Tempat
Kerja dan/atau penyelenggara tempat
sarana umum yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (3),
atau Pasal 34, dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Berdasarkan interview yang diadakan,
pelaksanaan UU dan peraturan tentang
pemberian ASI bervariasi. Tidak semua
perusahaan menyediakan fasilitas khusus untuk
menyusui atau fasilitas yang ada tidak
memadai.
Penjelasan pasal 36: Dalam ketentuan
ini yang dimaksud dengan “peraturan
perundang-undangan” adalah
peraturan perundang-undangan di
bidang kesehatan.
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Articles 81 and 93 (2) b, and
93 (5) provides for
menstruation leave.
Women who suffer
menstruation pain are entitled
to two days paid leave per
cycle.
Article 186 (1): provides
criminal sanction for the
violation of article 93
Pasal 81: Pekerja/buruh perempuan
yang dalam masa haid merasakan sakit
dan memberitahukankepada
pengusaha, tidak wajib bekerja pada
hari pertama dan kedua pada waktu
haid.
Pasal 93 Upah yang dibayarkan
kepada pekerja/buruh yang tidak
masuk bekerjasebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c sebagai berikut
(2b): pekerja/buruh perempuan yang
sakit pada hari pertama dan kedua
masahaidnya sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan;
Pasal 93 (5): Pengaturan pelaksanaan
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2)ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerjabersama.
Pengaturan terperinci tentang pelaksanaan cuti
haid tidak diatur dalam UU ini, tapi akan diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau kesepakatan kerja bersama (KKB). Ini
menimbulkan praktek yang berbeda dalam hal
pelaksanaan UU ini dan tidak ada transparasi
dalam hal persyaratan hak cuti. Beberapa
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, tatau
KKB tidak mewajibkan adanya surat dokter.
Namun pada prakteknya, permepuan umumnya
hanya berhak memperoleh upah selama cuti
jika mereka menyediakan surat dokter. Di
samping itu, beberapa pengusaha bahkan
membayar upah tambahan 2 hari bagi
perempuan jika mereka tidak mengambil hak
cuti mereka.
Ketentuan ini dapat dianggap sangat protektif
terhadap perempuan – sehingga menimbulkan
diskriminasi di pasar tenagakerja.
Pasal 186 ayat (1)
Barang siapa melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2),
Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1),
dikenakan sanksi pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan paling lama
4 (empat) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah)
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Art 76 (3) and (4): Employers
who employ women workers
at night (11 pm to 7 am) are
required to provide their
female employees with
nutritious food, drinks and
roundtrip transportation to and
from work and to maintain
„decency, morality and
security‟ in the workplace
during these late hours
Article 187: provides criminal
sanctions for employers who
violate article 76: minimum 1
(one) month in prison and
maximum 12 (twelve) months
and/or minimum fine Rp
10.000.000 (ten million
Rupiah) and maximum Rp
100.000.000 (a hundred
Pasal 76: (3) Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00 wajib :
a. memberikan makanan dan minuman
bergizi; dan
b. menjaga kesusilaan dan keamanan
selama di tempat kerja.
(4) Pengusaha wajib menyediakan
angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan
yang berangkat dan pulang bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan
pukul 05.00.
Pasal 187: (1) Barang siapa melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (2),
Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1),
Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2),
Pasal 76, Pasal
78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat
Berdasarkan interview yang diadakan, beberapa
perusahaan memberi upah untuk cuti haid tapi
memaksa pekerja perempuan untuk tetap
bekerja. Perusahaan tidak menyediakan opsi
bagi pekerja untuk memperoleh cuti sewaktu
haid.
Ketentuan tentang tunjangan ini – makanan,
minuman dan transportasi – bagi perempuan
yang bekerja di malam hari mendukung
persepsi perempuan sebagai pihak yang lebih
lemah, rentan dan kurang mampu bila
dibandingkan laki-laki. Pada kenyataannya,
bekerja di malam hari tidak sehat bukan hanya
bagi perempuan karena anggapan salah bahwa
perempuan pada hakekatnya lebih lemah, tapi
juga bagi laki-laki karena faktor kelelahan dan
stres. Tunjangan ini juga dpaat dianggap
sebagai bentuk diskriminasi terhadap laki-laki.
Namun kita perlu secara tegas memiliki
ketentuan untuk mempertahankan kesopanan
dan keselamatan bagi keamanan pekerja
perempuan karena mereka sering dilecehkan di
tempat kerja.
Sayangnya, pasal-pasal terkait tidak
menyediakan definisi tentang kesopanan dan
moralitas serta merinci tentang cara
million Rupiah).
Manpower Act, Law No.13
of 2003
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
Art 76. Prohibition of work at
night (if advised by a doctor
that night work would be
detrimental to the woman‟s
health)
Verse 2: Entrepreneur is not
allowed to employ pregnant
worker which according to
doctor, could be detrimental
for her health and her fetus if
working from 11.pm – 07 am.
(2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144,
dikenakan
sanksi pidana kurungan paling singkat
1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua
belas)
bulan dan/atau denda paling sedikit Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan palingbanyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
menyediakan tempat kerja yang aman bagi
pekerja perempuan yang bekerja pada jam-jam
yang disebutkan.
Pasal 76(2): Pengusaha dilarang
mempekerjakan pekerja/buruh
perempuan hamil yang menurut
keterangan dokter berbahaya bagi
kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupundirinya apabila
bekerja antara pukul 23.00 sampai
dengan pukul 07.00.
