KOORDINASI PELINDUNG SURJA DENGAN FUSE LEBUR AKIBAT GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SUTM 20 kV Hary Subrata1, Ir. Yani Ridal, MT.2 dan Ir. Arnita, MT.2 1) Mahasiswa dan 2)Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada No.19 Kampus Proklamator III Padang, Sumatera Barat, Indonesia 2015 Abstract - Medium voltage overhead lines distribution 20 kV power line which is the longest and widely used in Indonesia. Medium voltage overhead lines distribution 20 kV using AAAC conductors and very prone to interference from lightning strikes and other disturbances. Investigations regarding this surge is very important, especially disorders induced lightning surges generate voltage. But with the increasing number of disorders of the medium voltage overhead line either in the city or outside the city, should give serious attention to the protection of surge or lightning strike. To protect the medium voltage overhead lines 20 kV against lightning bolt of lightning arresters used and melting fuse (fuse cut-out). Lightning arresters serves as a shortcut to reduce overvoltage surge. Lightning arresters form an easy path traversed by the current surge or lightning, so as not to cause more stress resulting in faulty electrical equipment. In normal conditions serves as an insulator lightning arresters and surge arise when more will serve as a conductor. Meanwhile, melt the fuse function provides protection due to the flow of sparks between the phase wire or short circuit. Medium voltage overhead lines distribution 20 kV with the closest distance that the phase conductors S to T within 65 cm, due to the excess of 21.7943 kV voltage causing sparks flow of 775.59 Amper. Key tag: fuse cut-out, lightning arrester distribusi pada SUTM 20 kV dan koordinasinya terhadap fuse lebur terhadap arus lompatan api antara kawat fasa saat terjadi tegangan lebih akibat sambaran surja. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saluran transmisi sering terjadi gangguan yang disebabkan oleh sambaran surja atau kilat. Indonesia yang terletak di daerah khatulistiwa, secara umum jumlah hari guruh per tahun berkisar 60 sampai 150 kali, dimana jumlah gangguan karena sambaran surja sangat banyak. Untuk melindungi saluran udara tegangan menengah 20 kV terhadap sambaran surja digunakan lightning arrester dan fuse lebur (fuse cut out). Lightning arrester sesuai dengan fungsinya, berlaku sebagai jalan pintas mereduksi tegangan lebih surja. Lightning arrester membentuk jalan yang mudah dilalui oleh arus surja atau kilat, sehingga tidak menimbulkan tegangan lebih yang mengakibatkan peralatan listrik rusak. Pada kondisi normal lightning arrester berfungsi sebagai isolator dan bila timbul surja lebih akan berfungsi sebagai konduktor. Sedangkan fuse lebur berfungsi memberi perlindungan akibat arus lompatan api antara kawat fasa. 2. KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI 2.1 Umum Sistem penyaluran tenaga listrik dari pembangkit listrik ke konsumen (beban), merupakan suatu sistem kelistrikan yang perlu dijaga keamanannya. Mengingat penyaluran tenaga listrik ini, prosesnya melalui beberapa tahap, yaitu dari pembangkit listrik penghasil energi listrik, disalurkan ke jaringan transmisi (SUTT) langsung ke gardu induk. Dari gardu induk tenaga listrik disalurkan ke jaringan distribusi primer (SUTM), dan melalui gardu distribusi langsung ke jaringan distribusi sekunder (SUTR) dan tenaga listrik dialirkan ke konsumen. Dengan demikian sistem distribusi tenaga listrik berfungsi membagikan tenaga listrik kepada pihak pemakai melalui jaringan tegangan rendah (SKUTR). 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah agar dapat mengetahui bagaimana penentuan jarak lightning arrester terhadap transformator 2.2 Sistem Pendistribusian Tenaga Listrik Sistem jaringan tenaga listrik adalah penyaluran energi listrik dari pembangkit i tenaga listrik (power station) hingga sampai kepada konsumen (pemakai) pada tingkat tegangan yang diperlukan. Sistem tenaga listrik ini terdiri dari unit pembangkit, unit transmisi dan unit distribusi. Sistem pendistribusian tenaga listrik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pendistribusian langsung dan sistem pendistribusian tak langsung. 