7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Efektivitas Kerja 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Efektivitas Kerja
2.1.1 Pengertian efektivitas kerja
Efektivitas kerja merupakan suatu keadaan tercapainya tujuan yang
diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan. Adapun pengertian efektivitas menurut para ahli
diantaranya sebagai berikut. menurut Siagian (2007:24) efektivitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang
secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas
jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin
mendekati sasaran berarti makin tinggi efektivitasnya. Apabila dicermati bahwa
efektivitas kerja pada suatu organisasi baik swasta maupun pemerintah maka
sasarannya tertuju pada proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan kegiatan
yang dilakukan oleh para pegawai itu sendiri. kegiatan yang dimaksud adalah
usaha yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi organisasi
tersebut. Istilah efektif (effektive) dan (efficien) merupakan istilah yang saling
berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Pada prinsipnya efektivitas individu para anggotanya didalam melaksanakan tugas
sesuai dengan kedudukan dan peran mereka masing-masing dalam organisasi
tersebut.
7
8
Sehubungan dengan hal tersebut para ahli mengemukakan definisi tentang
efektivitas sebagai berikut, menurut Umar (2003:121) efektivitas merupakan
harapan yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai.
Sedangkan menurut Hadyaningrat (1989:38) efektivitas adalah kemampuan
seseorang atau sekelompok orang yang sedang melaksanakan aktivitas untuk
mendapatkan atau melahirkan hasil dari kegiatan itu. Disamping itu Schermerhon
(1998:5), mengatakan bahwa efektivitas kerja merupakan suatu ukuran tentang
pencapaian suatu tugas dan tujuan.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan
dapat dilaksanakan secara tepat, efektif, dan efisien apabila pekerjaan tersebut
dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan, maka jelas
bahwa sesungguhnya efektivitas kerja tidak lain adalah seorang atau beberapa
orang khususnya pegawai dalam satu unit organisasi atau perusahaan untuk dapat
melaksanakan tujuan yang dicapai dalam suatu sistem yang ditentukan dengan
suatu pandangan untuk memenuhi kebutuhan sistem itu sendiri. Berdasarkan
pendapat-pendapat diatas juga, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah
kemampuan seseorang atau beberapa orang yang terdapat dalam suatu kelompok
ataupun organisasi untuk dapat melahirkan suatu kegunaan atau manfaat dari apa
yang dikerjakan. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka efektivitas yang
dimaksud adalah kemampuan pemimpin dan pegawai pada kantor Camat Telaga
Biru Kabupaten Gorontalo dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan
dengan menggunakan manfaat sumber daya dan potensi yang tersedia di kantor.
9
Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic assumption
tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai
pernyataan sebagai berikut:
1. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau system kontraktual,
kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang;
2. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja sebagai sumber
nafkah merupakan anggapan dasar masyarakat umumnya;
3. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan hobi atau
sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure, sampai pada SDM yang
workaholic;
4. Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi berkaitan dengan status
sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktural misalnya, jauh lebih
diidamkan ketimbang jabatan fungsional;
5. Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan peran, cita-cita
atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik
jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi;
6. Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan bakat. Dan
sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja;
7. Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus, tanpa
pamrih;
8. Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan dengan kerja;
9. Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan
di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan
10
nama Tuhan dan bukan kepada manusia. Oleh karena itu orang bekerja
penuh antusias;
10. Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan
perbuatan
dosa,
kesalahan,
pelanggaran
dan
kejahatan.
(Gering
supriadi,dkk., 2006: 6)
Pengertian atau definisi dari kerja adalah semua aktivitas yang secara
sengaja dan berguna dilakukan manusia untuk menjamin kelangsungan hidupnya,
baik sebagai individu maupun sebagai umat keseluruhan. Studi ergonomi
berkaitan dengan kerja manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengevaluasi dan
merancang kembali tata cara
kerja yang harus diaplikasikan agar dapat
memberikan peningkatan efektifitas dan efesiensi. Selain juga kenyamanan
ataupun keamanan bagi pekerjanya dalam melakukan suatu pekerjaan.