Tindakan protektif untuk melindungi ibu dan
janin mereka dari kondisi kerja yang
merugikan. (ketentuan positif)/tindakan positif
Pasal 2: (1). Pengusaha yang
mempekerjakan pekerja/buruh
Keputusan ini menyediakan penjelasan yang
lebih spesifik dibandingkan UU
Di samping itu, jika ketentuan ini mengatur
tentang kewajiban pengusaha untuk
menyediakan fasilitas khusus bagi pekerja
perempuan, maka tidak tertutup kemungkinan
bahwa pengusaha akan membatasi peluang
pekerja perempuan untuk bekerja lembur di
malam hari. Mereka lebih suka memberi
lembur kepada pekerja laki-laki, karena UU ini
tidak mewajibkan mereka menyediakan fasilitas
untuk pekerja laki-laki. Untuk mencegahnya,
UU ini perlu juga meminta pengusaha untuk
menyediakan fasilitas bagi semua pekerja yang
bekerja pada jam-jam tersebut.
Article 187 provides sanction
for the violation of this article
76
Manpower Ministerial
Decree no 224 of 2003
Article 2: (1). Employer who
employ female worker/labor
Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor:
KEP. 224 /MEN/2003
Tentang Kewajiban
Pengusaha Yang
Mempekerjakan
Pekerja/Buruh Perempuan
Antara Pukul 23.00 Sampai
Dengan 07.00
between 11.00 pm until 07.00
am is obliged to :
a. provide nutritious food and
drinks;
b. maintain decency and
security in workplace.
(2). Employer is obliged to
provide shuttle transportation
for female worker/labor who
go to work and go back home
between 11.00 pm until 05.00
am.
Article 5:
Employer is obliged to
maintain security and decency
of female worker/labor as
mentioned in Article 2 point
(1) alphabet (b) by:
a. provide security officer in
workplace
b. provide decent
bathroom/toilet with sufficient
light and separated for female
and male worker/labor.
perempuan antara pukul 23.00 sampai
dengan
07.00 berkewajiban untuk :
a. memberikan makanan dan minuman
bergizi;
b. menjaga kesusilaan dan keamanan
selama di tempat kerja.
Ketenagakerjaan di atas. Pasal 5 menyediakan
sarana untuk mengaktualisasikan keamanan dan
kesopanan bagi pekerja perempuan; namun
keputusan ini tidak menyediakan definisi
tentang tempat kerja yang aman dan sopan bagi
pekerja perempuan. Masalah ini masih tetap
tidak jelas.
(2). Pengusaha wajib menyediakan
angkutan antar jemput bagi
pekerja/buruh perempuan
yangberangkat dan pulang bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan
05.00.
Peraturan ini terkait dengan keamanan dan
kesopanan dengan kamar mandi yang layak,
namun tidak memadai untuk mencakup semua
bentuk keamanan dan kesopanan
Pasal 5: Pengusaha wajib menjaga
keamanan dan kesusilaan
pekerja/buruh perempuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) huruf b dengan :
a. menyediakan petugas keamanan di
tempat kerja;
b. menyediakan kamar mandi/wc yang
layak dengan penerangan yang
memadai serta terpisah
antarapekerja/buruh perempuan dan
laki-laki.
Tidak semua perusahaan menyediakan kamar
mandi yang layak, keamanan di dalam
lingkungan pabrik, makanan, atau transportasi
antar jemput. Tidak ada sanksi bila tidak
menyediakan fasilitas-fasilitas ini.
Di samping itu, implikasi diskriminatif
terhadap pekerja laki-laki adalah sama seperti
yang disebutkan dalam UU Ketenagakerjaan.
Upah yang Adil
Law No. 1 of 1974 on
Marriage
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun
Article 31 (3) Husband is the
head of the family wife is a
housewife.
Pasal 31 (3) Suami adalah Kepala
Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Mempengaruhi penerimaan tunjangan keluarga
dari pengusaha. Perempuan yang sudah
menikah hanya dianggap sebagai „pencari
nafkah utama‟ jika mereka disahkan sebagai
janda, jika suamianya tidak mampu bekerja,
1974 Tentang Perkawinan
atau jika perempuan tersebut dapat
membuktikan bahwa penghasilannya lebih
tinggi dari suaminya dan status tersebut hanya
diberikan atas permintaan Dinas Tenagakerja
setempat.
Hal ini tampaknya menjadi dasar yang
fundamental untuk melihat perempuan hanya
sebagai pencari naftar kedua setelah suaminya
dalam rumah tangga, sehingga mempengaruhi
upah perempuan yang lebih rendah yang
diterima pekerja perempuan dan perbedaan
dalam pembebasan pajak
Law No 36 of 2008 on
Fourth Amendment to the
Law No 7 of 1983 on
Income Tax
Article 7 (1) personal
exemption per year is given at
least
a. Rp 15.840.000,-
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 Tentang Pajak
Penghasilan
b. Rp 1.320.000,- extra for
married taxpayer;
c. Rp 15.840.000,- for an
additional wife income if
combined with husband's
income as defined in Article 8
paragraph (1); and
d. Rp 1.320.000,- for each
additional member blood
relatives and relatives by
marriage in straight line as
well as adopted children, who
be borne entirely, at most 3
(Three) persons for each
family
Pasal 7: (1) Penghasilan Tidak Kena
Pajak per tahun diberikan
paling sedikit sebesar:
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta
delapan ratus
empat puluh ribu rupiah) untuk diri
Wajib Pajak
orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus
dua puluh
ribu rupiah) tambahan untuk Wajib
Pajak yang
kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta
delapan ratus
empat puluh ribu rupiah) tambahan
untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung
dengan
penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus
Laki-laki yang sudah menikah akan diberikan
pembebasan pajak pribadi tidak saja untuk diri
sendiri sebagai individu, tapi juga untuk istri
dan anak-anaknya, atau anggota keluarga lain
yang menjadi tanggungannya sesuai UU Pajak
Penghasilan, sedangkan perempuan, walaupun
mereka sudah menikah, secara otomatis hanya
diberi pembebasan pajak pribadi untuk dirinya
sendiri sebagai individu. Pekerja perempuan
yang sudah menikah dan suaminya tidak
bekerja dapat menyerahkan pernyataan tertulis
ke pemerintah setempat untuk meminta ia
diberi status kepala keluarga karena suaminya
tidak memperoleh penghasilan sehingga
statusnya dapat diubah dari singel menjadi
menikah dengan tanggungan. Dalam hal
pelaksanaan, banyak perusahaan tidak
menerimanya dan banyak perempuan tidak tahu
tentang peraturan ini atau enggan memohon
status ini ke pemerintah setempat.
dua puluh
ribu rupiah) tambahan untuk setiap
anggota
keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam
garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga.