1. Sistem pendistribusian langsung Sistem pendistribusian langsung merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang dilakukan secara langsung dari pusat pembangkit tenaga listrik, dan tidak melalui jaringan transmisi terlebih dahulu. Sistem pendistribusian langsung ini digunakan jika pusat pembangkit tenaga listrik berada tidak jauh dari pusat-pusat beban, biasanya terletak daerah pelayanan beban atau dipinggiran kota. 2. Sistem pendistribusian tak langsung Sistem pendistribusian tak langsung merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang dilakukan, jika pusat pembangkit tenaga listrik jauh dari pusat-pusat beban, sehingga untuk penyaluran tenaga listrik memerlukan jaringan transmisi sebagai jaringan perantara sebelum dihubungkan dengan jaringan distribusi yang langsung menyalurkan tenaga listrik ke konsumen. tahap berikutnya dari jaringan transmisi dalam upaya menyalurkan tenaga listrik ke konsumen. Jaringan distribusi primer atau jaringan distribusi tegangan tinggi memiliki tegangan sistem sebesar 20 kV. Untuk wilayah kota tegangan diatas 20 kV tidak diperkenankan, mengingat pada tegangan 30 kV akan terjadi gejala-gejala korona yang dapat mengganggu frekuensi radio, TV, telekomunikasi dan telepon. 2.4 Fuse Lebur Fuse lebur (fuse cut out) merupakan suatu peralatan pengaman yang telah dirancang khusus dan akan akan bekerja (melebur) jika arus yang melewatinya melebihi suatu nilai tertentu (arus nominal) yang telah ditentukan. Apabila terjadi gangguan, maka elemen pelebur yang terletak pada tabung fiber akan meleleh dan terjadi busur api yang akan mengenai tabung fiber sehingga menghasilkan gas yang akan memadamkan busur api. Jika sudah putus fuse lebur akan membuka dan menggantung di udara (SPLN 64). Karakteristik waktu/arus dari sebuah fuse adalah I2t. Karakteristik arus waktu dari berbagai sambungan fuse yang berbeda, elemen-elemennya berbeda dan membutuhkan perhatian yang hati-hati untuk memakainya pada sebuah sistem. 2.3 Struktur Jaringan Distribusi Sistem distribusi tenaga listrik terdiri dari beberapa bagian, yaitu : 1. Gardu induk atau pusat pembangkit tenaga listrik Pada bagian ini jika sistem pendistribusian tenaga listrik dilakukan secara langsung, maka bagian pertama dari sistem distribusi tenaga listrik adalah pusat pembangkit tenaga listrik. Biasanya pusat pembangkit tenaga listrik terletak di pingiran kota dan pada umumnya berupa Pusat Pembangkit Tenaga Diesel (PLTD). Untuk menyalurkan tenaga listrik ke pusat- pusat beban (konsumen) dilakukan dengan jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi sekunder. 2. Jaringan distribusi primer Jaringan distribusi primer merupakan awal penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit tenaga listrik ke konsumen untuk sistem pendistribusian langsung. Sedangkan untuk sistem pendistribusian tak langsung merupakan Gambar 2. Konstruksi fuse lebur 1. Isolator porselin 2. Kontak tembaga (disepuh perak) 3. Alat pemadam / pemutus busur 4. Tutup yang dapat dilepas (dari kuningan) 5. Mata kait (dari brons) 6. Tabung pelebur (dari resin) 7. Penggantung (dari kuningan) 8. Klem pemegang (dari baja) 9. Klem terminal (dari kuningan) 2.5 Lightning Arrester Pada Trafo Distribusi Terminal pentanahan lightning arrester dihubungkan dengan terminal trafo 2 dan terminal pentanahan netral trafo (netral ditanahkan langsung). Jika tidak ditanahkan bersama, maka arus surja akan mengalir ke tanah melalui impedansi Z menyebabkan drop tegangan pada impedansi tersebut, sehingga timbul tegangan tinggi pada kumparan primer trafo. Karena kumparan sekunder dan tangki mempunya beda potensial terhadap tanah maka timbul beda potensial di antara keduanya. Jika ditanahkan bersama, maka akan menurunkan drop tegangan pada impedansi tersebut. Sehingga menghilangkan beda potensial yang dihasilkan drop tegangan pada impedansi tanah. Jika interkoneksi (solid) antara tangki dan titik pentanahan bersama tidak diizinkan dapat digunakan cela antara titik pentanahan dan netral kumparan sekunder. T = Waktu lompatan api pada isolator (µ det) 3.3 Arus Kilat Lompatan Api Pada saluran dengan konfigurasi horizontal sambaran kilat/surja hampir seluruhnya pada kawat yang paling kiri. Sedangkan kawat yang konfigurasinya vertikal pada kawat paling atas. Sambaran apada kawat yang mengakibatkan lompatan api pada isolatornya, arus surja mengalir ke tanah melalui dasar tiang. 3.4 SUTM 20 kV Akibat Sambaran Induksi Surja Besar tegangan yang timbul pada isolator transmisi tergantung pada kedua parameter petir yaitu puncak dan kecuraman muka gelombang surja. Tidak semua sambaran petir dapat mengakibatkan lompatan api (flashover) pada isolasi saluran. Demikian juga tidak semua lompatan api yang timbul dapat beralih menjadi busur api (power arc) yang mengakibatkan gangguan saluran (line outage). Terjadinya lompatan api tergantung pada besar tegangan yang timbul dan melebihi kekuatan impuls V50% isolator. Demikian juga peralihan dari lompatan api menjadi busur api yang mengakibatkan gangguan saluran tergantung pada sejumlah faktor seperti probabilitas arus kilat dan gradien tegangan. (1) 3. KOORDINASI PELINDUNG SURJA DENGAN FUSE LEBUR 3.1 Impedansi Surja Harga impedansi surja sangat dipegaruhi perhitungan perambatan