2.1.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas kerja
Sutarto dalam Tangkilisan (2002:60), mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi efektivitas adalah faktor internal dan eksternal dapat
digambarkan pada skema teori berikut:
Faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas
Faktor Internal
Faktor Ekternal
(Gambar 2.1, Sutarto dalam Tangkilisan, 2002:60)
11
1. Faktor internal.
Faktor internal ini meliputi sebagai keseluruhan faktor yang ada dan
berkaitan dengan organisasi itu sendiri terdapat sekelompok orang yang
melakukan aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, faktor-faktor itu
saling mempengaruhi lebih jauh diuraikan pula bahwa terdapat azas-azas penting
dalam faktor internal sebagai berikut: (a) Departemenisasi, kegiatan menyusun
satuan-satuan organisasi, (b) Fleksibilitas, keadaan dimana struktur organisasi
mudah diubah untuk disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan yang datangnya
dari lingkungan organisasi, (c) Rentangan kontrol, terbanyak satuan bawahan
langsung yang dapat dipimpin dengan baik oleh atasan, (d) Berkelangsungan,
kondisi organisasi untuk memberikan dukungan dengan berbagai sumber daya
yang dimilki agar aktivitas organisasi berjalan terus, (e) kepemimpinan, (leading)
yaitu proses pemerintah dan mempengaruhi agar kegiatan atau pekerjaan yang
saling terkait
dapat
diarahkan
untuk
mencapai
tujuan
organisasi,
(f)
keseimbangan, satuan-satuan organisasi ditempatkan pada struktur organisasi
sesuai dengan perannya.
2. Faktor eksternal.
Faktor eksternal mencakup suatu jaringan hubungan-hubungan pertukaran
dengan sejumlah organisasi dan melibatkan diri dengan transaksi-transaksi dengan
tujuan untuk memperoleh dukungan, mengatasi hambatan, melakukan pertukaran
sumber daya, menata lingkungan organisasi yang konduktif dan proses
transformasi nilai inovasi maupun norma sosial yang ada.
12
Jones (dalam Tangkilisan, 2002:64), mengemukakan tiga faktor yang
mempengaruhi efektivitas organisasi maupun norma-norma sosial yang ada yaitu:
(a) lingkungan organisasi, dimana organisasi beroperasi selalu berhadapan
dengan sistem yang tidak menentu bagi yang meliputi dukungan pelanggan,
pemasok bahan-bahan maupun tantangan dari pelaku yang lain, (b) lingkungan
teknologi, dimana organisasi dapat bertahan jika mampu memberikan pelayanan
dan produk yang sebaik-baiknya dan untuk mencapai hal itu maka dibutuhkan
penyesuaian yang tepat guna, (c) proses organisasi, dimana organisasi akan
mampu berkembang bila menerapkan strategi yang tepat untuk keluar dari suatu
krisis yang dialaminya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa faktor internal yang
terdiri dari indikator kepemimpinan (Leader) berpengaruh terhadap efektivitas
kerja. Adapun empat faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja, seperti yang
dikemukakan oleh Steers (1985:8), sebagai berikut:
1. Karakteristik Organisasi, adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti
susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur
merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan
sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari
suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan
tingkah laku yang berorientasi pada tugas.
2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah
lingkungan eksteren yaitu lingkungan yang berada diluar batas organisasi dan
sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan
13
dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan interen yaitu yang
dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan
dalam organisasi.
3. Karakteristik Pekerja, merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
efektivitas. Didalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan,
akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan
keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu
dan tujuan organisasi. Pekerja merupakan modal utama di dalam organisasi
yang akan berpengaruh besar terhadap efektivitas, karena walaupun tehnologi
yang digunakan merupakan teknologi yang canggih dan didukung oleh adanya
struktur yang baik, namun tanpa adanya pekerja maka semua itu tidak ada
gunanya.
