9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Definisi ikan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Definisi ikan
Ikan adalah binatang berdarah dingin yang hidup didalam air dan mempunyai
sirip sebagai penggerak tubuh serta bernafas dengan insang (Effendi: 1971, dalam
Himawati: 2010). Menurut Sakti :2008, dalam Himawati: 2010), ikan (pisces) yaitu
hewan bertulang belakang (termasuk vertebrata), habitatnya di perairan, bernafas dengan
insang, bergerak dan menjaga keseimbangan tubuhnya menggunakan sirip-sirip, bersifat
poikilotermik (berdarah dingin).
2.1.2 Komposisi ikan
Komposisi kimia ikan tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim
penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan
protein dan mineral daging ikan relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak sangat
berfluktuasi (Irianto dan Soesilo, 2008). Tubuh ikan berdasar hasil penelitian, ternyata
daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut : Air : 60,0 - 84,0 %. Protein :
18,0 - 30,0 %, Lemak : 0,1 - 2,2 %, Karbohidrat : 0,0 - 1,0 % Vitamin & Mineral sisanya
(Kinsella: 1986, dalam Himawati: 2010). Kandungan gizi ikansegar dapat dilihat pada
Tabel 2.1
9
Tabel 2.1
Komposisi Ikan Segar
Kadar (%)(1)
Kadar (%)(2)
Kandungan air
76,00
6,0-84,0
Protein
17,00
18,0-30
Lemak
4,50
0,1-2,2
2,52-4,50
0,0-1,0
-
0,0-6,7
Komponen
Mineral dan vitamin
Karbohidrat
(Sumber: Rusiman: 2008(1) , Arfrianto dan Liviawaty: 1989(2) , dalam Himawati: 2010).
Daging ikan menyebutkan bahwa kandungan protein ikan sekitar 15-24%,
tergantung dari jenis ikannya. Keunggulan ikan adalah bahwa daya cerna protein ikan
sangat tinggi, yaitu hingga sekitar 95% (Winarti: 1992, dalam Himawati 2010). Daging
ikan mengandung protein 15-20% dan kandungan asam amino essensialnya mirip dengan
daging hewan yang menyusui (Ridwansyah: 2002, dalam Himawati: 2010).
Protein ikan kaya akan asam-asam amino yang essensial maupun non essensial.
Kandungan asam amino essensial pada ikan sebanyak 10 macam yaitu arginin, histidin,
isoleusin, leusin, lisin, methionon, fenilalanin, threonin, triptophan, dan valin. Sedangkan
kandungan asam amino non essensial sebanyak 10 macam yaitu alanin, asam aspartat,
listin, asam glutamat, glisin, hidroksi lisin, hidroksi prolin, prolin, serin dan triosin
(Kanoni: 1991, dalam Himawati: 2010).
Tubuh ikan tersusun kurang lebih dari 60 unsur yang tergabung menjadi senyawa
sederhana maupun senyawa kompleks. Unsur-unsur penyusun tubuh ikan sebagai berikut
: oksigen 75%, hidrogen 10%, karbon 9,5%, nitrogen 2,5-3%, kalsium 1,2-1,5%, fosfor
0,6-0,8% dan sulfur kurang lebih 0,3% (Zaitsev et al: 1969, dalam Himawati: 2010).
10
Khususnya pada ikan laut kaya akan yodium. Kandungan yodium ikan mencapai 830
μg/kg, sedangkan yodium pada daging hanya 50 μg/kg dan telur 93 μg/kg (Khomsan:
2004, dalam Himawati: 2010).
Ikan mempunyai kandungan vitamin A dan vitamin D tinggi yang tersimpan dan
terakumulasi pada hati ikan, sehingga ikan dapat disebut sebagai sumber vitamin A dan D
(Borgstom: 1962, dalam Himawati: 2010). Vitamin lain yang terdapat dalam tubuh ikan
adalah vitamin B kompleks, vitamin C dalam jumlah kecil, vitamin E dan K (Zaitsev et
al: 1969, dalam himawati: 2010).
2.1.3 Manfaat Ikan Bagi Kesehatan
Ikan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan sangat
diperlukan oleh manusia, karena selain mudah dicerna ikan juga mengandung asam
amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di dalam
tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi
kimia sebagai berikut (Yuzuv : 2009, dalam Rahman: 2010).