gelombang berjalan pada menara. Karena itu berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui parameter tersebut. Dari beberapa penelitian masing-masing memberikan nilai yang berbeda. Untuk hantaran udara : = vL Z E = 1 C.v I = 60 ln 2h / r (Ω ) Z L C Sedangkan untuk hantaran kabel yaitu : Z 60 / ln R / r () 3.5 Probabilitas Distribusi Arus Surja Probabilitas distribusi harga puncak arus surja telah diberikan oleh(2)beberapa peneliti, antara lain Popolansky, Anderson – Erikson dan Razevig. Menurut Popolansky: dimana : h = Tinggi kawat fasa dengan tanah (m) r = Jari-jari kawat fasa (m) PI 0 e 3.2 Tegangan Lompatan Api Dalam perhitungan besar tegangan lompatan api dari rentengan isolator, dimana waktu tembus atau waktu lompatan api isolator pada waktu 6 s, sehingga dapat dihitung dari persamaan 3, yakni : Vc = K 1 + K2 3 x 10 kV t 0.75 I0 34 (4) dimana: PIo = Probabilitas distribusi arus surja I0 = Arus puncak petir (kA) Untuk mendapatkan probabilitas distribusi arus kilat surja, maka sebelumnya harus dipenuhi syarat terjadinya lompatan api, yaitu pada saat: (3) V 100 I 0 50 % Dimana K1 = 0,4 . W K2 = 0,71 . W W = Panjang isolator (m) Atau 100 I 0 V50% Jadi : 3 I0 V50% kA 100 merambat pada kedua sisi kawat di tempat sambaran berlangsung. Fenomena transien pada kawat berlangsung hanya dibawah pengaruh gaya yang memaksa muatanmuatan bergerak sepanjang hantaran. Atau dengan perkataan lain transien dapat terjadi di bawah pengaruh komponen vektor kuat medan yang berarah sejajar dengan arah penghantar. Jadi bila komponen vektor kuat medan berarah vertikal, dia tidak akan mempengaruhi atau menimbulkan fenomena transien pada penghantar. (5) dimana: I0 = Arus puncak surja (kA) V50% = Tegangan flash over lightning arrester (kV) 3.6 Gangguan Surja Pada Saluran Distribusi Gangguan surja ada saluran distribusi dibedakan menjadi dua macam gangguan menurut terjadinya sambaran, yaitu sambaran surja langsung dan sambaran induksi. Pada saluran distribusi gangguan surja akibat sambaran induksi lebih banyak dibandingkan dengan gangguan surja akibat sambaran langsung karena saluran distribusi memiliki tingkat isolasi dasar relatif rendah, dan karena luasnya sambaran induksi. Jadi jumlah sambaran surja induksi juga jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sambaran langsung. Akibatnya dapat menimbulkan kerusakan peralatan atau paling tidak gangguan pada sistem operasi. 3.7 Sambaran Langsung Sambaran langsung adalah apabila surja menyambar langsung pada kawat phasa (untuk saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk saluran dengan kawat tanah). Pada saluran udara tegangan menengah diasumsikan bahwa pada saluran dengan kawat tanah tidak ada kegagalan perisaian. Asumsi ini dapat dibenarkan karena tinggi kawat diatas tanah relatif lebih rendah (10 sampai 13 meter) dan juga karena dengan sudut perisaian yang biasanya lebih kecil 600 sudah dapat dianggap semua sambaran surja mengenai kawat tanah, jadi tidak ada kegagalan perisaian. Pada waktu surja menyambar kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan sepasang gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang besar ini dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada pada saluran. 3.9 Tegangan Induksi Pada Saluran Akibat Sambaran Induksi Tegangan lebih peralihan adalah permasalahan nyata pada sistem tenaga listrik. Tegangan lebih pada sistem tenaga listrik dapat disebabkan oleh faktor internal yaitu tegangan lebih (switching over voltage) dan tegangan lebih temporer, serta dapat disebabkan oleh faktor eksternal yaitu tegangan lebih surja. Untuk dapat menghitung tegangan lebih pada saluran akibat sambaran induksi terlebih dahulu harus diketahui medan elektromagnetis dari sambaran surja. Arus surja pada tanah mempunyai waktu muka yang kecil dan ekor yang panjang. Selama proses pelompatan kepala (stepped leader) suatu muatan q0 telah terdistribusi secara merata sepanjang kanal surja (lighting channel). Kemudian sambaran balik yang berupa surja arus dengan bentuk fungsi langkah (stepped function) akan bergerak keatas dengan kecepatan sama dengan kecepatan sinar dan menetralkan muatan yang ada pada kanal surja. Bila waktu muka dari arus surja tidak diperhatikan, pendekatan ini dapat digunakan untuk bagian bawah dari kanal surja, dimana variasi muatan dan kecepatan pada ketinggian di atas permukaan tanah dapat diabaikan. Hubungan antara arus I0 dan muatan q0 adalah : (6) I 0 c q0 3.8 Sambaran Tidak Langsung Bila terjadi sambaran surja ke tanah di dekat saluran, maka akan terjadi fenomena transien yang diakibatkan oleh medan elektromagnetis dari kanal surja. Fenomena surja ini terjadi pada kawat penghantar. Akibat dari kejadian ini timbul tegangan lebih tinggi dan gelombang berjalan