4. Karakteristik Manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang
dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang didalam organisasi sehingga
efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan
manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.
Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategi, pencarian dan
pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses
komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi
terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
Dengan makin rumitnya proses teknologi dan perkembangannya
lingkungan maka peranan manajemen dalam hal ini kepemimpinan dalam
14
mengkoordinasi orang sangatlah perlu guna meningkatkan efektivitas kerja
organisasi.
2.2
Kepemimpinan
2.2.1
Pengertian Kepemimpinan.
Konsep pemimpin berasal dari kata asing “leader” dan kepemimpinan
“leadership”. Hasibuan (2006:43) mengatakan bahwa pemimpin adalah seorang
dengan
wewenang
kepemimpinannya
mengarahkan
bawahannya
untuk
mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuannya. Sedangkan
menurut davis and Filley (dalam Hasibuan 2006:43) pemimpin adalah seseoarang
yang menduduki suatu posisi manajemen atau seseorang yang melakukan suatu
pekerjaan memimpin. Menurut Hasibuan (2006:43) “Kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan
bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi”. Secara
sempit pengertian kepemimpinan menurut Kartono (2005:5) mengandung arti
pemerintah, memegang kekuasaan, seorang pemimpin yang dapat mengatur atau
mengatur segala sesuatu yang berhubungan organisasi atau instansi yang
dipimpinnya demi tercapainya suatu tujuan tertentu. Kemudian Freeman dan
Taylor (dalam Sutarto 1998:13) memberikan pengertian kepemimpinan yakni
“leadership is the ability to create group action toward and organizational
objective with maximum effectiveness and cooperation from each individual”
(kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompok
mencapai tujuan organisasi dengan efektivitas maksimum dan kerja sama dari
tiap-tiap individu).
15
Berdasarkan beberapa defenisi di atas menurut Rivai (2010:7), maka ada
empat teori pendekatan yang tercakup di dalam kepemimpinan (Leadership) :
1.
Pendekatan berdasarkan sifat-sifat kepribadian, sosial, fisik atau intelektual
yang membedakan pemimpin atau bukan pemimpin. Kepemimpinan itu
dibawa sejak lahir atau merupakan bakat bawaan. Misalnya ditemukan enam
macam sifat yang membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin yaitu
ambisi dan energi, keinginan untuk memimpin, kejujuran dan integritas, rasa
percaya diri, intelegensi, dan pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan.
2.
Kepemimpinan berdasarkan pendekatan tingkah laku yaitu tertentu yang
membedakan antara pemimpin dan bukan pemimpin. Maka yang melahirkan
pemimpin bisa dengan mendesain sebuah program khusus.
3.
Kepemimpinan berdasarkan pendekatan kemungkinan atau situasional bukan
berdasarkan pada sifat atau tingkah laku seorang pemimpin akan tetapi
efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh situasi tertentu, demikian pula
pada situasi yang lain memerlukan gaya kepemimpinan yang lain pula,
4.
Kepemimpinan pendekatan kembali kepada sifat atau ciri dari suatu
perspektif yang berbeda yaitu melainkan didasarkan pada kemampuan
seorang pemimpin dibandingkan dengan orang lain.
Selanjutnya, menurut Kartono (2005:7) agar terjadi ketertiban dalam
kegiatan organisasi, maka perlu ada pengaturan mengenai pembagian tugas, cara
kerja dan hubungan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain, serta
pribadi satu dengan yang lain. Maka kegiatan pengaturan dalam organisasi itulah
16
yang disebut administrasi, yang perlu dikendalikan atau dipimpin oleh seorang
administrator atau pemimpin.
Dari berbagai defenisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan antara pemimpin dan pimpinan. Adapun perbedaan keduanya adalah
pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi orang lain
dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan pimpinan adalah orang yang
menduduki jabatan dalam suatu organisasi atau birokrasi. Kemudian peneliti dapat
menyimpulkan
bahwa
pada
intinya
kepemimpinan
ialah
suatu
proses
mempengaruhi orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2.2 Fungsi Kepemimpinan.
