Waria - Repository Universitas Gunadarma

advertisement
Judul
: Agresivitas Kaum Male To Female Transseksual (Waria)
Nama/ NPM : Meta Damariyanti/ 10503111
Pembimbing : Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, MPsi
ABSTRAKSI
Gangguan identitas gender, biasanya dikenal juga dengan istilah transeksualisme adalah
kesadaran mental yang dimiliki seseorang tentang jenis kelaminnya, tentang apakah dirinya
laki-laki atau perempuan dimana identitas gender yang dimiliki oleh seorang transeksual ini
berlawanan dengan jenis kelamin yang “dikenakan” kepadanya berdasarkan genital fisiknya.
Male to female transeksual atau yang dikenal dengan istilah waria yaitu transeksual laki-laki ke
perempuan, memiliki tubuh laki-laki dan jiwa perempuan. Sampai saat ini kehadiran kaum
waria disekeliling kita masih belum sepenuhnya diterima. Tak jarang mereka diperlakukan
seperti manusia ajaib yang patut ditertawakan, diolok – olok, atau bentuk – bentuk penolakan
lainnya. Pada kenyataannya penolakan dan sikap anti pati dari masyarakat tersebutlah yang
selama ini dapat memicu perilaku agresivitas kaum waria.
Dari pemaparan diatas, maka timbul pertanyaan mengenai faktor-faktor apa saja yang
dapat menyebabkan seseorang menjadi waria, bagaimana gambaran agresivitas subjek, faktor –
faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya agresivitas dan bagaimana proses
perkembangan agresivitas pada subjek .
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi waria, bagaimana gambaran agresivitas subjek, faktor – faktor
apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya agresivitas dan bagaimana proses perkembangan
agresivitas pada subjek .
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena metode kualitatif
sesuai untuk digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi kehidupan
seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya sehari-hari, dengan menggunakan
metode kualitatif juga diperoleh pemahaman yang mendalam tentang berbagai gejala-gejala
sosial yang terjadi di dalam masyarakat.
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah waria berusia 21 - 40 tahun,
memiliki pekerjaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua orang subjek
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode wawancara
dan observasi dengan subjek dan significant others. Dalam proses wawancara ini, untuk
membantu proses pengumpulan data maka peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara,
pedoman observasi dan alat perekam.
Setelah dilakukannya penelitian pada subjek 1 dan significant other dan subjek 2 beserta
significant othernya maka didapat hasil bahwa kedua subjek tersebut memilki faktor-faktor
penyebab seseorang menjadi waria yang meliputi faktor biologis dan psikososial. Selain itu
kedua subjek juga memiliki faktor-faktor yang dapat menyebabkan agresi seperti faktor biologis,
faktor situasional, faktor lingkungan, faktor sosial, dan faktor psikologis namun pada proses
perkembangan agresi yang terdiri dari pemodelan dan pembelajaran, hanya proses pemodelan
yang dimiliki oleh kedua subjek tidak dengan proses pembelajaran. Kedua subjek juga memiliki
perilaku agresivitas. Walaupun setiap subjek memiliki bentuk-bentuk perilaku agresivitasnya
tersendiri. Agresivitas tersebut terdiri dari agresi fisik aktif langsung, agresi fisik aktif tidak
langsung, agresi fisik pasif langsung, agresi fisik pasif tidak langsung, agresi verbal aktif
langsung, verbal aktif tidak langsung, agresi verbal pasif langsung, dan agresi verbal pasif tidak
langsung
Kata kunci : Agresivitas, Kaum Male to Female Transeksual (waria)
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan perkotaan atau masyarakat urban
Di kalangan masyarakat saat ini
belakangan ini berkembang dengan pesat.
fenomena transeksual (waria) dapat dijumpai
Bukan hanya soal gaya hidup, tatanan nilai
di setiap sudut kota, mereka berbaur dengan
dan norma – norma kehidupan pun mulai
masyarakat setempat. Banyak masyarakat
bergeser dan berkembang untuk sebagian
yang menerima kehadiran mereka meskipun
masyarakat.
kaum transeksual masih dianggap sebagai
kecenderungan menerima perkembangan dan
suatu gangguan, tetapi tidak sedikit pula yang
perubahan itu. Namun sebagian lagi menolak
menolak kehadiran mereka.
karena mengikuti tatanan norma, dan etika
Suatu
masyarakat
moral (Anonim, 2005).
memiliki
Menurut
diagnosis
medis
yang menggambarkan identifikasi psikologis
2003)
dalam otak seseorang sebagai perempuan
transseksualisme adalah salah satu bentuk
atau laki-laki. Menurut Kaplan, Sadock, &
gender dysphoria (kebingungan gender).
Grebb (dalam Fausiah & Widuri, 2003)
Gender dysphoria adalah sebuah term general
identitas jenis kelamin (gender identity)
bagi mereka yang mengalami kebingungan
adalah
atau
gender–
mencerminkan perasaan dalam (inner sense)
dysphoria
diri seseorang sebagai laki – laki atau wanita.
sebuah
Identitas jenis kelamin didasarkan pada sikap,
konvensional
(dalam
Yash,
ketidaknyamanan
kelahiran
mereka.
disebabkan
tentang
Gender
oleh
adanya
keadaan
perkembangan khusus dari hubungan antara
pola
sekse dan gender seseorang. Untuk dapat
ditentukan
memahami
berhubungan
terlebih
perkembangan
dahulu
untuk
ini
penting
memahami
arti
sekse/jenis kelamin dan gender.
perilaku,
psikologis
dan
secara
atribut
kultural
dengan
yang
lain
yang
yang
biasa
maskulinitas
dan
feminitas. Sedangkan peran gender adalah
cara hidup dalam masyarakat dan bagaimana
Sekse merujuk kepada sekse anatomis
berinteraksi dengan orang lain berdasarkan
seseorang atau dengan kata lain tipe genital
identitas gender mereka yang dipelajari dari
apa yang dimiliki. Dengan kata lain sekse
lingkungannya (Iswandi, dkk., 2005).
mewakili penampakan internal genitalia, dan
Menurut Kaplan, Sadock, & Grebb
terdapatnya gonad (ovarium atau testis) yang
(dalam Fausiah & Widuri, 2003) gangguan
menentukan fungsi reproduktif.
identitas gender biasa dikenal dengan istilah
Gender lebih sulit dan kompleks
untuk
dipersepsikan
atau
digambarkan.
transeksual, memiliki perasaan yang menetap
dalam
diri
seseorang
tentang
Gender yakni pengenalan/kesadaran pada diri
ketidaknyamanan memiliki jenis kelamin
seseorang, yang juga diharapkan oleh orang
(biologis) mereka, dan peran gender yang
lain, seperti yang sesuai dengan kategori
tidak sesuai dengan jenis kelamin tersebut.
sosial:
anak
laki-laki/pria
atau
anak
Lebih sederhana, seorang transseksual
perempuan/wanita. Gender terdiri dari dua
adalah sebuah “mind” yang secara fisik
aspek yaitu identitas gender dan peran gender
terperangkap dalam tubuh dengan jenis
(Yash, 2003).
kelamin
Identitas gender merupakan persepsi internal
tersebut atau transseksual berarti memiliki
dan pengalaman seseorang tentang gendernya
tubuh yang salah terhadap gender yang
berkebalikkan
dengan
“mind”
dimiliki. Terdapat dua macam transseksual,
persisten
yakni transseksual perempuan ke laki-laki
Seperti anak laki – laki yang tidak menyukai
(female-to-male transsexual), memiliki tubuh
alat genitalnya, dan perilakunya tidak sesuai
perempuan
dan
dengan anak laki – laki lainnya. Contohnya
transseksual laki-laki ke perempuan (male-to-
mereka mulai mengenakan pakaian ibunya
female transsexual), memiliki tubuh laki-laki
dan
dan mind perempuan (Yash, 2003). Pada
(Wilson, Leary & Nathan, 1992).
dan
mind
laki-laki,
istilah sehari-hari mereka inilah yang sering
sewaktu
memainkan
Bukti-bukti
mereka
masih
permainan
tentang
kecil.