1. Air : 60,0 - 84,0%
2. Protein : 18,0 - 30,0 %
3. Lemak : 0,1 - 2,2 %
4. Karbohidrat : 0,0 - 1,0%
5. Vitamin : 3,0 - 4,5%
6. Mineral : 2,0 – 2,52% 1.
Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada
umur, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan. Bagi tubuh manusia, daging ikan
mempunyai beberapa fungsi yaitu (Anonimous : 2009, dalam Rahman: 2010).
11
1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas
kehidupan sehari-hari
2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
4. Memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh.
Kekurangan dalam mengkonsumsi ikan dapat berakibat timbulnya penyakit,
seperti kwarsiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang,
serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak – anak).
Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih
memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan dari pada produk hewani lainnya, adalah
(Afrianto: 2005, dalam Rahman: 2010).
1. Perairan Indonesia yang sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi
potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, pemenuhan
akan protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan masih sangat
memungkinkan.
2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20 %) dan tersusun oleh
sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola asam amino di dalam tubuh
manusia. Hal itu membuat, ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis 90%. Adapun
yang dimaksud dengan nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah protein
yang dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya,
apabila berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang
akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang.
12
3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat
(tendon) sehingga mudah dicerna oleh tubuh.
4. Meskipun daging ikan mengandung lemak sangat tinggi (0,1 – 2,2%), namun 25%
dari jumlah tersebut merupakan asam–asam lemak tak jenuh yang sangat
dibutuhkan manusia dan memiliki kadar kolesterol yang sangat rendah, hal itu
membuat daging ikan tidak berbahaya bagi manusia khususnya bagi orang–orang
yang menderita penyakit kolesterol.
5. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh
manusia, seperti : K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y. Selain itu
ikan juga mengandung vitamin A dan D dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan tubuh manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit dan
proses pembentukan tulang, terutama pada anak balita.
6. Ikan dapat dengan mudah disajikan dalam berbagai bentuk pangan olahan
7. Harga ikan relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani lain.
Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan
protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah.
8. Daging ikan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi
kesehatan, agama, suku, maupun tingkat perekonomian.
Disamping
keuntungan–keutungan
diatas,
ikan
juga
memiliki
beberapa
kelemahan, seperti (Afrianto: 2005, dalam Rahman: 2010).
1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati
netral, sehingga menjadi media yang baik utuk pertumbuhan bakteri pembusuk
maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang
13
cepat membusuk, bahkan lebih cepat dibanding dengan sumber protein hewani
yang lain.
2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga
sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan
daging sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan
mikroorganisme.
3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat
mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada
tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa
menggunakan antioksidan.
Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang
terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi pada
lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah
mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi
kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar
(Yuzuv: 2009, dalam Rahman: 2010).
Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat
menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian
yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu
dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada
pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto: 2005, dalam Rahman:
2010).
14
2.1.4 Aspek Biologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Cakalang sering disebut skipjack tuna dengan nama
lokal cakalang. Adapun klasifikasi cakalang Matsumoto, et
al (1984) adalah sebagai berikut :
Phylum : Vertebrata
Class : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species: Katsuwonus pelamis (ikan cakalang)
(Matsumoto, et al 1984 dalam Rukkai : 2010).
Cakalang termasuk jenis ikan tuna dalam famili Scombridae, species
Katsuwonus pelamis. (Collete: 1983 dalam Rukkai : 2010 ) menjelaskan ciri-ciri
morfologi cakalang yaitu tubuh berbentuk fusiform, memanjang dan agak bulat, tapis
insang (gill rakes) berjumlah 53- 63 pada helai pertama. Mempunyai dua sirip punggung
yang terpisah. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, jari-jari
lemah pada sirip punggung kedua diikuti oleh 7-9 finlet. Sirip dada pendek, terdapat dua
flops diantara sirip perut. Sirip anal diikuti dengan 7-8 finlet. Badan tidak bersisik kecuali
pada barut badan (corselets) dan lateral line terdapat titiktitik kecil. Bagian punggung
berwarna biru kehitaman (gelap) disisi bawah dan perut keperakan, dengan 4-6 buah
garis-garis berwarna hitam yang memanjang pada bagian samping badan.