Fungsi seorang pemimpin tidak hanya terbatas pada koordinasi tetapi
mencakup segala bidang atau aspek yang ada didalam satu wadah. Apabila
pemimpin ini dapat menjalankan tanggung jawab yang besar dan motivasi para
bawahan, maka pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin yang berhasil dalam
menghimpun suatu wadah. Adapun peran pemimpin tersebut yaitu seorang
pemimpin bisa menjadi komunikator, mediator, dan integrator dalam organisasi
yang dipimpinnya. Gambaran umum yang dihubungkan dengan fungsi pemimpin
sebagai komunikator yakni suatu proses pemeliharaan hubungan yang baik
kedalam maupun keluar oleh seorang pemimpin melalui komunikasi baik lisan
maupun tulisan. Dikemukakan oleh Rivai (2010:34), fungsi kepemimpinan selalu
berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau
organisasi dengan interaksi antar individu didalam aktifitasnya masing-masing
oleh seorang pimpinan.
17
Siagian (2007:47) mengemukakan lima fungsi kepemimpinan yaitu :
1. Pemimpin sebagai penentu arah, yaitu sebagai penentu arah yang hendak
ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya sedemikian rupa sehingga
mengoptimalkan pemanfaatan segala sarana dan prasarana yang tersedia.
2. Pemimpin sebagai wakil atau juru bicara, yaitu pemimpin merupakan puncak
organisasi menjadi wakil dan juru bicara resmi organisasi dalam hubungan
dengan berbagai pihak di luar organisasi.
3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif, yaitu suatu proses pemeliharaan
hubungan yang baik ke dalam maupun keluar oleh seorang pimpinan melalui
komunikasi baik lisan maupun tertulis.
4. Pemimpin sebagai mediator yang handal, yaitu seorang pimpinan yang
berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan situasi konflik yang
mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi pentingnya situasi
konflik dalam hubungan keluar yang dihadapi dan diatasi.
5. Pemimpin sebagai integrator yang aktif, yaitu kepemimpinan berfungsi
sebagai penyatu dari berbagai individu dan kelompok yang berbeda pola pikir
dan cara bertindak yang berkotak-kotak menuju pada tujuan bersama.
Kepemimpinan yang efektif akan terwujud apabila dijalankan sesuai
dengan fungsinya, adapun fungsi kepemimpinan menurut Nawawi (2006:75) ini
adalah :
1. Fungsi Instruktif adalah fungsi yang bersifat komunikasi satu arah. Dengan
fungsi ini seorang pemimpin berperan sebagai pengambil keputusan dan
memberikan perintah kepada bawahannya.
18
2. Fungsi konsultatif, dalam fungsi seorang pimpinan diharapkan mampu
mengarahkan
dan
memberikan
kesempatan
kepada
pegawai
untuk
menyampaikan saran dan pendapat agar apa yang diperintahkan dapat
dijalankan dengan baik.
3. Fungsi Partisipasi, dalam fungsi seorang pimpinan dapat memberikan
motivasi atau semangat kerja bagi para bawahannya.
4. Fungsi Delegasi adalah seorang pemimpin hendaknya dapat memberikan
pelimpahan wewenang/memberikan kepercayaan kepada bawahannya yang
dianggap mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, agar dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
5. Fungsi Pengendalian adalah seorang pemimpin yang mampu mengatur
aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif.
Sedangkan Rivai (2010:96), memberikan beberapa contoh tentang fungsi
kepemimpinan, yaitu:
1.
Menciptakan visi dan rasa komunitas
2.
Membantu mengembangkan komitmen dari pada sekedar memenuhinya
3.
Menginspirasi kepercayaan, mengintegrasikan pandangan berlainan
4.
Membantu pembicaraan yang cakap melalui dialog
5.
Membantu menggunakan pengaruh mereka
6.
Memfasilitasi
7.
Memberi semangat pada yang lain
8.
Menopang tim dan,
9.