perempuan
keberadaan
disebut sebagai “waria”, “wadam”, “banci”,
fenomena transseksualisme dapat ditemukan
“bencong”, ataupun istilah semacam itu.
dan tercatat selama berabad-abad dalam
Terdapat penelitian bahwa gangguan identitas
berbagai kebudayaan dunia. Dalam mitologi
gender enam kali lebih banyak terjadi pada
Yunani pengaruh transseksual didramatisasi
laki-laki dibandingkan perempuan (Zucker,
dalam penciptaan sosok seorang Dewi, Venus
Bradley & Sanikhani, dalam Davison &
Castina, sebagai Dewi yang merespon dengan
Neale, 2001)
simpati dan pengertian terhadap adanya
Beberapa kaum transeksual khususnya
perasaan mendalam pada seseorang yang
merasakan
adalah
merasa memiliki jiwa wanita yang terpenjara
seseorang yang memiliki jenis kelamin
dalam tubuh laki-laki. Menurut sejarah,
(wanita) yang berlawanan dengan jenis
fenomena transseksual juga ditemukan pada
kelaminnya (pria) sejak masa kanak – kanak.
kekaisaran Romawi dan Eropa. Sejarah
Fakta dari anatomi tubuh, jenis kelamin serta
Prancis
karakteristik seks sekunder seperti janggut,
transseksual ini. Studi-studi antropologis juga
tidak dapat menguatkan di dalam dirinya
menunjukan adanya fenomena perilaku dan
bahwa mereka adalah pria. Kaum transeksual
identitas cross-gender. Hal ini diantaranya
pria dapat melihat dirinya di cermin sebagai
ditemukan diantara sejumlah suku Indian
pria secara biologis, tetapi meyakinkan
Amerika Utara, yakni pada kebudayaan suku
dirinya sebagai wanita (Davison & Neale,
Indian Yuma, suku Indian Cocopa, Mohave
2001)
dan Navaho. Selain itu ditemukan juga
pria
atau
bahwa
yang
biasa
mereka
disebut
oleh
juga
mencatat
adanya
figure
masyarakat sebagai waria.
fenomena semacam ini di Madagaskar,
Gangguan identitas gender pada laki – laki
Tahiti, Brazil dan di Uganda, Afrika Timur.
diawali oleh kecemasan yang terjadi secara
Sir James Frazer dalam tulisannya The
Golden Bough menemukan fenomena ini di
mensukseskan
Borneo (Kalimantan), Sea Dyak dan di Bugis,
mengadakan berbagai perlombaan, selain
Celebes
untuk mensukseskan PON juga bertujuan
(Sulawesi
Selatan)
dan
di
Pantagonian, Amerika Selatan (Yash, 2003).
PON
XVI
dengan
untuk mengangkat derajat para waria dan
Dunia waria belum banyak dikenal.
Kurangnya pemahaman, tentu saja, mudah
menghilangkan pandangan masyarakat bahwa
waria sangat buruk (Anonim, 2005).
membangkitkan buruk sangka. Begitulah,
Para waria juga berusaha menunjukkan
sehingga “alih–alih“ menerimanya sebagai
bahwa mereka memiliki skill. Sebut saja
suatu takdir, justru banyak orang memandang
Merlyn Sopjan, seorang penulis buku Jangan
waria itu menentang kodrat. Akibatnya, kaum
Lihat Kelaminku, Merlyn Sopjan adalah
waria kurang mendapat tempat di dalam di
seorang
masyarakat,
waria
Universitas
yang
Merlyn Sopjan menjabat sebagai ketua
kalau
diperlakukan
tidak
kaum
sebagai
wabah
Sarjana
Teknik
Tekhnologi
Sipil
Negeri
lulusan
Malang,
“menjijikan” (Atmojo, 1986).
IWAMI
Waria khususnya di Indonesia adalah bagian
dianugerahi gelar Doktor HC dari Northern
dari sub komunitas yang tidak bersuara bebas
California Global University karena aktivitas
untuk
-
sosialnya dalam bidang HIV/AIDS. Selain itu
kepentingannya, termasuk memperjuangkan
ada juga Shuniyya, Shuniyya adalah seorang
kepentingan
dalam
Sarjana dengan predikat lulusan terbaik dari
kebijakan politik negara. Seiring dengan
jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
suasana
Politik UGM tahun 2004, Shuniyya lulus
merepresentasikan
-
kepentingannya
demokrasi
belakangan
di
yang
berkembang
Indonesia
Waria
Malang)
dan
beberapa
Cum Laude dengan IPK 3,56 dan hanya
kelompok organisasi yang berlatar belakang
menempuh kuliah 3 tahun 2 bulan (Bios,
wariapun muncul. Organisasi kewariaan ini
2005).
jelaslah
ini
kepentingan
(Ikatan
hendak
memperjuangkan
Kehadiran mereka di sekeliling kita
kepentingan - kepentingan kolektif mereka
masih belum sepenuhnya diterima. Tak
(Anonim,
adalah
jarang mereka diperlakukan seperti manusia
IWAMI (Ikatan Waria Malang), dan juga ada
ajaib yang patut ditertawakan, diolok–olok,
YWS
atau
2006),
(Yayasan
salah
Waria
satunya
Sriwijaya)
di
bentuk–bentuk
penolakan
lainnya.
Palembang, yang selama ini dikucilkan oleh
Bahkan adapula yang menganggap waria
masyarakat, ternyata ikut berpartisipasi untuk
sebagai penyebar dosa, karena itu patut
disingkirkan.
selanjutnya,
Pakar psikologi, Elizabeth Hurlock
penolakan ini menjadi sikap antipati. Maka,
(dalam Anantasari, 2006) mendefinisikan
dampaknya jelas, selain mempersempit ruang
agresi
gerak pergaulan sehari–hari, juga sampai
impulsif (spontan) bisa secara fisik maupun
pada hal–hal yang serius, misalnya, lapangan
verbal.
pekerjaan (Atmojo, 1986).
Jika
Jeritan
Pada
batin
tahap
mereka,
sebagai
kita
reaksi
berpikir
kemarahan
tentang
agresi
yang
dan
penghinaan,
kekerasan, mungkin yang terlintas pertama
cercaan, pandangan sinis sudah menjadi
kali dalam pikiran kita adalah kejahatan yang
santapan rutin “menu“ kehidupan mereka.
dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain
Mereka selalu diberi “label“ perilaku seks
(Sears, Freedman & Peplau, 1994). Kita
menyimpang, pengamen, perilaku tindak
menyerang, melukai dan kadang saling
kriminal ditambah lagi dengan tontonan yang
membunuh, kita agresif secara verbal untuk
disajikan media elektronik, dipertontonkan
menyakiti atau berusaha menghancurkan
lelaki yang memerankan tokoh waria yang
reputasi orang lain (Riyanti dan Prabowo,
tidak lebih hanya menjadi bahan olok–
1998).
olokan, dan kekonyolan. Banyak orang yang
Hartub (dalam Dayakisni & Hudaniha,
tertawa atau mungkin marah melihat tontonan
2003)
yang tidak lucu sama sekali itu. Tayangan
mulanya dijadikan alat untuk memperoleh
melalui media, dan pengamatan langsung,
sesuatu. Anak-anak usia sekolah taman
sangat mempengaruhi opini serta persepsi
kanak-kanak bertengkar dan berkelahi untuk
kita tentang waria (Iswandi, dkk., 2005).
memperebutkan permainan. Kemudian pada
berpendapat
bahwa
agresi
pada
Karena orang sering memperlakukan
usia yang lebih tua, anak lebih mengarahkan
orang lain dengan kasar, bahkan seringkali
agresinya pada orang lain yang diwujudkan
membahayakan, para pakar psikologi sosial
dalam bentuk mengejek, mencela, menggoda
mengadakan
dan sebagainya.
mencoba
sejumlah
memahami
penelitian
untuk
kekerasan
yang
Menurut
Averill
(dalam
Sears,
dilakukan oleh orang yang satu terhadap
Freedman & Peplau, 1994) serangan dan
orang yang lain, biasanya menjadi topik
frustasi cenderung membuat orang marah,
penelitian tentang agresi (Sears, Freedman &
dan kemarahan ini merupakan salah satu
Peplau, 1994).
faktor penentu perilaku agresif yang penting.