Cakalang termasuk ikan perenang cepat dan mempunyai sifat makan yang rakus.
Ikan jenis ini sering bergerombol yang hampir bersamaan melakukan ruaya disekitar
15
pulau maupun jarak jauh dan senang melawan arus, ikan ini biasa bergerombol diperairan
pelagis hingga kedalaman 200 m. Ikan ini mencari makan berdasarkan penglihatan dan
rakus terhadap mangsanya.
2.1.5 Tingkah Laku Ikan cakalang
Cakalang biasanya membentuk gerombolan (Schooling) pada saat ikan tersebut
mencari makan. Bila ikan tersebut mencari makan, maka gerombolan tersebut bergerak
dengan cepat sambil meloncat-loncat diatas permukaan laut (Amiruddin: 1993, dalam
Rukkai: 2010).
Pentebaran cakalang dikawasan barat di Samudra fasific melebar dari lintang
utara ke lintang selatan tetapi menyempit dikawasan timur
karena terbatasnya
penyebaran air hangat yang cocok utnuk pemijahan oleh arus dingin yang mengalir
menuju kawsan tropic dikedua belah bumi. Disamudra Hindia, penyebaran ikan cakalang
melebar menuju selatan kea rah ujung selatan Benua Afrika , sekitar 360oC LS. Ada tiga
alasan yang menyebabkan beberapa jenis ikan melakukan migrasi, yaitu :
1. Mancari perairan yang kaya akan makanan
2. Mencari tempat untuk memijah
3. Terjadinya perubahan beberapa faktor
lingkungan perairan seperti suhu, air,
salinitas dan arus (Niskolky: 1993, dalam Rukkai : 2010).
Ikan cakalang bersifat epipalagis dan oseanik. Cakalang sangat menyenangi
daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus konvergensi yang banyak terjadi pada
daerah yang mempunyai banyak pulau. Selain itu cakalang juga menyenangi pertemuan
antara arus panas dan arus dingin serta daerah upwelling. Penyebaran cakalang secara
vertikal terdapat mulai dari permukaan sampai kedalaman 260 m pada siang hari,
16
sedangkan pada malam hari akan menuju permukaan (migrasi diurnal). Penyebaran
geografis cakalang terdapat terutama pada perairan tropis dan perairan panas didaerah
lintang sedang (Amiruddin: 1993, dalam Rukkai: 2010).
Ikan cakalang tidak memiliki gelembung renang sehingga tidak bisa bergerak
cepat secara vertikal dekat permukaan, akan tetapi juga membuat ikan ini membutuhkan
kecepatan yang tinggi untuk mempertahankan keseimbangan hidrostatisnya. Ikan
cakalang sering kali muncul dipermukaan perairan. Ikan cakalang mengadakan lonjatan
jauh lebih horizontal (Amiruddin: 1993, dalam Rukkai: 2010).
2.1.6 Daerah Penyebaran
Suhu yang ideal untuk ikan cakalang antara 260C – 320C, dan suhu yang ideal
untuk melakukan pemijahan 280C – 290C dengan salinitas 33% . Sedangkan menurut
Jones dan Silas (1962) cakalang hidup pada temperature antara 160C – 300C dengan
temperature optimum 280C. Ikan cakalang menyebar luas diseluruh perairan tropis dan
sub tropis pada lautan Atlantik, Hindia dan Pasifik, kecuali laut Mediterania. Penyebaran
ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penyebaran horizontal atau penyebaran
menurut letak geografis perairan dan penyebaran vertikal atau penyebaran menurut
kedalaman perairan. Penyebaran Tuna dan Cakalang sering mengikuti penyebaran atau
sirkulasi arus garis konvergensi diantara arus dingin dan arus panas merupakan daerah
yang kaya akan organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground yang
sangat baik untuk perikanan Tuna dan Cakalang.