Bertindak sebagai model
19
Pada hakekatnya seorang pemimpin harus terlibat dalam pembuatan
keputusan-keputusan karena pada dasarnya sikap pegawai mempunyai pendapat
yang berbeda-beda dan karakter yang berbeda pula. Pembuatan keputusan ini
menjadikan keputusan-keputusan organisasi yang dibuat secara signifikan dan
berhubungan yang dipergunakan secara penuh untuk memikirkan sistem
pembuatan strategi organisasinya. Seorang pemimpin sebagai pengelola dapat
mengarahkan, membina, mempengaruhi, dan dapat bekerja sama, antar sesama
agar tujuan organisasi dapat terwujud.
Suatu organisasi tentunya memiliki seorang pemimpin dan pegawai yang
bertugas mengelola pekerjaan dalam organisasi tersebut secara bersama untuk
mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama.
Menurut Ghijeli dan Stokdil (Dalam Sutarto 1998:39) dapat dikatakan berprestasi
kepemimpinannya
apabila
memiliki
sifat-sifat
Intelegence
(kecerdasan),
Supervisory ability (Kemampuan mengawasi), Inisiative (inisiatif), Self assurance
(Perlindungan diri atau ketegangan) dan individuality (Kepribadian).
Salah satu faktor penentu keberhasilan pemimpin tergantung pada faktor
pendekatan terhadap karyawan yang dipimpinnya. Dalam hal ini, Klekamp dan
Geding (dalam Sutarto 1998:26) berpendapat bahwa pendekatan kepemimpinan
dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
1. Teori kepemimpinan awal yang mencakup teori pendekatan turun-temurun,
pendekatan sifat fisik dan pendekatan latihan.
2. Teori kepemimpinan sifat.
3. Teori kepemimpinan situasional.
20
4. Teori kepemimpinan kontingensi, dan
5. Teori kepemimpinan Path-Goal.
Sedangkan Bernard (dalam Siswanto 2006:154) berpendapat bahwa
kepemimpinan memiliki dua aspek yang penting yaitu: (pertama) adalah
kelebihan individual tehnik kepemimpinan. Seseorang yang memiliki kondisi
fisik yang baik, memiliki keterampilan yang tinggi, menguasai teknologi,
memiliki ikatan yang baik serta imajinasi yang baik, serta imajinasi yang
meyakinkan akan mampu memimpin bawahan. (kedua) adalah keunggulan
pribadi dalam hal ketegasan, keuletan, kesadaran, dan keberhasilan.
Dari beberapa pendapat di atas, peneliti dapat memberikan kesimpulan
bahwa fungsi kepemimpinan merupakan proses atau rangkaian mengikuti secara
sistematis dengan tingkah laku bawahan dengan pimpinannya yaitu kegiatan
penggerakan, membimbing secara perorangan maupun bersama-sama. Seluruh
kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran
dan tingkah laku orang lain kearah pencapaian suatu tujuan. Oleh karena itu,
fungsi kepemimpinan juga merupakan proses interaksi komunikasi dengan
petunjuk yang jelas antar seorang (pemimpin) dengan kelompok orang lain yang
menyebabkan seseorang itu dapat berbuat sesuatu dengan kehendak pemimpin.
2.2.3 Tipe-tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif dan efesien akan terwujud apabila dijalankan
berdasarkan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan. Seorang pemimpin harus
berusaha menjadi bagian dari situasi kelompok atau organisasi yang dipimpinnya.
Dalam mewujudkan tujuan dan fungsi kepemimpinan secara internal maka akan
21
berlangsung suatu aktifitas kepemimpinan dan aktifitas tersebut akan dipilah-pilah
maka akan terlihat secara jelas kepemimpinan dengan pola masing-masing.