Tetapi
sering
kali
orang
marah
tapi
berperilaku tenang, atau setidak–tidaknya
Rubin, S. O (1993) Sex Reassignment
tidak tampak agresif. Dalam suatu survai,
Surgery Male to Female dalam Scandinavian
dilaporkan bahwa mereka melakukan agresi
Journal of Urology and Nephrology, Stig-
fisik terbuka hanya dalam 10 persen dari
Eric Olsson dan Anders moller (2006) Regret
kemungkinan
marah,
after Sex Reassignment Surgery in a Male to
mengekspresikan agresi verbal sebanyak 49
Female Transsexual: Long Term Follow Up
persen dan melakukan berbagai bentuk
dan masih banyak lagi selain itu terdapat pula
kegiatan nonagresif yang tenang sebanyak 60
jurnal mengenai Transgendering, Migrating
persen.
and Love of Oneself as a Woman: A
bila
mereka
Pada umumnya, istilah agresi ini dapat
Contribution
to
a
Sociology
of
dibedakan offensive aggression yaitu agresi
Autogynephilia yang ditulis oleh Richard
yang tidak secara langsung disebabkan oleh
Elkins dan Dave King tahun 2001, selain itu
perilaku orang lain. Yang dilawankan dengan
peneliti
retaliatory aggression yaitu agresi yang
menyeluruh dan kompleks mengenai perilaku
merupakan respon terhadap provokasi orang
agresivitas kaum male-female transeksual
lain. Berdasarkan pada niatnya dibedakan
dalam setting alamiah.
juga
instrumental aggression yang terjadi ketika
ingin
melihat
gambaran
B. Pertanyaan Penelitian
agresi adalah alat untuk mencapai tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah yang
tertentu
dikemukakan, dalam penelitian ini, peneliti
(seperti
pada
perampokan),
sementara angry aggression adalah perilaku
ingin mengetahui :
agresi yang melibatkan keadaan emosional
1. Faktor-faktor
apa
saja
yang
dapat
seseorang yang sedang marah (seperti dalam
menyebabkan seseorang menjadi waria ?
perkelahian) (Dayakisni & Hudaniha, 2003).
2. Bagaimana gambaran agresivitas subjek ?
Berdasarkan uraian di atas, peneliti
3. Faktor – faktor apa saja yang dapat
ingin mengungkapkan perilaku agresivitas
menyebabkan terjadinya agresivitas pada
kaum male to female transeksual (waria)
subjek ?
karena jurnal-jurnal mengenai transeksual
4. Bagaimana
belum berbicara terlalu banyak mengenai
proses
perkembangan
agresivitas pada subjek ?
agresivitas kaum transeksual, jurnal yang
banyak
diungkapkan
mengenai
operasi
kelamin kaum transeksual yang ditulis oleh,
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini
langsung, agresi fisik pasif tidak
adalah untuk melihat lebih jauh faktor-
langsung,
faktor apa saja yang dapat menyebabkan
langsung, agresi verbal aktif tidak
seseorang menjadi waria, bagaimana
langsung,
gambaran agresivitas subjek, faktor –
langsung, dan agresi verbal pasif tidak
faktor apa saja yang dapat menyebabkan
langsung. Peneliti mengharapkan agar
terjadinya agresivitas dan bagaimana
masyarakat
proses perkembangan agresivitas pada
ataupun membedakan kaum waria,
subjek .
karena bagaimanapun kaum waria
adalah
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah
untuk membantu masyarakat dalam
pandangan
agresi
verbal
verbal
tidak
manusia
aktif
pasif
mengucilkan
biasa
yang
menginginkan pengakuannya sebagai
1. Manfaat Praktis
memberikan
agresi
bagian dari masyarakat.
2. Manfaat Teoritis
mengenai
Hasil penelitian ini menunjukan
perilaku agresivitas kaum male to
adanya perilaku agresivitas pada subjek
female
Hasil
(waria) yang terdapat dalam penelitian
penelitian ini menunjukan adanya
ini. Dapat dilihat dari bentuk-bentuk
perilaku agresivitas yang dimiliki oleh
agresi yang dimiliki oleh subjek, seperti
subjek penelitian yaitu kaum male to
agresi fisik aktif langsung, agresi fisik
female transeksual (waria). Hal ini
aktif tidak langsung, agresi fisik pasif
disebabkan karena adanya faktor-
langsung,
faktor
faktor
langsung, agresi verbal aktif langsung,
lingkungan,
agresi verbal aktif tidak langsung, agresi
situasional, biologis dan juga faktor
verbal pasif langsung, dan agresi verbal
genetik dimana proses perkembangan
pasif tidak langsung. Hal ini disebabkan
agresi yang dimiliki oleh subjek
karena adanya beberapa faktor seperti
berasal
faktor psikologis, sosial, lingkungan
transeksual
penyebab
psikologis,
Sehingga
(waria).
seperti
sosial,
dari
proses
pemodelan.
memunculkan
agresi
fisik
pasif
tidak
bantuk-
situasional, biologis dan juga faktor
bentuk perilaku agresi seperti agresi
genetik dimana proses perkembangan
fisik aktif langsung, agresi fisik aktif
agresi yang dimiliki oleh subjek berasal
tidak langsung, agresi fisik pasif
dari proses pemodelan. Hasil penelitian
ini
diharapkan
masukan
dapat
yang
memberikan
bermanfaat
agresi
merupakan
perilaku.
Dengan
bagi
demikian segala aspek perilaku juga
perkembangan ilmu psikologi khususnya
terdapat dalam agresi, terutama emosi.
psikologi klinis dan psikologi sosial yang
Kedua, ada unsur kesengajaan. Ketiga,
berhubungan dengan perilaku agresifitas
sasarannya
kaum male to female transeksual (waria)
terutama manusia. Orang yang marah
serta untuk mendapatkan masukan atau
besar,
tambahan dari peneliti selanjutnya yang
menendang bola belum dikatakan sebagai
berhubungan perilaku agresifitas kaum
agresi. Keempat ada usaha menghindar
male to female transeksual (waria).
pada diri korban.
adalah
tetapi
mahkluk
hidup
disalurkan
dengan
Menurut Sarason (dalam Dayakisni
& Hudaniha, 2003) secara umum dapat
TINJAUAN PUSTAKA
diartikan sebagai suatu serangan yang
A. Agresivitas
dilakukan oleh suatu organisme terhadap
organisme lain, objek lain, atau bahkan
1. Pengertian Agresivitas
Menurut
pada
pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku
dasarnya perilaku agresif pada manusia
bagi semua makhluk vertebrata, sementara
adalah tindakan yang bersifat kekerasan,
pada tingkat manusia masalah agresi
yang dilakukan oleh manusia terhadap
sangat kompleks karena adanya peranan
sesamanya.
perasaan
maksud
Anantasari
Dalam
untuk
(2006)
agresi
terkandung
membahayakan
atau
mencederai orang lain.
dan
proses-proses
simbolik.
