TINJAUAN PUSTAKA Telur dan Tepung Telur Telur secara fisik

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Telur dan Tepung Telur
Telur secara fisik dibagi menjadi tiga komponen yaitu kerabang telur (egg
shell) 12,3%, putih telur (egg white) 55,8%, dan kuning telur (egg yolk) 31,9%
(Stadelman dan Cotteril, 1995). Telur merupakan salah satu bahan pangan yang
memiliki nilai gizi tinggi diantaranya mengandung lemak, protein, karbohidrat,
asam amino. Nilai gizi yang tinggi, rendah kalori, teksturnya yang lembut serta
kemudahan dicerna menjadikan telur sebagai produk yang ideal baik untuk usia
tua maupun muda (Gutierrez dkk., 1997). Telur digunakan dalam berbagai bentuk
produk olahan pangan. Tiga bentuk penggunaan telur didasarkan pada koagulasi
atau solidifikasi telur ketika dipanaskan (cake, roti, cracker), proses whipping
putih telur menghasilkan produk yang ringan (meringue, angel cake); serta emulsi
fosfolipid dan lipoprotein kuning telur pada produk mayonnaise, salad dressing
dan saus (Davis dan Reeves, 2002). Telur berperan dalam membentuk kerangka
atau struktur cake, menambah kelembaban, serta meningkatkan cita rasa, aroma,
warna, dan nilai gizi pada cake .
Telur sangat mudah mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik, kimia
maupun biologis. Kerusakan pada telur dapat disebabkan oleh pemanasan,
penyimpanan dan mikroba (Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur yang telah
mengalami kerusakan seperti retak atau pecah kulit memiliki umur simpan yang
singkat, sehingga diperlukan suatu tindakan untuk memperpanjang umur simpan
telur. Salah satu bentuk penanganan yang dilakukan untuk mengawetkan telur
tersebut dengan cara pengolahan menjadi produk awetan kering berupa tepung
6
telur (Suprapti, 2002; Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembuatan tepung telur
dapat meningkatkan daya simpan (shelf life) tanpa mengurangi nilai gizi, volume
bahan menjadi lebih kecil, sehingga lebih hemat ruang dan biaya penyimpanan,
tepung
luas
telur
dan
juga
memungkinkan
penggunaannya
lebih
jangkauan
beragam
pemasaran
yang
lebih
dibandingkan
telur
segar
(Winarno dan Koswara, 2002).
Tepung telur dibuat berdasarkan proses pengeringan yang bertujuan
mengubah bentuk fisik telur dari bentuk cair menjadi bentuk padat. Pada
pembuatan tepung telur sering terjadi masalah karena terjadinya perubahan fisik
selama proses penepungan. Salah satu masalah yang sering muncul adalah
timbulnya reaksi Mailard yang mengakibatkan produk tepung telur menjadi
berwarna lebih gelap dan tidak mudah larut. Dalam pembuatan tepung telur
dilakukan penambahan ragi instan beberapa saat sebelum proses pengeringan
dilakukan. Penambahan ragi ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan
glukosa yang terdapat pada telur. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
reaksi pencoklatan yang dapat mempengaruhi warna tepung telur dan dapat
mempengaruhi mutu tepung telur itu sendiri (Arfan, 2005).
Karakteristik Kimia dan Fungsional Telur dan Tepung Telur
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai tinggi karena
mengandung protein, vitamin dan mineral-mineral (Buckle, dkk., 2007). Protein
telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna. Karakteristik
kimia telur dan tepung telur dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Protein putih telur terdiri atas ovalbumin, konalbumin, ovomukoid, dan
globulin (termasuk lisozim yang dapat melisis bakteri) (Goetz dan Koehler, 2005).
Protein pada putih telur lebih banyak daripada kuning telur tetapi lemak dan
kolesterolnya lebih rendah (Vaclavik dan Christian, 2008).
Tabel 1. Komposisi telur ayam dalam 100 g bahan
Komposisi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (S.I)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
B.d.d. (%)
Jumlah
162
12,8
11,5
0,7
54
180
2,7
900
0,10
0
74,0
90
Sumber: Departemen Kesehatan R.I (1992)
Tabel 2. Kandungan kimia tepung telur
Komposisi
Air (%bk)
Tepung telur
8,6011
Abu (%bk)
3,9688
Lemak (%bk)
25,3436
Protein (%bk)
56,0995
Karbohidrat (%bk)
5,9870
Sumber : Sitorus (2015)
Karakteristik telur yang penting dalam proses pengolahan pangan adalah
karakteristik fungsional yang ditentukan oleh kondisi protein telur untuk
berkoagulasi. Koagulasi protein telur disebabkan oleh proses pemanasan, garam,
basa, asam, atau pereaksi lain seperti urea (Winarno dan Koswara, 2002).
Koagulasi terjadi karena protein mengalami agregasi dan terbentuknya ikatan
antar molekul berupa ikatan hidrofobik, ikatan hidrogen, dan ikatan disulfida.
Koagulasi yang terjadi karena panas disebabkan karena adanya reaksi antara
protein dan air yang diikuti dengan penggumpalan protein. Putih telur ayam akan
mengalami koagulasi pada suhu 62oC selama 10 menit (Winarno dan Koswara,
2002).
