Pengaruh intelegensi dan kematangan sosial terhadap kualitas

advertisement
Pengaruh intelegensi dan kematangan sosial
terhadap kualitas pelayanan jasa kesehatan.
(studi kasus pada RSUD Karangasem)
Oleh :
I WAYAN WARTIKA
1114011002
VA
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
Memasuki era global maka rumah sakit sebagai salah satu dari sistem
pelayanan kesehatan masyarakat, dituntut untuk terus-menerus meningkatkan
kualitas pelayanannya, mengingat semakin pesat dan majunya perkembangan
IPTEK bidang kesehatan, semakin kompleksnya permasalahan kesehatan serta
semakin membaiknya tingkat pendidikan dan sosial ekonomi sebagian besar
masyarakat yang berakibat semakin meningkatnya tuntutan akan pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
Menurut Levit (1987) pasien secara individual menuntut agar diperlukan
secara individual dan menjadi sangat memilih. Oleh karena itu salah satu syarat
agar rumah sakit menjadi sukses dalam persaingan di masa yang akan datang
harus berusaha mencapai tujuan dengan menciptakan dan mempertahankan
pelanggan. Untuk mempertahankan pelanggan, penyedia jasa harus menguasai
lima unsure, yaitu: cepat, tepat, ramah, rapid an nyaman. Kelima unsur itu
merupakan syarat utama yang perlu dimiliki oleh para perawat rumah sakit, agar
terjadi jalinan yang baik antara pasien dan perawat sehingga pasien puas dengan
jasa pelayanan kesehatan yang diterima. Dalam melaksanakan tugas pelayanan,
perawat dituntut untuk memiliki kepribadian yang prima, di samping penampilan
fisik juga diperlukan adanya kemampuan intelegensi, kematangan sosial dan
kekerabatan yang sangat baik, agar lebih memudah akan menanggulangi pasien
nantinya. Menurut Mangkunegara (2000 : 67 ) pegawai yang memiliki
kemampuan intelegensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya, akan lebih mudah dalam melakukan kinerjanya.
Pelayanan keperawatan merupakan ujung tombak dari pelayanan
kesehatan, dimana para perawat dapat memberikan image pada pelayanan rumah
sakit. Baik buruknya suatu pelayanan kesehatan, akan dinilai oleh konsumen
berdasarkan kesan pertama terhadap mutu pelayanan keperawatannya. Oleh
karena itu, penyelenggaraan pelayanan kesehatan perlu mengoptimalkan peran
perawatnya.
Data di atas menunjukkan bahwa RSUD Karangasem merupakan satu –
satunya rumah sakit yang ada di Kabupaten Karangasem, yang menjadi pusat
rujukan bagi semua sarana pelayanan kesehatan lain yang ada di Kabupaten
Karangasem. Sebagai lembaga yang sarat dengan aktivitas dan beban biaya yang
tinggi, Rumah Sakit Umum Daerah Karangasem dituntut untuk mampu
memberikan pelayanan yang dapat memuaskan customer. Sehingga diperlukan
Sumber Daya Manusia (SDM) yang professional dalam pengelolaannya.
Penyelenggaraan rumah sakit diarahkan pada empat puas, yaitu: puas
penderita, puas karyawan, puas rumah sakit, dan puas pemilik dengan selalu
meningkatkan mutu. Keadaan tersebut mengharuskan setiap rumah sakit baik
milik pemerintah maupun swasta dikelola secara ekonomis dan professional tanpa
harus meninggalkan fungsi sosialnya, sehingga mampu survive dan bersaing pada
era globalisasi sekarang dan masa yang akan datang.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengkaji secara mendalam, mengapa fenomena itu terjadi dan bagaimana
mengatasinya dalam rangka mencapai tujuan yakni menghasilkan jasa pelayanan
medis dan non medis yang setinggi-tingginya, terukur dengan biaya yang efisien
sehingga pasien dan keluarganya merasa puas atas pelayanan yang mereka terima.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
1. Apakah ada pengaruh tingkat intelegensi perawat dan dokter terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien dirumah sakit RSUD
Karangasem ?
2. Apakah ada pengaruh kematangan sosial perawat terhadap kualitas
pelayanan jasa kesehatan yang diterima pasien ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Pengaruh intelegensi perawat dan dokter terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien dirumah sakit RSUD Karangasem.