Sedangkan Koswara (dalam Dayakisni &
Hudaniha,
2003)
mengatakan
agresi
Ensiklopedia psikologi sosial (dalam
menurut Robert Baron adalah tingkah laku
Faturochman, 2006) mengatakan agresi
individu yang ditujukan untuk melukai
menurut Manstead dan Hewstone adalah
atau mencelakakan individu lain yang
segala bentuk perilaku yang di sengaja
tidak menginginkan datangnya tingkah
terhadap mahluk lain dengan tujuan untuk
laku tersebut. Definisi Baron ini mencakup
melukainya
empat faktor tingkah laku, yakni: tujuan
dan
pihak
yang
dilukai
tersebut berusaha untuk menghindarinya.
untuk
Dari defenisi tersebut terdapat empat
individu yang menjadi pelaku, individu
masalah penting dalam agresi. Pertama,
yang menjadi korban dan ketidakinginan
melukai
atau
mencelakakan,
si korban menerima tingkah laku si
berakar dalam naluri kematian yang
pelaku.
diarahkan
Menurut Myers (dalam Sarwono, 1997)
bukan
kedalam
diri
sendiri melainkan ke luar dari diri
perbuatan agresif adalah perilaku fisik
sendiri,
atau lisan yang di sengaja dengan maksud
Sedangkan menurut Konrad Lorenz,
untuk menyakiti atau merugikan orang
agresi yang membuahkan bahaya
lain.
fisikal
Dari
keseluruhan
defenisi
tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa agresivitas
ke
orang–orang
untuk
lain.
orang-orang
lain
berakar dalam naluri berkelahi yang
dimiliki manusia.
adalah tindakan yang bersifat kekerasan
2) Perilaku yang dipelajari. Menurut
baik perilaku fisik atau lisan yang di
Albert Bandura, perilaku agresif
sengaja
berakar
yang
dilakukan
oleh
suatu
dalam
respons-respons
organisme terhadap organisme lain, objek
agresif yang dipelajari manusia
lain, atau bahkan pada dirinya sendiri
lewat
dengan maksud untuk menyakiti atau
di masa lampau. Dalam proses
merugikan orang lain.
pembelajaran
Menurut Anantasari (2006) penyebab
perilaku agresif bisa digolongkan dalam
enam kelompok faktor berikut ini.
agresif,
1) Perilaku naluriah. Menurut Sigmund
Freud, dalam diri manusia ada
naluri kematian, yang ia sebut pula
thanatos yaitu energi yang tertuju
untuk perusakan atau pengakhiran
kehidupan. Memang Freud juga
dalam
atau lingkungan yang mendorong
perwujudan perilaku agresif.
b. Faktor-faktor sosial
a. Faktor-faktor psikologis
bahwa
perilaku
terlibat pula berbagai kondisi sosial
2. Penyebab Perilaku Agresif
mengatakan
pengalaman-pengalamannya
diri
manusia terdapat naluri kehidupan
yang dia sebut pula eros. Dalam
pandangan Freud, agresi terutama
1) Frustasi.
Tidak
diragukan
lagi
pengaruh frustasi dalam perilaku
agresif. Seperti diuraikan dalam
hipotesis frustasi-agresi dari John
Dollard, frustasi bisa mengakari
agresi. Kendati demikian, tidak
setiap
anak
mengalami
atau
orang
yang
frustasi
serta
merta
menghasilkan agresi. Ada variasi
luas sehubungan dengan reaksi yang
bisa muncul dari anak atau orang
yang mengalami frustasi. Reaksi
c. Faktor-faktor lingkungan
lain misalnya berupa penarikan diri
dan depresi. Di samping itu, tidak
setiap agresi berakar dalam frustasi.
2) Provokasi
langsung.
Bukti-bukti
mengindikasikan
betapa
pencederaan fisikal (physical abuse)
dan ejekan verbal dari orang-orang
lain bisa memicu perilaku agresif.
Faktor-faktor lingkungan meliputi
pengaruh polusi udara, kebisingan,
dan
kesesakan
manusia
yang
karena
kondisi
terlalu
berjejal.
Kondisi-kondisi itu bisa melandasi
munculnya perilaku agresif.
d. Faktor-faktor situasional
3) Pengaruh tontonan perilaku agresif
Termasuk dalam kelompok faktor
di televisi. Terdapat kaitan antara
ini antara lain adalah rasa sakit atau
agresi
rasa nyeri yang dialami manusia
dan
paparan
tontonan
kekerasan lewat televisi. Semakin
banyak anak menonton kekerasan
lewat televisi, tingkat agresi anak
menyebabkan perilaku agresif. e. Faktor-faktor biologis
Para peneliti yang menyelidiki
tersebut terhadap orang-orang lain
kaitan antara cedera kepala dan
bisa
perilaku kekerasan mengindikasi
makin
Ternyata
meningkat
pengaruh
pula.
tontonan
betapa kombinasi pencederaan fisikal
kekerasan lewat televisi itu bersifat
yang pernah di alami dan cedera kumulatif,
artinya
semakin
kepala, mungkin ikut melandasi
panjangnya
paparan
tontonan
penyebab perilaku agresif.
kekerasan dalam kehidupan seharihari makin meningkatkan perilaku
agresif.
f. Faktor-faktor genetik
Pengaruh faktor genetik antara lain
ditunjukan oleh kemungkinan yang
lebih besar untuk menyebabkan
perilaku agresif dari insan pria yang
memiliki kromosom XYY
3. Bentuk-bentuk Agresi Manusia
Tabel 1.Beberapa Bentuk Agresi Manusia.
JENIS AGRESI
CONTOH
Fisik aktif langsung
Menikam, memukul, atau menembak orang lain.
Fisik aktif tidak langsung
Membuat perangkap untuk orang lain, menyewa
seorang pembunuh untuk membunuh
Secara fisik mencegah orang lain memperoleh tujuan
yang diinginkan atau memunculkan tindakan yang
diinginkan (misalnya aksi duduk dalam demonstrasi).
Fisik pasif langsung
Fisik pasif tidak langsung
Menolak melakukan tugas-tugas yang seharusnya
(misalnya: menolak berpindah ketika melakukan aksi
duduk).
Verbal aktif langsung
Menghina orang lain.
Verbal aktif tidak langsung
Menyebarkan gossip atau rumors yang jahat tentang
orang lain.
Verbal pasif langsung
Menolak bicara ke orang lain, menolak menjawab
pertanyaan, dll.
Verbal pasif tidak langsung
Tidak mau membuat komentar verbal (misalnya:
menolak berbicara ke orang yang menyerang dirinya
bila dia di kritik secara tidak fair)
Sumber: Morgan dkk, (dalam Riyanti & Prabowo, 1998)
melihat
4. Proses Agresi
Menurut Faturochman (2006) terdapat dua
proses agresi, yaitu:
menstimulasi
kejadian
agresi,
orang
yang
bisa
menjadi agresif. Proses meniru seperti
itu biasa disebut sebagai permodelan
a. Pemodelan
Remaja dan anak-anak di daerah
pertempuran
berbagai
seperti
Lebanon,
misalnya, sering melihat dengan mata
kepala sendiri berbagai usaha untuk
saling membunuh. Hanya dengan
atau imitasi. Salah satu karakteristik
penting dalam proses modeling ini
adalah adanya hubungan emosional
yang kuat antara model dengan
peniru. Biasanya orang yang di tiru
adalah orang yang dikagumi. Oleh
Sering hanya dengan maksud iseng,
karenanya pada anak-anak proses ini
orang dewasa memerintahkan anak
paling sering terjadi antara anak
kecil untuk memukul orang lain. Secara
dengan ayahnya. Bahkan proses ini
sepintas keadaan ini tidak berarti, tetapi
sering terjadi tanpa ada kesengajaan.
pada
dasarnya
hal
ini
adalah
Belajar sosial yang paling banyak
penanaman sifat agresif. Dalam diri
berpengaruh akhir-akhir ini adalah
orang yang melakukan perbuatan itu
media televisi. Sering terjadi bahwa
tertanam
proses
tidak
imbalan tersebut dengan perilakunya.
didasari oleh rasionalitas, sehingga
Hubungan inilah yang biasanya disebut
orang yang menyaksikan kekerasan di
sebagai proses belajar terkondisi.
televisi
peniruan
bisa
memang
menjadi
adanya
peniruan
itu,
peniru
merasa di beri reward dari orang yang
ditirunya.
proses
pemodelan,
meskipun peniru merasa mendapatkan
hadiah dengan dengan melakukan hal
yang sama dengan pelaku, sebenarnya
antara peniru dan yang ditiru memiliki
hubungan yang jelas dalam konteks
prosesnya. Di sisi lain, sering ada
kesengajaan seseorang meminta orang
lain melakukan suatu perbuatan dengan
memberi
B. Transseksual
1. Pengertian Transeksual
Menurut Goh (dalam Yash, 2003)
menyebutkan bahwa kata “transseksual”
b. Pembelajaran
Dalam
antara
ikut-ikutan
agresi. Perlu di tambah bahwa dengan
melakukan
hubungan
imbalan
apabila
orang
tersebut mau melakukan.