Putih telur memiliki karakteristik busa yang sangat baik. Karakteristik
busa merupakan kemampuan untuk menjerap secara cepat udara pada interfase
air-udara selama proses whipping atau pengocokan, serta kemampuan untuk
membentuk film viskoelastis yang kohesif melalui interaksi intermolekul (Mine,
1995). Molekul protein memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, dimana gugus
hidrofilik akan terikat dengan fase air, sedangkan gugus hidrofobik akan
berhubungan dengan fase udara. Selama proses whipping, udara masuk ke dalam
larutan membentuk gelembung udara, gugus hidrofobik memfasilitasi proses
adsorpsi pada interfase yang diikuti dengan terbukanya sebagian ikatan molekul
yang menyebabkan denaturasi di permukaan. Perubahan konfigurasi molekul ini
menyebabkan hilangnya kelarutan sehingga terjadi presipitasi dari protein yang
kemudian berkumpul di interfase air-udara. Penurunan tegangan permukaan pada
interfase ini menyebabkan terbentuknya busa yang baru. Banyaknya molekul
protein yang telah terbuka ikatannya berhubungan dengan stabilitas busa dari
protein tersebut.
Proses whipping yang berlebihan akan menghasilkan busa
berukuran lebih kecil dengan jumlah yang banyak sehingga menjadi kurang stabil.
Tingkat ketidakstabilan busa ini tergantung pada penurunan elastisitas busa, dan
ini
disebabkan
oleh ketidaklarutan protein yang berlebihan pada interfase udara-albumen
(Johnson dan Zabik, 1981).
Kuning telur berbentuk bulat dengan warna kuning atau oranye dan
terletak pada pusat telur serta bersifat elastis. Warna kuning telur disebabkan
kandungan pigmen karotenoid yang berasal dari pakan (Buckle, dkk., 2007).
Pada kuning telur terdapat lesitin dan lutein, dimana lesitin berfungsi sebagai
pengemulsi sedangkan lutein berperan dalam memberikan warna pada produk
cake (Faridah, dkk., 2008).
Kuning telur mengandung protein berupa LDL (low density lipoprotein),
HDL (high density lipoprotein), phosvitin, livetin,dan protein lainnya.
LDL
merupakan protein utama pada kuning telur yaitu 65% dari total protein yang ada.
Livetin pada kuning telur adalah protein yang larut air (Yamamoto, dkk., 1997).
Lemak yang berada pada kuning telur adalah trigliserida, fosfolipid, sterol
dan serebrosida. Asam lemak yang dominan pada trigliserida ini adalah asam
oleat (18:1), linoleat (19:2), asam stearat (18:0), dan asam palmitat (16:0)
(Yamamoto, dkk., 1997). Asam lemak yang memiliki atom C lebih dari 12
bersifat tidak larut air baik air dingin maupun air panas (Winarno,1992). Oleh
karena itu asam lemak pada telur bersifat tidak larut air.
Fosfolipid adalah komponen penting pada lipoprotein kuning telur.
Fosfolipid merupakan ester asam lemak dan gliserol yang mengandung ion fosfat,
terdiri dari gugus hidrofilik dan hidrofobik, sehingga dapat menunjukkan sifat
emulsifier. Kuning telur merupakan emulsifier alami yang baik dan digunakan
secara luas dalam industri pangan (Yamamoto, dkk., 1997). Fosfolipid kuning
telur terdiri dari fosfatidil kolin 73,00%, fosfatidiletanolamin 15,00%,
lisofosfatidil kolin 5,80%, spingomielin 2,50%, lisofosfatidil etanolamin 2,10%,
plasmogen 0,90%, dan inositol fosfolipid 0,60% (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Lesitin, kolesterol, lipoprotein dan protein adalah komponen penstabil
emulsi pada kuning telur. Lesitin mempunyai bagian yang larut dalam minyak
dan bagian yang mengandung PO43- (polar) yang larut air (Winarno, 1992). Oleh
karena itu, lesitin dapat berfungsi sebagai emulsifier yang dapat menstabilkan
emulsi minyak dalam air, sedangkan kolesterol bersifat sebagai emulsifier yang
menstabilkan emulsi air dalam minyak. Kadar lesitin dalam kuning telur lebih
besar daripada kolesterol dengan perbandingan 4,73:1, sehingga kuning telur lebih
mudah menstabilkan emulsi minyak dalam air (Yamamoto, dkk., 1997).
Tepung telur umumnya memiliki daya buih yang lebih rendah
dibandingkan telur segarnya. Penambahan gula seperti sukrosa, laktosa, maltosa,
dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya
buihnya. Daya emulsi, daya koagulasi, dan warna tepung telur umumnya tidak
banyak berbeda dengan keadaan segarnya. Tetapi jika kandungan gula pereduksi
(sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1%, warna tepung telur
dapat berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan penyimpanan. Keadaan
ini dapat diatasi dengan mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur
sebelum dikeringkan melalui proses fermentasi menggunakan bakteri asam laktat
(Streptococcus lactis), fermentasi khamir (Saccharomyces cerevisae) atau
penambahan enzim glukosa oksidase (Rahardi, 2004).