yang Dimana : I0 = Harga puncak arus surja selama sambaran balik (kA) c = Kecepatan merambat sambaran balik (m/dt) q0 = Muatan listrik pada lintasan surja per satuan panjang (Coulomb) Besarnya tegangan induksi pada saluran distribusi adalah sebagai berikut : 4 Vind x = Koordinat sepanjang kawat ; x = 0 adalah titik yang terdekat dengan sambaran surja y = Jarak kawat dengan sambaran surja vertikal Pada titik x = 0, yaitu titik terdekat ke sambaran, maka setelah subsitusi dalam persamaan (11) dan (12), dan mengingat c/c o kecil, diperoleh harga tegangan maksimum : 1 2Z 0 I 0 hc0 / c 2 c 2 0 2 L r2 ct 1 c0 r0 Jika : Z0 6 1 1 0 / 0 2 1 1,26 10 12 4 4 8,84 10 1 2 V0 maks dimana : Z0 = Impedansi surja () h = Tinggi kawat fasa di atas tanah (m) c0 = Kecepatan merambat sinar = 3 x 108 (m/dt) c = Kececpatan merambat sambaran balik (m/dt) L = Panjang total jalan surja (m) r0 = Jarak antara kawat dengan sambaran surja (m) t = Waktu (dt) Besar potensial vektor penginduksi adalah : h Aind 2 Z 0 I 0 (c / c 0 ) h t ct 2 1 V0 maks ind 2 V1 V maks (11) atau Vind c0 t x Z 0 I 0 c 0 / c 2 2 y 2 c c t x 0 c0 2 2 x (12) c c 0 t x c 0 x 2 c 2 2 2 c 2 c 0 c 0 t 1 c 0 x y Z0 I0h 30 I 0 h y y (15) 3.10 Jarak Sambaran Surja Jarak sambaran adalah fungsi dari muatan, oleh karena itu dari arus, dalam kanal dari sambaran surja yang mendekatinya. Jarak sambaran ini diberikan oleh White-head sebagai , (16) y 8 I 0, 65 meter dimana, y = Jarak sambaran (meter) I = Arus surja (kA) t Aind V2 Vind x 1 h 2 t Z0 I0h 1,07 1,38 y Dari persamaan (14) nyata kelihatan bahwa tegangan induksi itu tidak begitu tergantung pada kecepatan merambat dari sambaran balik surja. Tegangan induksi pada saluran di titik yang jauh dari sambaran, yaitu bila diisikan x = . Bila harga ini diisikan dalam persamaan (14) dan kemudian dihitung tegangan induksi maksimum pada titik terjauh itu diperoleh : Dari persamaan (8) dan (9) diperoleh harga gelombang tegangan induksi untuk masingmasing komponen, yaitu : Aind (10) V V x 1 h 1 (14) Harga c/co = 0,1 sampai 0,5 jadi : 1 c / c0 r0 2 Z0 I0h 1 1 1 c 1 y 2 c0 1 c 2 2 1 2 c0 3.11 Gelombang Berjalan Jika suatu hantaran tenaga listrik (hantaran udara, kabel) yang digambarkan dengan dua kawat tiba-tiba dihubungkan dengan suatu sumber tegangan, maka seluruh hantaran tersebut tidak akan langsung bertegangan. Masih diperlukan beberapa waktu untuk dapat merasakan tegangan ini pada suatu titik dalam sistem yang mempunyai jarak tertentu dari sumber tegangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya induktansi dan kapasitansi pada sistem tanpa V2 V1 x Jadi jumlah gelombang tegangan induksi akibat sambaran surja tidak langsung adalah : (13) V V1 V2 Dalam persamaan (13) ; 5 rugi-rugi (loss less line). Proses ini sama dengan peluncuran sebuah gelombang tegangan yang merambat sepanjang hantaran dengan kecepatan tertentu. Gelombang berjalan ini akan mencapai ujung yang lain dari hantaran dalam waktu tertentu. Kedua gelombang ini akan mencapai ujung yang lain dari hantaran dalam waktu tertentu. Dalam perambatannya kedua gelombang ini umumnya akan menemukan diskontinuitas dalam hantaran sehingga terjadi pemantulan gelombang. Umumnya pada setiap saat, tegangan dan arus pada setiap titik merupakan superposisi dari gelombang datang dan gelombang pantul. Gelombang berjalan ini timbul dalam sistem transmisi sebagai akibat adanya tegangan lebih pada sistem yang disebabkan oleh proses sambaran surja atau proses switching (pembukaan dan penutupan saklar daya). Pada saat sambaran surja mengenai lightning arrester suatu saluran, menimbulkan arus gangguan yang kemudian akan merambat ke tanah melalui penghantar pentanahan. Pada penghantar yang ujungnya dihubungkan ke elektroda pentanahan maka gelombang datang akan diteruskan ke tanah. Pada prinsipnya suatu penghantar mempunyai besaran resistansi (R) dan induktansi (L) yang kemudian mendapatkan arus. Gangguan yang terjadi akibat sambaran surja ke lightning arrester akan menyebabkan mengalirnya arus petir disepanjang penghantar sebelum sampai ke elektroda pentanahan. Kecuraman muka gelombang mengakibatkan tegangan jatuh disepanjang penghantar yang dilalui arus surja. Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan: a. Puncak gelombang, E (kV), yaitu amplitudo maksimum dari gelombang. b. Muka gelombang, t1 (mikro detik), yaitu waktu dari permulaan samapai puncak, dalam praktek ini diambil dari 10% E sampai 90% E. c. Ekor gelombang, yaitu bagian dibelakang puncak. Panjang gelombang, t2 (mikro detik), yaitu waktu dari permulaan sampai detik 50% E pada ekor gelombang. d. Polaritas yaitu polaritas dari gelombang positif atau negatif. Suatu gelombang berjalan dinyatakan sebagai: E1 .t1 xt 2 Definisi muka gelombang (wave front) dan ekor gelombang (wave tail) ditetapkan dalam standar-standar sedemikian rupa sehingga kesukaran untuk menetapkan permulaan gelombang dan puncak gelombang dapat diatasi. Jika gelombang tegangan atau arus menemui diskontinuitas pada hantaran (perubahan impedansi hantaran) seperti: 1. Ujung dari suatu hantaran. 