Regulation of the Director
General of Taxes No. Per51/PJ/2008 on the
Registration Procedures for
Principal Tax Numbers for
Family Members
Peraturan Dirjen Pajak No.
PER - 51/PJ/2008 Tentang
Tata Cara Pendaftaran
Nomor Pokok Wajib Pajak
Bagi Anggota Keluarga
Article 2: Taxpayer is
domestic individual who can
register to get Taxpayer
Identification number for
family members are:
1. Family member
acknowledged by wage earner
including child who is not
categorized as adult, who has
income from any source and
any type of work
2. Married woman who:
(1). Run a business and/or
run an independent work;
and/or
(2). Does not run any
business or independent work
and has annual income which
beyond non-taxable income;
without any prenuptial
agreement to split assets, and
does not wish for an
Pasal 2: Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri yang dapat mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP bagi
anggota keluarga adalah :
1. Anggota keluarga yang diakui oleh
Penanggung Biaya Hidup, termasuk
anak yang belum dewasa serta
memiliki penghasilan dari mana pun
sumber penghasilannya dan apa pun
sifat pekerjaannya.
2. Wanita kawin yang:
1. menjalankan usaha dan/atau
melakukan pekerjaan bebas; dan/atau
2. tidak menjalankan usaha atau tidak
melakukan pekerjaan bebas dan
memiliki penghasilan sampai dengan
suatu bulan yang disetahunkan telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak,
dan tidak terikat perjanjian pisah harta,
serta tidak menghendaki untuk
menjalankan hak dan kewajiban
Peraturan ini menyediakan opsi bagi
perempuan menikah untuk mengajukan laporan
pajak mereka bersama suami atau secara
terpisah. Dengan menggabungkan laporan
pajak sebagai satu keluarga, pekerja perempuan
dapat memperoleh pemotongan upah yang lebih
rendah daripada mengisi laporan pajak secara
terpisah.
Namun pada prakteknya, perusahaan tidak
memahami peraturan ini sehingga
menempatkan pekerja perempuan sebagai wajib
pajak orang pribadi. Akibatnya pekerja
perempuan menerima pemotongan upah yang
lebih tinggi.
Government Regulation
No.8 of 1981 on Wage
Protection
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1981 Tentang
Perlindungan Upah
independent tax rights and
obligation.
perpajakannya sendiri.
Article 3: Employers shall not
discriminate between female
and male workers in
determining the rates of
remuneration for the same
work. All company
regulations, work agreements
or collective agreements
should be established in
accordance with this principle
within each individual
enterprise.
Pasal 3: Pengusaha dalam menetapkan
upah tidak boleh mengadakan
diskriminasi antara buruh laki-laki dan
buruh wanita untuk
pekerjaan yang sama nilainya.
Mencakup pengusaha di sektor swasta.
Pasal 5: Jika buruh tidak masuk
bekerja karena hal-hal sebagaimana
dimaksud dibawah ini, dengan
ketentuan sebagai
berikut : (1.b.6) Istri melahirkan anak,
dibayar untuk selama 1 (satu) hari.
Walaupun pasal 31 memberi sanksi kriminal,
namun hal ini sudah tidak berlaku lagi karena
sanksi itu sendiri adalah pelaksanaan UU No.
14 tahun 1969 yang telah dicabut melalui UU
No. 13 tahun 2003.
Article 5: Entrepreneur must
provide wages if: (1.b.6) the
laborer‟s wife is giving birth;
paid for one (1) day.
Pasal 31: Pengusaha yang melanggar
ketentuan Pasal 3, Pasal 5 ayat (1),
Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan
Pasal 8 dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 3
(tiga) bulan atau denda setinggitingginya Rp.100.000,- (seratus ribu
rupiah).
Article 31 provides criminal
sanction for the violations of
article 3, maximum 3 months
in prison or maximum fine of
Rp 100.000 ( a hundred
thousand Rupiah).
Law No. 80 of 1957 to ratify
ILO Convention no 100
Article 1: For the purpose of
this Convention--
Undang-Undang No. 80
Tahun 1957 Tentang
Pengupahan Bagi Laki-Laki
dan wanita Untuk Pekerjaan
Yang Sama Nilainya
(a) the term remuneration
includes the ordinary, basic or
minimum wage or salary and
any additional emoluments
whatsoever payable directly or
Pasal 1: Untuk maksud Konvensi
ini :
a. Istilah 'pengupahan" meliputi
upah atau gaji biasa, pokok atau
minimum dan pendapatanpendapatan tambahan apapun juga,
yang harus dibayar secara langsung
Pasal 5 memberi perlindungan bagi suami yang
istrinya melahirkan untuk tetap memperoleh
upah walaupun mereka tidak masuk kerja.
Meskipun demikian, ketentuan Peraturan
Pemerintah, selama belum diganti UU No. 13
tahun 2003 masih tetap berlaku, termasuk pasal
3.