Bahan Pengganti Telur (Egg replacer )
Bahan pengganti telur awalnya digunakan oleh industri untuk mengurangi
biaya produksi. Tetapi, telur merupakan bahan yang penting untuk menghasilkan
produk dengan karakteristik volume, tekstur dan warna yang disukai yang
disebabkan karakteristik telur yang unik berupa sifat busa (foaming), kelarutan
emulsifikasi dan koagulasi (Pyler, 1988).
Pada awal tahun 1940, terjadi
peningkatan penggunaan bahan substitusi telur seperti tepung kedelai, tepung
gandum, pati, gum, kasein, rye, whey, plasma darah, dan lain-lain. Pengujian
terhadap bahan-bahan pengganti telur ini menunjukkan bahwa susbtitusi 50%
telur dengan bahan pengganti telur menyebabkan terjadinya penurunan mutu cake.
Bahan-bahan pengganti telur ini kemudian disebut sebagai egg extenders karena
tidak dapat menggantikan fungsi telur secara keseluruhan (Kansas State
University, 2005).
Bahan-bahan pengganti telur yang digunakan dapat berupa protein,
karbohidrat, dan lemak. Bahan pengganti telur berbasis protein adalah bovine
plasma (Johnson, dkk., 1979; Lee, dkk., 1993b), isolat protein lupin yang
diperoleh dari Lupinus albus (Arozarena, dkk., 2001; Raymundo, dkk., 2002),
whey protein concentrate (WPC) dan whey protein isolate(WPI) (Morr, dkk.,
1973), protein kedelai (Stockwell, 2001), protein gandum (Oomah dan Mathieu,
1988).
Bahan pengganti telur berbasis karbohidrat adalah pati dan gum
(Young dan Bayfields, 1963; Lee dan Hoseney, 1982; Miller dan Hoseney, 1993).
Bahan
pengganti
telur
berbasis
lemak
adalah
lesitin
(Handelmann dkk., 1961).
Isolat Protein Kedelai
Protein adalah nutrisi makro terdiri dari asam amino yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan fungsi tubuh manusia. Protein kedelai umumnya dianggap
sebagai protein yang disimpan dipartikel diskrit yang disebut badan protein
(proteinbody), yang diperkirakan mengandung setidaknya 60-70% dari total
protein kedelai. Isolat protein kedelai memiliki bentuk yang sangat halus karena
dimurnikan dari kedelai bebas dari lemak dan komponen non protein lainnya
seperti
karbohidrat
dengan
kadar
protein
minimal
90%
basis
kering
(Londhe, dkk., 2011) dan minimal 70% (Warintek, 2013).
Produk isolat protein kedelai
yang bebas dari karbohidrat dan lemak
memiliki sifat fungsional yang jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat
dan tepung kedelai. Isolat protein kedelai biasanya digunakan sebagai bahan
campuran dalam makanan olahan daging dan susu. Isolat protein dapat digunakan
sebagai campuran dapat juga digunakan sebagai bahan utama dalam industri
makanan. Isolat protein kedelai sangat baik digunakan dalam formulasi berbagai
produk pangan, sebagai pengikat dan pengemulsi dalam produk pangan
(Capuholic, 2009).
Isolat protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan pengganti telur
karena sifat emulsifikasinya dan kemampuannya menstabilkan interfase pada
emulsi. Isolat protein kedelai terdiri dari 2 jenis protein yaitu glisinin dan βkonglisinin yang berkontribusi pada kemampuan emulsifikasi dari isolat protein
kedelai.
β-konglisinin memiliki kemampuan emulsifikasi yang lebih baik karena memiliki
berat molekul yang lebih rendah dan lebih bersifat hidrofobik daripada glisinin
(Kansas State University, 2005). Penggunaan isolat protein kedelai sebagai bahan
pengganti telur sudah dilakukan dalam pembuatan cake (Endres, 2001). Tepung
kedelai juga dapat menggantikan 50% telur utuh dalam produk bakery (Stockwell,
2001).
Isolat Protein Susu
Whey protein adalah campuran protein bulat yang diisolasi dari whey,
yaitu bahan cair yang merupakan produk sampingan dari produksi keju. Isolat
protein susu (whey protein isolate/WPI) mengandung konsentrasi protein 90%
atau lebih tinggi. Selama pengolahan isolat protein susu ada penghilangan besar
lemak dan laktosa sehingga aman dikonsumsi oleh individu yang lactose
intolerant (Hoffman dan Falvo, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat
protein susu (IPS) memiliki sifat anti-inflamasi atau anti-kanker. Isolat protein
susu (IPS) sangat bermanfaat pada kesehatan manusia karena dapat mengurangi
resiko penyakit (Wikipedia, 2013).