2. Perubahan tiba-tiba dari impedansi surja (terpa). 3. Pencabangan. Bila sambaran surja mengenai saluran distribusi, arus yang besar mengalir ke tanah dan sepasang gelombang berjalan merambat pada kawat tanah. Untuk memudahkan perhitungan, untuk sementara, impedansi surja menara dapat diabaikan dan asumsi menara ketanahkan melalui tahanan konstan, R. Karena tidak ada arus yang mengalir dari tiang ke kawat fasa, maka : Ee + e = RI = e1 (17) i + i’ = 2 i1 + I (18) dimana : i = e/Z i’ = -e’/Z i1 = e1/Z11 (19) Subsitusikan persamaan tersebut pada persamaan 18, diperoleh e/Z – e’/Z = 2 e1/Z11 + e1/R (20) atau e e e1 = 2e1 e1 Z Z 11 R e1(1/R + Z/Z11 + 1/Z) = 2 e/Z Jadi, 2 RZ 11 e1 = (21) e 2.ZR Z 11 ( R Z ) Gelombang mula pada kawat fasa k adalah ek = Z1k i1 = Z 1k e1 Z 11 (22) Pada saat terjadinya sambaran surja tidak langsung pada kawat, akan menyebabkan terjadinya gelombang berjalan yang menimbulkan surja (surge) pada kawat, yaitu surja tegangan dan surja arus. 6 Ditinjau dari energi, dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energi secara tiba-tiba pada kawat. Energi ini merambat pada kawat, sama halnya seperti kita melemparkan batu pada air yang tenang dalam sebuah kolam. Energi yang merambat ini terdiri dari arus dan tegangan. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstanta-konstanta kawat. Pada kawat di udara, kecepatan merambat ini kira-kira 300 meter per mikro detik, jadi sama dengan kecepatan cahaya. Pada kabel tanah kira-kira 150 meter per mikro detik. Bila gelombang berjalan mencapai titik peralihan atau diskontinuitas akan terjadi perubahan pada gelombang tersebut sehingga terdapat sedikit perbedaan dengan gelombang asal. Apabila suatu gelombang energi listrik merambat sepanjang kawat dengan konstanta L dan C, maka gelombang tegangan dan arus merambat dengan kecepatan yang sama. Kedua besaran ini dihubungkan oleh suatu faktor proporsional, yaitu karakteristik kawat itu. Bila gelombang tegangan E sampai pada titik a, maka arus yang bersamaan dengan tegangan itu akan mengisi kapasitor C pada tegangan E. Muatan yang dibutuhkan untuk menaikkan tegangan pada satu satuan panjang = C E. Bila kecepatan merambat gelombang itu V cm/detik, maka jumlah muatan yang dibutuhkan untuk mengisi kawat sepanjang V cm tiap detik = C E v. Muatan ini diberikan oleh arus uniform yang mengalir pada kawat, dan untuk memberi muatan C E v dalam satu detik dibutuhkan arus sebesar: I=C.E.v (23) Bila gelombang itu telah merambat sejauh x cm, maka energi elektrostatis pada bagian ini (x cm) adalah: 1 (24) WC .C.x.E 2 2 Bila L = Induktansi kawat per cm, maka dalam waktu yang sama, energi elektromagnetis pada kawat sepanjang x itu: 1 (25) WL .L.x.I 2 2 Kecepatan merambat gelombang berjalan pada kawat udara sama dengan kecepatan cahaya dalam ruang hampa. 1 (26) v cm / det ik LC Dan kecepatan merambat gelombang berjalan pada konduktor adalah: 1 (27) v cm / det ik Besarnya nilai induktansi saluran dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 2h1 (28) 1 9 L 2 ln 2 .10 r Menentukan kapasitansi saluran dengan menggunakan persamaan: (29) 10 11 C 2h1 18 ln r Menentukan impedansi surja pada saluran : (30) Z L/C ` Dengan arus puncak surja yang terjadi, maka didapatkan tegangan puncak surjanya adalah: (31) V0 I 0 .Z kV dimana: L = Induktansi saluran (H) C = Kapasitansi saluran (F) Z = Impedansi surja kabel () V0 = Tegangan akibat sambaran arus puncak petir (kV) I0 = Arus puncak surja (kA) h1 = Tinggi kawat fasa (m) r = Jari-jari konduktor kabel (mm) Pada saat terjadi sambaran surja pada saluran distribusi, maka akan terjadi gelombang maju dan gelombang mundur berupa gelombang berjalan yang induksinya merambat menuju lightning arrester. Waktu yang dibutuhkan oleh gelombang berjalan adalah: t mundur / maju x mundur / maju v det ik (32) dimana: tmundur/maju = Waktu yang dibutuhkan gelombang mundur/maju (detik) xmundur/maju = Jarak gelombang mundur/maju (m) v = Cepat rambat gelombang (m/detik) Tegangan yang terjadi pada saluran karena adanya tegangan induksi merupakan 7 penjumlahan tegangan saluran dengan tegangan induksi yaitu: V0 = V + V i kV (33) Tegangan pada gelombang maju adalah (34) e0 ( x, t ) V0 .e t kV Tegangan pada gelombang mundur adalah (35) e0 ( x, t ) V0 .e t kV Jadi jumlah sambaran pada saluran distribusi sepanjang 100 km adalah (38) NL N A Dimana A merupakan luas bayang – bayang untuk 100 km panjang saluran. A 100 km x b 4h1 Atau A 0,1 x b 4h1 1, 09 km 2 x 