UU ini mengatur tentang jumlah penghasilan
yang sama dalam segala bentuk untuk pekerja
laki-laki dan perempuan. Dalam
pelaksanaannya, pekerja laki-laki menerima
tunjangan keluarga dan kesehatan sementara
pekerja perempuan tidak menerima tunjangan
keluarga apa-apa. Tidak ada sanksi karena
menurut UU pernikahan dan pemahaman
indirectly, whether in cash or
in kind, by the employer to the
worker and arising out of the
worker's employment;
(b) The term equal
remuneration for men and
women workers for work of
equal value refers to rates of
remuneration established
without discrimination based
on sex.
atau tidak, maupun secara tunai atau
dengan barang oleh pengusaha
kepada buruh berhubung dengan
pekerjaan buruh.
b. Istilah 'pengupahan yang sama
bagi buruh laki-laki dan wanita
untuk pekerjaan yang sama nilainya'
merujuk kepada nilai pengupahan
yang diadakan tanpa diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin.
pengusaha, pekerja perempuan bukan kepala
keluarga, sehingga tunjangan keluarga tidak
dibutuhkan, walaupun pada faktanya banyak
pekerja perempuan adalah pencari nafkah
tunggal dalam keluarga mereka.
Walaupun Indonesia sudah meratifikasi
Konvensi ILO no. 100, namun penerapan UU
internasional secara langsung di tingkat
nasional tampaknya agak berarti dua atau
ambiguous. Sebagai contoh, walaupun
Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO No
87 tentang Kebebasan Berserikat, namun
Konvensi jarang digunakan oleh para hakim
sebagai sumber UU saat mengambil keputusan
terkait kasus-kasus perburuhan.
Ada perdebatan yang berkepanjangan di
kalangan pakar Indonesia tentang bagaimana
pernjanjian internasional perlu diterapkan
dalam UU nasional – yaitu apakah Indonesia
memiliki sistem monis atau dualis terkait status
konvensi-konvensi internasional yang telah
diratifikasi Indonesia.
Law no 11 of 2005 to ratify
International Covenant on
Economic, Social and
Cultural Rights
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun
2005 Tentang Pengesahan
International Covenant on
Economic, Social, and
Cultural Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-
Article 7: The States Parties to
the present Covenant
recognize the right of everyone
to the enjoyment of just and
favorable conditions of work
which ensure, in particular: (a)
Remuneration which provides
all workers, as a minimum,
with:
(i) Fair wages and equal
Pasal 7: Negara Pihak pada Kovenan
ini mengakui hak setiap orang untuk
menikmati kondisi-kondisi kerja yang
adil dan
menguntungkan, dan menjamin
khususnya:
(a) Imbalan yang memberikan semua
pekerja, sekurang-kurangnya dengan:
(i) Upah yang adil dan imbalan yang
sama untuk pekerjaan yang senilai
tanpa pembedaan apapun,
khususnya kepada perempuan yang
UU ini mendukung UU Ketenagakerjaan dan
UU Nasional yang mengatur tentang upah dan
pekerja hamil.
Meskipun demikian, ada perdebatan perdebatan
yang berkepanjangan di kalangan pakar
Indonesia tentang bagaimana pernjanjian
internasional perlu diterapkan dalam UU
nasional – yaitu apakah Indonesia memiliki
sistem monis atau dualis terkait status
konvensi-konvensi internasional yang telah
Hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya)
remuneration for work of
equal value without distinction
of any kind, in
particular women being
guaranteed conditions of work
not inferior to those enjoyed
by men, with
equal pay for equal work;
Article 10: (2) Special
protection should be accorded
to mothers during a reasonable
period before and after
childbirth.
During such period working
mothers should be accorded
paid leave or leave with
adequate social security
benefits.
dijamin kondisi kerja yang tidak lebih
rendah daripada yang
dinikmati laki-laki dengan upah yang
sama untuk pekerjaan yang sama.
(ii) Kehidupan yang layak bagi mereka
dan keluarga mereka, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan
Kovenan ini;
Article 282 (1) „Any person
who either disseminates,
openly demonstrates or puts up
a writing of which he knows
the content or a portrait of
object known to him to be
offensive against decency, or
produces, imports, conveys in
transit, exports or has in store,
or openly or by dissemination
of a writing, unrequested
offers or indicates that said
writing, portrait or object is
Pasal 282 (1) Barang siapa
menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan,
gambaran atau benda yang telah
diketahui isinya melanggar kesusilaan,
atau barang siapa dengan maksud
untuk disiarkan, dipertunjukkan atau
ditempelkan di muka umum,
membikin tulisan, gambaran atau
benda tersebut, memasukkannya ke
dalam negeri, meneruskannya,
mengeluarkannya dari negeri, atau
memiliki persediaan, ataupun barang
diratifikasi Indonesia.
Pasal 10 (2) Perlindungan khusus
harus diberikan kepada para ibu
selama jangka waktu yang wajar
sebelum dansesudah melahirkan.
Selama jangka waktu itu para ibu yang
bekerja harus diberikan cuti dengan
gaji ataucuti dengan jaminan sosial
yang memadai.
Pelecehan Seksual
Criminal Code
Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
Tanggungjawab pidana atas tindakan fisik
perkosaan, penyerangan, hal-hal yang dapat
dianggap sebagai pelecehan seksual di tempat
kerja. Namun ketentuan pidana tidak mengatur
secara memadai segala jenis tindakan yang
dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Dan
ketentuan ini juga tidak menerapkan kewajiban
positif pengusaha untuk mencegah atau
merespon bentuk-bentuk pelecehan seksual di
tempat kerja.
Oleh karena itu, tidak ada UU yang mengatur
tentang pelecehan seksual di tempat kerja
procurable, in order that it be
disseminated, openly
demonstrate or put up, shall be
punished ...‟
Articles 285 and 289„Any
person who by using force or
threat of force forces a woman
to have sexual intercourse
outside of marriage, shall,
being guilty of rape…‟, and
that „Any person who by using
force or threat of force forces
someone to commit or tolerate
obscene acts, shall, being
guilty of factual assault of the
chastity…‟
Article 294 (2) [1]: superior
who conduct obscene acts with
his/her inferior … will be
punished with the same
criminal sanction up to seven
years in prison to regulate
obscene act.