Ternyata dalam kehidupan seharihari, sering juga terjadi hal seperti di
atas, dengan skala yang lebih kecil.
pertama
diketengahkan kali
Cauldwell
pada
tahun
1949
oleh
untuk
menggambarkan kasus tentang seorang
perempuan yang ingin menjadi laki-laki.
Namun
yang
“transseksual”
Benjamin.
mempopulerkan
ini
adalah
Menurutnya,
didefinisikan
sebagai
Dr.
istilah
Harry
transseksual
suatu
gangguan
identitas gender pada seseorang yang
merupakan anggota dari sebuah sekse
yang memiliki keinginan yang tetap dan
terus menerus atas “perubahan” sekse
secara medis, operatif dan sah sehingga
memungkinkan
mereka
untuk
hidup
sebagai anggota gender kebalikan dari
Menurut Yash (2003) transseksual adalah
gender yang mereka miliki.
masalah identitas gender, kesadaran mental
Menurut Sunaryo (2004) transeksual
adalah
abnormalitas
seksual
berupa
yang
dimiliki
seseorang
tentang
jenis
kelaminnya tentang apakah dirinya laki-laki
adanya gejala merasa memiliki seksualitas
atau perempuan
yang berlawanan dengan struktur fisiknya.
Menurut Atmojo (1986) waria adalah laki–
Sedangkan
(dalam
laki yang berdandan dan berperilaku sebagai
Iswandi, dkk, 2005) transeksual adalah
wanita, istilah waria diberikan bagi penderita
kesalahan
transeksual yaitu seseorang yang memiliki
seksual,
menurut
dalam
dalam
Carlie
proses
diferensiasi
perkembangan
untuk
menjadi laki–laki atau perempuan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Transeksual adalah individu yang
memiliki
identitas
gender
fisik berbeda dengan jiwanya. Sedangkan.
yang
(2002) waria adalah pria yang memiliki
perasaan sebagai wanita.
berlawanan dari seks biologisnya (Crooks
Dari keseluruhan defenisi tersebut maka
& Karla, 1983).
dapat
Menurut
Iswandi,
dkk
(2005)
(waria)
disimpulkan
adalah
bahwa
seorang
transeksual
laki–laki
yang
transeksual adalah: a) seseorang yang
berdandan dan berperilaku sebagai wanita
normal secara genetik dan tidak memiliki
dan memiliki perasaan sebagai wanita serta
ciri interseks secara fisik (ketidakjelasan
merasa memiliki seksualitas yang berlawanan
atas genital eksternal misalnya pada kasus
dengan
hermaprodit; b) merasa tidak nyaman
menyesuaikan tubuh dengan jiwanya dan
dengan tubuhnya; c) merasa dirinya
mengganti genital yang dimiliki menjadi
anggota gender kebalikan dari genital
genital sesuai gender yang dimiliki sekse
yang dimilikinya; d) menginginkan diakui
yang memiliki keinginan yang tetap dan terus
dan hidup secara sah menurut hukum
menerus atas “perubahan” sekse secara
sebagai anggota gender yang dimiliki; dan
medis,
e) menginginkan menyesuaikan tubuh
memungkinkan mereka untuk hidup sebagai
dengan jiwanya dan mengganti genital
anggota gender kebalikan dari gender yang
yang dimiliki menjadi genital sesuai
mereka miliki.
gender yang dimiliki.
struktur
operatif
fisiknya,
dan
menginginkan
sah
sehingga
2. Faktor – faktor yang Menyebabkan
mereka selama masa pengasuhan.
Seseorang Menjadi Waria
Crooks
menyatakan
dan
Karla
bahwa
selaras dengan apa yang diajarkan pada
(1983),
penyebab
dari
Menurut pendekatan psikososial,
terbentuknya gangguan identitas gender
transeksual adalah pengalaman belajar
dipengaruhi oleh interaksi tempramen
sosial.
anak, kualitas, dan sikap orang tua.
Seorang
anak
mungkin
mengembangkan hubungan yang dekat
Secara budaya, masih terdapat larangan
dan mengidentifikasikan diri dengan
bagi anak laki–laki untuk menunjukan
orang tua dari jenis kelamin yang lain
perilaku feminism, dan anak
dan
perempuan menjadi tomboy, termasuk
pengidentifikasian
ini
mungkin
dikaitkan oleh reaksi dari orang dewasa.
Menurut Kaplan, Sadock dan Grebb
(dalam Fausiah & Widury, 2003) ada
dengan pembedaan terhadap pakaian
dan mainan untuk anak laki–laki dan
perempuan.
beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang menjadi waria, yaitu :
C. Agresivitas Kaum Male to Female
a. Faktor biologis.
Penjelasan
gangguan
Transeksual (Waria)
biologis
identitas
munculnya
gender
sangat
berkaitan dengan hormon dalam tubuh.
Tubuh manusia menghasilkan hormon
testosteron yang mempengaruhi neuron
otak,
berkontribusi
terhadap
maskulinitas otak yang terjadi pada
area
seperti
hipotalamus,
dan
sebaliknya dengan hormon feminism.
Namun hingga saat ini, pengaruh
hormon terhadap munculnya gangguan
masih menjadi kontroversi.
b. Faktor psikososial
Seorang anak akan
mengembangkan identitas gendernya
Perilaku agresif yang terjadi pada kaum
waria atau kaum male to female transeksual
sering kali kita jumpai, meskipun fenomena
tersebut masih sangat jarang dibicarakan
namun
fenomena
ini
benar-benar
ada
disekitar kita.
Menurut Sunaryo (2004) transeksual
adalah abnormalitas seksual berupa adanya
gejala merasa memiliki seksualitas yang
berlawanan dengan struktur fisiknya.
Demikian juga Carlie (dalam Iswandi,
dkk, 2005) yang mendefinisikan transeksual
adalah
suatu
kesalahan
dalam
proses
diferensiasi seksual, dalam perkembangan
untuk menjadi laki–laki atau perempuan.
Seorang transeksual adalah seseorang
yang mengalami sebuah kondisi gangguan
untuk membahayakan atau mencederai orang
lain.
yang amat berat yang membutuhkan bantuan
Kurangnya
pemahaman
masyarakat
dari orang-orang terdekatnya. Yang terjadi
mengenai transeksual, dapat membangkitkan
biasanya justru sebaliknya, mereka terlepas
buruk sangka, akibatnya kaum waria kurang
dari lingkungan terdekat karena keadaan dan
mendapat
keberadaannya ditolak, dalam kondisi dimana
sehingga lahirlah bentuk-bentuk penolakan
mereka sebenarnya tidak memiliki pilihan
masyarakat terhadap kaum termarginalisasi
atas apa yang dihadapi. Ini terjadi karena
itu seperti label bahwa waria adalah penyebar
sangat minimnya informasi yang tersedia
dosa dan patut disingkirkan (Atmojo, 1986)
mengenai
2003).
selain itu penghinaan, cercaan dan pandangan
masyarakat
sinis sudah menjadi santapan rutin “menu”
tersebut kian memicu tingkat agresivitas
kehidupan mereka. Dengan demikian tidaklah
kaum waria.
mengherankan jika kaum waria memiliki
fenomena
Penolakan
yang
ini
(Yash,
diberikan
Agresivitas sendiri menurut Sarason
perilaku
tempat
didalam
agresivitas
masyarakat
didalam
kehidupan
(dalam Dayakisni & Hudaniha, 2003) secara
sehari-harinya, untuk itu dalam penelitian ini
umum dapat diartikan sebagai suatu serangan
peneliti ingin mengetahuinya lebih jauh
yang
mengenai perilaku agresivitas kaum male to
dilakukan
oleh
suatu
organisme
terhadap organisme lain, objek lain, atau
female transeksual (waria).
bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini
berlaku bagi semua makhluk vertebrata,
METODE PENELITIAN
sementara pada tingkat manusia masalah
A. Pendekatan Penelitian
agresi
sangat
kompleks
karena
adanya
peranan perasaan dan proses-proses simbolik.