Dalam perikanan Tuna dan Cakalang pengetahuan tentang sirkulasi arus sangat
diperlukan, karena kepadatan populasi pada suatu perairan sangat berhubungan dengan
arus-arus tersebut. Penyebaran cakalang di perairan Samudra Hindia meliputi daerah
17
tropis dan sub tropis, penyebaran cakalang ini terus berlangsung secara teratur di
Samudra Hindia di mulai dari Pantai Barat Australia, sebelah selatan Kepulauan Nusa
Tenggara, sebelah selatan Pulau Jawa, Sebelah Barat Sumatra, Laut Andaman, diluar
pantai Bombay, diluar pantai Ceylon, sebelah Barat Hindia, Teluk Aden, Samudra Hindia
yang berbatasan dengan Pantai Sobali, Pantai Timur dan selatan Afrika .
Penyebaran cakalang di perairan Indonesia meliputi Samudra Hindia (perairan
Barat Sumatra, selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara), Perairan Indonesia bagian Timur
(Laut Sulawesi, Maluku, Arafuru, Banda, Flores dan Selat Makassar) dan Samudra
Fasifik (perairan Utara Irian Jaya).
2.1.7 Bakteri Pada Ikan
Berikut ini adalah beberapa bakteri yang biasa ditemukan pada ikan yang
dikonsumsi yaitu sebagai berikut :
1. Vibrio
Bakteri ini merupakan bakteri Gram Negatif, yang berebentuk batang melengkung
bersifat an-aerob yang menghasilkan entero-toksin. Bakteri ini sangat sensitive terhadap
panas dan dapat hidup pada kisaran suhu 10o C sampai 37o C pada pH ideal yaitu 7,6
(Mortimore & Carrol W, 1998 dalam Adji, 2008).
Bakteri ini adalah bakteri halolifik yang menyebabkan gastroenteritis akut setelah
memakan makanan laut yang terkontaminasi, misalnya ikan mentah atau kerang.
2. Staphylococcus
Bakteri ini merupakan bakteri Gram Positif yang berbentuk bulat (mirip buah beri)
bersifat aerobic atau an-aerobic yang dapat memproduksi toksin serta memiliki
kemampuan toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, bakteri ini dapat hidup
18
pada suhu 7o C sampai 48o C dengan pH ideal 6,5 (Mortimore & Carrol W, 1998 dalam
Adji: 2008).
Staphylococcus dapat diisolasi dari kulit dan hidung seseorang maupun binatang
serta lesi kulit yang terinfeksi. Keracunan makanan disebabkan oleh makanan yang
mengandung toksin (enterotoksin) yang dibentuk oleh Staphylococcus setelah
bermultiplikasi sebelum makanan disantap (Sarudji: 2010).
Pencegahan terhadap keracunan ini terutama ditunjukkan kepada pengolahan
makanan tentang hygiene perorangan dan penyimpanan makanan dengan pendinginan
cepat, apabila tidak segera disantap, dan makanan baru dipanaskan kembali apabila
makanan akan disajikan (Sarudji: 2010).
3. Salmonella
Bakteri ini merupakan bakteri Gram Negatif berbentuk tangkai & tidak berspora
serta memiliki motil yang bersifat fakultatif an-aerob yang dapat hidup pada pencernakan
manusia & hewan, dapat hidup pada suhu 5,2o C sampai 43o C dengan pH ideal 7
(sumber : Mortimore & Carrol Wz: 1998, dalam Adji: 2008).
Salmonella termasuk dalam family Enterobacteriaceae yang dikelompokkan
menjadi salmonella thyipi dan parathyipi A, B, C (menyebabkan keracunan makanan).
Keracunan makanan oleh salmonella diperkirakan lebih dari 50% dari seluruh keracunan
makanan. Bakteri ini merupakan penghuni saluran cerna hewan bertulang belakang tidak
terkecuali manusia (Sarudji: 2010).
Salmonella merupakan bakteri yang banyak menghasilkan toksin. Sebanyak 7%
S. thypi dan S. typimurium menyekresikan toksin yang bersifat neurotoksik, larut dalam
air, dan labil terhadap pemanasan serta oksigen (Sarudji: 2010).
19
4. Escherichia coli
Bakteri ini merupakan strain dari coliform yaitu gram negative yang Berbentuk
batang dan tidak berspora bersifat aerob sampai fakultatif an-aerob yang bisa hidup pada
pencernaan manusia yang dapat memfermentasi laktosa yang menghasilkan gas dan
asam, dan dapat hidup pada suhu 35o C (Mortimore & Carrol W: 1998 dalam Adji:
2008).