Isolat protein susu (IPS) dapat digunakan sebagai bahan pengganti telur
karena memiliki sifat kapasitas dan stabilitas buih yang tinggi. Isolat protein susu
(IPS) terdiri dari beberapa jenis protein yang berbeda, terutama laktoglobulin dan
laktalbumin yang menempati hampir 70% dari whey susu. Kedua jenis protein ini
memiliki sifat fungsional yang tinggi karena memiliki sifat hidrofilik di
permukaannya dan sifat hidrofobik di bagian tengah, berukuran kecil (<20 kDa),
berbentuk globular, dan larut pada kisaran titik isoelektrik (Kansas State
University, 2005).
Penggunaan isolat protein susu (IPS) sebagai bahan pengganti telur sudah
banyak dilaporkan oleh banyak peneliti (Arunepanlop, dkk., 1996; Pernell, dkk.,
2002; Swaran, dkk., 2003). Arunepanlop, dkk (1996) menemukan bahwa isolat
protein susu (IPS) dapat menggantikan hingga 25% putih telur dalam angel cake
dan menghasilkan cake dengan mutu fisik dan sensori yang dapat diterima.
Pernell, dkk (2002) menemukan bahwa perlakuan panas pada whey dan
penambahan xanthan gum dapat meningkatkan volume cake tetapi tidak sama
dengan volume cake yang dihasilkan oleh telur.
Pati Jagung
Pati digunakan dalam hampir setiap industri dalam berbagai bentuk. Pati
dapat memberikan tekstur, kekentalan dan meningkatkan palatabilitas dari
berbagai makanan. Kegunaannya yang paling banyak adalah untuk perekat, dalam
industri fermentasi dan sebagai bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa dan
kristal glukosa. Perubahan kimiawi dari pati ini dapat menambah kestabilan
terhadap keadaan pH yang ekstrim dan pemanasan (retorting), kestabilan dari
bentuk sol dan gel dari siklus cair-beku (freeze-thaw cyclus), kepekatan dalam
media bergula dan kemampuan bergabung dengan bahan makanan yang lain
(Buckle, dkk., 2007).
Pati jagung pada umumnya diekstrak dari biji jagung dengan melalui
proses penggilingan biji, pemisahan kulit dan lembaga, perendaman dengan air
panas, penghancuran, pemisahan endapan, perendaman endapan dengan natrium
metabisulfit, pencucian dengan natrium hidroksida dan air, reduksi kandungan air,
pengeringan dan pengayakan (Rambitan, 1988). Penggunaan pati jagung berkisar
10% s/d 20% dari bahan tepung terigunya, pati jagung yang terlalu banyak
menyebabkan cake dan cookies akan mudah berjamur atau tidak awet (Godam,
2012). Fungsi pati jagung pada cookies atau kue kering adalah untuk
merenyahkan tekstur. Pada cake, pati jagung berfungsi untuk melembutkan,
sebagai pengental apabila dicampur dengan air/susu yang kemudian dididihkan,
sebagai anti gumpal pada gula halus, membantu menguleni plastik icing atau
fondant supaya tidak terlalu lengket. Kandungan nutrisi/gizi pati jagung (maizena)
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan nutrisi/gizi tepung maizena
No
Komposisi
1
Protein
Nilai
0,3 g
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Zat besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Energi
0g
85 g
20 mg
30 mg
2 mg
0 IU
0 mg
0 mg
343 kkal
Sumber : Godam, 2012
Salah satu sifat pati adalah larut dalam air dingin, karena molekulnya
berantai lurus atau bercabang tidak berpasangan, sehingga membentuk jaringan
yang mempersatukan granula pati. Selain itu, kesulitan dalam penggunaan
pati adalah selain pemasakannya memakan waktu yang cukup lama, pasta yang
terbentuk juga cukup keras. Selain itu terjadinya proses retrogradasi dan sineresis
pada pati alami sering tidak dikehendaki. Retrogradasi merupakan proses
kristalisasi kembali dan pembentukan matrik pati yang telah mengalami
gelatinisasi akibat pengaruh suhu. Sifat fungsional pati adalah sifat yang berkaitan
dengan bentuk ukuran granula, suhu gelatinisasi, viskositas gel dan sebagainya
(Harborne, 1987).
Bentuk dan ukuran granula pati jagung dipengaruhi oleh sifat biokimia
dari khloroplas atau amyloplasnya. Sifat birefringence adalah sifat granula pati
yang dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop
polarisasi membentuk bidang berwarna biru dan kuning.Granula pati jagung agak
lebih besar (sekitar15 µm), berbentuk bulat ke arah poligonal. Pati jagung
mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu 1-7μm
untuk
yang
kecil
dan
15-20 μm untuk yang besar. Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan
diameter 6-30 μm. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan
yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar
(Harborne, 1987).
Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai
naik. Suhu gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa,
amilopektin, dan keadaan media pemanasan. Suhu optimal gelatinisasi pati jagung
adalah 62–70oC. Sifat fungsional pati jagung dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat fungsional pati jagung
Keterangan
Ukuran granula (µm)
Bentuk granula
Suhu gelatinisasi(oC)
Suhu pemastaan (oC)
Viskositas (BU)
Nilai
21 – 96
Melingkar, polygonal
62-72
75-80
700
Sumber : Beynum dan Roels (1985)
Guar Gum
Guar gum adalah jenis polisakarida yang berasal dari benih tanaman
legum Cyamopsis tetragonolobus. Guar gum merupakan polisakarida (rantai
panjang yang terbuat darigula) yang terdiri dari gula galaktosa dan manosa
(Wikipedia, 2007a). Struktur kimia guar gum ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia guar gum (Goldstein, dkk., 1973)
Guar gum bisa diolah sehingga tersedia dalam bentuk kapsul, tepung, dan
butiran. Guar gum merupakan serat larut dan dapat membantu memperbaiki cara
kerja tubuh saat mencerna dan menyerap nutrisi dari makanan. Guar gum
berfungsi sebagai pengental makanan pada es krim, saus salad, saus dan sup
(Maria, 2013). Guar gum digunakan sebagai pengental dalam saus, salad
dressing, membantu dalam pembentukan kristal es krim, dan sebagai pengganti
lemak yang menambah rasa enak di mulut. Dalam tambahan kue, mencegah
sineresis air untuk menjaga kerenyahan kue. Guar gum memiliki viskositas yang
sangat tinggi bahkan ketika digunakan dalam jumlah sedikit. Ketika dicampur
dengan xanthan gum atau kacang locust, viskositasnya menjadi lebih baik
(Wikipedia, 2007a).
Tepung guar gum dapat menarik dan mengikat air yang terdapat dalam
bahan pangan sehingga terjadi proses pengentalan bahan pangan dan menguraikan
serat pada waktu yang bersamaan. Guar gum dapat digunakan sebagai pengganti
gluten pada tepung non terigu sehingga aman dikonsumsi oleh orang yang alergi
gluten. Guar gum juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung dan lemak
dalam resep untuk membantu mengurangi kadar kalori pada makanan namun tetap
mempertahankan makanan sesuai dengan ketebalan dan tekstur yang diinginkan.
Kandungan kalori pada guar gum hanya 1 kal/g ini lebih rendah dibandingkan
dengan karbohidrat dan lemak (Wikipedia, 2007a).
Kapasitas pengikatan air yang unik dari produk olahan guar gum membuat
guar gum dapatdijadikan bahan untuk penurunan berat badan. Dalam buku
"Handbook of Dietary Fiber" disebutkan bahwa serat dalam guar gum dapat
membantu
meningkatkan
viskositas
dari
isi
lambung
sehingga
waktu
pengosongan lambung tertunda. Peningkatan waktu penundaan pencernaan dan
waktu pengosongan lambung dapat menyebabkan seseorang merasa lebih
kenyang untuk jangka waktu yang lama, sehingga asupan kalori dari makanan
menurun (Wikipedia, 2007a).
Guar gum membantu untuk menurunkan kolesterol pada orang yang
memiliki kadar kolesterol tinggi dengan cara memblokir penyerapan kolesterol
dan juga meningkatkan ekskresi cairan empedu, yang merupakan zat yang
membantu memecah dan menghilangkan asam lemak kolesterol dari dalam tubuh.
Beberapa studi telah menemukan bahwa 12–15 g guar gum sehari dapat
membantu menurunkan kadar kolesterol total serta lipoprotein densitas rendah,
atau kadar kolesterol LDL (Maria, 2013).
Penggunaan guar gum sebagai bahan pengganti telur karena sifat
hidrasinya yang cepat dalam air dingin dan memiliki stabilitas terhadap panas
yang baik.
Penambahan guar gum 0,1%
hingga 1,0% dalam cake dapat
mempertahankan kelembaban cake, meningkatkan umur simpan dan mengurangi
kecenderungan crumbling (mengeras) (Dogra, dkk., 1989). Guar gum dapat
meningkatkan stabilitas buih melalui pengurangan kehilangan air (Conrad, dkk.,
1993).
Xanthan gum
Xanthan gum adalah salah satu jenis hidrokoloid yaitu polimer
monosakarida yang terdispersi di dalam air. Hidrokoloid dapat meningkatkan
viskositas dari suspensi atau larutan dan menyerap air karena sifat hidrofiliknya
(Lazaridou dkk., 2007). Xanthan gum dihasilkan melalui fermentasi dextrose oleh
bakteri Xhantomonas cumpesiris, merupakan polisakarida kompleks yang
mengandung satuan-satuan D-Glukosa, D-Manosa dan asam D-glukoronat.
Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2. Protein susu dan
hidrokoloid dapat digunakan sebagai pengganti gluten dalam memberikan
karakteristik viskoelastis pada produk sehingga dihasilkan produk pangan yang
lebih enak rasanya, dapat diterima dan memiliki umur simpan yang lebih panjang
(Lazaridou dkk., 2007; Moore dkk., 2006).
Gambar 2. Struktur kimia xanthan gum (Sworn, 2000).
Xanthan gum bersifat mengikat air selama pembentukan adonan sehingga
saat pemanggangan air yang dibutuhkan untuk gelatinisasi pati menjadi tersedia
sehingga gelatinisasi lebih cepat terjadi. Selain itu xanthan gum juga dapat
membentuk lapisan film tipis dengan pati sehingga dapat berfungsi seperti gluten
dalam roti. Hasil interaksi tersebut mampu meningkatkan umur simpan,
menghasilkan struktur crumb yang baik dan mempertahankan kelembaban
(Whistler dan Be Miller, 1993). Xanthan gum banyak digunakan sebagai
pengemulsi, pengental dan pemantap, merupakan bahan tambahan makanan yang
dapat membantu membentuk atau memantapkan sistem dispersi yang homogen
pada makan (Winarno, 1980).