Pendapat
(2006)
perilaku
yaitu
lain
menurut
agresivitas
agresif
pada
Anantasari
pada
manusia
dasarnya
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif yang bermaksud untuk
memahami masalah-masalah manusia atau
sosial
dengan
menciptakan
gambaran
adalah
menyeluruh dan kompleks yang disajikan
tindakan yang bersifat kekerasan, yang
dengan kata-kata, melaporkan pandangan
dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya.
terinci yang diperoleh dari para sumber
Sehingga dalam agresi terkandung maksud
informasi,
serta
dilakukan
dalam
latar
(setting) yang alamiah (Creswell, JW dalam
Heru Basuki, 2006).
subjek yang sesuai dengan karakteristik
subjek penelitian. Peneliti bermaksud
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah
waria
berusia
21-40
tahun,
memiliki
pekerjaan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua orang subjek.
tahap
persiapan
dan
ini meliputi, yaitu :
membuat
pedoman
wawancara yang disusun berdasarkan
beberapa teori-teori yang relevan dengan
masalah. Pedoman wawancara ini berisi
nantinya
akan
mendasar
berkembang
yang
dalam
wawancara. Pedoman wawancara yang
telah disusun, ditunjukkan kepada yang
lebih
ahli
dalam
hal
ini
adalah
pembimbing penelitian untuk mencapai
masukan
mengenai
isi
pedoman
wawancara. Setelah mendapat masukan
dari koreksi dari pembimbing, peneliti
membuat perbaikan terhadap pedoman
wawancara dan menyiapkan diri untuk
melakukan wawancara.
mencari subjek sendiri maupun dengan
bantuan
dari
orang
lain.
Setelah
kemudian
peneliti
membuat kesepakatan dengan subjek
tersebut mengenai waktu dan tempat
untuk melakukan wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian.
1. Tahap Persiapan Penelitian.
pertanyaan-pertanyaan
sesuai untuk tujuan penelitian ini dengan
diwawancara,
pelaksanaan yang dilakukan dalam penelitian
Peneliti
untuk mendapatkan data dan subjek yang
mendapatkan subjek yang bersedia untuk
C. Tahap-tahap Penelitian
Adapun
Kemudian peneliti mencari calon
Sebelum melaksanakan wawancara,
peneliti mempelajari informasi yang ada
menyangkut
latar
belakang
subjek,
sehingga pada saat wawancara peneliti
sudah mempunyai sedikit gambaran
mengenai subjek.
Selanjutnya peneliti memindahkan
hasil
rekaman
berdasarkan
hasil
wawancara kedalam bentuk verbatim
tertulis. Kemudian peneliti melakukan
analisis data dan interprestasi data sesuai
dengan langkah-langkah yang dijabarkan
pada bagian metode analisis data di atas.
Setelah
itu
kesimpulan
membuat
dari
diskusi
hasil
dan
penelitian.
Kemudian hasil diskusi dari kesimpulan
yang
telah
dilakukan,
peneliti
mengajukan saran-saran untuk penelitian
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
selanjutnya.
data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai
data
itu.
pemeriksaan melalui sumber lainnya.
1. Observasi
Observasi secara harfiah diartikan
sebagai pengamatan dan pencatatan secara
teliti dan sistematis atas gejala–gejala
Denzin
membedakan
sebagai
(fenomena) yang sedang diteliti (Soeratno,
1987).
(dalam
empat
moleong,
macam
teknik
2004)
triangulasi
pemeriksaan
yang
memanfatkan pengunaan sumber, metode,
penyidik, dan teori.
Dalam penelitian ini peneliti
Triangulasi dengan sumber berarti
menggunakan observasi partisipan ….
membandingkan dan mengecek balik derajat
2. Wawancara
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh
Wawancara (interview) merupakan
salah satu pengumpulan data dengan cara
bertanya
jawab
langsung
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif.
berhadap–
hadapan dengan responden (Soeratno,
1987
Pada
triangulasi
dengan
metode,
menurut Patton (dalam Moleong, 2004),
terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan
Dalam
penelitian,
peneliti
menggunakan teknik wawancara terbuka
dimana para subjek tahu bahwa mereka
sedang diwawancarai dan mengetahui pula
maksud
wawancara
itu
serta
menggunakan petunjuk umum wawancara
yang
terhadap
Teknik yang paling banyak digunakan adalah
D. Teknik Pengumpulan Data
apa
pembanding
mengharuskan
pewawancara
membuat kerangka dan garis besar pokok
– pokok yang ditanyakan dalam proses
wawancara.
E.Keakuratan Penelitian
Menurut Moleong (2004) triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data
derajat
kepercayaan
penemuan
hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data,
dan (2) pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang
sama.
Teknik triangulasi yang ketiga ialah
dengan jalan memanfaatkan peneliti atau
pengamat
lainnya
untuk
keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayan data.
Pemanfaatan pengamat lainnya membantu
mengurangi
pengumpulan
pengamatan
kemencengan
data.
suatu
tim
Pada
dalam
dasarnya
penelitian
dapat
direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara
adalah menemukan makna dalam informasi
ini ialah membandingkan hasil pekerjaan yang dikumpulkan. Analisis data terdiri dari
seorang analisis dengan analis lainnya.
tiga alur kegiatan yang terjadi bersamaan,
menurut
yaitu reduksi data, penyajian data, dan
Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004),
penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles
berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu
dan Huberman, 1992).
Triangulasi
dengan
teori,
tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya
dengan satu atau lebih teori. Dalam hal ini,
jika
analisis
telah
menguraikan
pola
SIMPULAN
1. Faktor-faktor yang Menyebabkan
Seseorang Menjadi Waria
hubungan dan menyertakan penjelasan yang
muncul dari analisis, maka penting sekali
untuk
mencari
pembanding.
tema
Secara
atau
penjelasan
induktif
hal
itu
a. Faktor biologis.
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
pada
umumnya
dapat
dilakukan dengan mengarahkan pada upaya
hormon
penemuan penelitian lainnya. Sedangkan
ketertarikannya
terhadap
secara logika dilakukan usaha pencarian cara
Pada
1,
lainnya
terangsang jika
untuk
mengorganisasikan
data
merasakan
wanita
subjek
mengenai
laki-laki.
subjek
melihat
dapat
laki-laki,
dengan jalan memikirkan kemungkinan-
sedangkan pada subjek 2, subjek ingin
kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data.
sekali disayangi oleh laki-laki
Dipihak lain Patton berpendapat lain, bahwa
2. Bentuk-bentuk Perilaku Agresi
hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
a. Agresi fisik aktif langsung
dinamakan penjelasan pembanding.
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2,
5. Teknik Analisis Data
pada umumnya pernah melakukan
Menurut Patton (dalam Moleong, 2004)
perilaku agresi memukul. Pada subjek
analisis
data
adalah
proses
1 bukan hanya perilaku memukul
mengorganisasikan dan mengurutkan data
namun
subjek
1
juga
pernah
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian
menendang tukang ojek dan berantem
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dengan preman lain halnya dengan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
subjek 2 yang memukul orang karena
disarankan oleh data. Tujuan analisis data
subjek 2 mendapat paksaan dari laki-
laki untuk memenuhi keinginan lakilaki tersebut
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat
b. Agresi fisik aktif tidak langsung
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
pernah melakukan penjebakan namun
penjebakan tersebut tidak bertujuan
untuk menyakiti. Pada subjek 1,
subjek 1 ingin mengetahui pelaku
pencurian namun pada subjek 2 tujuan
penjebakan tersebut hanya candaan
semata. Namun subjek 1 dan subjek 2
tidak pernah memberi perintah kepada
orang lain untuk menyakiti lawannya.