Ministerial Circular Letter
No. SE.03/MEN/IV/2011
(15th April 2011, issued by
the Ministry of Manpower
and Transmigration
Surat Edaran Menteri Tenaga
Issuance of Guidelines on
Sexual Harassment at Work
siapa secara terang-terangan atau
dengan mengedarkan surat tanpa
diminta, menawarkannya atau
menunjukkannya sebagai bisa
diperoleh, diancam dengan pidana ...
Pasal 285: Barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang wanita bersetubuh
dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan
dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
karena Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
ini tidak mencakup semua bentuk pelecehana
seksual di tempat kerja.
UU khusus tentang pelecehan seksual termasuk
definisi lengkapnya, sanksi, dan kewajiban
pengusaha untuk mencegah dan merespon
tindak pelecehan seksual masih dibutuhkan.
Pasal 289:Barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa seorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul, diancam karena melakukan
perbuatan yang menyerang
kehormatan kesusilaan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 294 (2) [1]: pejabat yang
melakukan perbuatan cabul dengan
orang yang karena jabatan adalah
bawahannya, atau dengan orang yang
penjagaannya dipercayakan atau
diserahkan kepadanya,
Panduan Pencegahan dan Penanganan
Pelecehan Seksual di Tempat Kerja.
Panduan sukarela untuk pengusaha agar dapat
mencegah dan mengatasi masalah pelecehan
seksual di tempat kerja. Panduan ini tidak dapat
diterapkan secara legal.
Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor:
SE.03/MEN/IV/2011Tentang
Pedoman Pencegahan
Pelecehan Seksual Di
Tempat Kerja
Law No.23 of 2004, on
Domestic Violence
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah
Tangga
Article 1(1). The Law defines
domestic violence as „any act
against anyone, particularly
women, bringing about
physical, sexual, psychological
misery or suffering, and/or
negligence of household
including threat to commit act,
forcing, or seizure of
freedom…‟
Article 9 (2):
[1] Everybody is not allowed
to neglect individuals in
his/her household which
according to the applied law to
him/her due to agreement or
approval, he/she must provide
livelihood, nurturing, or to
those individuals.
[2] Negligence mentioned in
verse 1 is also applied to
everyone who impact
economical dependence by
limiting and/or prohibiting
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
2. Kekerasan dalam Rumah Tangga
adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum
dalam
lingkup rumah tangga.
Pasal 9 (2):
(1) Setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup
rumah
tangganya, padahal menurut hukum
yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan,
atau pemeliharaan kepada orang
tersebut.
(2) Penelantaran sebagaimana
Pasal 1: Pasal ini tidak mencakup konteks
ketenagakerjaan/publik. Hanya perlindungan
terhadap bentuk-bentuk pelanggaran dalam
lingkup rumah tangga.
Pasal 9 memberikan jaminan bagi semua orang
termasuk perempuan untuk memperoleh
pekerjaan atas pilihannya sendiri. Sehingga UU
ini menjamin kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan yang adil.
having a decent work in or out
of the house so that the victim
is in control of the perpetrator.
dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi
setiap
orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara
membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di
luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut.
Keanggotaan dalam Serikat Pekerja
Law No. 21 of 2000 on
Trade Union
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun
2000 Tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
Article 12: Trade Union,
Federation, Confederation
must be open to accept
membership without
discriminating based on
political view, religion, race,
and sex.
Pasal 12 Serikat Pekerja/Serikat
Buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh harus terbuka
untuk menerima anggota tanpa
membedakan aliran politik, agama,
suku bangsa dan jenis kelamin.
UU ini menyediakan kesempatan yang sama
bagi setiap orang untuk bergabung dalam
serikat pekerja.
Kesetaraan Peluang dalam Pendidikan
Law No. 20 of 2003 on
Education
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Law No 1 of 1974 on
Marriage
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan
Article 5 (1): Every citizen has
the same right to obtain good
quality of education.
Pasal 5 (1) Setiap warga negara
Ditekankan pada peluang yang adil untuk
mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan bagi anak laki-laki dan
memperoleh pendidikan yang bermutu. anak perempuan sehingga setelah mencapai
usia produktif mereka memiliki kesempatan
yang sama untuk memperoleh pekerjaan layak.
Article 7: marriage is only
allowed if the groom has
reached 19 years old and the
bride has reached 16 years old.
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya
diizinkan bila pria pria mencapai umur
19 (sembilan belas) tahun dan pihak
wanita sudah mencapai usia 16 (enam
belas) tahun.
Walaupun UU ini secara jelas menyebutkan
usia minimum untuk perempuan menikah,
namun pernikahan di kalangan anak-anak
Law no 23 of 2002 on Child
Protection
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan
Anak
Article 1: Child is one who has
not reached 18 years old
including fetus still in womb.
Article 26 (c): parents have the
obligation and responsibility to
prevent child marriage.
Pasal 1: Dalam undang-undang ini
yang dimaksud dengan :
1. Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yangmasih dalam
kandungan.
Pasal 26 Orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk :
masih banyak terjadi di Indonesia,
dikarenakan inkonsistensi antara ketentuan
dalam UU pernikahan dengan ketentuan
pernikahan berdasarkan agama. Perempuan
di bawah usia 16 tahun yang menikah
biasanya berhenti sekolah akibat dampak
langsungnya sehingga menghambat
kemampuan mereka untuk memperoleh
pekerjaan layak setelah mereka mencapai
usia produktif.
c. mencegah terjadinya perkawinan
pada usia anak-anak.