Cake
Cake ialah adonan panggang yang terbuat dari tepung, gula, garam, bahan
pengembang, susu, telur dan bahan penambah aroma (Subagjo, 2007). Cake
adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya
yang beragam menjadikannya banyak digemari oleh masyarakat. Cake dapat
disajikan sebagai dessert dan appetizer. Bahan dasar pembuatan cake
pada
umumnya menggunakan tepung terigu. Cake juga dapat dibuat dengan
menggunakan bahan baku selain tepung terigu. Perbandingan bahan baku dalam
pembuatan cake bisa berbeda, tergantung dari jenis cake yang dibuat. Kualitas
cake juga bergantung dari bahan yang digunakan. Pembuatan cake akan berhasil
apabila bahan bermutu tinggi, proses pencampuran adonan dan metode
pembuatannya benar, serta lama pemanggangan dan temperaturnya tepat
(Faridah, dkk., 2008).
Berdasarkan teknik pembuatan, kue bolu (cake ) digolongkan menjadi dua
kelompok, yaitu butter cake atau shortened (cream cake ) dan sponge (foam)
cake . Pembuatan butter cake atau shortened (cream cake ) diawali dengan
mengocok mentega (margarin) dengan gula menjadi adonan berbentuk krim. Cake
jenis ini memerlukan bahan pengembang berupa baking powder atau soda kue.
Salah satu contoh butter cake paling sederhana adalah pound cake yang dibuat
dari mentega, gula pasir, dan tepung terigu dengan takaran masing-masing 1 pon
(Wikipedia, 2015).
Proses pembuatan cake (foam cake ) diawali dengan mengocok telur dan
gula hingga menjadi busa yang halus dan kental. Mentega (margarin) cair atau
minyak goreng sering ditambahkan kemudian setelah adonan dicampur dengan
tepung. Berdasarkan teknik pengocokan telur, sponge cake dibagi menjadi: 1)
kue dengan putih dan kuning telur yang masing-masing dikocok dalam mangkuk
terpisah.Tekstur kue yang dihasilkan menjadi sangat lembut, misalnya chiffon
cake
atau angel food cake; 2) kuning dan putih telur dikocok bersamaan
(Genoise). Sebagian besar resep kue bolu dan cake menggunakan kuning dan
putih telur yang dikocok bersamaan (Wikipedia, 2015).
Bahan-bahan Pembuatan Cake
Tepung Terigu
Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal dari bulir
gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi,
cake , roti, dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa
Portugis, trigo, yang berarti “gandum” (Salam, dkk., 2012). Tepung terigu
merupakan hasil ekstraksi dari proses penggilingan gandum (Triticumsativum)
yang tersusun oleh 67-70 % karbohidrat, 10-14 % protein, dan 1-3 % lemak
(Riganakos dan Kontominas, 1995). Tepung terigu mengandung banyak zat pati
yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga
mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan
kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Salam, dkk., 2012).
Tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam
berdasarkan kandungan proteinnya yaitu hard, medium dan soft flour. Hard flour
berkualitas paling baik, dengan kandungan protein 12-13%. Tepung ini biasanya
digunakan untuk pembuatan roti dan mie berkualitas tinggi, contohnya terigu
dengan merk dagang Cakra Kembar. Medium flour mengandung protein 9,5-11%.
Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti, mie dan macam-macam kue,
serta biskuit. Contohnya terigu dengan merk dagang Segitiga Biru. Soft flour
mengandung protein sebesar 7-8,5%. Penggunaannya cocok sebagai bahan
pembuatan kue dan biskuit, contohnya terigu dengan merk dagang Kunci Biru
(Astawan, 2004).
Menurut Damodaran dan Paraf (1997) pati terigu terdapat dalam bentuk
granula kecil (1-40 µm). Dalam suatu sistem, adonan, pati terigu terdispersi dan
berfungsi sebagai bahan pengisi. Protein dari tepung terigu membentuk suatu
jaringan yang saling berikatan (continous) pada adonan dan berperan sebagai
komponen yang memberikan karakteristik viskoelastik.
Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari gliadin
(20-25 %) dan glutenin (35-40%). Menurut Fennema (1996), sekitar 30% asam
amino gluten adalah hidrofobik dan asam-asam amino tersebut dapat
menyebabkan protein mengumpul melalui interaksi hidrofobik serta mengikat
lemak dan substansi non polar lainnya. Ketika tepung terigu dicampur dengan air,
bagian-bagian protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan
reaksi pertukaran sulfydryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimerpolimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui ikatan
hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide cross-linking untuk membentuk seperti
lembaran film (sheet-like film) dan memiliki kemampuan mengikat gas yang
terperangkap.