Pemimpin sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai karakter yang berbeda-beda
dapat menentukan jalannya sendiri. Organisasi yang dipimpinnya dapat
digolongkan dalam berbagai tipe atau bentuk yang dikemukakan oleh beberapa
pendapat dari para ahli sebagai berikut :
a. Tipe Otoritas (Autocrat)
Menurut Siagian (2007:159) otokrat berasal dari perkataan 0utus (sendiri)
dan kratos (kekuasaan) jadi otokrat berarti penguasaan obsolut. Kepemimpinan
otoritas berdasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak yang harus
dipatuhi. Dimana setiap perintah dan kebijakan yang ditetapkan tanpa
berkonsultasi dengan bawahannya harus dilakukan.
Seorang pemimpin yang autokratik adalah seorang yang sangat egois,
egoisme yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikan kenyataan yang
sebenarnya sehingga sesuai dengan keinginannya apa yang secara subjektif
diinterprestasikan sebagai kenyataan. Seorang pemimpin yang autikritis akan
menerjemahkan disiplin yang tinggi yang di tunjukan oleh para bawahannya
sebagai perwujudan kesetiaan para bawahannya. Egoisnya yang sangat besar
dapat menimbulkan persepsi bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan
pribadinya, dan oleh karena itu, organisasi diperlukannya sebagai alat untuk
mencapai tujuan pribadinya.
Menurut Terry (dalam Siswanto 2006:158) pemimpin yang bertipe otoriter
biasanya bekerja secara sungguh-sungguh, teliti dan cermat. Dimana pemimpin
22
bekerja menurut peraturan kebijakan yang berlaku, meskipun sedikit kaku dan
segala intrusinya harus dipatuhi oleh para bawahan. Para bawahan tidak berhak
untuk mengomentari apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin karena
pemimpin menganggap bahwa dialah yang bertindak sebagai pengemudi yang
akan bertanggung jawab atas segala kompleksitas organisasi.
Berdasarkan nilai-nilai demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan
menujukan berbagai sikap yang menonjolkan “kekuasaan” antara lain:
1. Kencenderungan dalam memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat
lain dalam organisasi atau instansi lain.
2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksana tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan.
3. Pengabaian peran bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Efektivitas kepemimpinan yang otokritis dengan kekuasaan untuk
mengambil tindakan yang funitif. Biasanya, kekuasaan mengambil tindakan yang
funitif tidak lagi dimiliki oleh pemimpin yang otokratis, maka ketaatan para
bawahan segera mengendor dan kerja disiplin kerjapun segera merosot.
b. Tipe Peternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang peternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan itu
pada umumnya terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan
sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layaknya dijadikan sebagai tempat
bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
23
Ditinjau dari segi nilai organisasi yang dianut biasanya seorang pemimpin
yang peternalistik mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang peternalistik kepentingan bersama dan
perlakuan terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan
berusaha untuk memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi
seadil dan serata mungkin.
c. Tipe Kharismatik
Menurut Kartono (2005:155) tipe pemimpin kharismatik ini memiliki
kekuatan energi daya tarik yang bisa untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga ia
mempunyai pengikut yang besar jumlahnya.
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang di
kagumi oleh orang banyak pengikut tersebut tidak selalu menjelaskan secara
kongkrit mengapa tipe pemimpin yang kharismatik sangat dikagumi. Orang
cenderung mengatakan bahwa orang-orang tertentu yang memiliki “kekuatan
ajaib” dan menjadikan orang-orang tertentu di pandang sebagai pemimpin
kharismatik. Dalam anggota organisasi atau instansi yang di pimpin oleh orang
kharismatik, tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap perilaku dan gaya
yang digunakan oleh pemimpin yang kharismatik mengunakan otokratik para
bawahan tetap mengikuti dan tetap setia pada seorang pemimpin yang
kharismatik.
d. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Kepemimpinan demokratis
24
menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasihat dan sugesti
bawahan. Seorang pemimpin yang berdemokratis dihormati dan disegani bukan
ditakuti karena perilaku pemimpin demokratis dalam kehidupan organisasional
mendorong pada bawahannya menumbuh kembangkan daya inovasi dan
kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh pemimpin demokratis mendengarkan
pendapat, saran bahkan kritik dari orang lain, terutama dari bawahannya.