10 3 km (39) per 100 km saluran (40) Untuk memperoleh probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, maka terlebih dahulu ditentukan gradien tegangan sepanjang isolator dengan menggunakan tegangan sistem akibat sambaran surja adalah V0 ( kV/m ) (36) E 0 1, 09 Sehingga, N L 0,015 IKL b 4h1 1, 09 sambaran per 100 km per tahun (41) dimana : b = Jarak antar kawat fasa (m) h1 = Tinggi kawat fasa (m) 3.W 3.13 Saluran Distribusi 20 kV Tanpa Kawat Tanah Sambaran surja yang terjadi pada menara tanpa kawat tanah. Persamaan tegangan induksi untuk saluran yang tidak di lengkapi dengan kawat tanah adalah: dimana: V0 = Tegangan saluran akibat sambaran induksi surja (kV) V = Tegangan dasar sistem (kV) Vi = Tegangan induksi surja (kV) t = Waktu (detik) e0 (x,t) = Tegangan pada gelombang maju/mundur E0 = Gradien tegangan (kV) W = Panjang lightning arrester (m) Bila gradien tegangan kerja sepanjang jalan lompatan api tidak cukup besar, busur api tidak akan terbentuk dan karenanya gangguan saluran juga tidak terjadi. Besar probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api diberikan pada tabel 1. Tabel 1. Probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api Probabilitas Gradien tegangan, lompatan api menjadi E0 (kV/m) busur api, η 50 0,6 30 0,45 20 0,25 10 0,10 Vi 30 I 0 h1 y (42) dimana : Vi = Tegangan induksi pada kawat (kV) I0 = Besar arus surja (kA) h1 = Tinggi rata – rata kawat diatas tanah (m) y = Jarak horizontal antara sambaran surja dengan kawat (m) Supaya tegangan induksi sama atau melebihi ketahanan impuls isolasi V50% maka V : I 50% y 0 30 h Persamaan probabilitas yang dipakai yaitu Pi I 34 atau P10 3.12 Jumlah Sambaran Surja ke Bumi Jumlah sambaran surja ke bumi adalah sebanding dengan jumlah hari guruh per tahun atau ”Iso Keraunik Level (IKL)” di tempat tersebut. Untuk Indonesia, jumlah sambaran surja ke bumi dapat dicari dengan menggunakan persamaan : (37) N L 0,15 IKL dimana : NL = Jumlah sambaran per km2 per tahun. IKL= Jumlah hari guruh per tahun V y 50% 1020 h1 Jadi jumlah sambaran pada bidang y yang dapat menimbulkan tegangan melebihi V50% adalah : N FL 0,015.IKL.e V50% y 1020 x h 1 .y Bila y dibuat kecil sekali, y berubah menjadi dy dan NFL berubah menjadi dNFL, dan setelah dilakukan integrasi dari ymin(=2h11,09) sampai ymaks(=tak 8 terhingga) untuk kedua sisi saluran diperoleh persamaan : N FL 2 0,015.IKL.e V 50% 1020 h1 4.1 Umum Dalam penelitian ini, diperlukan data untuk menentukan pelindungan surja dengan fuse lebur akibat gangguan tegangan lebih pada SUTM 20 kV. Akibat sambaran induksi surja, maka diperlukan data yang berhubungan dengan saluran distribusi dan lightning arrester. Sebagai aplikasi pada penelitian ini adalah saluran distribusi 20 kV kota Padang. Tabel 2. Data saluran distribusi 20 kV dan surja No. Uraian Keterangan 1. Tinggi kawat fasa 9,2 m (h1) 2. IKL 222 guruh/tahun 3. Konduktor AAAC 70 mm2 4. Panjang lightning 0,425 m arrester 5. Rate arus fuse lebur 100 A 6. Tegangan fuse 24 kV lebur 7. Tegangan flash 79,92 kV over (V50%) 8. Tegangan SUTM 20kV 9. Frekwensi 50 Hz 10. Jarak konduktor 1.050 mm fasa R ke T 11. Jarak konduktor 650 mm fasa S ke T dy 2 h11, 09 V50% V50% 1, 09 1020h1 1020h1 1020 h1 2 h1 e 0,03.IKL. .e V50% Atau N FL V 0 , 09 50% h1 510 30,6.IKL.h1 .e V50% Dimana: NFL = Jumlah gangguan V50% = Tegangan flash over (kV) IKL = Jumlah hari guruh per tahun 3.14 Umur Lightning Arrester Akibat Sambaran Induksi Untuk menentukan umur lightning arrester setelah dipengaruhi oleh adanya sambaran induksi dapat ditentukan dengan persamaan : 1 N T FL .S .Pi0 .100 100 (49) dimana : = Umur pakai rata – rata T lightning arrester (tahun) NFL = Jumlah gangguan karena sambaran induksi S = Jarak antara lightning arrester pada saluran (m) Pi0 = Probabilitas distribusi arus surja 4.2 Menentukan Arus Surja Untuk mendapatkan maka diperoleh I0 surja, 79,92 0,7992 kA = 799,2A 100 4.3 Menentukan Probabilitas Distribusi Arus Surja Untuk menentukan probabilitas distribusi arus surja, diperoleh 3.15 Arus Lompatan Api Selama sambaran surja pada kawat fasa pada SUTM 20 kV, ada 2 kemungkinan terjadi lompatan api yaitu lompatan api pada tegangan impuls dan terjadi di udara. PI 0 e Arus lompatan api/arus hubung singkat dari fasa S ke T adalah 𝑉𝑜 𝐼𝐵𝐶 = 𝑍 (50) 4 arus I FL 34 0 , 7992 e 34 0,98 Persentase probabilitas distribusi arus surja adalah .(1−𝐾) Dimana : Vo = Tegangan induksi akibat surja (kV) Z = Impedansi surja (Ω) K = Faktor gandeng antara jarak kawat fasa S ke T dengan R ke T PI 0 0,0098 % 100 4.4 Menentukan Impedansi Surja Menentukan induktansi saluran, diperoleh % PI 0 4. PERHITUNGAN DAN ANALISA 9 1. Titik sambaran induksi 0 Tegangan gelombang maju (kVolt) 21,79439188 Tegangan gelombang mundur (kVolt) 21,79432286 2. 