2. Pengaruh kematangan sosial perawat, dokter terhadap kualitas pelayanan
jasa kesehatan yang diterima pasien.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Bila tujuan peneliti tercapai, maka diharapkan dapat :
1. Memperkaya kajian empiris, tentang teori manajemen sumberdaya
manusia, terutama tentang teori intelegensi, kematangan sosial
dikaitkan dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diterima pasien.
2. Sebagai masukan bagi pihak pengelola RSUD Karangasem, khususnya
bagian rawat inap bahwa factor fisik dan psikis perawat sangat
menentukan bagi tercapainya kualitas pelayanan jasa kesehatan.
3. Menjadi refrensi bagi peneliti lain yang berminat pada kajian yang
sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Tiori
2.1.1 Kualitas Pelayanan Kesehatan
Menurut Azwar (1994 :57) kualitas pelayanan kesehatan bersifat
multi dimensional, yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan
(pasien dan keluarganya) dan menurut penyelenggara pelayanan kesehatan
(pihak rumah sakit dan dokter serta petugas lainnya) serta menurut
penyandang dana yang membiayai pelayanan kesehatan. Dimensi yang
disebutkan dan dijelaskan sebagai berikut:
A. Segi Pemakai Jasa Pelayanan
Dari segi ini kualitas pelayanan berhubungan erat dengan
ketanggapan dan kemampuan petugas rumah sakit dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi
antara pasien
dengan petugas termasuk di dalamnya sifat ramah, rendah hati
dan kesungguhan.
B. Segi rumah sakit sendiri
Dari segi ini derajat kualitas pelayanan terkait pada
pemakaian yang
sesuai dengan perkembangan ilmu dan
teknologi. Selain itu terkait otonomi profesi dokter dan perawat
serta profesi kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit.
C. Segi pembiayaan
Dari segi ini kualitas terkait pada s3egi-segi efesiensi
pemakaian sumber dana serta kewajaran pembiayaan kesehatan.
Kualitas pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi
dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen rumah sakit
sebagai suatu sistem. Menurut Danabedian (1988 : 15 ) aspek-aspek
pelayanan rumah sakit yang berhubungan dengan kualitas pelayanan
digolongkan menjadi struktur, proses dan keluaran. Aspek struktur
meliputi sarana fisik, perlengkapan, peralatan, organisasi dan manajemen,
keuangan, sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya yang ada
kaitannya dengan rumah sakit.
Aspek proses adalah semuakegiatan dokter, perawat, dan tenaga
professional lainnya serta petugas administrasi dalam interaksinya dengan
pasien, yang meliputi apa dan bagaimana kegiatan professional dan tenaga
administratif itu dilaksanakan. Dalam proses ini mencakup beberapa yang
perlu dilaksanakan oleh pihak rumah sakit, yaitu sebagai berikut :
1. Penilaian tentang pasien
2. Penegakan diagnosis
3. Rencana pengobatan
4. Indikasi tindakan
5. Prosedur asuhan keperawatan
6. Prosedur tindakan pengobatan
7. Penanganan yang dilakukan
Aspek keluaran merupakan hasil dari tindakan dokter, perawat, dan
tenaga professional lainnya serta pelayanan bagian administrasi terhadap
pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya, baik
positif maupun sebaliknya, karena keluaran dapat berupa hal-hal yang
tidak diinginkan seperti penyulit dan kejadian lainnya yang tidak
diharapkan. Keluaran dapat dirasakan oleh pasien dalam jangka pendek
maupun jangka panjang misalnya, status kesehatan pasien dan kemampuan
fungsionalnya. Keluaran itu dapat dijadikan petunjuk efektif tidaknya
proses pelayanan dokter, perawat dan profesi kesehatan lainnya dalam
melaksanakan tugas yang berkaitan dengan tanggung jawab profesinya.
Secara operasional kualitas pelayanan bisa diketahui dengan
melakukan pertanyaan, apakah pelayanan yang diberikan berbeda dengan
yang diharapkan ? apakah pelayanan yang didapatkan sama dengan
pelayanan yang diharapkan, lebih baik atau lebih buruk yang diharapkan ?
parasuraman at al. (1985 : 52) mengemukakan bahwwa adda dua factor
yang utama mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu expected service dan
perieved service. Apabila jasa yang diterima atau yang dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan
memuaskan. Jika kualitas pelayanan yang diterima melampaui harapan
pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang
ideal. Sebaliknya, jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah
daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk.
Jadi, baik dan buruknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan
Dimensi kualitas pelayanan dapat digunakan sebagai kerangka
perencanaan
strategi
dan
analisis.