Better enforcement of the law needed
Pekerja Rumahan
Ada tiga jenis pekerja rumahan - 1) pekerja rumahan dalam sistem putting out system (POS) yang bekerja di rumah mereka, pekerjaan
ini diperoleh dari pengusaha atau, dalam sebagian besar kasus, pengusaha langsung atau melalui perantara; 2) pekerja rumahan yang
bertindak sebagai perantara, mempekerjakan pekerja rumahan yang lain dan mempekerjakan diri mereka sendiri dalam jenis pekerjaan
serupa; dan 3) pekerja yang berwiraswasta dan bekerja sendiri dalam memproduksi barang-barang sesuai desain mereka sendiri,
memiliki hak penuh atas produksi mereka dan memasarkan produk mereka sendiri.
UU Ketenagakerjaan dengan peraturannya tentang pekerja kontrak borongan dapat dianggap mampu memberi perlindungan bagi
pekerja rumahan dalam kategori (1) dan (2) di atas, karena memenuhi semua kriteria „pekerja‟ dan „hubungan kerja‟ sesuai UU ini
(walaupun pada prakteknya ada beberapa pelanggaran yang signifikan).
Law
Provision (English)
Indonesian
Manpower Act Law
no 13 of 2003
Article 1:
Pasal 1
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau
imbalan
dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badanbadan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
(2) Manpower is everyone who is
able to do work, to produce good
and/or service to provide private or
society‟s need.
(3) Worker/labor is everyone who
works while receiving wages or
remuneration in other form.
(4) Employer is an individual,
entrepreneur, legal body or other
institution which hire worker by
paying wages or remuneration in
other forms.
(5) Entrepreneur is :
a. individual, alliances, or legal
corporation which runs its
company;
b. individual, alliances, or legal
corporation which independently
runs other person‟s company;
c. individual, alliances, or legal
corporation which is located in
Indonesia, representing a company
as mentioned in letter a and b which
is located outside Indonesia
5. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
(6) A company is:
a. every legal or non-legal business
owned by state or private
6. Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan
hukum atau tidak, milik orang
perseorangan,
individual, alliances, or legal
corporation,which employs
worker/labor by paying wages or
other remuneration in other form ;
b. social enterprises and other
enterprises which have executive
board and employ other people by
paying wages or remuneration in
other form.
(14) Working agreement is
agreement between entrepreneur or
employer which consists of
working conditions, rights, and
obligations of related parties.
(15) Working relation is relation
between entrepreneurs and the
workers/laborers, based on working
contract that spells out items of
work, wage and order
(27) Noon is the time of 06.00 am –
06.oo pm.
(30) Wages is the right of
worker/labor which is received and
stated in the form of money as
rewards from enterpreneuer or
employer to worker/labor which is
paid according to a working
milik persekutuan, atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara
yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
15. Hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang
mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.
27. Siang hari adalah waktu antara pukul
06.00 sampai dengan pukul 18.00.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan
perundang undangan, termasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
agreement, or regulations in the
law, including benefits for
worker/labor and his/her family for
a work and/or service which has
been or will be done.
atau akan dilakukan.
Pasal 51:
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis
atau lisan.
Article 51:
(1) Work agreement may be a
written agreement or a verbal
agreement
Law No. 2/2004
regarding Industrial
Relation DisputeSolution
Pasal 1:
6. Entrepreneur is :
a. individual, alliances, or legal
corporation which runs its
company;
b. individual, alliances, or legal
corporation which independently
runs other person‟s company;
c. individual, alliances, or legal
corporation which is located in
Indonesia, representing a company
as mentioned in letter a and b which
is located outside Indonesia
7. A company is:
a. every legal or non-legal business
owned by state or private
individual, alliances, or legal
corporation,which employs
worker/labor by paying wages or
other remuneration in other form ;
b. social enterprises and other
enterprises which have executive
Pasal 1:
6. Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau
badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
7. Perusahaan adalah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan
hukum atau tidak, milik orang
perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
board and employ other people by
paying wages or remuneration in
other form.
Law No. 21 of 2000
on Trade Union
Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun
2000 Tentang
Serikat
Pekerja/Serikat
Buruh
Law no 3/ 1992 on
Social Security of
Manpower
Undang-Undang
Republik Indonesia
No 3 Tahun 1992
lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakanorang lain dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain.
7. Entrepreneur is :
7. Pengusaha adalah :
a. individual, alliances, or legal
a. orang perseorangan, persekutuan, atau
corporation which runs its
badan hukum yang menjalankan suatu
company;
perusahaan milik sendiri;
b. individual, alliances, or legal
b. orang perseorangan, persekutuan, atau
corporation which independently
badan hukum yang secara berdiri sendiri
runs other person‟s company;
menjalankan perusahaan
c. individual, alliances, or legal
bukan miliknya;
corporation which is located in
c. orang perseorangan, persekutuan, atau
Indonesia, representing a company
badan hukum yang berada di Indonesia
as mentioned in letter a and b which mewakili perusahaan
is located outside Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b
yang berkedudukan di luar wilayah
8. A company is every legal or non- Indonesia;
legal business owned by state or
private individual, alliances, or
8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha
legal corporation,which employs
yang berbadan hukum atau tidak, milik
worker/labor by paying wages or
orang perseorangan,
remuneration in other form
persekutuan, atau badan hukum, baik milik
swasta rnaupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/ buruh
dengan memberi upah atau imbalan dalam
bentuk lain;
7. Entrepreneur is :
3. Pengusaha adalah:
a. individual, alliances, or legal
a. orang, persekutuan atau badan hukum
corporation which runs its
yang menjalankan suatu perusahaan milik
company;
sendiri;
b. individual, alliances, or legal
b. orang, persekutuan atau badan hukum
corporation which independently
yang secara berdiri sendiri menjalankan
runs other person‟s company;
perusahaan bukan miliknya;
tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
c. individual, alliances, or legal
corporation which is located in
Indonesia, representing a company
as mentioned in letter a and b which
is located outside Indonesia
8. A company is every legal or nonlegal business owned by state or
private individual, alliances, or
legal corporation,which employs
worker/labor by paying wages or
other remuneration in other form
Book of Rule of
Civil Law
Kitab UndangUndang Hukum
Perdata
Article 1601c: When a workcontract-agreement is followed with
other agreement in which there is
with a time gap in between or if
during the time of the drafting
work-contract-agreement both
parties clearly meant to materialize
further a number of agreements,
such that all work-contractagreement all together is considered
as one work agreement, thus, the
one that applies is stipulation
regarding all of those agreements
similarly applied to each
agreement. However if in that case
the first agreement is put forth as an
experiment, this agreement is
considered to remain intact as a
work contract agreement.
c. orang, persekutuan atau badan hukum
yang berada di Indonesia, mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b yang berkedudukan di
luar wilayah Indonesia.