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan bahwa subjek 1
pernah mengikuti demonstrasi untuk
menuntut penurunan harga minyak
namun lain halnya dengan subjek 2
tidak
pernah
mengikuti
demonstrasi. Selain itu dari kasus
subjek
1
dan
subjek
2
dapat
disimpulkan bahwa subjek 1 pernah
menghalangi
orang
disimpulkan
bahwa
bahwa
subjek 1 pernah menolak perintah
untuk mencuri dan pada subjek 2,
subjek 2 pernah menolak perintah
kakak subjek 2 untuk berdagang
karena subjek 2 merasa malas. Selain
itu pada subjek 1 dan subjek 2 pernah
menolak pekerjaan yaitu ketika subjek
1 dan subjek 2 bekerja sebagai PSK
subjek 1 dan subjek 2 menolak untuk
melayani laki-laki.
e. Agresi verbal aktif langsung
c. Agresi fisik pasif langsung
yang
d. Agresi fisik pasif tidak langsung
lain
untuk
mencuri yang akhirnya terjadi aksi
tampar menampar namun lain halnya
dengan subjek 2 yang tudak pernah
menghalangi orang lain secara fisik.
Pada subjek 1, subjek 1 akan
mengeluarkan
kata-kata
kasarnya
kepada orang lain jika orang tersebut
kasar dan berbuat jahat kepada subjek
1 sama halnya dengan subjek 2 yang
juga pernah mengeluarkan kata-kata
kasar karena menurut subjek 2, subjek
2 akan berlaku kasar lagi dengan
orang yang telah kasar kepada subjek
2. Selain itu subjek 1dan subjek 2
akan memaki orang lain jika merasa
sangat kesal. Pada subjek 1 biasanya
terjadi ketika subjek diacuhkan ketika
subjek
1
sedang
mengamen
sedangkan subjek 2 pernah memaki
seorang laki-laki yang meninggalkan
subjek
yang
sedang
bertengkar
dengan seorang perempuan karena
tidak akan menolak berbicara pada
memperebutkan laki-laki tersebut.
orang lain meskipun orang tersebut
telah mengkritiknya.
f. Verbal aktif tidak langsung
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan bahwa subjek 1
menyebarkan
gossip
yang
didengarnya bukan bertujuan untuk
menyakiti melainkan candaan semata,
lain halnya dengan subjek 2 yang
akan
menyebarkan
gosip
jahat
mengenai orang lain jika subjek 2
merasa kesal dengan orang tersebut.
g. Agresi verbal pasif langsung
disimpulkan
bahwa
a. Faktor-faktor psikologis
1) Perilaku
yang
dipelajari.
Pada
kasus subjek 1 dan subjek 2 dapat
disimpulkan bahwa pada subjek 1,
subjek 1 dulu sering mengalami
perilaku kekerasan dari orang lain
dan juga sering diejek oleh temantemannya,
masa
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat
3. Penyebab Perilaku Agresi
karena
lalu
mengaku
pengalaman
tersebut
subjek
sekarang
1
memiliki
kedua
perilaku yang agresif, pada subjek
subjek tidak pernah menolak bicara
2, subjek 2 sering diperlakukan
kepada orang lain. Selain itu subjek 1
keras oleh kakak subjek 2 sehingga
dan subjek 2 juga tidak pernah
jika ada yang keras dengan subjek
menolak menjawab pertanyaan dari
2, subjek 2 dapat lebih keras lagi
orang lain.
terhadap orang tersebut. Selain itu
subjek 1 dan subjek 2 mengaku
h. Verbal pasif tidak langsung
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan pada subjek 1 dan
subjek 2 terdapat beberapa kesamaan
mengenai perilaku menolak bicara
pada
orang
lain
yang
telah
mengkritiknya. Pada subjek 1, subjek
1 tidak akan menolak bicara kepada
orang
yang
telah
mengkritiknya,
begitu juga pada subjek 2 yang juga
bahwa lingkungan sosial juga dapat
memicunya
untuk
berperilaku
agresif.
b. Faktor-faktor sosial
1) Frustasi. Pada kasus subjek 1 dan
subjek 2 dapat disimpulkan
bahwa frustasi
munculnya
dapat memicu
perilaku
agresi
subjek 1, dan pada subjek 2 saat
subjek 2
frustasi subjek akan
melihat bagian tubuh laki-laki
berperilaku agresi bila orang-
yang subjek 1 anggap seksi.
orang
Lain halnya dengan subjek 2
sekitar
tidak
mempedulikan.
yang tidak menyukai acara yang
2) Provokasi langsung. Pada kasus
memaparkan kekerasan, subjek
subjek 1 dan subjek 2 dapat
2 lebih suka menyaksikan acara-
disimpulkan bahwa subjek 1 dan
acara
subjek 2 pernah diciderai atau
percintaan.
disakiti secara fisik oleh orang
c. Faktor-faktor lingkungan
sinetron
mengenai
lain. Pada subjek 1 subjek pernah
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
ditampar dan juga pernah disiram
dapat disimpulkan bahwa lingkungan
minyak goreng panas oleh orang
yang penuh dengan polusi dapat
dan pada subjek 2, yaitu rambut
memicu agresifitas subjek 1 dan
subjek 2 pernah dijambak saat
subjek 2 namun tidak dengan keadaan
sedang mengamen, subjek 2 juga
yang bising dan padat penduduk.
pernah
ditampar
oleh
orang.
Selain itu subjek 1 dan subjek 2
sering kali diejek dan mendapat
penghinaaan dari orang lain dan
kedua
subjek
mengaku
akan
membalas perlakuan orang-orang
yang telah menyakitinya.
3) Pengaruh
tontonan
perilaku
agresif di televisi. Pada kasus
subjek 1 dan subjek 2 dapat
disimpulkan bahwa subjek 1
senang menyaksikan acara-acara
kekerasan seperti smackdown
dan
tinju
namun
bukan
d. Faktor-faktor situasional
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat
disimpulkan
bahwa
ketika
subjek 1 sedang merasakan sakit atau
nyeri, subjek 1 tidak akan berperilaku
agresi. Namun pada subjek 2, saat
subjek 2 merasakan sakit subjek 2
akan merasa sangat tidak tenang
sehingga dapat memicunya untuk
berperilaku agresi.
e. Faktor-faktor biologis
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan bahwa subjek 1
kekerasannya yang diperhatikan
tidak
pernah
mengalami
cedera
tetapi karena subjek 1 senang
dikepalanya. Lain halnya dengan
subjek 2, ketika subjek 2 masih
sekolah, subjek 2 pernah terjatuh dari
tangga dan mengalami cidera dikepala
namun
cidera
a. Pemodelan
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
tidak
dapat disimpulkan bahwa pada subjek 1
berpengaruh terhadap bertambahnya
salah satu anggota keluarga yang sering
agresivitas subjek 2. selain itu subjek
berperilaku agresi yaitu adik dari
1
pernah
subjek 1. Pada subjek 2 satu anggota
mengalami perilaku kekerasan. Pada
keluarga yang sering berperilaku agresi
subjek
mengalami
yaitu kakak kandung subjek namun
perilaku kekerasan dari orang lain dan
perilaku agresi tersebut hanya sebatas juga
teman-
verbal namun subjek 1, subjek tidak
temannya dan pada subjek 2, subjek 2
pernah meniru perilaku salah satu
pernah mengalami perilaku kekerasan
anggota keluarganya namun lain halnya
dari ibu tiri subjek, saat ayah subjek
dengan subjek 2 yang mengatakan
dirumah, subjek akan disayang tapi
bahwa subjek 2 meniru perilaku kakak
jika tidak subjek tidak diberi makan
subjek 2 yaitu jika kakak subjek keras
kekerasan tersebut merupakan salah
maka subjek akan semakin keras dan
satu penyebab subjek 2 berperilaku
jika kakak subjek diam subjek juga
agresi karena subjek 2 merasa sakit
akan diam. Selain itu dapat disimpulkan
hati jika mengingat masa lalu.
bahwa
dan
subjek
1,
sering
tersebut
4. Proses Perkembangan Agresi
2
subjek
diejek
yang
1
oleh
f. Faktor-faktor genetik
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan bahwa terdapat
kesamaan antara subjek 1 dan subjek
2 mengenai perilaku agresi yang
dimiliki oleh kedua subjek yang
menurut subjek melebihi perilaku
agresi yang dimiliki oleh laki-laki.
pada
menyaksikan
namun
bukan
subjek
acara-acara
1,
senang
kekerasan
kekerasannya
yang
subjek 1 perhatikan tetapi karena
subjek 1 senang melihat bagian tubuh
laki-laki yang subjek anggap seksi lain
halnya dengan subjek 2 yang tidak
menyukai acara kekerasan dan lebih
menyukai acara sinetron mengenai
percintaan.