Parasurama
at
al.
(1985
:70)
mengemukakan bahwa ada banyak pakar yang mencoba meneliti secara
khusus
terhadap
beberapa
jenis
jasa
yang
kemudian
mengidentifiikkasi 10 dimensi dari kualitas pelayanan yaitu :
1. Keandalan (reliabilitas)
2. Daya tanggap (responsiveness)
3. Kemampuan (competent)
4. Kemudahan untuk dihubungi (acces)
5. Keramahan (courtesy)
6. Komunikasi (communication)
7. Jujur, kepercayaan (credibility)
8. Keamanan (security)
berhasil
9. Penuh pengertian (understanding)
10. Jelas dan bisa dibuktikan (tangibles)
Perkembangan selanjutnya pasuraman dalam Tjiptono (1996 : 60)
menyatakan bahwa dari 10 dimensi itu dapat dirangkum menjadi 5 dimensi
pokok, yaitu :
1. Tangibles, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan
sarana komunikasi.
2. Keandalan,
yakni
kemampuan
memberikanpelayanan
yang
dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
3. Daya tanggap, yaitu keinginan para staf untuk membantu para
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya,
resiko atau keraguan-keraguan.
5. Empati
meliputi
kemudahan
dalam
melakukan
hubungan
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan para pelanggan.
Penyedian pelayanan jasa dalam hal ini rumah sakit dapatberpedoman
pada lima dimensi pokok kualitas pelayanan tersebut, dan dapat dijabarkan
dalam spesifikasi manajemen pelayanan rumah sakit. Penjabaran selanjutnya
dapat dijadikan pedoman untuk penyampaian jasa pelayanan kepada para
pasien.
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Keberhasilan pelayanan kesehatan suatu rumah sakit dinilai dari
keberhasilan asuhan keperawatannya, yang menurut Gillies (1989 :35) adalah
suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang
langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan,
dengan menggunakan metodologi, proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan. Gambaran kondisi kualitas tenaga keperawatan dipengaruhi
oleh tingkat pendidikkan, kemampuan, keterampilan dan penampilan perawat
itu sendiri. Sementara kualitas pelayanan jasa lebih banyak ditentukan oleh
kepribadian perawat. Hamalik 1993 :34) mengemukakan bahwa kepribadian
meliputi aspek fisik dan psikis seseorang yang diintegrasikan dalam suatu
tingkah laku yang unik, terintegrasi dan terorganisasi. Adapun factor fisik
meliputi penampilan fisik yang tampak, sedangkan factor psikis meliputi
kemampuan intlektual, dan kemampuan sosial. Intelegensi yang memadai dan
tinggi pada diri seseorang erat kaitannya dengan kemungkinan berhasil bagi
seseorang, baik dalam pekerjaan maupun dalam kegiatan belajar.
2.1.4 Intelegensi
Intelegensi lebih dipahami sebagai sesuatu yang bersifat abstrak dari
pada suatu bentuk riil. Namun demikian adanya perbedaan individu dalam
kecepatan serta kesempurnaan menghadapi berbagai masalah, semakin
memperkuat pendapat bahwa intelegensi itu sebenarnya memang ada, meski
pada masing-masing orang kapasitasnya tidak sama. Winkel (1991)
mengemukakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian inteligensi, yaitu
sebagai berikut.
1. Terman: inteligensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Thorndike: inteligensi adalah kemampuan untuk menghubungkan
reaksi tertentu dengan perangsang tertentu pula, misalnya orang
mengatakan “meja” bila melihat sebuah benda berkaki empat dan
mempunyai permukaan yang datar.
3. Thurstone:
inteligensi
merupakan
kombinasi
dari
beberapa
kemampuan dasar (primary abilities). Kemampuan-kemampuan
dasar itu disebut “faktor-faktor utama” dan berjumlah tujuh, yaitu:
faktor bilangan, ingatan, penggunaan bahasa, kelancaran kata-kata,
pemecahan masalah, kecepatan dan ketepatan dalam mengamati,
dan pengamatan ruang. Adanya variasi dan corak inteligensi
diakibatkan oleh adanya variasi dari perpaduan di antara faktorfaktor itu.