4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan
usaha yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan tujuan mencari untung atau tidak,
baik milik swasta maupun milik negara.
Pasal 1601c: Jika pemborongan kerja
diikuti dengan beberapa persetujuan sejenis
itu, meskipun tiap kali
dengan suatu selang waktu, atau jika pada
waktu persetujuan dibuat, ternyata maksud
kedua
belah pihak membuat beberapa persetujuan
secara demikian ialah supaya
pemboronganpemboronganitu dapat
dipandang sebagai suatu perjanjian kerja,
maka peraturan-peraturan mengenai
perjanjian kerja harus berlaku bagi semua
persetujuan ini, baik bagi semua
persetujuan itu secara serempak maupun
bagi masing-masing persetujuan secara
sendirisendiri, kecuali ketentuan-ketentuan
dalam Bagian 6 pada bab ini.
Akan tetapi bila dalam hal demikian
persetujuan yang pertama hanya diadakan
untuk percobaan saja, maka persetujuan
demikian harus dianggap mengandung sifat
pemborongan kerja dan segala ketentuan
dalam Bab 6 itu berlaku baginya.
Ministerial
Regulation No. Per.
01/MEN/1999 on
Minimum Wages
Peraturan Menteri
Tenaga Kerja
Republik Indonesia
tentang Upah
Minimum
Law No.1 of 1970
on Safety at Work
Undang-Undang
Republik Indonesia
No.1 Tahun 1970
tentang Keselamatan
Kerja
Law no 3 year 1992
on Social Security
Article 15:
(1) For workers with contract
system or based on piece work
which is conducted in 1 (one)
month or more, the average
wages is at least the amount of
minimum wages applied in the
related company
Pasal 15:
(1). Bagi pekerja dengan sistim kerja
borongan atau berdasarkan satuan hasil
yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih,
upah rata-rata sebulan serendahrendahnya
sebesar Upah Minimum di perusahaan yang
bersangkutan.
Article 1(1) “workplace” means a
physical place where every room or
field, close or open, movable or
stationary, where workers work, or
is frequently entered by a worker
for business and where there is a
sources of danger, including all
rooms, fields, lawns and
surrounding areas that constitutes
parts of, or are connected with the
place of work.
From the above definition, a
workplace does not only include
physical places where work is
performed during the eight working
hours per day, such as office or
factory. Workplace also includes all
locations where employmentrelated business is conducted as a
result of employment
responsibilities or employment
relationship.
Article 3:
(2) Every worker has the right of
Pasal 1(1) “tempat kerja" ialah tiap ruangan
atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja
bekerja, atau sering dimasuki tempat kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal
2 ; termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan
sekelilingnya yang merupakan bagianbagian atau berhubung dengan tempat kerja
tersebut
Pasal 3:
(2) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan
for Workers
Undang-Undang no
3 Tahun 1992
tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
Ministerial Decree
No 150/MEN/1999
on Social Security
Providence for
Daily, Contract
Labor and Labor
with Certain
Duration of Working
Agreement.
Keputusan Menteri
Tenaga Kerja
Republik Indonesia
150/MEN/1999
TAHUN 1999
Tentang
Penyelenggaraan
Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja
Bagi Tenaga Kerja
Harian Lepas,
Borongan, dan
Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu
social security allowances
Article 4:
(2) Workers Social Security
Program for workers who do work
outside working relations will be
regulated further under a
Government Regulation.
Article 2:
(1) Every entrepreneur who employ
daily paid labor, contract labor,
and labor with certain duration
of working agreement must
register his/her workers for
social security program to the
Social Security Administrator.
sosial tenaga keerja
Pasal 4:
(2) Program jaminan sosial tenaga kerja
bagi tenaga kerja yang melakukan
pekerjaan di luar hubungan kerja diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 2
(1) Setiap pengusaha yang mempekerjakan
tenaga kerja harian lepas, borongan dan
perjanjian kerja waktu tertentu wajib
mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam
program jaminan sosial tenaga kerja kepada
Badan Penyelenggara.
Tidak adanya hukum
Pekerja Rumah Tangga
Mayoritas Pekerja Rumah Tangga adalah perempuan. Meskipun menurut definisi pekerja dan majikan di Undang-Undang
Ketenagakerjaan, pekerja rumah tangga berpotensi dapat dimasukkan dalam lingkup Undang-Undang ini, namun Undang-Undang
tersebut telah ditafsirkan untuk tidak menyertakan Pekerja Rumah Tangga .
Law
Provision (English)
Indonesian
Manpower Act
Law no 13 of 2003
Article 1:
Pasal 1
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau
imbalan
dalam bentuk lain.
4. Pemberi kerja adalah orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badanbadan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
Undang-Undang
Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun
2003 Tentang
Ketenagakerjaan
(2) Manpower is everyone who is
able to do work, to produce good
and/or service to provide private or
society‟s need.
(3) Worker/labor is everyone who
works while receiving wages or
remuneration in other form.
(4) Employer is an individual,
entrepreneur, legal body or other
institution which hire worker by
paying wages or remuneration in
other forms.