1/8 21,79438325 21,79433149 3. 2/8 21,79437462 21,79434012 4. 3/8 21,79436600 21,79434874 5. 4/8 21,79435737 21,79435737 6. 5/8 21,79434874 21,79435737 7. 6/8 21,79434012 21,79437462 8. 7/8 21,79433149 21,79438325 9. 8/8 21,79432286 21,79439188 No. Tegangan yang terjadi pada saluran karena adanya tegangan induksi merupakan penjumlahan tegangan saluran dengan tegangan induksi yaitu V0 = V + V i = 20 kV + 1,7943 kV = 21,7943 kV 4.7 Menentukan Tegangan Gelombang Berjalan Pada saat terjadi sambaran surja pada saluran distribusi, maka akan terjadi gelombang maju dan gelombang mundur berupa gelombang berjalan yang induksinya merambat menuju lightning arrester. Sambaran induksi surja yang terjadi dengan variasi titik sepanjang saluran distribusi adalah: Sambaran induksi pada pangkal saluran (0 x panjang saluran): 2h1 1 9 L 2 ln .10 r 2 2.920 1 2 ln .10 9 1,0125 2 x mundur 0 x9500 0m Sambaran induksi pada ujung saluran: 6,2999.10 9 H / cm x maju (1 0) x 9500 9500 m Menentukan kapasitansi saluran diperoleh, Waktu yang dibutuhkan, diperoleh 1011 2h 18 ln 1 r 1011 2.920 18 ln 1,0125 C t mundur t maju Menentukan impedansi surja pada saluran, diperoleh 6,2999.10 9 -13 / 1,158.10 181,3407 6 Dengan cara yang sama diperoleh tegangan gelombang berjalannya seperti pada tabel 3. Tabel 3. Hasil perhitungan tegangan gelombang berjalan 0 , 65 0 , 65 1,2305.104 m 4.6 Menentukan Tegangan Induksi Menentukan tegangan induksi yang terjadi pada saluran dengan jarak sambaran y maka diperoleh, Vi -5 21,7943.103.e 0,3167.10 2,179439188.10 4 21,79439188 kV 21,7943.103.e 0 2,179432286.10 4 21,79432286 kV 4.5 Menentukan Jarak Sambaran Surja Untuk menentukan jarak sambaran surja yang terjadi diperoleh, e 0 ( x, t ) V0 .e t e 0 ( x, t ) V0 .e t 80.10 .181,3407 14,507.10 V 3 950 0,3167.10-5 det ik 3.108 Tegangan pada gelombang mundur adalah V0 IoZ 8. 80.10 3 v Tegangan pada gelombang maju adalah L/C Dengan arus puncak surja yang terjadi sebesar 80 kA, maka didapatkan tegangan puncak surja adalah y 8 Ip 0 0 det ik 3.10 8 x maju 1,158.10-13 F / cm Z x mundur v 4.8 Probabilitas Peralihan Lompatan Api Untuk memperoleh probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, maka terlebih dahulu ditentukan gradien tegangan sepanjang isolator dengan menggunakan tegangan sistem akibat sambaran surja, diperoleh 30.Ioh1 y 30.80.10 3.9,2 1,7943 kV 1,2305.104 10 Pada V= 21,79439188 kV Dengan menggunakan persamaan E0 Tabel 5. Hasil perhitungan usia pakai dengan variasi jumlah guruh pertahun V 3.W 21,79439188 3.0,425 29,60705417 kV/m 1. 2. 3. 4. 5. Dengan cara yang sama diperoleh hasil perhitungan gradien tegangan saluran pada tabel 4. 4.9 Menentukan Jumlah Gangguan Akibat Sambaran Induksi Surja Jumlah gangguan karena sambaran induksi surja dapat ditentukan sebagai berikut: N FL 30,6.IKL.h 1 .e V50% 0 , 09 h1 510 V50% 79,92 9, 20 , 09 510 79,92 Jumlah guruh pertahun, IKL (guruh/tahun) 100 150 200 220 250 Usia pakai T (tahun) 8,5271 = 9 5,6848 = 6 4,2636 = 4,5 3,8410 = 4 3,4109 =3,5 4.11 Menghitung Tegangan Lompatan Api Dalam perhitungan besar tegangan lompatan api dari isolator, dimana waktu tembus atau waktu lompatan api isolator pada waktu 6 s, panjang isolator W= 24 cm. Dimana x No. Probabilitas peralihan Usia pakai T lompatan api No. 4 2,8057.10 gangguan per km per tahun (tahun) menjadi busur api, 4.10 Umur Lightning Arrester Akibat 1. 0,25 6,9139 = 7 Sambaran Induksi 2. 0,45 3,8410 = 4 Untuk menentukan umur lightning 3. 0,6 2,8808 = 3 arrester setelah dipengaruhi oleh adanya 4. 0,8 2,1606 = 2,2 sambaran induksi diperoleh 5. 1 1,7285 = 2 3 1 Vc = K 1 + K 2 x 10 kV N 0.75 T FL .S .PI .100 t 100 3 Vc = 0,4 W + 0,71W x 10 kV 0 , 75 1 6 2,8057.104 .9,5.0,0098 .100 3,8410 4 tahun 0,71x0,24 x 10 3 kV Vc = 0,4 x 0,24 + 100 6 0, 75 Jadi umur rata-rata Vc = 140,5 kV lightning arrester adalah 4 tahun jika terjadi sambaran surja yang arusnya sebesar 80 kA 4.12 Menghitung Arus Sambaran Surja disekitar saluran distribusi. Arus sambaran surja minimum yang Dengan cara yang sama, maka menyambar kawat fasa (fasa yang paling dengan memvariasikan nilai tegangan induksi terbuka terhadap sambaran surja), dimana surja yang mengakibatkan perubahan pada arus ini masih dapat nmenimbulkan lompatan gradien tegangan dan probabilitas peralihan api pada isolator. lompatan api menjadi busur api berdasarkan Dengan menggunakan persamaan efisiensi, maka diperoleh hasil perhitungan I m in = 2VC seperti pada tabel 5. 