4. Guilford: inteligensi merupakan kombinasi perpaduan dari banyak
faktor khusus (operasi, isi, dan produk). Dimensi operasi intelektual
terdiri dari lima faktor, isi (materi operasi intelektual) terdiri dari
empat faktor, dan produk (hasil operasi intelektual) terdiri dari enam
faktor, sehingga terdapat 120 kemampuan intelektual yang spesifik
(faktor khusus).
5. Wechsler: inteligensi adalah kemampuan berpikir secara rasional
dan berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
6. Binet:
inteligensi
adalah
kemampuan
untuk
menetapkan,
mempertahankan, dan mengadakan penyesuaian dalam rangka
mencapai suatu tujuan, dan kemampuan bersikap kritis terhadap diri
sendiri.
Selanjutnya, Heidenrich (Soemanto, 1990) mengemukakan bahwa
inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa
yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang
kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah-masalah. Manusia yang
belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan. Hal itu
memerlukan kemampuan individu yang belajar untuk menyesuaikan diri serta
memecahkan setiap masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka inteligensi dapat diartikan sebagai
suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mencapai suatu tujuan.
Kemampuan tersebut meliputi kecakapan berpikir dan bertindak dengan
memanfaatkan semua potensi yang ada pada diri manusia. Akal merupakan
potensi yang dominan digunakan dalam hal kecakapan berpikir. Dalam hal
kecakapan bertindak, di samping bertindak, di samping akal masih banyak
potensi lain yang cukup berperan, antara lain: penginderaan, perasaan,
keinginan, dan kemauan. Kecakapan berpikir seseorang akan mengacu pada
kecerdasan kognitifnya, sedangkan kecakapan bertindak, terutama dalam
berinteraksi dengan lingkungannya, akan mengacu pada kecerdasan
emosionalnya.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
Hingga sekarang sudah banyak beberapa kajian dalam hal intelegensi
atau
tingkat
IQ
seseorang.
Menurut
Kohstan,
intelegensi
dapat
dikembangkan, namun hanya sebatas segi kualitasnya, yaitu pengembangan
akan terjadi sampai pola pada batas kemampuan saja, terbatas pada segi
peningkatan mutu intelegensi, dan cara cara berpikir secara metodis.
Intelegensi orang satu dengan yang lain cenderng berbeda-beda. Hal ini
karena beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dalam buku Psikologi
Pendidikan oleh H. Jaali pada tahun 2007, faktor yang mempengaruhi
intelegensi antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir.
Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan
masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena
itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak
pintar. Dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan
pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar,sehingga apa yang diminati oleh
manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan
lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang
yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Di sini dapat
dibedakan
antara
pembentukan
yang direncanakan,
seperti
dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan,
misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan
dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik mauapun
psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau
berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing. Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak anak
belum
mampu
mengerjakan
atau
memecahkan
soal
soal
matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal soal itu
masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan f ungsi
jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut
dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan
memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah yang sesuai
dengan kebutuhannya.
Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu
dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak
dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
2.1.5 Pengertian Kematangan Sosial
Kematangan sosial adalah kemampuan untuk berfungsi secara
tanggung jawab yang tepat dan pemahaman tentang aturan-aturan sosial dan
norma-norma di dalam budaya tertentu dan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan secara tepat. Keterampilan perawatan diri, interaksi sosial yang
sehat, dan penghargaan untuk perasaan orang lain adalah beberapa indikator
kematangan sosial dalam kelompok usia tertentu. Kematangan sosial adalah
apa yang memungkinkan kita untuk berfungsi sebagai orang dewasa yang
sehat.
Kematangan sosial adalah istilah yang umum dengan mengacu pada
perilaku yang sesuai dengan standar dan harapan dari orang dewasa dengan
mengacu pada perilaku yang sesuai dengan umur individu (Doll, 1965).
Dengan demikian, pematangan sosial memungkinkan persepsi yang lebih
rinci dari lingkungan sosial yang membantu remaja untuk mempengaruhi
kondisi sosial dan mengembangkan pola perilaku sosial yang stabil. Jika
seseorang lambat untuk mengadopsi pola-pola perilaku sosial, ia dinilai
sebagai yang terbelakang dalam pembangunan sosial. Jadi, perlu bagi remaja
untuk memperoleh lebih matang pola perilaku untuk diterima oleh
masyarakat dan menjadi matang secara sosial. Suatu penelitian menemukan
bahwa murid yang dipilih lebih sering berpartisipasi dalam keterampilan
sosial daripada murid yang sedikit tidak diperhatikan (Bretsch, 1952).