b. Pembelajaran
Pada kasus subjek 1 dan subjek 2
dapat disimpulkan bahwa subjek 1
tidak pernah diminta untuk menyakiti
b. Untuk
Keluarga
yang
memiliki
anggota keluarga seorang transeksual
Bagi
setiap
keluarga
diharapkan
orang lain ketika kecil sama halnya
untuk lebih memperhatikan perilaku
dengan subjek 2.
anak-anak
dini
karena
jika
terdapat perilaku-perilaku yang tidak
B. Saran
sesuai dengan gendernya diharapkan
a. Untuk Subjek
untuk segera dikonsultasikan kepada
Bagi subjek diharapkan untuk lebih
dapat
sedari
berhati-hati
dalam
berperilaku
pakar
psikologi
kemungkinan
untuk
penyebab
mencegah
yang
dapat
mengingat masih banyak masyarakat
membuat
yang belum dapat menerima kaum waria
transeksual. Bagi keluarga yang sudah
sepenuhnya dan juga diharapkan agar
memiliki
kaum
mengembangkan
transeksual, disarankan untuk lebih bisa
kreativitas dan kemampuannya sebagai
menerima keadaan kaum waria dengan
pembuktian terhadap masyarakat bahwa
tidak mengucilkan, melainkan keluarga
tidak semua kaum waria buruk dan juga
disarankan untuk bersikap terbuka dan
sebagai modal bagi kaum waria untuk
dapat menerima keadaan kaum waria.
memenuhi kebutuhan hidup secara halal
Bagi keluarga yang belum mampu
sehingga pandangan bahwa waria buruk
menerima
keadaan
kaum
waria,
dapat diperbaiki dan kaum waria dapat
disarankan
untuk
lebih
dapat
dihargai dan diterima keberadaannya
memberikan
dengan baik ditengah-tengah masyarakat
menerimanya.
karena
dapat
keluarga sangat besar dan berarti bagi
buruk,
kaum transeksual khususnya waria untuk
cemohan serta makian yang selama ini
dapat menjalani kehidupannya yang
dapat menjadi salah satu sumber perilaku
sangat keras ditengah-tengah masyarakat
waria
dapat
hal
meminimalisasikan
tersebut
pandangan
anak
menjadi
anggota
keluarga
dukungan
Karena
kaum
seorang
dan
kepedulian
agresivitas kaum waria
c. Untuk Masyarakat
Diharapkan
masyarakat
dapat
mengubah pandangannya terhadap kaum
transeksual khususnya waria yang selama
ini keberadaan kaum waria dianggap
DAFTAR PUSTAKA
sebagai sampah masyarakat. Masyarakat
Anonim. (2002). Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Edisi ketiga). Jakarta:
Balai Pustaka.
disarankan
agar
tidak
mengucilkan
ataupun membedakan kaum waria, karena
bagaimanapun
manusia
kaum
biasa
pengakuannya
waria
yang
adalah
menginginkan
sebagai
bagian
dari
masyarakat.
d. Untuk Penelitian Selanjutnya
Bagi penelitian selanjutnya yang ingin
mengembangkan
penelitian,
atau
diharapkan
melanjutkan
hendaknya
meninjau perilaku agresivitas
kaum
transeksual khususnya waria mengenai
pengaruhnya pada kaum waria sendiri
serta masyarakat. Dalam menerapkan
metode
penelitian
disarankan
menggunakan metode kualitatif dengan
menggunakan
memungkinkan
open
untuk
interview
agar
didapatkannya
variasi atau temuan baru pada analisis
antar kasus serta hasil atau jawaban yang
didapat
lebih
akurat
atau
dengan
menggunakan metode kuantitatif, dimana
hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
Anonim.
(2006).
Konstruksi
Waria.
http://www.sogunda–fiera.com.
03/01/2006
Anonim. (2005). Menjenguk Identitas Kaum
Homoseksual. http://www.jatim.go.Id.
24/12/2005.
Anantasari. (2006). Menyikapi Perilaku
Agresif Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Atmojo, K. (1986). Kami bukan laki – laki ;
sebuah sketsa kehidupan kaum waria.
Jakarta: PT Temprin
Bandura, A. (1973). Aggression a Social
Learning Analysis. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Bios. (2005). Kekeliruanku Tentang Waria.
http://www.boedy.blogspot.com.
27/05/2005.
Crooks, R & Baur, K. (1983). Our Sexuality
(2th
ed).
New
York:
The
Benjamin/Publishing Company, Inc.
Davison, G. C. & Neale, J. M (1974).
Abnormal Psychology (6th ed). New
York: John Willey & Sons,Inc.
Dayakisni, T & Hudaniha. (2003). Psikologi
Sosial. Malang: UMM Press.
Elkins, R & King, D. (2001). Transgendering,
Migrating and Love of One Self as a
Woman: A Contribution to a
Sociology of Autogynephilia. Journal
of
Urology.
http://www.symposion.com.
04/07/2001.
Faturochman. (2006). Pengantar Psikologi
Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Fausiah, F & Widury, J. (2003). Bahan Ajar
Mata Kuliah Psikologi Abnormal.
Jakarta:
Fakultas
Psikologi
Universitas Indonesia.
Hadi. (2003). Waria dan Aksi Stop AIDS.
http://www.sinarharapan.co.id.
02/07/2003.
Hawari, D. (1995). AlQuran Ilmu Kedokteran
Jiwa
dan
Kesehatan
Jiwa.
Yogyakarta: PT Dana Bakti Prima
Yasa.
Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian
Kualitatif
untuk
Ilmu-Ilmu
Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta:
Universitas Gunadarma.
Iswandi, E., Sitompul, R. P.& Ruhama, S.
(2005). Cinta Selalu Ada ;
Permenungan Makna ILYD dalam
Kehidupan Transseksual. Yogyakarta:
Galang Press.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J. & Grebb, J. A.
(1994). Sinopsis Psikiatri. Alih
Bahasa: Kusuma, W. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Budaya.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Miles, B. & Huberman. (1992). Qualitative
Data Analysis : A Sourcebook of New
Methods. Beverly Hills: Sage
Publications.
Moleong, L. (2004). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Najir, M. (1983). Metodologi Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Narbuko, C & Achmadi, A. (2004).
Metodelogi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nurjannah, O. (2006). Penyesuaian Diri pada
Waria Terhadap Lingkungan Sosial.
Skripsi (Tidak diterbitkan). Depok:
Fakultas
Psikologi
Universitas
Gunadarma.
Olsson, S.E, & Moller, A. (2006). Regret
after Sex Reassignmet Surgery in a
Male to Female Transsexual: A Long
Term Follow Up. Archives of Sexual
Behaviour.
35(4),
501-506.
http://www.hawaii.edu.com.
11/08/2006.
Poerwandari, E., K. (1998). Pendekatan
Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia.
Prabowo, H. (1998). Pengantar Psikologi
Lingkungan. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Riyanti, D & Prabowo, H. (1998). Psikologi
Umum 2. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Robin, S. O. (1993). Sex Reassignment
Surgery
Male
to
Female.
Scandanavian Journal of Urology and
Nephrology. 5, 33-39.
Sarwono, S. W. (1997). Psikologi Sosial;
Individu dan Teori-teori Psikologi
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sears, D. O, Freedman, J. L & Peplau, L. A.
(1994). Psikologi Sosial Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Soeratno. (1987). Metodologi Risert khusus.
Jakarta: UniversitasTerbuka
Sukandarrumidi.
(2004).
Metodologi
Penelitian; Petunjuk Praktis untuk
peneliti
pemula.
Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Sunaryo.
(2004).
Psikologi
Keperawatan. Jakarta: EGC.
untuk
Wilson, G, T., O’Leary, K, D., & Nathan, P.
(1992). Abnormal Psychology. New
Jersey: Prentice – Hall, Inc.
Yash. (2003) Transseksual; Sebuah Studi
Kasus Perkembangan Transseksual
Perempuan ke Laki-laki. Semarang:
AINI.
Download