(14) Working agreement is
agreement between entrepreneur or
employer which consists of
working conditions, rights, and
obligations of related parties.
14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau
pemberi kerja yang memuat syarat syarat
kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
(27) Noon is the time of 06.00 am –
27. Siang hari adalah waktu antara pukul
06.oo pm.
06.00 sampai dengan pukul 18.00.
(30) Wages is the right of
worker/labor which is received and
stated in the form of money as
rewards from enterpreneuer or
employer to worker/labor which is
paid according to a working
agreement, or regulations in the
law, including benefits for
worker/labor and his/her family for
a work and/or service which has
been or will be done.
30. Upah adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan
perundang undangan, termasuk tunjangan
bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah
atau akan dilakukan.
Ketimpangan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan:









Tidak ada undang-undang yang khusus mengatur pelarangan pelecehan seksual di tempat
kerja.
Terdapat kontradiksi dalam undang-undang mengenai renumerasi (upah), walaupun upah
yang setara sudah ditetapkan dalam beberapa undang-undang, namun dalam undangundang lainnya, seperti hukum perkawinan, peraturan pajak memberikan kontribusi
terhadap perlakuan yang berbeda berdasarkan jenis kelamin. Dalam pelaksanaannya,
masih ada ketidaksetaraan upah bagi pekerja perempuan.
Di dalam UU Ketenagakerjaan, tidak ada sanksi yang jelas bagi pengusaha yang tidak
memberikan upah yang setara untuk pekerjaan dengan nilai yang sama, Undang-undang
tersebut hanya memberikan sanksi administratif untuk hal-hal umum yang berkaitan
dengan kesempatan dan hak pekerja
Pada praktiknya, Konvensi ILO atau konvensi internasional lainnya yang telah
diratifikasi seringkali tidak dianggap sebagai salah satu sumber hukum oleh sistem
hukum di Indonesia.
Tidak ada sanksi yang jelas terhadap pengusaha/pelaku usaha yang melanggar peraturan
tentang Menyusui.
Pekerja Rumah Tangga (industri yang didominasi oleh pekerja perempuan) saat ini
ditafsirkan sebagai kelompok yang dikecualikan dari ruang lingkup Undang-Undang
Ketenagakerjaan - bahkan meskipun tidak ada pengecualian eksplisit dan ketentuanketentuan yang terdapat dalam UU Ketenagakerjaan dapat ditafsirkan sebagai ketentuan
yang melindungi kelompok pekerja ini.
Tidak ada referensi eksplisit mengenai bentuk-bentuk diskriminasi langsung maupun
tidak langsung dalam UU Ketenagakerjaan.
Tidak ada peraturan atau kebijakan tindakan khusus yang memadai untuk mendorong
pekerjaan bagi perempuan, khususnya pada sektor-sektor dan jabatan yang tidak
tradisional.
Partisipasi dalam skema asuransi bersalin masih berbentuk sukarela saja.
Masalah-masalah lain dengan kerangka kerja hukum saat ini


Kurangnya pelaksanaan hukum bagi Pekerja Rumahan (homeworkers). Mekanisme yang
lebih besar diperlukan bagi penegakan hukum hak-hak pekerja rumahan untuk
memastikan adanya kepatuhan pengusaha/pelaku usaha.
Biaya untuk mempekerjakan perempuan bisa lebih tinggi atau lebih rendah daripada
biaya mempekerjakan laki-laki tergantung pada sudut pandang perusahaan. Dalam
perusahaan yang mencoba untuk mematuhi hukum, biaya yang lebih tinggi terkait dengan
mempekerjakan perempuan (sebagai akibat dari perlindungan kehamilan, peraturan
menyusui, tunjangan tambahan untuk pekerjaan di malam hari, cuti haid) menciptakan
faktor penghambat (disinsentif) bagi pengusaha untuk mempekerjakan perempuan dalam
kontrak tetap karena keseluruhan biaya tersebut adalah tanggungjawab dari
pengusaha/pelaku usaha yang harus dipenuhi. Namun demikian, di sektor-sektor tertentu
seperti di industri garmen, dengan mayoritas pekerja perempuan, pengusaha memberikan
intimidasi yang kuat terhadap pekerja perempuan, membuat pekerja perempuan enggan
untuk menuntut hak-haknya, sehingga hal ini mengakibatkan biaya yang lebih rendah
bagi pengusaha untuk mempekerjakan perempuan. Akibatnya, beberapa pelanggaran


1
seperti upah rendah, pekerja alihdaya (outsourcing) atau kontrak, dan pemenuhan hakhak reproduksi yang sangat minim diterapkan dalam sektor ini.
Kenyataannya adalah bahwa sebagian besar perempuan tidak akan dibayar selama
mereka cuti (bahkan jikapun mereka menerima cuti-cuti ini) apabila mereka tidak dapat
menunjukkan Surat Nikah atau membuktikan bahwa pernikahan mereka telah resmi
terdaftar dengan majikan mereka. Persyaratan seperti ini otomatis mencegah banyak
perempuan (hanya 30% dari pasangan menikah di Indonesia memiliki Surat Nikah) untuk
memperoleh akses terhadap hak-hak mereka dalam pekerjaan1
Kurangnya Cuti Kelahiran Bagi Ayah/Paternity Leave (hanya beberapa hari
saja)2menghambat terwujudnya kesetaraan substantif bagi perempuan karena
menekankan peran tunggal wanita untuk mengurus anak-anak dan dapat berdampak pada
keseluruhan persepsi bahwa adanya biaya yang lebih tinggi terkait dengan
mempekerjakan pekerja perempuan
CEDAW Working Group Initiative, Independent Report of Non-Government Organizations
Concerning the Implementation of the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against
Women (CEDAW) di Indonesia (Jakarta) 2007, para 119.
2
UU Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, pasal 94(e).
Download