Raj, M. (1996). mendefinisikan kematangan sosial adalah tingkat
keterampilan sosial dan kesadaran bahwa individu telah relative mencapai
terhadap khususnya norma-norma terkait dengan kelompok usia. Ini adalah
ukuran dari pembangunan kompetensi individu dengan memperhatikan untuk
interpersonal, perilaku hubungan kesesuaian masalah, sosial pemecahan dan
penghakiman. sosial jatuh tempo meliputi pencapaian di beberapa domain,
termasuk independen berfungsi, efektif interpersonal yang komunikasi,
interaksi dan yakni tanggung jawab berkontribusi baik kesejahteraan
masyarakat.
Kematangan sosial adalah dimilikinya kemampuan perilaku sebagai
kinerja yang menunjukkan kemampuan berpartisipasi dalam lingkungan yang
ditunjukan dengan antara lain mampu menunjukkan sikap bekerja sama
dalam kelompok, berani menampilkan diri sesuai dengan minatnya, dapat
menunjukan sikap berbagi, dapat besikap sesuai norma dengan lingkungan
ada, mampu bersikap simpati dan empati, dapat bersikap ramah, tidak egois,
suka meniru perilaku positif lingkungannya, serta dapat memberi kasih
sayang pada orang yang dekat (Prihaningsih, 2006). Dengan kematangan
sosial yang dimiliki akan mempermudah individu untuk berorientasi dan
bersosialisasi pada dunia luar yaitu lingkungan masyarakat. Selain itu juga
akan mempermudah dalam melakukan hubungan sosial secara mandiri,
maksudnya seseorang tidak akan berkembang menjadi individu yang
tergantung pada lingkungan sosialnya.
Kematangan sosial seseorang tampak pada perilakunya. Perilaku
tersebut menunjukan kemampuan individu dalam mengurus dirinya sendiri
dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah pada kemandirian
sebagaimana layaknya orang dewasa. Kematangan sosial adalah hal yang
berkaitan dengan kesiapan anak untuk terjun dalam kehidupan sosial dengan
orang lain yang bisa diamati dalam bentuk keterampilan yang dikuasai dan
dikembangkan sehingga akan membantu kematangan sosial kelak (Doll
dalam Habibi, 2003).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kematangan
sosial adalah Kematangan sosial adalah dimilikinya kemampuan perilaku
sebagai kinerja yang menunjukkan kemampuan berpartisipasi dalam
lingkungan yang ditunjukan dengan antara lain mampu menunjukkan sikap
bekerja sama dalam kelompok, berani menampilkan diri sesuai dengan
minatnya, dapat menunjukan sikap berbagi, dapat besikap sesuai norma
dengan lingkungan ada, mampu bersikap simpati dan empati, dapat bersikap
ramah, tidak egois, suka meniru perilaku positif lingkungannya, serta dapat
memberi kasih sayang pada orang yang dekat.
2.1.6 Apek-aspek Kematangan Sosial
Ada beberapa aspek yang berperan terhadap kesiapan seorang anak
untuk memasuki bangku sekolah seperti yang dikemukakan oleh Doll (1965)
yaitu kematangan sosial mencakup beberapa aspek :
1. Menolong diri sendiri (self-help).
2. Mengarahkan pada diri sendiri (self-direction), seperti mengatur
pengeluaran uang dan dapat mengatur waktu.
3. Gerak (locomotion), adanya aktifitas yang timbul dari kognisi
yang dapat menambah pengalaman belajar individu.
4. Pekerjaan (occuption), mampu menggunakan alat-alat yang ada
untuk membantunya dalam aktifitas-aktifitasnya.
5. Sosialisasi (sosialization), seperti ikut dalam keanggotaan
keorganisasian atau berkumpul bersama teman-teman yang ada
dalam lingkungannya.
6.
Komunikasi (communication), seperti berbicara dengan orangorang yang ada
DAFTAR REFRENSI
Nyenyon. 2012. Kematangan sosial.
http://www.nyenyon.com/2013/02/kematangan-sosial.html
( di akses pada 28 oktober 2013)
Masbied. 2013. Pengertian intelegensi menurut para ahli.
http://www.masbied.com/2013/02/02/pengertian-intelegensi-menurut-para-ahli
(di akses pada 19 oktober 2013)
Faktor yang mempengaruhi intelegensi.
http://www.psikologizone.com/faktor-yang-mempengaruhi-intelegensi.
(di akses pada 19 oktober 2013)
Download