Escherichia coli adalah kuman oportunitis yang banyak ditemukan diusus besar
manusia sebagai flora normal. Escherichia coli merupakan kuman berbentuk batang
pendek (kokobasil), Gram negative, ukuran 0,4-0,7µm x 14µm, sebagian besar gerak
positif dan beberapa strain memiliki kapsul. Escherichia coli tumbuh pada perbenihan
biasa temperature optimum 37oC dan akan mati bila terpapar pemanasan selama 30 menit
pada suhu 60oC (mikrobiologi kedokteran, 1994: 163).
2.1.8 Penyimpanan Ikan
Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai
industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan
segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah
untuk proses pengolahan lebih lanjut.
1. Pendinginan
Pendinginan ikan merupakan salah satu proses yang umum digunakan untuk
mengatasi masalah pembusukan ikan, baik selama penangkapan, pengangkutan maupun
penyimpanan sementara sebelum diolah menjadi produk lain. Dengan mendinginkan ikan
sampai sekitar 0° C kita dapat memperpanjang masa kesegaran (daya simpan, shelf-life)
ikan sampai 12-18 hari sejak saat ikan ditangkap dan mati, tergantung pada jenis ikan dan
20
cara penanganan. Pengaruh pendinginan terhadap mutu ikan dapat dilihat pada table di
bawah ini.
Tabel 2.2
Daya Simpan Ikan Pada Berbagai Suhu
Ikan Yang Disimpan Pada Suhu
Tidak Layak Makan Lagi Sesudah
16oC
1-2 hari
11 oC
3 hari
5 oC
5 hari
0 oC
14-15 hari
(sumber : Masyamsir, 2001)
Kelebihan cara pendinginan adalah sifat asli ikan masih dapat dipertahankan.
Ikan dengan sifat asli (tekstur, rasa, bau) terutama jenis-jenis ikan tuna, tenggiri, bawal,
kakap dan lemuru, dapat dipasarkan dengan harga yang cukup tinggi. Selain itu
pendinginan adalah cara yang murah, cepat, dan efektif.
Ikan merupakan makanan yang mudah pembusukkan. Apalagi di daerah tropis
seperti Indonesia yang bersuhu relative tinggi. Akan tetapi, umur penyimpanan ikan
dapat diperpanjang dengan penurunan suhu. Bahkan ikan yang dibekukan dapat disimpan
sampai beberapa bulan, sampai saat dibutuhkan ikan dapat dilelehkan dan diolah lebih
lanjut oleh konsumen (Anonim: 2009).
Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah.
Seperti pendinginan, pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan.
Pembekuan menggunakan suhu yang lebih rendah yaitu jauh di bawah titik beku ikan.
Pemebekuan mengubah hampir seluruh kandungan air pada ikan menjadi es, tetapi pada
21
waktu ikan beku dilelehkan kembali untuk digunakan, keadaan ikan harus kembali seperti
sebelum dibekukan (Anonim: 2009).
Pemebekuan pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan dengan suhu
rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan.
Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan
yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas
enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu
aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun,
terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai
aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di
atas suhu kamar (Menurut Hadiwiyoto: 1993, dalam Abandikerdi: 2010).
Ikan-ikan yang dibekukan untuk dikonsumsi memerlukan terpeliharanya sifatsifat ikan segar yang dibekukan, agar ketika dilelehkan tidak dapat dibedakan dari ikan
segar (Anonim: 2009).
Tubuh ikan sebagian besar (60%-80% terdiri atas cairan yang terdapat dalam sel,
jaringan , dan ruangan-ruangan antar sel. Sebagian besar dari cairan itu (+67%) berupa
free water dan selebihnya (+5%) berupa bound water. Bound water adalah air yang
terkiat kuat secara kimia dengan sustansi lain dari tubuh ikan (Anonim: 2009).
Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan tersebut menjadi es. Ikan mulai
membeku pada suhu anrata -0,60oC sampai -20oC, atau rata-rata pada - 10oC (Anonim:
2009).