Tipe kepemimpinan demokratis merupakan faktor manusia sebagai faktor
utama yang terpenting dalam setiap kelompok atau organisasi. Tipe demokrasi ini
lebih menunjukan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat serta
perilaku menunjukan dan mengembangkan organisasi atau kelompok. Seorang
pemimpin mengikut sertakan seluruh anggota kelompok dalam mengambil
keputusan. Pemimpin perusahaan yang bersifat demikian akan selalu menghargai
pendapat atau kreasi bawahannya. Pemimpin memberikan sebagian para
bawahannya turut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program yang akan
dicapai.
e. Tipe Militeristis
Dalam Kartono (2005:155) banyak mengunakan sistem perintah, sistem
komando dari atasan ke bawahan yang sifatnya keras, sangat otoriter dan
menghendaki bawahan agar selalu patuh. Tipe ini sifatnya kemiliteran, hanya
gaya warnanya yang mencontoh gaya kemiliteran tetapi dilihat lebih seksama tipe
ini mirip dengan tipe otoriter.
25
2.3
Perilaku Pemimpin
Dalam hubungannya perilaku pemimpin ini hal yang biasanya dilakukan
olehnya terhadap bawahannya atau pengikutnya yakni perilaku mengarahkan dan
perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh
mana seoarang pemimpin melibatkan komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan
dalam satu komunikasi satu ini antara lain menetapkan peranan yang seharusnya
dilakukan pengikut memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya
dikerjakan dimana melakukan hal tersebut.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seoarang pemimpin melibatkan
diri dalam komunikasi dua arah misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan
dorongan memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam
pengambilan keputusan. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua
proses yang terpisah dan berbeda.
Adapun perilaku pemimpin menurut Nawawi (2006:103) ialah:
1. Pengambilan keputusan (Decision making)
Perilaku kepemimpinan ini menunjukan ciri sebagai berikut:
a. Merencanakan, memecakan masalah
b. Berkonsultasi dan mendelegasikan
2. Mempengaruhi orang lain
a. Memberi imbalan
b. Memotivasi dan memberikan inspirasi
3. Membangun hubungan
a. Membentuk jaringan, membangun tim
26
b. Membangun dan membimbing
4. Memberi dan mencari informasi
a. Menginformasikan
b. Menjelaskan memonitor
Kemudian
Hersey
dan
Blanchard
(dalam
Thoha,
2005:66-68)
mengemukakan perilaku gaya dasar kepemimpinan dalam pengambilan
keputusan, antara lain:
1. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk
sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah.
Pemimpin memberikan batasan peranan pengikutnya dan memberitahu mereka
tentang apa, bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas.
Inisiatif pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan
oleh pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan
pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh pemimpin.
2. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk
sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih
banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan
keputusan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan komunikasi dua arah
dan perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut
tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka.
Meskipun dukungan ditingkatkan, pengendalian atas pengambilan keputusan
tetap pada pemimpin.
27
3. Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk
sebagai partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan dipegang secara bergantian. Dengan ini, pemimpin
dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan
pemimpin adalah secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan
masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut.
Hal ini sudah sewajarnya karena pengikut memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas.
4. Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk
sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama
dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah
yang kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan
kepada bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk
memutuskan tentang bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin
memberikan kesempatan yang luas bagi bawahan melaksanakan pertunjukan
mereka sendiri karena mereka memiliki kemampuan dan keyakinan untuk
memikul tanggung jawab dalam pengarahan perilaku mereka sendiri.
2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Dalam melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
menurut Stoner dalam (Djatmiko, 2002:54) sebagai berikut:
28
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal
ini
mencakup
nilai-nilai,
latar
belakang
dan
pengalamannya
akan
mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2. Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa
gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya
pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6. Harapan dan perilaku rekan.