30,6.222.9,2.e x 0,45 0 Z0 Tabel 4. Hasil perhitungan usia lightning arrester dengan variasi efisiensi Sementara itu dengan memvariasikan nilai jumlah guruh pertahun pada = 0,45, maka diperoleh hasil perhitungan seperti pada tabel 5. I m in = 2(1030 ) I m in = 3,812 kA 540 ,391 4.13 Menentukan Arus Lompatan Api 11 Pada SUTM 20 kV selalu ditempatkan ligthtning arresrer yang berfungsi sebagai pengaman tegangan lebih dan fuse lebur berfungsi sebagai pengaman arus hubung singkat akibat arus lompata api saat sambaran surja. Dari hasil perhitungan, jika terjadi arus surja disekitar lightning arrester sebesar 80 kA, maka tegangan induksi yang terjadi akibat sambaran induksi surja adalah 1,7943 kV sehingga tegangan sistem dari 20 kV menjadi 21,7943 kV. Jumlah gangguan yang terjadi karena sambaran induksi surja adalah sebanyak 2,8057x104 gangguan per 100 km per tahun. Dari hasil penelitian dan hasil perhitungan diperoleh umur lightning arrester akibat tegangan induksi surja sebesar 1,7943 kV yang merupakan induksi dari arus surja sebesar 80 kA adalah menjadi 4 tahun. Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, berdasarkan efisiensi mempengaruhi nilai umur lightning arrester. Semakin besar probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, berdasarkan efisiensi, maka umur lightning arrester akan semakin berkurang. Hal tersebut juga dapat dilihat pada karakteristik pada gambar 4. Selama sambaran surja pada kawat fasa pada SUTM 20 kV, ada 2 kemungkinan terjadi lompatan api yaitu lompatan api pada tegangan impuls dan terjadi di udara. Arus lompatan api/arus hubung singkat dari fasa B ke C adalah 𝑉𝑜 𝐼𝑠𝑡 = 𝑍 4 .(1−𝐾) Dimana : Vo = Tegangan induksi akibat surja = 21,7943 kV Z = Impedansi surja = 181,3407 Ω K = Faktor gandeng antara jarak kawat fasa S ke T dengan R ke T 650 𝐾= = 0,38 1.700 Maka, 21,7943 𝐼𝑠𝑡 = 181 ,3407 .(1−0,38) 21,7943 4 = 45,335 .(0,62) = 0,77559 𝑘𝐴 = 775,59A A B 1.050 650 C Gambar 3. Sambaran langsung pada kawat fasa 4.14 Analisa Tegangan lebih akibat sambaran surja dapat terjadi, karena sambaran langsung dari kawat fasa ke fasa. Jarak kawat fasa ke fasa yang terdekat yaitu fasa S ke T dengan jarak 65 cm (gambar 3), tegangan lebih yang diinduksikan sebesar 21,7943 kV. Karena SUTM tidak mempunyai kawat tanah, maka terjadi lompatan api menghasilkan arus lompatan api sebesar 775,59A. Sedangkan fuse lebur yang dipasangkan berfungsi sebagai pengaman terjadi hubung singkat seperti terjadinya arus lompatan api dari kawat fasa S ke T. Data fuse lebur (cut out) yang terpasang sebesar 100A dan rate tegangan 24 kV, mengakibatkan fuse lebur akan putus. Gambar 4. Karakteristik umur lightning arrester terhadap perubahan probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api Nilai probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, , dipengaruhi oleh tegangan induksi akibat sambaran induksi surja. Semakin besar tegangan induksi, maka probabilitas peralihan lompatan api menjadi busur api, berdasarkan efisiensi akan semakin besar. Artinya semakin besar tengan induksi yang terjadi maka umur lightning arrester akan berkurang. 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan 12 Dari hasil penelitian dilapangan dan perhitungan penelitian ini, sehingga dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Tegangan lebih pada SUTM 20 kV akibat gangguan surja kilat menimbulkan tegangan induksi sebesar 21,7943 kV 2. Arus lompatan api atau arus hubung singkat pada SUTM 20 kV pada fasa S ke T, akibat dari tegangan induksi adalah 775,59 Amper 3. Impedansi surja pada SUTM 20 kV sebesar 181,3407 Ohm 4. Tegangan lompatan api dari isolator dengan waktu tembus 6 mikro detik adalah 140,5 kV 5. Arus sambaran surja yang dihasilkan sebesar 3,812 kA. 9. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Arismunandar, Artono, Teknik Tenaga Listrik , PT. Pradnya Paramita, Jilid 3 Gardu Induk, Jakarta, 1997. Hutauruk, T.S, Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja, Erlangga, Jakarta, 1991. Hutauruk. T.S, Transmisi Daya Elektrik, Erlangga, Jakarta, 1996 K.T Sirait dan Zoro, Perlindungan Terhadap Tegangan Lebih Pada Sistem Tenaga Listrik, Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Institut Teknologi Bandung, 1986. Mujiman, Tukino, Proteksi Sistem Tenaga Listrik Pada Saluran 20 kV di PT. PLN Persero) APJ Yogyakarta, Jurnal SNAS Yogyakarka, 2014. Harrij Mukti, Analisis Penentuan Penempatan Arrester Sebagai Pengaman Transformator Distribusi 20 kV, Jurnal Eltek, Poltek Malang, 2012. Julius Sentosa Setiaji, Yanuar Ariyanto, Perubahan Tegangan Pada Kawat SUTM 20 kV Akibat Sambaran Petir, Jurnal Amplifier, UK Petra Surabaya, 2012. Abdul Syukur, Agung Warsito, Liliyana Nilawati, Kinerja Arrester Akibat Sambaran Petir Pada Jaringan Tegangan Menengah 20 13 kV, Jurnal Teknik Elektro, Undip Semarang, 2009. Mursid Sabdullah, T. Haryono, Sasongko Pramono Hadi, Analisis Distribusi Tegangan Lebih Akibat Sambaran Petir Untuk Pertimbangan Proteksi Peralatan Pada Jaringan Tegangan Menengah 20 kV di Yogyakarta, Seminar Nasional Teknik Ketenagalistrikan, UGM Yogyakarta, 2006.