Susu
Susu adalah suatu emulsi lemak dalam air yang mengandung beberapa
senyawa terlarut. Susu sapi segar mengandung air 87,5%, gula susu (laktosa) sekitar
5%, protein sekitar 3,5%, dan lemak sekitar 3-4%. Susu juga merupakan sumber
kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik. Mutu protein susu hampir sama
nilainya dengan protein daging dan telur, dan terutama sangat kaya akan lisin, yaitu
salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh (Widodo, 2001).
Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim harus mempunyai padatan minimal 8,25%,
lemak kurang 0,5%, protein 3,6%, laktosa 5,1%, vitamin A 2.000 IU, vitamin D
400 IU, dan mineral 0,70% (Buckle, dkk., 2007). Susu merupakan sumber protein
dengan mutu yang sangat tinggi, dengan kadar protein dalam susu segar 3.5 %,
dan mengandung lemak yang kira-kira sama banyaknya dengan protein. Karena
itu, kadar lemak sering dijadikan sebagai tolok ukur mutu susu, karena secara
tidak langsung menggambarkan juga kadar proteinnya (Wardana, 2012).
Pada produk bakeri penambahan susu berfungsi untuk membentuk flavor,
mengikat air, sebagai bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan berpori
karena adanya protein berupa kasein, membentuk warna karena adanya reaksi
pencokelatan, menambah keempukan karena adanya laktosa, serta menambah
nilai gizi (Matz dan Matz, 1978).
Gula
Gula berfungsi memberi rasa manis, membantu pembentukan struktur
produk, memperbaiki tekstur dan keempukan, memperpanjang kesegaran dengan
cara mengikat air serta merangsang pembentukan warna yang baik (Astawan,
2009). Dalam pembuatan cake, gula yang digunakan adalah gula pasir yang
mempunyai butiran yang halus dengan tujuan agar gula mudah larut dalam
adonan sehingga dihasilkan sponge cake dengan susunan yang rata dan empuk
(Matz, 1992).
Penggunaan gula halus dalam pembuatan cake akan memberikan hasil
yang lebih baik karena tidak menyebabkan pengembangan kue yang terlalu besar.
Jumlah gula yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap tekstur dan
penampakan cake. Konsentrasi gula yang terlalu tinggi akan membuat produk
yang dihasilkan semakin keras. Waktu pembakaran juga harus sesingkat mungkin
agar cake tidak hangus karena gula yang terdapat dalam adonan dapat
mempercepat proses pembentukan warna (Matz dan Matz, 1978).
Margarin
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan produk
bakeri. Lemak yang biasanya digunakan dalam pembuatan produk bakeri adalah
butter (mentega) dan margarin. Mentega adalah lemak hewani hasil separasi
antara fraksi lemak dan non lemak dari susu. Margarin merupakan lemak plastis
yang dibuat dari proses hidrogenasi parsial minyak nabati (Budijanto, dkk., 2000).
Margarin dibuat dari minyak nabati atau hewani. Bisa juga mengandung
susu saringan, garam dan pengemulsi. Margarin mengandung lebih sedikit lemak
dari pada mentega, sehingga margarin banyak digunakan sebagai pengganti
mentega. Ada juga margarin rendah kalori, yang mengandung lemak lebih sedikit
(Tobing, 2010). Margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa,
bau konsistensi rasa dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega (Ketaren,
2005).
Penggunaan lemak dalam pembuatan cake berfungsi untuk memberikan
efek shortening dengan memperbaiki struktur fisik seperti volume pengembangan,
tekstur, kelembutan, serta memberi flavor (Matz dan Matz, 1978). Menurut
Astawan (2009) penggunaan lemak juga dapat meningkatkan citarasa dan nilai
gizi, serta menyebabkan produk tidak cepat menjadi keras dan lebih empuk.
Fungsi lain dari margarin adalah untuk menjaga kue agar tahan lama, menambah
nilai gizi, memberi aroma pada cake, dan membuat cake terasa empuk dan enak.
Margarin juga membantu menahan cairan dalam cake yang telah jadi.
Baking powder
Leavening agent (bahan pengembang) merupakan senyawa kimia yang
akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Bahan pengembang berfungsi
untuk mengembangkan dan memperbaiki tekstur produk bakeri. Bahan
pengembang dapat mengembangkan produk karena dapat menghasilkan CO2.
Bahan pengembang yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah soda kue
dan amonium bikarbonat, sedangkan pada pembuatan cake adalah baking powder
(Winarno, 1992).
Baking powder merupakan bahan pengembang yang terdiri dari natrium
bikarbonat, pengembang asam, serta bahan pengisi pati dengan standar formula
paling sedikit menghasilkan 12% CO2 (b/b) dan NaHCO3 20- 30% (b/b) (Estiasih
dan Ahmadi, 1998). Fungsi utama baking powder adalah sebagai agen
aerasi/pengembang, selain itu baking powder juga berperan dalam meningkatkan
eating quality produk serta memperbaiki warna remah cake menjadi lebih cerah.
Baking powder biasanya bereaksi pada saat pengocokan dan akan bereaksi cepat
apabila dipanaskan hingga 40-50°C (Faridah, dkk., 2008).