Faktor–faktor yang mempengaruhi kepemimpinan camat yaitu :
1. Kemampuan adalah kemampuan pribadi dari pemimpin serta mampu
melakukan terobosan yang bersifat kreatif dan inovatif
2. Motivasi dalam bekerja adalah dorongan atau daya perangsang untuk
melakukan sesuatu atau tindakan dalam bekerja untuk mencapai tujuan dalam
hubungan pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada pemimpin.
3. Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar organisasi yang
mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
4. Pengalaman kerja adalah keterampilan yang diperoleh melalui kegiatan kerja
yang diukur dari lamanya seseorang bekerja pada suatu bidang tertentu.
(Repository.unhas. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi”.Html).
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan
pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat
29
menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan. oleh sebab itu, suatu tujuan
akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi
yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar
belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi,
kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan
manusiawi.
2.5 Alat Ukur Efektifitas Kerja
Menurut Yazid (2009:49), dalam melihat efektivitas kerja seseorang
pimpinan perlu memperhatikan:
1. Kualitas kerja yang meliputi ketelitian, ketepatan, keterampilan dan
kebersihan.
2. Kuantitas kerja yang meliputi jumlah output, baik output rutin maupun
output ekstra.
3. Ketepatan waktu, apakah dalam pekerjaan itu telah sesuai dengan waktu
standart yang telah ditentukan lebih cepat atau malah lebih lambat.
4. Sasaran, bahwa apa yang telah dikerjakan telah sesuai dengan sasaran.
Teori yang dikemukan oleh yazid tersebut dapat dibuatkan kerangka piker
dalam bentuk skema berikut:
Efektivitas Kerja
Kualitas kerja
Kuantitas kerja
Ketepatan waktu
(Gambar, 2.2 Alat Ukur Efektifitas Kerja, Yazid 2009:49)
Sasaran
30
Adapun
menurut
Steers
(1985:192)
meliputi
unsur
kemampuan
menyesuaikan diri prestasi kerja dan kepuasan kerja :
1. Kemampuan menyesuaikan diri
Kemampuan manusia terbatas dalam sagala hal, sehingga dengan
keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai pemenuhan
kebutuhannya tanpa melalui kerjasama dengan orang lain. Hal ini sesuai pendapat
Ricard M. Steers yang menyatakan bahwa kunci keberhasilan organisasi adalah
kerjasama dalam pencapaian tujuan. Setiap organisasi yang masuk dalam
organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang yang bekerja
didalamnya maupun dengan pekerjaan dalam organisasi tersebut. Jika
kemampuan menyesuaikan diri tersebut dapat berjalan maka tujuan organisasi
dapat tercapai.
2. Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu (Hasibuan, 2006:94). Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan kecakapan, pengalaman,
kesungguhan waktu yang dimiliki oleh pegawai maka tugas yang diberikan dapat
dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya.
3. Kepuasan kerja.
Tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranan atau
pekerjaannya dalam organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka
31
mendapat imbalan yang setimpal, dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan
dan organisasi tempat mereka berada.
Keragaman pendapat di atas dikemukakan berdasarkan cara pandang dan
latarbelakang
penelitian
masing-masing
ahli.
Namun
pada
prinsipnya
menunjukkan bahwa dalam melakukan aktifitasnya, manusia sebenarnya
digerakkan atau didorong oleh sesuatu motif atau kepentingan yang bersumber
dari adanya kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi. Dengan adanya
kebutuhan itu, menimbulkan niat untuk memenuhinya, sehingga mendorong
seseorang untuk beraktifitas yang pada gilirannya menimbulkan keinginan serta
semangat yang kuat untuk bekerja dan berusaha dalam proses pemenuhannya.
Jika aktifitasnya dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia akan berperilaku atau
bersikap mendukung secara ikhlas dan berupaya untuk merealisasikannya.
Sebaliknya, jika sesuatu keinginan tersebut berlawanan atau dipandang tidak
menyentuh keinginan seseorang, maka akan berperilaku acuh atau masa bodoh,
meninggalkan bahkan berupaya menghalanginya.
Download