Proses pembekuan akan berpengaruh terhadap mikroba, protein, enzim, vitamin,
dan parasit. Pengaruh pembekuan terhadap mikroba terutama dalam bentuk mikroba yang
22
sangat peka yaitu sel-sel vegetatif. Akan tetapi spora biasanya tidak rusak dalam proses
pembekuan. Aktivitas enzim atau sistem enzim dapat rusak pada suhu mendekati 93,3°C
(Abankerdi: 2010).
Dapat dikatakan bahwa pada suhu di bawah -10°C proses pembusukan pada
bakteri terhenti. Akan tetapi, proses seperti biokimia, kimia, dan fisis, masih berlangsung
terus-menerus. Proses-proses tersebut dapat menyebabkan kemunduran mutu. Proses
yang perlu mendapat perhatian utama adalah kegiatan enzim. Pembusukan untuk
mencegah ketengikan atau glazing (penambahan lapisan es untuk menghindari proses
pengeringan merupakan salah satu cara untuk menghambat kegiatan enzim (Abankerdi:
2009).
2. Pengasapan
Tujuan pengasapan dalam pengawetan ikan yaitu untuk mengawetkan dan
memberi warna serta rasa keasap-asapan yang khusus pada ikan. Panas dari asap yang
tinggi bisa menghentikan aktivitas mikroba pembusuk dan enzim-enzim perusak dalam
daging sehingga proses pembusukan dapat dicegah (Ulis: 2010).
3.Penggaraman
Fungsi garam dalam pengawetan ini untuk menyerap air dari dalam daging ikan
sehingga aktivitas bakteri akan terhambat. Selain itu, larutan garam juga menyebabkan
proses osmose pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis yang
mengakibatkan kurangnya kadar air pada sel bakteri dan akhirya bakteri mati. Umumnya
semua jenis ikan dapat diawetkan dengan cara ini. Contoh hasil olahan ikan yang
diawetkan dengan cara ini : ikan asin, ikan peda, dan ikan pindang (Ulis: 2010).
23
Semua proses pengawetan ikan dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu
ikan, karena pada dasarnya proses pengawetan ikan tersebut berfungsi untuk
menghambat bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan pembusukkan dan kerusakan
daging ikan, karena enzim-enzim pembusuk paling banyak dihasilkan oleh bakteri pada
ikan. akibatnya ikan sudah tidak bisa untuk dikonsumsi lagi.
Hanya ikan yang berkualitas segarlah yang aman untuk dikonsumsi, oleh karena
itu penyimpanan dan proses pengolahan ikan harus diperhatikan.
24
2.2 Kerangka Berfikir
2.2.1 Kerangka Teori
Ikan Cakalang
Bakteri Pada ikan :
 Vibrio
 Staphylococcus
 Salmonella
 Escherichia
coli
Manfaat Ikan Bagi
Kesehatan
a. Aspek Biologi
b. Tingkah Laku
c. Daerah
Penyebaran
Penyimpanan Ikan
Penanganan
Diatas Kapal
Kualitas Bakteri
Ikan Cakalang
Suhu
Penyimpanan
Lama Penyimpanan
Pada Suhu Freezer
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Ikan banyak memiliki manfaat untuk tubuh, oleh karena itu kualitas ikan harus
tetap dijaga untuk memdapatkan manfaat yang optimum, dimana penanganan ikan dari
kapal nelayan, lama dan suhu penyimpanan harus diperhatikan, semakin lama masa
penyimpanan ikan, maka akan semakin menurunkan kualitas ikan tersebut.
25
2.2.2 Kerangka Konsep
Penanganan diatas
Kapal
Jumlah
Bakteri Ikan
Cakalang
Suhu Penyimpanan
(0oC)
Lama Penyimpanan
Dalam Freezer
(5 Hari)
(10 hari)
(15 Hari)
(20 hari)
=
Variabel Independent
=
Variabel Dependent
=
Variabel yang diteliti
=
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
26
2.3 Hipotesis
2.3.1 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “terdapat pengaruh
lama penyimpanan
terhadap jumlah bakteri pada ikan cakalang”.
2.3.2 Hipotesis Statistik
H0 : F = 0 “ Tidak ada pengaruh lama penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada
ikan cakalang “
Ha : F ≠ 0 “ Ada pengaruh lama penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada ikan
cakalang “
Dengan kriteria uji :
H0 diterima : Fhitung < Ftabel
27
Download