Banyaknya baking powder yang digunakan harus ditimbang secara
tepat. Bila jumlah baking powder terlalu banyak, setelah mengembang di dalam
oven, kue akan menjadi bantat atau mengkerut, remah kue berwarna gelap dan
rasanya akan berbeda. Bila baking powder terlalu sedikit maka kue tidak dapat
sepenuhnya mengembang sehingga susunannya menjadi padat dan berat
(Fathullah, 2013).
Vanili
Vanili (Vanilla planifolia) merupakan tanaman penghasil bubuk vanili
yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya
yang berbentuk polong. Tanaman vanili diperkenalkan pertama kali oleh suku
indian di Meksiko (Sindo, 2011). Vanili mempunyai aroma yang harum dan
menyenangkan, sehingga senyawa ini banyak digunakan untuk memberi aroma
pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti es krim, gula-gula, cokelat,
kue, dan lain-lain (Yuliani, 2008). Flavor dan aroma unik vanili berasal dari
senyawa fenolik vanilin (kandungan ± 98% dari total komponen flavor vanili)
serta dari senyawa lainnya. Vanilin yang merupakan komponen utama senyawa
aromatik volatil dari buah vanili mempunyai rumus molekul C8H8O3 dengan nama
IUPAC 4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid. Penggunaan vanili saat ini sebesar
60% sebagai bahan aditif industri makanan dan minuman, sebesar 20-25% dalam
industri parfum dan kosmetik, serta sebesar 5-10% dalam industri obat-obatan dan
farmasi
(Towaha dan Heryana, 2012).
Vanili ekstrak dibuat dari vanili kering yang direndam dalam alkohol.
Vanili jenis ini termasuk yang paling banyak digunakan karena dapat
meningkatkan rasa dan aroma kue, yang kedua ialah vanili esens, sering disebut
artificial vanili extract. Produk ini terbentuk dari senyawa kimia, oleh karena itu
hanya dapat memberikan aroma. Penggunaan vanili yang terlalu banyak dapat
menyebabkan rasa pahit, yang ketiga vanili bubuk sama seperti vanili esens, vanili
bubuk merupakan produk sintetis. Memiliki karakteristik yang hampir sama
dengan vanili esens, dan vanili batang merupakan biji vanili asli yang
dikeringkan. Cara penggunaannya biasanya biji vanili utuh dibelah memanjang
lalu diambil isinya kemudian dicampur ke dalam makanan (Aini, 2013).
Syarat Mutu Cake
Syarat mutu cake ditentukan oleh banyak hal faktor, salah satunya adalah
faktor kimia yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar lemak dan lain-lain.
Syarat mutu tentang cake saat ini belum ada, sebagai pembanding maka
digunakan syarat mutu roti menurut SNI 01-3840-1995 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Syarat Mutu Roti SNI 01-3840-1995
No
Kriteria Uji
Satuan
1. Keadaaan:
1.1 Kenampakan
1.2
1.3
2
3
Bau
Rasa
Air
Abu (tidak termasuk garam
dihitung atas dasar bahan
-
%b/b
%b/b
Persyaratan
Roti Tawar
Roti Manis
Normal, Tidak
Berjamur
Normal
Normal
Maks. 40
Maks. 1
Normal, Tidak
Berjamur
Normal
Normal
Maks. 40
Maks. 3
4
5
6
7
kering)
Abu yang tidak larut dalam
asam
Gula jumlah
Lemak
Serangga/belatung
%b/b
Maks. 3
Maks. 3
%b/b
%b/b
-
Tidak boleh ada
Maks. 8.0
Maks. 3.0
Tidak boleh
ada
Sumber: SNI 01-3840-1995
Penelitian Sebelumnya
Pembuatan Cake
Tentang
Penggunaan
Egg
Replacer
Dalam
Kohrs, dkk., (2010) melakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan
bahan pengganti (egg replacer) pada yellow cake. Bahan pengganti telur yang
digunakan terdiri dari isolat protein susu 18,2%, pati terigu 18,2%, guar
gum 1 % dan pati terigu 17,2%, isolat protein susu 8,6% dan pati terigu 8,6%
dan1% gum guar, xanthan gum 1% dan pati terigu 17,2%, xanthan gum 1% dan
isolat protein susu 8,6% danpati jagung 8,6% dan sebagai kontrol adalah telur
kuning utuh dengan perbandingan yang sama yaitu 18,2%. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa produk yang menggunakan isolat protein susu dan guar gum
menghasilkan cake dengan mutu yang dapat diterima oleh konsumen.
Hasil penelitian Sitorus (2015) menunjukkan bahan pengganti telur dari
isolat protein kedelai, pati jagung dan xanthan gum dengan perbandingan
70%:29,5%:0,5% mempunyai sifat kimia yang lebih baik, yaitu dengan
kandungan protein yang paling tinggi dan sifat fungsional yang mendekati sifat
funsgional tepung telur utuh.Penelitian Lee dkk. (1993a) menggunakan bovine
plasma sebagai bahan pengganti telur, dan hasilnya menunjukkan pada rasio yang
tinggi bovine plasma dapat mengggantikan fungsi putih telur pada pembuatan
cake. Cake yang dihasilkan tidak jauh berbeda dari cake dengan menggunakan
putih telur.
Download